Trik Marketing Mengubah Penolakan Menjadi Deal
Trik Marketing Mengubah Penolakan Menjadi Deal
Trik Marketing Mengubah Penolakan Menjadi Deal
by : Psychohack
halo Psycho-Hackers!
Selamat datang di hari ke-tiga
di #Day3 ini, kita akan belajar menggunakan ilmu-ilmu psikologi untuk mengubah
penolakan, menjadi DEAL tanpa harus maksa-maksa customer.
Ready?
let's go!
Kenapa sih ilmu handling objection ini penting? Karena kalo kita bisa menyelesaikan
keberatannya, kita ndak perlu capek-capek (maksa) closing!
Contoh..
Kita lagi di tempat wisata. Biasa kan... ada penjual yang nawarin nawarin gitu. Entah
merchandise, entah makanan.
Kenapa nolak?
1. Mungkin karena emang belum haus. (Inertia. Belum butuh. Masih nyaman)
2. Nolak karena kita ga sreg dengan CARA dia nawarin yang mungkin agak maksa, ngejar-
ngejar, atau kita merasa sedang dimanfaatkan
3. Nolak karena kita SKEPTIS. Ga percaya. Misalnya, kita berpikir,"Jangan-jangan harganya
dimahalin"
atau...,"Jangan-jangan, ini makananya udah basi."
atau.. karena cara berpakaian si penjual.
Secara umum, ada 4 langkah mengatasi keberatan. Baik keberatan inertia, reactance,
maupun skeptis
1. Simak Keberatan
Saat kita mengalami penolakan hal yang pertama harus kita lakukan adalah mendengarkan
keberatannya tanpa disela. Pahami apa yang menjadi keberatan dan apa maksud dibaliknya.
DENGERIN-DENGERIN-DENGERIN
IYAIN-IYAIN-IYAIN
Di tahap kedua, kita perlu memancing customer untuk berkata ya / mengangguk. Supaya
mood nya berubah. Dan lebih mudah untuk nanti diarahkan.
Caranya?
Karena kita di sini ingin mencari alasan penolakan yang sebenarnya. Kadang, customer nolak
pake alasan A. padahal aslinya nolak karena B.
Katanya nolak karena alasan "Pengen fokus ujian..." padahal aslinya karena kita kurang
ganteng #eh.....
dan kadang, di tahap 3 ini, customer baru membuka penolakan yang sebenarnya.
Penolakan pertama biasanya cuma karena reflek. Jadi, 'cuekin aja'. Dalam arti, jangan kaget
kalo setelah kita telusuri, alasannya berbeda.
Karena repot juga kalo kita memberi solusi atas penolakan yang cuma reflek tadi. Solusinya
ga nyambung.
Maka, di tahap 3 ini, kita perlu "mengupas bawang" alasan penolakan customer. Yep..
bayangin kita lagi ngiris bawang yang berlapis-lapis.
Namun mengupas alasan yang sebenarnya juga perlu hati-hati, jangan sampai kita
melontarkan pertanyaan atau pernyataan yang dapat menyinggung atau terlalu to the
point.
Contoh:
Saya penasaran. Tipe mobil ibu seperti apa ya?
Saya penasaran. Biasanya ibu liburan ke mana aja sama keluarga?
-- Maaf, saya izin tanya soal kesiapan ibu membeli tanah ini. Apa sudah siap dana atau
notaris?
Contoh:
Karena ini kan yang antri banyak. Kira-kira ibu mau transfer kapan?
Contoh:
Maaf, Supaya saya bisa rekomendasikan baju yang tepat, boleh tahu ukuran nganu ibu?
Langkah ke empat, adalah...
ATASI
setelah kita kupas bawang, ternyata ketemu alasan baru. B. Nah, ini pun kita uji dulu.
Dengan percobaan closing. Trial close.
Contoh....
