Contoh Laporan Kasus Asfiksia
Contoh Laporan Kasus Asfiksia
Contoh Laporan Kasus Asfiksia
I. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama Bayi : an”c”
Umur : BBL 1 jam yang lalu
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke : 1
Nama Orang Tua
Nama Ibu : Ny. G
Umur : 26 tahun
Suku/bangsa : Batak/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen
Alamat : Jl.Ciliwung no 1 Bengkulu
Nama Ayah : Tn.B
Umur : 29 tahun
Suku/bangsa : Batak/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
Agama : Kristen
Alamat : Jl.Ciliwung no 1 Bengkulu
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan saat anaknya lahir,bernafas dengan megap,warna kulitnya kebiru-
biruan dan ekstremitas terkulai
6. Leher
-Benjolan abnormal : tidak ada
8. Genetalia
-Labia Mayora : telah menutupi labia Minora
-Pengeluaran : tidak ada
9. Anus
-Atresia ani : tidak ada
10. Punggung
-Bentuk : normal
-Spina Bipida : tidak ada
11. Ekstremitas
-Atas : Tangan ki/ka: simetris
Tonus otot:Lemah
: tangan ki/ka : Simetris
Tonus otot : Lemah
Kelainan abnormal: tidak ada
-Rangsang pernapasan
-Resusitasi : endoktrakeal tube
V. INTERVENSI
-Pernapasan 2.Dengan
30-60x/menit memasukkan
2.Masukka
-tidak ada n bayi ke bayi kedalam
pernapasan incubator maka
incubator
cuping hidung akan mencegah
hipotermi
sehingga
3.Bersihkan asfiksia tidak
jalan nafas berlanjut
dengan
hisap lendir 3.Diharapkan
dengan
dilakukannya
pembersihan
jalan nafas maka
bayi dapat
bernafas dengan
spontan dan
normal yaitu 30-
6-x/menit
4.Bersihkan
badan dan
potong tali
pusat
4.Dengan
dibersihkannya
badan bayi dari
lendir-lendir
maupun cairan
ketuban akan
mengurangi
terjadinya
evaporasi
sehingga dapat
mencegah
hipotermi
Dengan
dipotongnya tali
pusat segera
maka dapat
5.Observasi
memutuskan
TTV
hubungan antara
ibu dan bayi
5.Dengan
dilakukannya
observasi TTV
maka dapat
dengan segera
mengetahui
keadaan bayi
tersebut
M Tujuan: 1.Jelaskan 1.Diharapkan
-Agar ibu tidak tentang dalam
cemas lagi Keadaan memberikan
-Agar ibu bayinya penjelasan
mengetahui kepada ibu
keadaan tentang keadaan
bayinya bayinya maka
ibu dapat tahu
Kriteria sehingga
-Ibu tampak kecemasan ibu
tenang dapat berkurang
2.Berikan
Support
mental 2.Diharapkan
dengan
diberinya
support mental
kepada ibu maka
ibu akan lebih
tenang dan tegar
VI. IMPLEMENTASI
VII. EVALUASI
: Baik
Kesadaran :compos mentis
Tanda-tanda vital
-Pols :40x/menit
-RR :110X/Menit
-Temps: 36,5 c
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
A. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir ( Wiknjosastro, 1999 ).
B. Etiologi
Chamberlain (1997) mengemukakan bahwa gangguan yang timbul pada akhir kehamilan
atau persalinan hampir selalu disertai dengan anoksia / hipoksia janin dan berakhir dengan aspiksia
neonatus.
a. Hipoksia ibu, ini terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam.
b. Gangguan aliran darah uterus, mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran O2 ke placenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada
keadaan :
1) Gangguan kontraksi uterus : hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus karena obat
3. Faktor Fetus : kompresi umbilkalis akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dan pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin, dapat terjadi pada keadaan tali
pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompres tali pusat pada persalinan sungsang antara janin
dan jalan lahir.
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena pemakaian obat anestesia yang
berlebihan pada ibu.
Sectio Caesaria, persalinan kurang bulan, pemakaian anestesi umum, KPD > 24 jam.
Masalah pengeluaran cairan paru terjadi pada bayi yang paru-parunya tidak
berkembang dengan baik saat pernafasan pertama. Ini dapat dilihat pada bayi lahir dengan apnea. Bayi
yang tidak pernah bernafas dapat diasumsi bahwa pangembangan alveoli tidak terjadi dan tetap terisi
cairan. Melakukan pernafasan buatan pada bayi seperti ini diperlukan tekanan tambahan.
