Abses Femur
Abses Femur
Abses Femur
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri
atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).
Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan
Organisme atau benda asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan
pelepasan sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon inflamasi (peradangan), yang menarik
kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan
Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau kapsul, oleh sel-sel
sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah nanah menginfeksi struktur lain di
menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab peradangan (agen infeksi atau benda
Abses harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi nanah di
dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan abses mengacu pada
akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui proses terjadinya abses tersebut.
Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang
mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni: kemerahan
(rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan hilangnya
fungsi. Abses dapat terjadi pada setiap jaringan solid, tetapi paling sering terjadi pada permukaan
kulit, pada paru-paru, otak, gigi, ginjal, dan tonsil. Komplikasi mayor abses adalah
penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat
Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu
abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal (meskipun jarang) apabila abses tersebut
mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakhea.
demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen, dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya
apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Hal
ini dinyatakan dalam sebuah aforisme Latin: Ubi pus, ibi evacua.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.
Drainase abses paru dapat dilakukan dengan memposisikan penderita sedemikian hingga
memungkinkan isi abses keluar melalui saluran pernapasan. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
doxycycline.
Adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif.
Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain bahwa
Namun demikian, walaupun sebagian besar buku ajar kedokteran menyarankan untuk dilakukan
insisi pembedahan, sebagian dokter hanya menangani abses secara konservatif dengan
menggunakan antibiotik.
http://id.wikipedia.org/wiki/Abses
Dari data RSUD Dr R Soetrasno Rembang kususnya di ruang Melati jumlah pasien abses
mulai bulan januari sampai bulan july 2010 adalah 11 orang, oleh dasar itulah penulis ingin
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.T dengan Abses Femur Dextra di ruang
2. Tujuan kusus :
a. Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Abses Femur Dextra dengan
benar.
b. Dapat menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Abses Femur
c. Dapat melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan Abses Femur Dextra dengan
benar.
d. Dapat melaksanakan implementasi pada pasien dengan Abses Femur Dextra dengan benar.
e. Dapat melakukan evaluasi pada klien dengan Abses Femur Dextra dengan benar.
f. Membahas kesenjangan yang ada dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
g. Dapat mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan kasus dengan Abses
C. Sistematika penulisan
Untuk mempermudah pemahaman karya tulis ini penulis membagi sistematika penulisan
dalam 5 BAB yaitu BAB 1 pendahuluan terdiri dari tentang latar belakang, tujuan penulisan dan
manifestasi klinis, pathway, focus pengkajin, diagnosa keperawatan, fokus intervensi. BAB III
resume keperawatan, merupakan uraian kasus pada Tn.T dengan Abses Femur Dextra mulai dari
Pembahasan terdiri dari masalah kesenjangan antara teori dengan kasus nyata dan pembenaran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
KONSEP DASAR
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang tinjauan pustaka dari asuhan keperawatan
pada Tn.T dengan abses femur dextra di ruang Melati RSUD Dr R Soetrasno Rembang mulai
pengkajian,analisa data, diagnosa keperawatan yang diarahkan pada pathway serta fokus
intervensinya.
A. Pengertian
Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus
Abses adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati yang terakumulasi disebuah kavitas
jaringan karena adanya proses infeksi). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
(http://id.wikipedia.org/wiki/abses)
B. Etiologi
Menurut ahli penyakit infeksi penyebab abses antara lain :
1. Infeksi Mikrobial
Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Virus menyebabkan kematian sel
dengan cara multiplikasi. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis
kimiawi yang merupakan awal radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan
dinding sel
2. Reaksi hipersensitivitas.
Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan rusak.
3. Agen Fisik
Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding berlebih (frostbite).
Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara memprovokasi terjadinya
proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi
5. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya makanan pada
dearah yang bersangkutan.
Menyebabkan kematian jaringan yang merupakan stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah
C. Faktor Predisposisi.
Faktor predisposisi dari abses yaitu :
2. Kurang gizi.
3. Anemia.
4. Diabetes
5. Keganasan(kanker)
6. Penyakit lainya
7. Higienis jelek
8. Kegemukan
9. Gangguan kemotatik
(http//Imadeharyoga.com)
D. Patofisiologi
Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan jaringan dengan cara
mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis), kimiawi yang
secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin yang ada hubunganya
dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila ada perubahan kondisi respon imunologi
mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak jaringan. Agent fisik dan bahan kimia
oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan jaringan,kematian jaringan menstimulus untuk
terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah penyebab dari peradangan, kemerahan merupakan tanda
awal yang terlihat akibat dilatasi arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi
kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi secara
sistemik.
Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofaq mempengaruhi termoregulasi pada suhu
lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi. Peradangan terjadi
perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran darah kembali
pelan. Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona plasmatik. Leukosit
menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam ruang ekstravaskuler
lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase hyperemia meningkatkan permiabilitas vaskuler
mengakibatkan keluarya plasma kedalam jaringan, sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh
darah akibat tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi
akumulasi cairan didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat
yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses
menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin, prostaglandin, dan serotonin
merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif
dan termosensitif yang menimbulkan nyeri. Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan
sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas litas.
Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila penyabab kerusakan bisa
diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan
kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris terkumpul dalam suatu
rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat
menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan
pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak (fase organisasi),
bila fase destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui jaringan granulasi
fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung terus akan terjadi fase inflamasi kronik yang
Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga terjadi
kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat mengakibatkan resiko
penyebaran infeksi.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari abses yaitu :
Manifstasi Klini
1. Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang
mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari prose inflamasi, yakni kemrahan (rubor),
panas (color), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi.
(http: //id.wikipedia.org/wiki/Abses)
2. Timbul atau teraba benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil, pada stadium lanjut benjolan
bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise, nyeri, bengkak, berisi nanah (pus).
(http//www.surabayapost.co.id)
3. Gambaran Klinis
a. Nyeri tekan
b. Nyeri lokal
c. Bengkak
d. Kenaikan suhu
e. Leukositosis
4. Tanda-tanda infeksi
a. Rubor ( kemerahan ).
e. Fungtio laesa.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain:
1. Kultur ; Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat yang paling
efektif.
2. Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukopenia, Leukositosis (15.000 - 30.000)
mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar.
toksin/status syok.
6. Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di dalam hati sebagai
9. Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul protein dan sel darah
merah.
10. Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara bebas di dalam
abdomen/organ pelvis.
11. EKG : Dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T,dan disritmia yang
menyerupai infak miokard.
(Doenges,2000:873)
G. Penatalaksanan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun
demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen atau kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila
disebabkan oleh benda asing karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersama
dengan pemberian obat analgetik. Drainase, abses dengan menggunakan pembedahan biasanya
diindikasi apabila abses telah berkembang dari peradangan serasa yang keras menjadi tahap
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus, antibiotik
kemunculan stophylococcus aureus yang dapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut
Fokus Pengkajian
Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organ-organ yang terkena
1. Aktifitas I istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal (selama curah jantung tetap
takikardi ekstrem (syok). Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/cairan
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/masa otot (malnutrisi). Penurunan haluaran,
5. Neurosensori
6. Nyeri I/kenyamanan
7. Pemafasan
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pemafasan, penggunaan kortikosteroid, infeksi baru,
penyakit viral.
Tanda : Suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih) tetapi mungkin normal pada lansia mengganggu
pasien, kadang sub normal (dibawah 36,5°C), menggigil, luka yang sulit/lama sembuh, drainase
8. Sexualitas
9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis/melemahkan misal: DM, kanker, hati, jantung, ginjal, kecanduan
alkohol. Riwayat splenektomi. Baru saja menjalani operasi prosedur invasive, luka traumatik.
ulangan : Mungkin dibutuhkan bantuan dengan perawatan/alat dan bahan untuk luka, perawatan,
Prioritas Keperawatan
a. Menghilangkan infeksi.
c. Mencegah komplikasi.
(Doenges,2000:240)
H. Pathway
I. Diagnosa Keperawatan
Secara teori pada kasus abses dapat ditarik beberapa diagnose keperawatan antara lain :
2. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah
5. Resiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi
lapisan kulit.
( Doenges,2000:241 )
J. Fokus Intervensi
Ada beberapa fokus intervensi yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Resiko tinggi infeksi terhadap perkembangan infeksi oportunistik berhubungan dengan prosedur
invasif.
eria Hasil : Bebas dari sekresi purulen/drainase, atau eritema dan afebris.
Intervensi
Rasional : Isolasi luka / linen dan mencuci tangan adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan luka,
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas walaupun menggunakan sarung tangan
steril.
jalur hiperalimentasi
f. Gunakan sarung tangan / pakaian pada waktu merawat luka yang terbuka/antisipasi dari kontak
Rasional : Demam tinggi menunjukan efek endotoksin pada hipotalamus dan endorphin yang
Rasional : Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi umum.
j. Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi / kegagalan untuk membaik selama masa terapi.
Rasional : Dapat menunjukan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan berlebihan dari organisme
resisten.
k. Inspeksi rongga mulut terhadap sariawan. Selidiki laporan rasa gatal / peradangan vaginal /
perineal.
Rasional : Depresi sistem imun dan penggunaan antibiotik dapat meningkatkan resiko infeksi skunder;
terutama ragi. .
Rasional : Dapat membasmi / memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum atau penyakit
khusus.
m. Bantu / siapkan insisi dan drainase luka.
Rasional : Memberikan kemudahan untuk memindahkan material purulen / jaringan nekrotik dan
meningkatkan penyembuhan.
2. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
Intervensi
a. Pantau suhu pasien (derajad dan pola); perhatikan menggigil / diaphoresis.
Rasional : Suhu 38,9°C menunjukan proses infeksius akut .Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
d. Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam tinggi pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.