Awalnya customer nolak karena model. setelah kita kupas bawang, ternyata bukan karena
model. Tapi karena ukuran.
kalo bukan itu keberatannya, maka akan muncul keberatan yang lain. Mislanya...
"Emang mahal tu yang seberapa bu? Kalo boleh tahu, ibu siapin budget berapa?"
Oya...
Kalimat "Berarti kalo ada ukuran yang pas, ibu mau beli?"
misalnya:
"Berarti kalo ada ukuran yang pas, ibu mau beli tidak?" --> ini masih bisa dibantah dengan
customer njawab "tidak". kurang powerful
"Berarti kalo ada ukuran yang pas, ibu mau beli warna hijau apa merah?"
"Berarti kalo ada ukuran yang pas, ibu mau beli berapa pcs?"
---> Ini berarti kita mengasumsikan customer pasti beli. Cuma soal berapa pcs atau mau
warna apa.
Cara mengubah objection in penting karena kalo kita ga bisa "kupas bawang", mau dikasih
jurus-jurus closing pun, ga akan manjur.
Kalo penolakannya di harga, ya mestinya bukan dipaksain closing. Tapi diubah persepsi
customer. Ubah bahwa harga yang kita tawarkan sudah terjangkau.
langkah di atas, akan membawa kita mengetahui. Kita ini dapet penolakan tipe yang mana.
yaitu...
Penolakan reactance. Customer nolak karnea merasa dijualin. Ga nyaman dengan proses
jual beli nya.
akhirnya?
ga closing
kalo pun closing, kayaknya sih kurang berkah karena ada yang kurang ridho. Ada yg merasa
terpaksa.
Reactance adalah kondisi dimana customer menyadari kalau mereka sedang dijadikan
target/prospek, sehingga mereka seolah melakukan reaksi perlawanan terhadap penawaran
kita.
Kita haru ingat, bahwa gak ada orang yang senang saat menyadari dirinya dimanfaatkan
untuk keuntungan orang lain. Saat orang merasa ditekan untuk mengambil keputusan
(pembelian), maka akan terjadi perlawanan balik, seperti
• Menarik diri
•Kasar/Ketus
• Memunculkan keberatan mengada-ada
•Berhenti mendengarkan Anda
•Berhenti membaca iklan Anda
Reactance bisa terjadi di awal. Semua orang cenderung berpikir: “Saya mau beli, tapi saya
nggak suka dijualin”. Rasa ‘dijualin’ ini bisa muncul di awal karena
•
Customer mengenali teknik yang dipakai seperti menjebak/tricky
•
Muncul pikiran: “Saya nggak ingin dipancing”
•
Penjual terlalu memaksakan proses Yes Set.
•
Mengenali “nada/intonasi tertentu” dari sales/sales call
Untuk mendapatkan penjualan yang lebih besar dan rutin, mungkin gak harus closing the
deal saat itu juga. Kita bisa menunda dia buat beli pada waktu yang sejauh mungkin.
Sehingga mengurangi rasa takut dan penolakan dari customer.
Customer tidak merasa “di-push” untuk membeli. Efeknya, kita akan lebih mudah diterima,
karena tindakan yang diminta masih lama, bukan langsung sekarang.
Penolakan seringkali muncul karena customer belum siap dimintai sesuatu yang kesannya
terlalu besar. Untuk itu buatlah agar terkesan permintaan kita itu kecil, cepat, ringan, dan
mudah.
Ada beberapa cara:
• Penggunaan frasa: “Hanya perlu...........untuk............”
• Dalam perbandingan: paket standar vs paket komplit
“Jika Anda ragu bagaimana semua fitur ini akan berguna untuk Anda, maka pilih paket
standar sudah cukup untuk membantu anda dalam mencapai (benefit yang ditawarkan)”
• Gunakan hukum Komitmen -> Konsisten
Minta komitmen kecil, setelah mau, baru minta komitmen yang lebih besar. Maka akan
cenderung konsisten mau (persuasi).