Lapsus Skizofrenia Paranoid

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU PENYAKIT JIWA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

“SKIZOFRENIA PARANOID”

Disusun oleh:
Indah Dwi Lestari, S.Ked
2015-83-003

Pembimbing:
dr. David Santoso, Sp. KJ., MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. GR

Umur : 20 Tahun (24 Oktober 1999)

Agama : Kristen Protestan

Status Pernikahan : Belum Menikah

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan :-

Alamat : Rumah Tiga

Datang pertama kali ke Poliklinik Jiwa RSKD Provinsi Maluku pada tanggal

14 Januari 2020 diantar oleh keluarga pasien.

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari autoanamnesis dan alloanamnesis dari pasien dan keluarga

pasien.

A. Keluhan Utama

Gelisah

B. Riwayat Gangguan Sekarang

Seorang pasien wanita diantar oleh keluarga untuk pertama kalinya ke

Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku dengan keluhan berbicara

sendiri. Pasien sering bicara sendiri tetapi jika diajak berkomunikasi tidak

bicara, bicara tidak jelas, ketawa sendiri, suka menyendiri dan melamun,

menarik diri, tidak mau keluar kamar sejak 2 minggu. Pasien mengaku ada
perempuan yang selalu mengikutinya dan berusaha untuk mengambil

rambut pasien untuk dibakar dan diguna-guna. Pasien kadang berteriak,

mengamuk, memaki seperti sedang mengusir orang dari hadapannya. Pasien

sering menangis ketakutan karena diganggu dengan suara-suara dari

perempuan itu, hingga membenturkan kepalanya ke tembok. Pasien juga

kadang takut berhadapan dengan orang karena seperti melihat sosok

perempuan jahat. Pasien di rumah malas makan dan mandi, harus disuruh

dulu.

Awal perubahan perilaku pasien menurut keluarga sejak pasien lulus SMA,

3 tahun lalu. Pasien mulai suka berdiam diri, jarang berbicara dan

menunjukkan perilaku yang aneh. Keluarga mempercayai bahwa perilaku

pasien merupakan suatu jembatan roh nenek moyang yang dulu pernah

dibunuh orang, sehingga sekarang ingin membalaskan dendam melalui

tubuh pasien. Ibu pasien mengaku roh nenek moyang tersebut yang masuk

dan mengendalikan pikiran pasien serta pasien sering melihat sosok

bayangan perempuan jahat. Sebelumnya keluarga pasien sudah membawa

pasien berobat alternatif ke pendeta tetapi tidak membaik.

C. Riwayat Gangguan sebelumnya

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami infeksi, kejang dan trauma kepala

sebelumnya.
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol dan tidak menggunakan obat-

obat terlarang.

3. Riwayat Psikiatrik Dahulu

Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien lahir normal pada tanggal 24 Oktober 1999 pervaginam di kampung

(Haruku) dan ditolong oleh mama biang. Berat badan lahir dan panjang

badan normal. Tidak ada cedera lahir, kesehatan ibu pasien selama

kehamilan pun baik. Pasien mengkonsumsi ASI hingga usia 1 tahun lebih.

2. Riwayat Masa Kanak – Kanak Awal (Usia 1-3 Tahun)

Selama tumbuh kembang, pasien tumbuh dan berkembang seperti anak

seusianya. Pasien tinggal bersama orang tuanya.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4 – 11 tahun)

Menurut keluarga dan pasien, pasien merupakan siswa yang cukup aktif

disekolah dan selalu naik kelas.

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (Usia 12 – 18 tahun)

Setelah lulus SD, pasien melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya sampai

pada jenjang SMA. Pasien mempunyai banyak teman dan sering mengikuti

komunitas agama.
5. Riwayat Masa Dewasa

Saat ini pasien hanya dirumah saja, tidak dapat melanjutkan pendidikan ke

perguruan tinggi karena sakitnya.

6. Riwayat Pernikahan

Pasien belum menikah.

7. Riwayat Agama

Pasien dilahirkan di lingkungan keluarga yang memeluk agama Kristen

Protestan. Sebelum sakit pasien rajin berdoa ke gereja dan mengikuti

komunitas agama.

8. Riwayat Militer

Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer.

9. Aktivitas Sosial

Pasien mengikuti aktivitas sosial di lingkungannya.

10. Riwayat Pelanggaran Hukum

Pasien tidak pernah berurusan dengan pihak berwajib.

11. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara. Saudara pertama pasien

perempuan, kedua laki-laki, ketiga pasien sendiri, dan keempat laki-laki.

