Farkol Antiinflamasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT ANTIINFLAMASI

Asisten :

Golongan T (Rabu pukul 13.00 – 15.00)

Dr. Hendy Wijaya, M. Biomed


Kelompok 4
Anindita Indah Pradipta 2443018269
Melania Silvestri Oktavianney 2443018291
Meidelin Ribka Abiati 2443018296
Cinthya Caesarani P. J. 2443018299
Irene Patricia Syaiful 2443018325
David Luhur Satriagung 2443018327

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Judul Praktikum


Pengujian Aktivitas Obat Antiinflamasi

1.2. Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dan memahami terjadinya inflamasi.
2. Mahasiswa mengenal obat-obat anti inflamasi dan penggolongannya.
3. Mahasiswa mengetahui pengujian obat antiinflamasi (rat paw oedema) dan
pengolahan data yang dihasilkan.

1.3. Landasan Teori Obat Uji Na Diklofenak

(FI V hal 330)

Diklofenak, turunan asam fenilasetat, adalah NSAID. Ini digunakan terutama


sebagai garam natrium untuk menghilangkan rasa sakit dan peradangan di berbagai
kondisi: gangguan muskuloskeletal dan sendi seperti rheumatoid arthritis, osteoarthritis,

2
dan spondylitis ankylosing; gangguan periartikular seperti bursitis dan tendinitis;
gangguan jaringan lunak seperti keseleo dan strain; dan kondisi menyakitkan lainnya
seperti kolik ginjal, gout akut, dismenorea, migrain, dan setelah beberapa prosedur
bedah. Ini juga telah digunakan di beberapa negara untuk pengelolaan keratosis dan
demam actinic. Tetes mata natrium diklofenak digunakan untuk pencegahan miosis
intraoperatif selama ekstraksi katarak, untuk pengobatan peradangan setelah operasi atau
perawatan laser mata, untuk nyeri pada cacat epitel kornea setelah operasi atau trauma
yang tidak disengaja, dan untuk menghilangkan tanda mata dan gejala konjungtivitis
alergi musiman.

(Martindale ed.36th p. 46).

Obat anti inflamasi non-steroid (AINS) merupakan golongan obat yang mekanisme
kerjanya, menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat
menadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan
selektivitas yang berbeda.

INFLAMASI. Respon inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantarai mekanisme yang
berbeda : (1) faseakut, dengn ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas
kapiler; (2) reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit; (3)
fase proliferatif kronik, domana degenerasi dan fibrosis terjadi.

Fenomena inflamsi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilias


kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Geala proses inflamasi yang sudah
dikenal adalah kalor, rubor, tumor, dolor dan functio laesa. Selama berlangsung
fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secra lokal antara lain
histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan PG.

Secara in vitro prostaglandin E2, (PGE2) dan prostasiklin (PGI2) dalam jumlah
nanogram, menimbulkan eritema, vasodiltasi dan peningkatan aliran darah lokal.
Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permeabilitas vaskular, tetapi efek
vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG, efek eksudasi histamin
plasma dan dan bradikinin menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang
merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. Pg sendiri tidak bersifat kemotaktik,

3
tetapi roduk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B4 merupakan zat kemotaktik
yang sangat poten.

NYERI. PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
atau inflamasi. PG menimbilkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi
seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.

DEMAM. Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya
panas. Alat pengatur suhu tubuh adalah hipotalamus. Pada keadaaan demam
keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin.
Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan
suatu pirogen endogen atau sitokin misalnya interleukin-1 (IL-1) yang memacu
pelepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu PGE 2 terbukti
menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikn ke daerah
hipotalamus.

(Farmakologi dan Terapi ed. 6, 2016 p.231).