Penilaian asfiiksia secara APGAR mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian asfiksia pada
BBL.
Tanda O 1 2
2 Tingkatan asfiksia
1.Asidosis respiratorik
Bila berlanjut dan tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, jantung dan hati akan berkurang, asam organik yang terjadi
akibat metabolisme ini akan menimbulkan asidosis metabolik
3.Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung
sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
E. Penatalaksanaan
1 Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan yaitu agar
oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2 Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha peernafasan
lemah.
1 Apnea primer : napas cepat, tonus otot berkurang, kulit kebiruan
2 Apena sekunder : napas megap-megap yang dalam, denyut jantung menurun, bayi terlihat lemas
(flacid) napas makin lama makin lemah, tidak berespon terhadap rangsang.
Tanda penilaian :
1 Pernafasan
Score apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan harus dimulai resusitasi tetapi merupakan
cara yang efektif untuk menilai kondisi bayi. Penilaian harus segera dilaksanakan setelah lahir tidak usah
menunggu penilaian score apgar menit pertama.
c. Cek kepatenan jalan nafas (airway) : bersihkan nasopharing dan mulut
d. Agitale (stimulasi janin) : menggosok punggung agar bayi menangis sehingga ada usaha bernafas.
2. Breathing
Sungkup ~ Balon
Pipa ET ~ Balon
Bila heart rate 60 kali / menit atau 80 kali / menit dan tak ada perbaikan, kompresi dada
harus dilakukan. Asisten mengecek nadi perifer bayi (femoralis, brakhialis, karotis, atau radialis) dan
kapillary refill untuk mengkaji efektifitas kompresi. Tujuan kompresi dada adalah untuk bayi dengan
sirkulasi yang rendah atau tak ada, kompresi dada dianjurkan 120 kali / menit atau 2 kali / detik. Selalu
diiringi pernafasan.
Pengkajian
Tanggal lahir……………jam…..
Jenis kelamin……………
Kelahiran tunggal / ganda
Apgar score:……….
Riwayat Persalinan :
Pemeriksaan fisik
1) Tanggal………jam…..
5) Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-megap, belum napas
10) Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)
13) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan masih basah
Diagnosa keperawatan
Rencana Keperawatan
No
Dianogsa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (3140) :
hipoventilasi. keperawatan selama…X 24
1. Buka jalan napas
jam, diharapkan pola napas
Batasan karakteristik :
bayi efektif dengan kriteria 2.
: Posisikan bayi untuk memaksimalkan
menit atau > 60 kali / menit simetris. 5. Keluarkan sekret dengan suctin
Irama pernapasan teratur 6. Monitor respirasi dan ststus oksigen bila
memungkinkan
Tidak ada retraksi dada saat
bernapas Monitor Respirasi (3350) :
Integritas kulit baik 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
tangan
Integritas nukosa baik
6. Cuci tangan sebelum dan sesudah mela-
Leukosit dalam batas normal
kukan tindakan keperawatan
4. Pola makan bayi tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Enteral Tube Feeding (1056) :
b.d kegagalan neurologik keperawatan selama … X 24
Pasang NGT / OGT
jam pola makan bayi efektif
Batasan karakteristik :
Monitor ketepatan insersi NGT / OGT
Tidak mampu dalam
Cek peristaltic usus
menghisap, menelan dan
bernafas Monitor terhadap muntah / distensi
abdomen
Tidak mampu dalam memulai
atau menunjang penghisapan Cek residu 4-6 jam sebelum pemberian
efektif enteral
DAFTAR PUSTAKA
- IOWA Outcomes Project. Nursing Outcomes Clasification (NOC), edisi 2, 2000. Mosby.
- IOWA Outcomes Project. Nursing Interventions Clasification (NIC), edisi 2, 2000. Mosby.
- Ralph dan Rosenberg. 2003. Nursing Diagnosis: Definition and Clasification 2005-2006. Philadelphila,
USA.
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan yang aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai strategi Pembangunan
Masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010, sebagai bagian dari program Safe Motherhood yang
bertujuan melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban
kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan (Depkes
2001).
Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia,
secara global 4 juta (33 per seribu) bayi lahir mati (Stillbirth) dan 4 juta (33 per seribu) lainnya
meninggal dalam usia 30 hari (neonatal). Kira-kira 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir
mengalami Asfiksia Neonatorum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal. Sebanyak 98% dari
Menurut Sujudi (2003) berdasarkan hasi Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002-2003 menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) 35 bayi per 1000 kelahiran hidup dan
Angka Kematian Neonatal 20 per 1000 kelahiran hidup (Kompas, 2003), sedangkan hasil SDKI
tahun 2007 AKB di Indonesia 35 per 1.000 kelahiran hidup yaitu hampir 5 kali lipat
hidup (WHO, 2005), beberapa diantara penyebabnya adalah Asfiksia Neonatorum dan
Hipotermi. Berdasarkan data yang diperoleh Angka Kematian Bayi (AKB) secara Nasional tahun
2004 sebesar 11,7 per 1.000 kelahiran, sedangkan tahun 2005 meningkat 35 dari 1.000 kelahiran
hidup. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi 47% meninggal pada masa neonatal. Penyebab
kematian bayi di Indonesia antara lain Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR) (29%), Asfiksia
Neonatorum (27%), trauma lahir, Tetanus Neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital
(44%) (Depkes RI, 2005). Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0-6 hari
adalah gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus
Di Indonesia, setiap tahun ada 4.608.000 bayi lahir hidup. Dari jumlah itu sebanyak
100.454 (21,80 per seribu) meninggal sebelum berusia sebulan (neonatal). Itu berarti 275
neonatal meninggal setiap hari atau sekitar 184 neonatal dini meninggal setiap hari, atau setiap
satu jam ada 8 bayi neonatal dini yang meninggal (Komalasari, K.2003).
Meskipun telah terjadi penurunan kematian bayi dan anak yang signifikan, namun
kematian Bayi Baru Lahir (BBL) masih tinggi hal ini mungkin erat kaitannya dengan komplikasi
obstetric dan kasus kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan dan persalinan, penyebab
kematian neonatal yang utama adalah Hipotermi sebanyak (7%) dan Asfiksia Neonatorum
Sesuai dengan sasaran Departemen Kesehatan RPJMN 2009 untuk mencapai umur
harapan hidup dari 66,2 menjadi 70,6 tahun dan menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dari
35 per 1000 menjadi 26 per 1000 dengan penyebab kematian bayi baru lahir BBLR (29%)
diharapkan terjadinya penurunan kematian 20-40% dan kematian yang disebabkan oleh Asfiksia
Neonatorum (27%) diharapkan penurunan kematian 20-30%, maka perlu diperhatikan status gizi
ibu, kehangatan pada bayi, adanya tenaga kesehatan yang terampil dapat memberikan resusitasi
Data yang diperoleh dari SDKI tahun 2007, AKB di Kalsel 39 per 1.000 kelahiran hidup,
untuk rata-rata nasional sekitar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan dari hasil laporan rutin
Dinas Kesehatan Kalsel terjadi turun naik kasus AKB antara tahun 2006 hingga 2009. Pada
tahun 2006 tercatat sebanyak 421 kasus, tahun 2007 naik menjadi 519 kasus, tahun 2008 turun
menjadi 508 kasus dan tahun 2009 naik lagi menjadi 521 kasus.
Bedasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banjar,
Tahun 2008 di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura, BBL berjumlah 873 bayi,
dengan 37 kematian yaitu pada bulan Januari ada 2 kelahiran mati, Februari 3, Maret 3, April 2,
Mei 3, Juni 2, Juli 5, Agustus 2, September 3, Oktober 4, November 4, dan Desember 3. Bayi
yang meninggal dengan Asfiksia Neonatorum sebanyak 14 bayi dan 3 bayi dengan komplikasi
Penyebab Asfiksia pada bayi antara lain karena faktor pada bayi maupun faktor pada ibu.
Jika Asfiksia pada bayi tidak segera ditangani maka dapat mengakibatkan kerusakan otak bahkan
kematian pada bayi, sedangkan akibat Asfiksia pada masa yang akan datang dapat berdampak
kecerdasannya berkurang. Bayi baru lahir sering mengalami Hipotermi karena ketidak
mampuannya mempertahankan suhu tubuh, lemak subkutan yang belum sempurna, permukaan
tubuh yang luas dibandingkan masa tubuh, dan suhu lingkungan yang dingin. Bayi yang
kehilangan panas (Hpotermi) beresiko tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal. Jika bayi dalam
keadaan basah dan tidak diselimuti, bayi akan segera mengalami Hipotermi meskipun berada
dan Hipotermi di RSUD Ratu Zalecha cukup tinggi, maka penulis tertarik ingin menulis “Asuhan
Kebidanan Pada “By. Ny. “M” JK Laki-Laki Usia 0 Hari Aterm Sesuai Masa Kehamilan Dengan
Asfiksia Berat dan Hipotermi Sedang di Ruang Perinatologi RSUD Ratu Zalecha Martapura”
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang dan kanyataan yang ada maka penulis dapat
merumuskan masalah yaitu “Bagaimana memberikan Asuhan Kebidanan pada By. Ny.”M”
1.3. Tujuan
Mendapatkan pengetahuan serta permahaman dan menerapkan asuhan kebidanan pada bayi baru
Tujuan khusus dalam pelaksanaan Asuhan Kebidanan pada By. Ny. “M” adalah sebagai berikut :
c) Mengantisipasi masalah potensial yang terjadi pada By. Ny. “M”
“M”
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan keterampilan dalam
memberikan Asuhan Kebidanan khususnya pada kasus Asfiksia Neonatorum dan Hipotermi
Sedang.
masalah yang terjadi pada neonatus dengan Asfiksia Neonatorum dan Hipotermi Sedang.
Mendapatkan pengalaman nyata serta dapat menerapkan apa yang telah didapat dalam
Memberikan petunjuk tentang perawatan pada Asfiksia Neonatorum dan Hipotermi Sedang
1.5.1 Metode
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan metode deskripsi dalam bentuk studi
Tekhnik yang digunakan dalam pengumpulan data pada By. Ny. “M” dengan Asfiksia Berat dan
a. Wawancara
Metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai Ibu/keluarga pasien yang diteliti
(Hidayat. 2007)
b. Observasi
Merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada
pasien penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2007).
Pengumpula data dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pada klien secara langsung meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, atau mendapatkan data obyektif (Nursalam, 2001).
Yaitu mengumpulkan data dengan jalan mengambil literature dari buku-buku serta makalah-
Merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal dari dokumen
Tempat pelaksanaan pengmbilan data untuk studi kasus dilaksanakan di RSUD Ratu Zalecha
1.6.2 Waktu
Waktu pengambilan data untuk studi kasus ini dilaksanakan pada 23 Mei 2011.
Dalam penyusunan studi kasus ini disusun secara sistematis menjadi lima bab, dengan susunan
sebagai berikut :
Bab 1 : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode, dan tekhnik
Meliputi konsep dasar Bayi Baru Lahir (BBL), tafsiran maturitas neonatus, konsep dasar Asfiksia
Neonatorum, konsep dasar Hipotermi, dan konsep manajemen asuhan kebidanan pada bayi
Dalam tinjauan kasus ini meliputi pengkajian, identifikasi masalah dan diagnosa, antisipasi
diagnosa masalah potensial, identifikasi kebutuhan segera, rencana tindakan, pelaksanaan dan
evaluasi.
Bab 4 : PEMBAHASAN
Bab 5 : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN KASUS
ASFIKSIA NEONATORUM / BAYI LAHIR TIDAK MENANGIS SPONTAN
LANDASAN TEORI
Proses persalinan terfokus pada ibu tetapi karena proses tersebut merupakan proses pengeluaran
hasil kehamilan (bayi), maka penatalaksanaan satu persalinan dikatakan berhasil apabila selain
ibunya, maka bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi yang optimal. Memberikan
pertolongan dengan segera, aman dan bersih esensial dari asuhan bayi baru lahir. Setelah bayi
lahir esensilanya bayi akan menangis dengan spontan. Apabila bayi lahir tidak menangis dapat
terjadi beberapa faktor yaitu bayi mengalami sumbatan jalan nafas karena lendir dan air ketuban
atau juga dapat disebabkan karena asfeksia neonatomm.
Sebagian besar kesakitan dan kematian bayi barn lahir disebabkan oleh asfeksia yaitu keadaan
dimana bayi barn lahir tidak dapat bernafas spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia
akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna sehingga
tindakan keperawatan untuk keperawatan dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin terjadi (Sarwono, 2005).