Sebagian besar masih tinggal bersama orang tua di Rumah Tiga, kakak

tertua sudah berkeluarga. Hubungan dengan keluarga sebelum sakit diakui

Ibu pasien baik-baik saja.


Genogram

Ket:

= Laki-laki

= Perempuan

= Pasien

= Tinggal serumah

= Meninggal

12. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien masih tinggal bersama dengan orang tua di Rumah Tiga.

13. Impian, Fantasi dan Nilai – Nilai Kehidupan

Pasien tidak ada harapan apapun.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Diperiksa 14 Januari 2020

A. Deskripsi Umum

1. Kesadaran
Kesadaran pasien kompos mentis dan berubah.

2. Penampilan

Seorang perempuan wajah tampak sesuai dengan usianya (20 tahun), kulit

sawo matang, perawakan tubuh kecil, rambut agak ikal, perawatan tubuh

baik dan kebersihan diri baik. Pasien memakai baju merah lengan pendek

dan celana jeans.

3. Perilaku dan Aktivitas

Pasien duduk, tenang dan rileks saat proses wawancara. Kontak mata

kurang (pasien menunduk) dan verbal dengan pemeriksa ada.

4. Pembicaraan

Pasien menjawab pertanyaan dengan lambat, kesan lebih banyak diam saat

proses wawancara, artikulasi tidak jelas, kurang spontan dan intonasi pelan.

5. Sikap Terhadap Pemeriksa

Pasien cukup kooperatif

B. Keadaan Afektif

1. Mood : Biasa saja

2. Afek : Kesan menumpul

3. Keserasian : Tidak serasi

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)

1. Taraf Pendidikan

Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tiingkat

pendidikan pasien.

2. Orientasi
a. Waktu : Cukup baik

b. Tempat : Cukup baik

c. Orang : Cukup baik

3. Daya Ingat

a. Jangka Panjang : Cukup baik

b. Jangka Sedang : Cukup baik

c. Jangka Pendek : Cukup baik

d. Jangka Segera : Cukup baik

4. Pikiran Abstrak : Cukup baik

5. Konsentrasi dan Perhatian : Terganggu

6. Bakat Kreatif : Tidak ada

7. Kemampuan Menolong Diri Sendiri : Kurang

D. Persepsi

1. Halusinasi

Halusinasi audiotorik (+) pasien mengaku mendengar suara bisikan

perempuan.

Halusinasi visual (+) pasien mengaku sering melihat sosok bayangan

perempuan.

2. Ilusi

Kadang melihat orang menjadi sosok perempuan jahat.

3. Depersonalisasi : Tidak ada

4. Derealisasi : Tidak ada


E. Proses Berpikir

1. Arus Pikir :

a. Produktivitas : Kesan miskin

b. Kontinuitas : Cukup relevan

c. Hendaya Berbahasa : Tidak ada

2. Isi Pikiran :

a. Waham Persekutorik

Pasien mengatakan bahwa ada perempuan jahat yang ingin melakukan

perbuatan jahat kepadanya.

b. Delution of Influence

Pasien merasa pikirannya dipengaruhi oleh perempuan jahat.

c. Pengendalian Impuls

Terganggu

G. Daya Nilai dan Tilikan

1. Norma Sosial : Terganggu

2. Uji Daya Nilai : Terganggu

3. Penilaian Realitas : Terganggu

4. Tilikan : Tilikan 1

H. Taraf dapat dipercaya

Dapat dipercaya
I. Pemeriksaan Diagnosis Lebih Lanjut

1. Status Internus

Keadaan umum sakit sedang, gizi cukup, kesadaran kompos mentis, tekanan

darah 100/70 mmHg, nadi 86 kali/menit, frekuensi pernafasan 20

kali/menit, suhu tubuh 36,4°C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterus, jantung dan abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan

bawah tidak ada kelainan.

2. Status Neurologis

Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-), pupil

bulat dan isokor, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik keempat

ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks patologis.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Seorang perempuan umur 20 tahun datang pertama kali ke Poliklinik Jiwa RSKD

Prov. Maluku diantar oleh keluarga dengan keluhan gelisah sejak 2 minggu lalu.

Pasien sering bicara sendiri tetapi jika diajak berkomunikasi tidak bicara, bicara

tidak jelas, ketawa sendiri, suka menyendiri dan melamun, menarik diri, tidak

mau keluar kamar sejak 2 minggu. Pasien mengaku ada perempuan yang selalu

mengikutinya dan berusaha untuk mengambil rambut pasien untuk dibakar dan

diguna-guna. Pasien kadang berteriak, mengamuk, memaki seperti sedang

mengusir orang dari hadapannya. Pasien sering menangis ketakutan karena

diganggu dengan suara-suara dari perempuan itu, hingga membenturkan


kepalanya ke tembok. Awal perubahan perilaku sejak 3 tahun yang lalu dan

belum jelas karena faktor apa.

Pada pemeriksaan status mental didapatkan perempuan wajah tampak sesuai

usia, perawakan tubuh kecil, kulit sawo matang, perawatan diri cukup dan

kesadaran kompos mentis juga berubah. Pasien duduk, tenang dan rileks saat

proses wawancara. Kontak mata kurang dan verbal dengan pemeriksa ada.

Pasien menjawab pertanyaan dengan lambat, artikulasi tidak jelas, dan intonasi

pelan. Pasien cukup kooperatif. Mood pasien biasa saja, afek kesan menumpul,

arus pikir cukup relevan dan produktivitas miskin. Pada pasien didapatkan

gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik dan visual, juga didapatkan

waham persekutorik, dan delusion of influence. Pengendalian impuls terganggu,

tilikan I. Taraf dapat dipercaya.

V. EVALUASI MULTI AKSIAL

Aksis I

Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental

didapatkan gejala klinis yang bermakna yaitu pasien adalah seorang perempuan

berusia 20 tahun berbicara sendiri dan mengurung diri. Keadaan ini

menimbulkan penderitaan (distress) pada pasien, keluarga, dan masyarakat

sekitar serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan

dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien

menderita Gangguan Jiwa.


Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya berat dalam menilai realita

dimana pasien menyangkal keadaannya yang sakit dan membutuhkan

pertolongan, hendaya berat dalam fungsi mental berupa adanya waham

persekutorik, delusion of influence dan halusinasi auditorik, visual sehingga

pasien tidak mampu lagi bersosialisasi dengan baik, sehingga didiagnosis

Gangguan Jiwa Psikotik.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya

kelainan, sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat

disingkirkan dan berdasarkan PPDGJ-III didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik

Non Organik.

Dari alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental didapatkan

adanya halusinasi auditorik,visual juga waham persekutorik dan delusion of

influence dengan perlangsungan gejala lebih dari 1 bulan, sehingga memenuhi

diagnosis Skizofrenia (F20) dan menurut Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders Five Edition (DSM V) diagnosis diarahkan pada

Schizophrenia (295.90). Pada pasien ini juga ditemukan adanya waham

persekutorik yang menonjol, maka saat ini diagnosis diarahkan pada

Skizofrenia Paranoid (F20.0). Pasien didiagnosis banding dengan Skizofrenia

Hebefrenik (F20.1), karena usia pasien masih termasuk remaja (15-25 tahun)

namun diagnosis dapat disingkirkan karena pada pasien tidak ditemukan afek

dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), cekikikan (giggling), tertawa

menyeringai (grimaces), mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan

hipokondriakal, ungakapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases) serta


proses pikir yang mengalami disorganisasi dan inkoheren. Pasien dapat juga

didiagnosis banding dengan Epidsode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

(F32.3) namun dapat disingkirkan karena stressor tidak jelas dan tidak ada ide-

ide bunuh diri.

Aksis II

Ciri khas kepribadian belum dapat ditentukan karena kurangnya informasi,

namun dari informasi yang didapatkan dari keluarga sebelum sakit, pasien

termasuk orang yang riang, mudah bergaul dan senang mengikuti organisasi.

Aksis III

Tidak ada diagnosis khusus.

Aksis IV

Stressor psikososial tidak ada.

Aksis V

50-41 = Gejala berat, disabilitas berat

VII. TERAPI

A. Psikofarmakoterapi

Pasien diberikan :

 Risperidone 2 mg 2 x 1 tab.

 Observasi gejala Extrapyramidal Syndrome (EPS)

B. Psikoterapi

 Suportif
Ventilasi: memberikan kesempatan kepada pasien untuk

mengungkapkan perasaan dan keluhannya sehingga pasien merasa lega.

Konseling: membantu pasien untuk memahami penyakitnya, dan

membantu mengatasi atau menghadapi stressor tersebut dan

menganjurkan untuk berobat teratur.

 Psikoedukasi keluarga

Memberikan keluarga pengarahan agar dapat membantu pasien minum

obat teratur, mengambil obat teratur dan mendukung pasien untuk

kesembuhannya.

