Tugas Manajemen Keuangan Puskesmas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rudy Ramadhana Putra

NIM : 181611101004

Review dan Identifikasi Jurnal Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan


dengan Kemandirian Rumah Sakit di RSUD Dr.Abdoer Rahem Situbondo

Permasalahan
Permasalahan yang dicantumkan pada jurnal tersebut adalah penerapan
kemandirian rumah sakit daerah dalam pengelolaan keuangan BLUD pada RSUD
diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan sehingga
rumah sakit mampu memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dan dapat
bersaing dengan kompetitornya. Berdasar penelitian pendahuluan yang
dicantumkan pada jurnal didapatkan bahwa rata-rata RS yang menerapkan sistem
tersebut yang seharusnya dapat meningkatkan kinerja pelayanan melah memiliki
kinerja yang buruk. Pada jurnal tersebut mengambil contol RSUD yang telah
menerapkan sistem tersebut sejak 2009 dan akan dilihat kinerja keuangan dan
kinerja pelayanan yang diberikan. Berdasar penelitian pendahuluan yang
dicantumkan pada jurnal didapatkan bahwa rata-rata RS yang menerapkan sistem
tersebut memiliki kinerja yang buruk.
Pembahasan
Dengan adanya tuntutan peningkatan kualitas pelayanan serta adanya
Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengamanatkan
bahwa rumah sakit yang didirikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus
dikelola dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) wajib menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah (PPK-BLUD) yang dimana instansi di lingkungan pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalammelakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas.
Kinerja keuangan diukur dengan rasio keuangan yang meliputi rasio
likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas. Sedangkan, kinerja pelayanan
diukur dengan enam indikator, yaitu: Bed Occupancy Rate (BOR), Turn Over
Interval (TOI), Bed Turn Over (BTO), Average Length of Stay (ALOS), Gross
Date Rate (GDR), dan Net Date Rate (NDR).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007, yaitu:
a. Bed Occupancy Rate (BOR) merupakan persentase pemakaian tempat tidur
pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal
adalah antara 60-85%.
b. Turn Over Interval (TOI) merupakan rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong
tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
c. Bed Turn Over (BTO) merupakan pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu-satuan waktu tertentu. Idealnya dalam
satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
d. Average Length of Stay (ALOS) merupakan pemakaiantempat tidur pada satu
periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu-satuan waktu tertentu.
Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
e. Gross Date Rate (GDR) merupakan angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar. Secara umum nilai GDR yang ideal adalah tidak lebih dari
45/1000 penderita keluar (4,5/100 penderita keluar).
f. Net Date Rate (NDR) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk 1000
penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah
sakit. Secara umum nilai NDR yang ideal adalah kurang dari 25/1000 penderita
keluar (2,5/100 penderita keluar).
Cost Recovery Rate (CRR) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan rumah sakit dalam memenuhi seluruh belanja
operasional dari pendapatan fungsional. Pendapatan fungsional adalah pendapatan
yang berasal dari pelayanan jasa yang diberikan oleh rumah sakit. Sedangkan
yang dimaksud belanja operasional adalah belanja yang digunakan untuk
memenuhi kegiatan pelayanan jasa rumah sakit. Tingkat Kemandirian merupakan
kemampuan untuk membiayai seluruh belanja dari pendapatan fungsional, baik
belanja operasional maupun investasinya. Pendapatan fungsional adalah total dari
pendapatan fungsional dengan subsidi.
Tingkat kemandirian suatu layanan kesehatan menjadi penentu kinerja
keuangan dan pelayanan yang dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan rumah sakit
dalam melunasi utang jangka panjangnya, maka semakin rendah kemampuan
rumah sakit dalam membiayai belanja operasional dari pendapatan fungsionalnya.
Dengan demikian semakin tinggi frekuensi pemakaian tempat tidur pada suatu
periode, maka semakin tinggi kemampuan rumah sakit dalam membiayai belanja
operasional dan investasinya dari pendapatan operasionalnya. Hal ini dikarenakan
rumah sakit dalam kondisi aman dan tidak memiliki kewajiban jangka panjangnya
yang harus dipenuhi, sehingga pendapatan fungsional maupun operasional mampu
memenuhi kebutuhan operasional dan investasi pada RSUD dr. Abdoer Rahem
Situbondo.

Anda mungkin juga menyukai