ETIOLOGI
Sambutan pada jalan nafas diakibatkan atau dikarenakan oleh lendir dan air ketuban yang
menyumbat pada hidung, mulut dan tenggorokan halus langsung dilakukan pembersihan jalan
nafas agar bayi dapat bernafas dan menangis, setelah itu beri rangsang taktil bila bayi tidak juga
menangis, bila tidak menangis maka ditakutkan terjadi asfiksia yaitu pengembangan paru BBL
terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusui dengan pernafasan teratur, bila
terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan, oksigen dari ibu ke jari in maka akan
terjadi aksifikasi neonatorium. Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri
dan :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu, hal mi akan menimbulkan hipoksia jari in, hipoksia ibu dapat terjadi karena
hipoventilasi akibat pemberian obat analgesic atau anastesi dalam.
b. Gangguan aliran darah uterus, berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran 02 ke placenta dan ke jari in.
2. Faktor placenta
Solusio placenta dan perdarahan placenta
3. Faktor fetus
Tali pusat menumbang, lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara jari in dan jalan lahir.
4. Faktorneonatus
a. Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan jari in
b. Trauma yang terjadi pada persalinan misalnya : perdarahan intra kranial
c. Kelainan congenital misalnya : hernia, diagfragmatika, atresia saluran pernafasan hipoplasia
pam,
(Hanifa Wiknjosastro — 1999)
Penatalaksanaan Asfiksia
1. Langkah awal
a. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan hangat untuk
melakukan pertolongan.
b. Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah tengadah/sedikit ekstensi atau
mengganjal bahu bayi dengan kain)
c. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia Bersihkan jalan nafas dengan
ketentuan sebagai berikut
1) Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap lendir pada mulut baru pada
hidung.
2) Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai mengisap lendir setelah kepala lahir
(berhenti seberi tar untuk menghisap lendir di mulut dan hidung). Bila bayi menangis, nafas
teratur, lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi mengalami depresi, tidak menangis,
lakukan upaya maksimal untuk membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut lebar-
lebar dan menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati.
3) Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan warna kulit kemerahan,
lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi tidak menangis atau megap-megap, warna kulit
biru atau pucat denyut jari tung kurang dan 100 xlme4it, lanjutkan langkah resusitasi.
2. Langkah resusitasi
a. Sebelumnya periksa dan lakukan bahwa alat resusitasi (baton resusitasi dan sungkup muka)
telah tersedia dan berfungsi baik (lakukan test untuk baton dan sungkup muka)
b. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau memeriksa bayi
c. Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka dan dada bagian atas,
kemudian letakkan pada alas dan lingkungan yang hangat.
d. Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi tengadah
e. Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga terbentuk semacam tautan
sungkup dan wajah.
f. Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari tangan (tergantung pada
ukuran balon resusitasi)
g. Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua kali dan periksa
gerakan dinding dada
h. Bila pertautan baik ( tidak bocor) dan dinding dada mengembang maka lakukan ventilasi
dengan menggunakan oksigen (bila tidak ada atau tersedia oksigen guna udara ruangan)
i. Perhatikan kecepatai ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan tekanan yang tepat sambil
melihat gerakan dada (naik turun) selama ventilasi.
j. Bila dinding dada tidak naik-turun dengan baik berarti ventilasi berjalan secara adekuat.
k. Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi atau terjadi kebocoran
lekatan atau tekanan ventilasi kurang
l. Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian segera tentang
upaya bernafas spontan dan warna kulit:
1) Bila frekwensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan ventilasi, lakukan kontak kulit ibu-
bayi, lakukan asuhan normal bayi barn lahir (menjaga bayi tetap hangat, mulai memberikan ASI
dm1 dan mencegah infeksi dan imunisasi)
2) Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik
kemudian lakukan penilaian ulang.
3) Bila frekwensi nafas menjadi normal (30-60 x/menit) hentikan ventilasi lakukan kontak kulit
it lakukan asuhan normal bayi barn lahir.
4) Bila bayi bernafas, tetapi terlihat retraksi dinding dada, lakukan ventilasi dengan
menggunakan oksigen (bila tersedia)
5) Bila bayi tidak bernafas, megap-megap, teruskan bantuan pernafasan dengan ventilasi.
6) Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha bernafas denyut jari tung dan warna
kulit
7) Jika bayi tidak bernafas secara teratur setelah ventilasi 2-3 menit, rujuk ke fasilitas pelayanan
perawatan bayi resiko tinggi.
8) Jika tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada perbaikan frekwensi denyut jari tung bayi
setelah ventilasi selama 20 menit, hentikan ventilasi, bayi dinyatakan meninggal (jelaskan
kepada keluarga bahwa upaya pertolongan gagal) dan beri dukungan emosional pada keluarga.
(Rachimhadi et al :1997)