VIII. PROGNOSIS

 Prognosis Quo ad Vitam : bonam

 Prognosis Quo ad Fuctionam : dubia

 Prognosis Quo ad Sanationam : dubia ad malam

Faktor Pendukung:

 Keluarga cukup kooperatif dalam pengobatan pasien

 Akses ke rumah sakit dekat

 Ekonomi keluarga pasien cukup baik

 Pendidikan pasien cukup bagus

Faktor Penghambat:

 Pasien merasa tidak sakit (tilikan 1)

 Usia pasien masih muda saat sakit

 Sakit sudah lama baru dibawa berobat


IX. DISKUSI

Skizofrenia adalah kelainan otak yang berjalan kronis, parah, dan melumpuhkan

yang telah mempengaruhi banyak orang sejak dulu. Penyakit ini telah menjadi

masalah kesehatan yang penting, mempengaruhi hampir 1% dari populasi, biasanya

dengan keterlibatan masalah sosial dan ekonomi karena pasien yang menderita

skizofrenia biasanya tidak memiliki pekerjaan dan rumah.1 Penyebab dari

skizofrenia belum dapat dipastikan, namun beberapa teori mengatakan skizofrenia

disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain itu juga diketahui bahwa

adanya kelainan pada anatomi otak, neurotransmiter, infeksi, dan trauma

merupakan beberapa penyebab dari skizofrenia.2 Gejala skizofrenia dapat dibagi ke

dalam empat domain: Gejala positif yaitu gejala psikotik, seperti halusinasi,

biasanya halusinasi auditorik; delusi; dan disogarnisasi kemampuan bicara dan

tingkah laku. Gejala negatif yaitu penurunan rentang emosional, penurunan

kemampuan bicara, dan hilangnya ketertarikan dan keinginan. Gejala kognitif yaitu

adanya defisit neurokognitif, pasien biasanya sulit untuk mengerti keadaan

sekitarnya dan berinteraksi sosial. Gejala mood yaitu pasien biasanya terlihat

senang atau sedih dalam keadaan yang sulit untuk dimengerti; mereka biasanya

mengalami depresi.3

Skizofrenia memberikan gambaran klinis yang bervariasi, pedoman diagnosis

skizofrenia dapat ditegakkan berdasarkan kriteria pada Pedoman Penggolongan

Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III. Gangguan skizofrenia umumnya ditandai

distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, serta oleh afek yang tidak

wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya
dapat dipertahankan walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang

kemudian.4

Kriteria diagnostik skizofrenia menurut PPDGJ 3 yaitu:5

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas.

a. Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun

kualitasnya berbeda. Thought insertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang

asing dari luar masuk ke dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar

oleh sesuatu dari luar dirinya. Thought broadcasting yaitu isi pikirannya

tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

b. Delusion of control yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar. Delusion of influence yaitu waham tentang

dirinya tidak berdaya dan pasrah secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh

atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus.

Delusion of passivity adalah waham tentang dirinya sendiri tidak berdaya

dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar. Delusional perception

adalah pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas

bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

c. Halusinasi auditorik yaitu suara halusinasi yang berkomentar secara terus-

menerus terhadap perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien

diantara mereka sendiri, dan jenis halusinasi lainnya dari salah satu bagian

tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas

manusia biasa seperti mampu mengendalikan hujan, cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain.

2. Paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas.

a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang

menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus-menerus.

b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat

inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik seperti gaduh-gelisah atau excitement, posisi tubuh

tertentu atau posturing, atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme, dan

stupor.

d. Gejala-gejala negatif seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi

harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau

medikasi neuroleptika.
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih tetapi tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodormal.

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan atau overall quality dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal

behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak

berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absrorbed attiude) dan

penarikan diri secara sosial.

Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di negara

mana pun. Gambaran klinis didominasi oleh waham yang secara relatif stabil,

seringkali bersifat paranoid, biasanya disertai dengan halusinasi, terutama

halusinasi auditorik, dan gangguan persepsi. Halusinasi merupakan gangguaan

persepsi, sedangkan waham adalah gangguan isi pikir yaitu kepercayaan yang salah

dan menetap, tidak sesuai fakta dan tidak bisa dikoreksi.4

Pada pasien didapatkan gejala positif berupa adanya riwayat halusinasi auditorik

yang terjadi sebelum dilakukan perawatan, waham kejar yaitu kepercayaan yang

salah bahwa orang lain berusaha untuk merugikannya, waham dipengaruhi yaitu

kepercayaan yang salah bahwa ada sesuatu yang mempengaurhi pikirannya

sehingga pasien merasa seperti selalu diawasi oleh sekelilingnya, waham kebesaran

dimana pasien merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan lebih dibanding orang-

orang lain dan waham sistematik yaitu kepercayaan pasien akan suatu tema tertentu

yang mengganggap dirinya sudah menikah meski sebenarnya hal tersebut tidak

benar-benar terjadi. Gejala lain yang ditemukan pada pasien adalah adanya
gangguan mood dan afek, serta tilikan dan kemampuan menilai realitas yang buruk

dengan tilikan satu. Pasien sudah mengalami gejala-gejala tersebut sejak kurang

lebih satu tahun. Gejala klinis tersebut mengakibatkan adanya hambatan pada

kegiatan sehari-hari dan hubungan sosial pasien dengan keluarga serta masyarakat

sekitar. Berdasarkan hal tersebut diagnosis skizofrenia paranoid dapat ditegakkan.4

Kriteria diagnostik skizofrenia paranoid menurut PPDGJ 3 yaitu:5

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.

2. Sebagai tambahan:

Halusinasi dan/ atau waham harus menonjol

a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,

halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),

mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);

b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-

lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;

c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan

(delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of influence), atau

“passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang

beraneka ragam, adalah yang paling khas.

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik

secara relative tidak nyata/ menonjol.

Penatalaksanaan dari skizofrenia dapat berbeda pada fase-fase penyakit.

Farmakoterapi serta psikoterapi diberikan pada pasien dengan tujuan


menghilangkan gejala, kekambuhan dari penyakit, dan memperbaiki kualitas hidup.

Pada pasien farmakoterapi yang diberikan adalah Risperidone 2x 2 mg sebagai

penatalaksanaan awal yang dapat diberikan sesuai dengan kompetensi dokter

umum. Risperidone merupakan senyawa benzosaxole dan masuk dalam APG-II

(Antipsikosis atipikal). Efek anti psikotik-nya berhubungan dengan potensi

antagonis dopamin D2 dan memiliki afinitas terhadap reseptor serotogenik 5HT2C.

Risperidone telah dilaporkan dapat memperbaiki gejala positif dari skizofrenia,

mengurangi gejala negatif, meminimalisir efek samping ekstrapiramidal dan

mencegah terjadinya kekambuhan, lebih daripada haloperidol. Dosis risperidone

yang dianjurkan adalah 2-8 mg/ hari. Pada fase akut, obat segera diberikan setelah

diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran, dinaikkan perlahan

secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat

mengendalikan gejala. Efek samping yang dapat ditemukan tardif diskinesia dan

sedikit peningkatan berat badan. Risperidone tidak menyebabkan gangguan pada

fungsi kognitif. Di samping itu, Risperidone menyebabkan efek samping

ekstrapiramidal yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan obat antipsikotik

tipikal, sehingga relatif aman bila dikonsumsi untuk jangka waktu yang lebih lama.

Psikoterapi dilakukan terhadap pasien serta keluarga pasien.6,7 Psikoedukasi yang

dilakukan bertujuan untuk mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor

lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Prognosis pasien dengan

skizofrenia paranoid, ad vitam dan ad functionam dubia ad bonam karena apabila

pasien menjalani pengobatan dengan baik dan dukungan keluarga juga baik maka

kualitas hidup pasien dapat meningkat, sedangkan ad sanationam dubia ad malam.


DAFTAR PUSTAKA

1. Patel R, Gonzalez L, Joelson A, Korenis P. Schizophrenia with Somatic

Delusions: A Case Report. J Psychiatry. 2015;18:290.

2. Haller CS, Padmanabhan JL, Lizano P, Torous J, Keshavan M. Recent advances

in understanding schizophrenia. 2014; F1000Prime Rep 8 6: 57.

3. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott; Ruiz, Pedro.

Comprehensive textbook of psychiatry 10th Edition. United States of America:

Wolters Kluwer; 2017.

4. PDSKJI. PNPK Jiwa/ Psikiatri. Jakarta: PDSKJI; 2012.

5. Departemen Kesehatan RI. PPDGJ III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;

1993.

6. Subramanian P and Rudnick A. Risperidone for individuals with refractory

schizophrenia. Clinical Medicine Insights : Therapeutics. 2010; 2: 401-406.

7. Yena YC, Lunga FW, Chongc MY. Adverse effects of risperidone and

haloperidol treatment in schizophrenia. Progress in Neuro-

Psychopharmacology and Biological Psychiatry. 2003;28(2):285–90.

Anda mungkin juga menyukai