1.4.1 Farmakokinetik dan Farmakodinamik


 Farmakokinetik

Diklofenak cepat diserap ketika diberikan sebagai larutan oral, tablet salut
gula, supositoria rektal, atau dengan injeksi intramuskuler. Ini diserap lebih
lambat ketika diberikan sebagai tablet salut enterik, terutama ketika bentuk
sediaan ini diberikan bersama makanan. Meskipun diklofenak yang diberikan
secara oral hampir sepenuhnya diserap, obat ini dapat mengalami metabolisme
first-pass sehingga sekitar 50% obat mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk
yang tidak berubah. Diklofenak juga diserap secara perkutan. Pada konsentrasi
terapeutik lebih dari 99% terikat dengan protein plasma. Diklofenak menembus
cairan sinovial dimana konsentrasi dapat bertahan bahkan ketika konsentrasi
plasma turun; sejumlah kecil didistribusikan ke dalam ASI. Waktu paruh plasma
plasma sekitar 1 hingga 2 jam. DIklofenak di metabolism menjadi 4´-
hydroxydiclofenac, 5´-hydroxydiclofenac,
3´ hydroxydiclofenac dan 4´,5-hydroxydiclofenac. Kemudian diekskresikan
dalam bentuk konjugat glukuronida dan sulfat, terutama dalam urin (sekitar 60%)

4
tetapi juga dalam empedu (sekitar 35%); kurang dari 1% diekskresikan sebagai
diklofenak tidak berubah.
(Martindale ed.36th p.45-46).

 Farmakodinamik
Diklofenak disetujui di AS untuk pengobatan simtomatik jangka panjang dari
rheumatoid arthritis, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa (100-200 mg dalam
dosis terbagi). Tiga formulasi tersedia: garam kalium intermediate-release
(CATAFLAM), delayed-release form (VOLTARIN, VOLTAROL [Inggris]),
dan extended-release form (VOLTARIN-XR). Diklofenak juga bermanfaat untuk
pengobatan jangka pendek nyeri muskuloskeletal akut, nyeri pasca operasi, dan
dismenore. Diklofenak juga tersedia dalam kombinasi dengan misoprostol,
analog PGE1 (ARTHROTEC). Larutan oftalmik dari diklofenak tersedia untuk
pengobatan peradangan pasca operasi setelah ekstraksi katarak.
(Goodman & Gilman’s p.451)

1.4.2 Efek Samping Diklofenak


Diklofenak sistemik merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan hati
atau ginjal berat. Selain itu, penggunaan diklofenak intravena dikontraindikasikan
pada pasien dengan gangguan ginjal sedang atau berat, hipovolemia, atau dehidrasi;
itu juga tidak boleh diberikan secara intravena pada pasien dengan riwayat diatesis
hemoragik, perdarahan serebrovaskular (termasuk dicurigai), atau asma atau pada
pasien yang menjalani operasi dengan risiko tinggi perdarahan. Sediaan offtalmik
yang mengandung diklofenak tidak boleh digunakan oleh pasien yang memakai lensa.
Interaksi diklofenak tidak boleh diberikan secara intravena kepada pasien sudah
menerima NSAID atau antikoagulan lainnya termasuk heparin dosis rendah.
(Martindale ed 36th p.45).

5
BAB II
METODE PENGUJIAN

2.1. Metode Pengujian Obat


Penggunaan obat anti-inflamasi non steroidal (AINS) yang biasa digunakan pada
pasien sebagai pain relief dari kondisi akut maupun kronis. Dengan berkembangnya
pengobatan menggunakan AINS ini menyebabkan bertambah luasnya prevalensi
penyakit yang secara farmakologis dapat menggunakan AINS. AINS yang umum
digunakan adalah ketoprofen, ibuprofen, dan diklofenak. Ketiga obat ini memiliki
mekanisme aksi yang cukup mirip, dimana mereka bekerja menghambat
siklooksigenase (COX) secara non-selektif (COX-1 dan COX-2) yang menyebabkan
hambatan pada produksi prostaglandin-E2 (PGE2), sehingga ada penghambatan pada
jalur lipooksigenase dan produksi leukotriene. (Sarzi-Puttini, 2014)
Untuk melihat cara kerja obat yang lebih baik, dilakukan uji anti-inflamasi
menggunakan profenid dan voltaren. Uji dilakukan menggunakan tikus putih wistar.
Alat yang digunakan pada uji adalah pletysmometer air raksa yang akan mengukur
volume kaki tikus setelah diinduksi karagenan untuk membentuk udem, dan volume
kaki setelah diinjeksikan obat. Dapat dilihat waktu obat bekerja, dan obat mana yang
lebih cepat mengecilkan volume udema pada kaki tikus.

2.2. Metode Pengujian Aktivitas Obat


2.2.1. Alat dan Bahan
Alat : Pletysmometer air raksa (ꝋ tabung 0.56 cm) dengan prinsip kerja
berdasar Hukum Archimedes.
Bahan :
 Hewan coba : tikus putih wistar, berat badan ±100 g dipuasakan 18 jam
sebelum eksperimen (minum ad labium)
 Obat : Ketoprofen (dosis : 50 mg / 70 kgBB)
Voltaren 2,5% (dosis : 50 mg/ 70 kgBB)

6
 Bahan induksi inflamasi : larutan karagenan 1% dalam air suling
(dibuat semalam sebelum eksperimen digerus dengan PGA), volume
penyuntikan 0,1 ml (intraplanar)

2.2.2. Dosis
Kelompok 1 (PROFENID A)
Bobot tikus : 110 gram
Dosis obat : 2.5 % 2.5 g/100 ml
Konversi : 0,018

Perhitungan : 0.180 x 50 mg = 0.9 mg


110 g/200 g x 0.9 mg = 0.495 mg
2,5 g dalam 100 ml
0.495 mg dalam …
0.495/2500 x 100 = 0.0099 ml
FP : 0,05/0,0099 = 2.5x ~3x pengenceran
Vp : 0,0099 x 6 = 0,0594 ml
Obat diambil sebanyak 0.05 ml lalu I laruttkan dalam 0.3 ml

Kelompok 2(Profenid B)
Bobot tikus : 110 gram
Dosis obat : 50 mg/70kgBB
Konversi : 0,018

Perhitungan : 50mg x 0,018 = 0.9 mg


110 g/200 g x 0.9 mg= 0.495 mg
5 g dalam 100 ml
0.00495 dalam … ml
0.00495/5 x 100 ml = 0,0099 ml
FP : 0,05/0,0099 = 5.55x ~6x pengenceran
Vp : 0,009 x 6 = 0,054 ml

Kelompok 3
Bobot tikus : 110 gram
Dosis obat : 50 mg/70kgBB
Konversi : 0,018

Perhitungan : 50 mg x 0.018 = 0.9 mg


200 g/200 g x 0.9 mg = 0.9 mg
2500 mg dalam 100 ml
0.9 mg dalam … ?
0.9 mg / 2500 mg x 100 ml = 0.036 ml
FP : 0,05/0,036 = 1.39x ~2x pengenceran
Vp : 0,036 x 2 = 0,8 ml

7
Kelompok 4 (voltaren B)
Bobot tikus : 100 gram
Dosis obat : 50 mg/70kgBB
Konversi : 0,018

Perhitungan : 50 mg x 0.018 = 0.9 mg


100 g/200 g x 0.9 mg = 0.45 mg
2.5 g dalam 100 ml
0.45 mg mg dalam … ?
0.45 mg / 2500 mg x 100 ml = 0.018 ml
Fp : 0.05/0.018 = 2.78x sampai 3 x
Vp : 0.018 x 3 = 0.054 ml

2.2.3. Klasifikasi Hewan Coba


Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mammali
Anak kelas : Theria
Bangsa : Rodentia
Sub bangsa : Myomorpha
Suku : Muridae
Anak suku : Murinae
Marga : Rattus
Jenis : Rattus norvegicus
Galur : Wistas

8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tikus BB Vol. dasar
Perlakuan (gram) t=0 Volume Kaki (cm)
t10’ t15’ t30’ t45’ t60’
Profenid A 110 g 121.05-
120,85 = 0,3 0,35 0,35 0,3 0,25
0,2
Voltaren A 200 g 124,2-124 =
0,2 0,3 0,4 0,45 0,5 0.2
Profenid B 110 g 26,0- 25,8 =
0,2 0,3 0,35 0,2 0,2 0,2
Voltaren B 100 g 21,3-21,05
= 0,25 0,25 0,25 0,4 0,45 0,25
Kontrol 150 g 21,2-21,00
= 0,2 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Volume Udem ( π .r 2 .t)→ (3,14 x (0,28) x t’)


Tikus
Perlakuan
t0’ t10’ t15’ t30’ t45’ t60’
Profenid A 0,0492 0.0738 0,0861 0,0861 0.0738 0,0615
Voltaren A 0,0492 0.0738 0,0984 0,1107 0,1230 0,0492
Profenid B 0,0492 0.0738 0,0861 0,0492 0,0492 0,0492
Voltaren B 0,0615 0,0615 0,0615 0,0984 0,1107 0,0615
Kontrol 0,0492 0,0615 0,0615 0,0615 0,0615 0,0615

% Udem
Tikus
Perlakuan
t0’ t10’ t15’ t30’ t45’ t60’
Profenid A 0 33,3333 42,8571 42,8571 33,3333 20
Voltaren A 0 33,3333 50,0000 55,5555 60,0000 0
Profenid B 0 33,3333 42,8571 0 0 0
Voltaren B 0 20 20 50 55,5555 20
Kontrol 0 20 20 20 20 20

9
% Inhibisi Udema
Tikus
Perlakuan
t0’ t10’ t15’ t30’ t45’ t60’
Profenid A 0 -66,6666 -114,2855 -114,2855 -66,6666 0
Voltaren A 0 -66,6666 -150 -177 -200 100
Profenid B 0 -66,6666 -114,2855 100 100 100
Voltaren B 0 0 0 -150 -177,7775 0
Kontrol 0 0 0 0 0 0

*Keterangan :

1. Vol. Dasar → Skala alat-alat setelah diberi kaki-kaki (belum ditambah karagen) – Skala
alat kosong.

2. Vol. Kaki → Skala alat-alat setelah diberi kaki-kaki (pada t) – Skala alat kosong.

3. Vol. Udem → π .r 2 .t’ → waktu t0’sampai t60’.

4. % Udem → Vt (waktu tertentu) – Vt0 / Vt (waktu tertentu) x 100%.

5. % Udem control - % Udem obat (t tertentu) / % Udem control x 100%.

Pada hasil uji yang didapatkan mengetahui bahwa tikus yang digunakan dengan berat
masing-masing adalah 100 g ( Voltaren ) dan 150 g ( Kontrol ). Pada percobaan awal di t0
pada tikus dengan voltaren adalah 0,25 dengan volume udem adalah 0,0615 yang dimana %
udem dan % inhibisi udem adalah 0 dan pada tikus control t0 adalah 0,2 dengan volume
udem adalah 0,0492 yang dimana % udem dan % inhibisi udem adalah 0. Pada uji yang kita
lakukan dengan voltaren didapatkan hasil pada t10 hingga t15 memiliki efektivitas yang
konstan yaitu 0.25 dan pada t30 ada kenaikan hingga t45 yang dimana kenaikan hingga 0,45
yang dimana kenaikan pada t30 adalah 0,4 dan pada t60 tardapat penurunan menjadi normal
seperti semula yaitu 0,25, karena pada t10 dan t15 memiliki efektivitas yang konstan, maka
pada volume udema juga konstan yaitu 0,0615, pada % udema memiliki angka 20 pada t10
dan t15 serta pada % inhibisi udema adalah 0. Volume udem pada t30 dan t45 memiliki
kenaikan yang dimana masing-masing angka yang didapat adalah 0,0984 dan 0,1107 dimana
kenaikan ini dianggap normal karena memiliki efek antiinflamasi yang diinginkan yang
dimana bekerjanya melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan
pada biosintesa prostatglandin dan pada t60 kembali seperti normal begitu pula dengan
%udem pada t30 adalah 50 dan t45 adalah 55,55 serta pasa t60 kembali seperti normal yaitu
20 dan pada % inhibisi udema pada t30 adalah -150 dan pada t45 adalah -177,78 yang

10
dimana memiliki persentasi penurunan yang jauh yang secara teoritis tidak memiliki aktivitas
obat yang diinginkan yang dimana yang diinginkan sembuh tetapi tidak sembuh melainkan
sakit yang di dapat lebih parah, karena besar kemungkinan terjadinya pendarahan, asma,
gangguan gunjal, hypovolemia dan dehidrasi.
SKEMA KERJA

Menimbang bobot tikus

Menghitung dosis pemberian

Cara A Cara B
Karagenan disuntikkan secara Obat disuntikkan secara i.p
intraplantar pada kaki tikus yang langsung suntikkan karagenan
telah diberi tanda secara intraplantar pada kaki tikus
yang sudah diberi tanda

Cara A Cara B
Volume kaki tikus yang disuntik Volume kaki pada menit 10, 15, 30,
karagenan diukur pada menit ke-5 45 dan 60 diukur untuk
dan 10, lalu suntikkan obat secara menghitung % inhibisi edema
i.p. Volume kaki pada menit 10, 15,
30, 45 dan 60 diukur untuk
menghitung % inhibisi edema

Mencatat dan menghitung hasil pengukuran

11
BAB IV
KESIMPULAN DAN USULAN PENELITIAN

Usulan Penelitian :
- Voltaren = Untuk melalukan pengujian obat antiinflamasi, pastikan penyuntikan
benar melalui intraplantar pada voltaren (Na Diklofenak) . Saat menguji, usahakan
hasil yang dicatat sudah yang paling benar, apabila tidak yakin lakukan uji ulang agar
hasil yang didapatkan baik.
- Kontrol = Untuk melalukan pengujian obat antiinflamasi, pastikan penyuntikan benar
melalui intraperitoneal pada aquadest. Saat menguji, usahakan hasil yang dicatat
sudah yang paling benar, apabila tidak yakin lakukan uji ulang agar hasil yang
didapatkan baik.
Kesimpulan :
Antiinflamasi golongan non-steroid ( novalgin/voltaren) yang dimana seharusnya
menunjukan data efektifitas obat terhadap kulit yang lebih baik dibandingkan antiinflamasi
golongan non-steroid lainnya. Karena seharusnya pada pemberian di awal, obat memiliki
efek pada peningkatan kaki dengan peningkatan yang konsisten yang dimana pada waktu 10
menit awal menunjukan efek obat yang memberi efek pada kaki dan pada waktu
selanjutanya kaki pada tikus memperlihatkan perubahan dengan pembengkakan atau udem
kaki tikus hingga waktu tertentu (biasanya tidak lama) lalu mengempis seperti semulanya
dengan totalan inhibisi udema meningkat lalu kembali normal yang berbeda dengan kontrol
yang dimana tidak adanya perubahan pada kaki tikus dari waktu ke waktu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.,


Farmakologi dan Terapi ed 6.,2016., Badan Penerbit FKUI., Jakarta

Goodman, Gilaman’s., Manual of Pharmacology and Therapeutics.,2008., Mc Graw


Hill Education.,US

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.,Farmakope Indonesia edisi


V.,2014.,Jakarta

Martin,John. British National Formulary . 2011 United Kingdom . BMA . p 634

Sweetman S., Martindale: The Complete Drug Reference ed.36th.,2009.,


Pharmaceutical Press

Puttini-Sarzi, P., Atzeni, F., Lanata, L., Egan, C.G., Bagnasca, M. 2014, Safety of
Ketoprofen compared with ibuprofen and diclofenac : a systematic review and meta-
analysis, Trends in Medicine 14(2) : 17-26.

13
14
15
16
17
18
19
20
21

Anda mungkin juga menyukai