(Doenges,2000 : 874 )
3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah
eria Hasil : Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat kesadaran umum,
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi O2 memaksimalkan efektifitas dari perfusi
jaringan.
b. Pantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi, dan perubahan
Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah.
Rasional : Pada awal nadi cepat menunjukan peningkatan curah jantung, nadi lemah menunjukan
Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek langsung dari endotoksin pada
pusat pemafasan.
Rasional : Penurunan haluaran urine dan peningkatan berat jenis akan mengindikasikan penurunan perfusi
ginjal.
Rasional : Vasokonstrisi splaknik menurunkan peristaltik dan dapat menimbulkan ileus paralitik.
j. Pantau pH gaster sesuai petunjuk. Hematest sekresi gaster / feses darah samar.
Rasional : Stress dari penyakit dan penggunaan steroid meningkatkan resiko erosi / perdarahan mukosa
gaster.
k. Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkaan jaringan lokal, eritema, tanda
Homan positif
Rasional : Stasis vena dan proses infeksi dapat menyebabkan perkembangan thrombosis.
Rasional : Akselerasi pembekuan pada mikrosirkulasi menciptakan situasi perdarahan yang membahayakan
Rasional : Dosis antibiotik massif sering memiliki efek toksik potensial bila perfusi hepar /
ginjal terganggu.
q. Berikan suplemen O2
eria Hasil : Tanda vital dalam batas normal, nadi perifer teraba haluaran urine adekuat.
Intervensi
a. Catat haluaran urine dan berat jenis. Catat keseimbangan masukan dan keluaran komulatif.
Rasional : Keseimbangan cairan positif lanjut dengan disertai penambahan berat badan dapat
terapi/komponen pengganti.
Rasional : Mekanisme kompensasi awal dari takikardia untuk meningkatkan curah jantung dan
Rasional : Kehilangan cairan dari kompartemen vaskuler kedalam ruang interstisiil akan menyebabkan
edema.
Intervensi :
Rasional : Hipoventilasi dan dipsnea merefleksikan mekanisme kompensasi yang tidak efektif dan
6) Sering ubah posisi. Dorong untuk batuk dan latihan napas dalam.
Rasional : Pada waktu kondisi septic memburuk, asidosis metabolik yang meningkat untuk membangun
Ditandai
ria Hasil : Ikut serta dalam program pengobatan, memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dengan
dapat penunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dan tindakan.
Intervensi :
b. Tinjau faktor resiko individual dan bentuk penularan tempat masuk infeksi.
Rasional : Menyadari terhadap bagaimana infeksi ditularkan akan memberikan informasi untuk
c. Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, efek samping dan pentingnya ketaatan
pengobatan.
Rasional : Membantu pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah bakteri patogen yang ada.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan infeksi akan memungkinkan intervensi dan mengurangi
Ditandai:
a. Menolak bergerak/tidak mampu bergerak sesuai tujuan rentang gerak terbatas, penurunan
Kriteria Hasil :
b. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau kompensasi tubuh.
Intervensi :
Rasional : dengan membantu aktivitas yang di perlukan pasien akan membantu mengurangi resiko yang
tidak di inginkan.
(Doenges,2000 : 737)
Rasional : aktifitas dapat meningkatkan istirahat yang untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
(Doenges,2000 : 757)
(Doenges,2000 : 738)
a. Trauma : Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
tervensi
a. Kaji/ ukuran, wama, kedalaman luka , perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penambahan kulit dan kemungkinan petunjuk
a. Keluhan nyeri.
riteria Hasil :
Intervensi :
a. Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara
terbuka.
Rasional : Suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
Rasional : Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk mnenurunkan pembentukan edema setelah
perubahan posisi dan peninggian menurunkan ketidaknyamanan serta resiko kontraktur sendi.
d. Tutup jari / ekstremitas pada posisi berfungsi (menghindari posisi fleksi sendi yang sakit)
Rasional : Posisi fungsi menurunkan deformitas / kontraktur dan meningkatkan kenyamanan. Meskipun
posisi fleksi sendi cendera dapat merasa lebih nyaman, ini dapat mengakibatkan kontraktur fleksi
e. Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi.
Rasional : Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan
tergantung pada lokasi dan luas cendera.
(Doenges, 2000:654)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L,J, 2001, Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Klinik (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (terjemahan), edisi 3, EGC, Jakarta
http://imadeharyoga.com (diakses 30 juni 2010)
http://www.surabayapost.co.id (diakses 30 juni 2010)
http://lensaaskep.blog.com/kebutuhan-cairan-dan-elektrolit.html(diakses 30 juni 2010)
http://ruangkesehatan.blog.com/20%abses (diakses 30 juni 2010)
Price, SA dan Wilson, LM, 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(terjemahan), Eidisi 4, Volume 1, EGC, Jakarta
Smeltzer, S.C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), Edisi 8, Volume 2, EGC,
Jakarta.
S. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
Underwood, J.C.E, 1999, Buku Ajar Ilmu Bedah (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta.