Laporan Analisis Garam Beriodium Dengan Titrasi Iodometri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

LAPORAN HASIL PERCOBAAN X

ANALISIS GARAM BERIODIUM DENGAN TITRASI IODOMETRI

OLEH:

PUTU CIPTAYANI PARTAMA PUTRI 1613031001

ZEFFANYA DANIELLA 1613031021

I GUSTI AYU AGUNG NGURAH DIANA WATI 1613031038

KELAS: VIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2019
PERCOBAAN X

ANALISIS GARAM BERIODIUM DENGAN TITRASI IODOMETRI

I. Tujuan
a. Menentukan kandungan iodium dalam bentuk iodat pada garam beriodium
perdagangan.

II. Dasar Teori

Salah satu penyakit yang mendapat perhatian dari Departemen Kesehatan


Indonesia adalah penyakit gondok. Penyakit gondok merupakan penyakit yang
disebabkan karena kekurangan iodium. Penyakit ini akan menyerang kelenjar
tiroid yang terletak disebelah kanan dan kiri trakea. Iodium merupakan salah satu
zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan hormon tiroksin oleh
kelenjar tiroid. Setiap harinya tubuh memerlukan 100–200 mikrogram iodium
untuk mempertahankan fungsi normal tiroid. Iodium yang masuk ke dalam tubuh
akan diubah menjadi iodida. Ion iodida ini selanjutkan akan diserap oleh usus
halus dan masuk ke dalam darah. Oleh sel-sel darah, ion iodida akan dibawa ke
kelenjar tiroid. Di dalam kelenjar tiroid ion iodida akan digunakan untuk
memproduksi hormon tiroksin. Jika kebutuhan iodium berkurang maka ion iodida
yang ada dalam tubuh juga berkurang sehingga kelenjar tiroid akan bekerja sangat
keras untuk dapat menghasilkan hormon tiroksin yang maksimal. Dengan kerja
yang sangat keras tersebut, akan mengakibatkan kelenjar tiroid membengkak dan
akhirnya menyebabkan penyakit gondok.
Untuk mengatasi kenyataan tersebut maka pemerintah Indonesia melalui
depatemen kesehatan melakukan langkah-langkah penanggulangan, salah satunya
yaitu dengan penambahan iodium pada garam perdagangan dalam bentuk iodat
(IO3-). Proses penambahan iodium pada garam disebut dengan proses iodisasi.
Kandungan iodium yang ditambahkan dalam garam tidaklah sembarangan
karena kelebihan kadar iodium dalam tubuh juga dapat menyebabkan penyakit.
Untuk itu, perlu dilakukan analisis kadar garam dalam garam beriodium yang
beredar di pasaran. Analisis kadar iodium pada garam dapat dilakukan melalui
titrasi iodometri. Titrasi iodometri merupakan salah satu titrasi redoks yang
melibatkan perpindahan elektron. Dalam titrasi iodometri analit direduksi dengan
KI sehingga menghasilkan I2 yang berwarna kuning, reaksi yang terjadi dapat
dituliskan sebagai berikut:
Oksanalit + I- →Redanalit + I2 (Selamat dkk, 2002)
I2 yang terbentuk selanjutnya ditambahkan indikator larutan kanji. Indikator
larutan kanji lebih sering digunakan karena memberikan perubahan warna yang
mudah diamati dan jelas. Penambahan indikator larutan kanji akan
mengakibatkan terbentunya komplek biru pekat dari I2 dengan amilum. I2 yang
terbentuk selanjutnya dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3) sehingga terjadi
reaksi sebagai berikut:
2S2O3-2 + I2 → S4O6-2 + 2I- (Selamat dkk, 2002)
Larutan Na2S2O3 yang digunakan merupakan larutan standar sekunder
karena bersifat tidak stabil dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu larutan
tiosulfat tersebut distandarisasi terlebih dahulu oleh larutan standar primer KIO3.
Secara garis besar tahapan-tahapan dalam analisis garam beriodium dengan titrasi
iodometri dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Membuat larutan standar sekunder Na2S2O3
2. Membuat larutan standar primer KIO3
3. Membuat larutan indikator (larutan kanji)
4. Membuat larutan asam (HCl 35%)
5. Menstandarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3
6. Menganalisis iodat pada garam beriodium
7. Menghitung kadar iodium dalam garam berdasarkan data hasil
percobaan. (Selamat dkk, 2004)

III. Alat dan Bahan


Tabel 1. Rincian Alat yang Digunakan

No. Nama Alat Ukuran Jumlah


1. Buret - 1 buah
2. Statif - 1 buah
3. Klem - 1 buah
4. Labu ukur 100 mL 1 buah
5. Labu ukur 250 mL 1 buah
6. Labu ukur 50 mL 1 buah
7. Pipet volumetrik 25 mL 1 buah
8. Gelas kimia 100 mL 1 buah
9. Labu Erlenmeyer 50 mL 2 buah
10. Labu Erlenmeyer 100 mL 1 buah
11. Kaca arloji - 1 buah
12. Neraca analitik - 1 buah
13. Corong kaca - 1 buah

Tabel 2. Rincian Bahan yang Digunakan

No. Nama Bahan Konsentrasi Jumlah


1. Padatan Na2S2O3.5H2O - 6,25 gram
2. Amilum - 1,5 gram
3. Asam borat (H3BO3) - 1 gram
4. Padatan KIO3 - 1,7834 gram
5. Padatan NaCl - 12,5 gram
6. Padatan KI - 0,005 gram
7. Larutan kanji 1% 2 mL
8. HCl 37% 9,5 mL
9. Sampel garam
- 25 gram
perdagangan
10. Akuades - 300 mL

IV. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan


Tabel 3. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan

No Prosedur kerja Hasil Pengamatan


1. Membuat Larutan standar sekunder Na2S2O3 0,I N
1. Sebanyak 6,25 Na2S2O3. 5H2O berupa serbuk putih. Na2S2O3.
gram Na2S2O3. 5H2O yang ditimbang adalah 6,2500 gram. Setelah
5H2O ditimbang ditimbang ditambahkan aquades terbentuk larutan
dan dilarutkan bening tidak berwarna.
dengan aquades
mendidih dalam
labu ukur 250 mL.
Selanjutnya
dikocok hingga
homogen.

2. Larutan tetap tidak berwarna


Selanjutnya
dilakukan
pengenceran 20
kali sehingga
konsentrasi
Na2S2O3 menjadi
0,005 N.
3. Sebanyak 1,5 gram Tepung kanji yang ditimbang sebanyak 1,5000
amilum dan 1 gram gram. Asam borat yang ditimbang adalah 1,0007
asam borat gram. Setelah amilum dan asam borat ditambahkan
dimasukkan ke aquades terbentuk larutan putih dan sedikit amilum
dalam 100 mL yang belum larut. Setelah dididihkan terbentuk
aquades. gelatin yang jernih seperti koloid.
Dididihkan sampai
membentuk gelatin
yang jernih dan
selanjutnya
didinginkan.

2 Membuat larutan standar primer KIO3 0,005 N


1. Ditimbang 1,7834 KIO3 yang digunakan
gram KIO3 dan berupa serbuk
dilarutkan dengan berwarna putih. KIO3
aquades dalam labu yang ditimbang adalah
ukur ukuran 50 mL 1,7833 gram. Setelah
dan dikocok dilarutkan terbentuk
sampai homogen. larutan bening tidak
Disimpan dalam berwarna.
botol yang sesuai.

2. Dilakukan Larutan ditambahkan 99,5 mL akuades dan larutan


pengenceran 200 tetap tidal berwarna.
kali sehingga
konsentrasi KIO3
menjadi 0,005 N.
3 Standarisasi larutan Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3
1. Dilarutkan 12,5 NaCl yang digunakan berupa serbuk berwarna
gram NaCl dalam putih. NaCl yang ditimbang adalah 12,5000 gram.
50 mL aquades dan Setelah ditambahkan aquades terbentuk larutan
dimasukkan ke bening tidak berwarna.
dalam erlenmeyer.

2. Ditambahkan Setelah ditambahkan larutan KIO3, HCl, larutan


berturut-turut 0,005 kanji dan KI, larutan berubah warna menjadi warna
gram KI: 2,5 mL biru pekat.
KIO3 0,005 N; 2
mL larutan kanji
1% dan 1 mL HCl
35%.

3. Titrasi larutan Setelah dilakukan titrasi pada titik akhir terjadi


tersebut dengan perubahan warna dari biru menjadi bening.
Na2S2O3 0,005 N
sampai warna biru
dari larutan hilang.

4. Dicatat volume
titran yang
diperlukan sampaiNo Titrasi Volume
titik akhir titrasi ke titran
dan dilakukan 1 I 0,83 mL
strandarisasi ini
minimal sebanyak 2 II 0,75 mL
3 kali. 3 III 0,90 mL

4 Analisis iodat pada garam beriodium

1. Dilarutkan 25 Garam yang digunakan adalah garam beriodium


gram garam dengan merk “ kerapan sapi”. Garam yang
beriodium ditimbang adalah 25,0051 gram. Setelah garam
dalam 25 mL dilarutkan dalam aquades terbentuk larutan
aquades dan berwarna putih keruh.
membaginya
membagi 4
bagian serta
memasukkannya
ke dalam
masing-masing
labu
Erlenmeyer.

2. Ditambahkan Pada saat larutan garam ditambahkan larutan KI,


berturut-turut larutan kanji, dan HCl, larutan berubah warna
0,1 gram KI, 2 menjadi warna biru pekat.
mL larutan kanji
1 % dan 1 mL
HCl 35%.

3. Dititrasi larutan di Pada saat dititrasi dengan Na2S2O3 warna biru mulai
atas dengan larutan memudar.
Na2S2O3 yang telah
distandarisasi
sampai warna biru
dari larutan
menghilang.

4. No Titrasi ke Volume titran


Dicatat volume
titran yang 1 I 2,51 mL
diperlukan sampai
titik akhir dan 2 II 2,81 mL
dilakukan titrasi 3 III 2,17 mL
sebanyak 3 kali.

V. Pembahasan
Iodium merupakan mikronutrien penting untuk tubuh manusia.
Kekurangan iodium dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, salah satunya
gondok. Untuk itu, perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan seperti
pemasyarakatan penggunaan garam beriodium. Garam beriodium diperoleh
melalui proses iodisasi yaitu dengan penambahan iodium dalam bentuk KIO 3 pada
garam dapur.
Kadar iodium yang ditambahkan pada garam tidaklah sembarangan karena
kelebihan iodium juga dapat mengganggu kesehatan. Untuk itu, dalam percobaan
ini dilakukan analisis terhadap garam beriodium perdagangan dengan teknik titrasi
iodometri untuk menentukan kandungan iodium dalam bentuk iodat (KIO3).
Penentuan kandungan iodium pada garam dengan teknik titrasi iodometri
dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu:
a) Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3:
Tahap awal dalam percobaan ini adalah pembuatan larutan sekunder natrium
tiosulfat (Na2S2O3). Untuk pembuatan larutan natrium tiosulfat digunakan
Na2S2O3 .5H2O yang berupa serbuk berwarna putih. Dalam percobaan ini,
dibuat volume larutan sebanyak 250 mL dengan massa Na 2S2O3 .5H2O yang
digunakan adalah 6,2531 gram. Pembuatan larutan natrium tiosulfat dimulai
dengan menimbang Na2S2O3 .5H2O, kemudian Na2S2O3 .5H2O tersebut
dilarutkan dengan aquades mendidih. Penggunaan aquades mendidih bertujuan
agar garam pentahidrat tersebut lebih cepat larut. Untuk mempercepat proses
pelarutan maka perlu juga dilakukan pengocokan sehingga larutan yang
terbentuk bersifat homogen. Dalam pembuatan larutan Na2S2O3 tersebut juga
dilakukan penambahan zat pengawet yaitu kloroform. Penambahan zat
pengawet ini bertujuan untuk mencegah aktivitas bakteri yang mungkin ada di
dalam larutan, mengingat Na2S2O3 .5H2O yang digunakan untuk membuat
larutan Na2S2O3 bersifat higroskopis. Sehingga ada kemungkinan pada saat
penimbangan Na2S2O3 .5H2O bakteri juga ikut menempel. Dengan data yaitu
massa Na2S2O3 .5H2O adalah 6,2531 gram, volume larutan yang akan dibuat
adalah 250 mL, dan berat molar (BM) dari Na2S2O3 .5H2O adalah 248
gram/mol maka dapat dihitung konsentrasi dari larutan natrium tiosulfat
tersebut dengan cara sebagai berikut:
 Menghitung mol dari Na2S2O3 , yaitu:
massaNa2 S 2 O 3
Mol Na2S2O3 = BM
6,2520 gram
Mol Na2S2O3 = 248 gram/mol
Mol Na2S2O3 = 0,025 mol
 Menghitung konsentasi Na2S2O3 , yaitu:
mol Na 2 S2 O3
[Na2S2O3] = volume
0,025 mol
[Na2S2O3] = 250 mL
0,025 mol
[Na2S2O3] = 0,25 L
[Na2S2O3] = 0,1 mol/L
[Na2S2O3] = 0,1 M
Setelah terbentuk larutan Na2S2O3 dengan konsentrasi 0,1 M maka dilakukan
pengenceran agar diperoleh konsentrasi 0,005 N. Maka dari itu, perlu
ditentukan volume larutan Na2S2O3 0,1 M yang akan diambil untuk diencerkan.
Untuk menentukkan volume Na2S2O3 0,1 M yang akan diambil maka dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
 Menentukkan konsentrasi dan volume akhir larutan yang diharapkan :
Konsentrasi akhir (setelah pengenceran) yang diharapkan adalah 0,005
N. Konsentrasi ini diubah dalam bentuk molaritas. Untuk mengubah
konsentrasi dari normalitas (N) menjadi molaritas (M) maka perlu
diperhatikan persamaan reaksi berikut:
2 S2O3-2 → S4O6-2 + 2e
Dari reaksi tersebut terlihat bahwa 2 mol ion tiosulfat untuk membentuk
1 mol ion S4O6-2 akan dilepaskan 2 elektron sehingga untuk 1 mol ion
tiosulfat akan dilepaskan 1 mol elektron. Maka n= 1 ekiv/mol , dan
molaritas larutan yang diharapkan dapat dihitung sebagai berikut:
N=nxM
N
M= n
0,005 N
M= 1 ekiv/mol dengan 1N = 1 ekiv/L maka
0,005 ekiv/L
M = 1 ekiv/mol
M = 0,005 mol/L
M = 0,005 M
Dari perhitungan didapatkan bahwa konsentrasi akhir (setelah
pengenceran) yang diharapkan dari larutan Na2S2O3 adalah 0,005 M.
Selain menentukkan konsentrasi, perlu juga diperhitungkan volume
yang akan dibuat setelah diencerkan. Dalam percobaan ini, ditentukan
bahwa volume yang diharapkan setelah pengenceran adalah 100 mL.
 Menghitung volume yang akan diambil :
Berdasarkan data di atas, yaitu konsentrasi awal (M1) = 0,1 M,
konsentrasi akhir (M2) = 0,005 M, volume akhir (V 2) = 100 mL , maka
dapat dihitung volume larutan Na2S2O3 0,1 M yang akan diambil (V 1)
dengan cara sebagai berikut:
V1 x M1 = V2 x M2
V 2 x M2
V1 = M1

100 mL × 0,005 M
V1 = 0,1 M
V1 = 5 mL
Jadi, volume larutan Na2S2O3 0,1 M yang diambil adalah 5 mL.
Selanjutnya 5 mL larutan Na2S2O3 0,1 M ini ditambahkan aquades
sampai volume akhir menjadi 100 mL.
b) Pembuatan Larutan Primer KIO3:
Setelah terbentuk larutan sekunder Na2S2O3 0,005 N, tahap selanjutnya yang
dilakukan adalah pembentukan larutan primer KIO3. Larutan ini dibuat untuk
menstandarisasi larutan Na2S2O3 0,005 N. larutan KIO3 yang dibuat adalah
larutan KIO3 dengan konsentrasi 0,005 N. Dalam pembuatan larutan KIO 3,
langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang KIO3. KIO3 merupakan
serbuk yang berwarna putih. Banyaknya KIO3 yang ditimbang adalah 1,7833
gram. Setelah KIO3 ditimbang sebanyak 1,7833 gram, kemudian KIO3 tersebut
dilarutkan dengan aquades 50 mL dan selanjutnya dikocok agar diperoleh
larutan yang homogen. Dengan data yaitu massa KIO 3 yang ditimbang =
1,7833 gram, volume = 50 mL = 0,05 L, dan berat molar (BM) = 213,9
gram/mol maka konsentrasi awal larutan yang dibuat dapat dihitung sebagai
berikut:
 Mol KIO3:
massa KIO 3
Mol KIO3 = BM
1,7833 gram
Mol KIO3 = 213,9 gram/mol
Mol KIO3 = 0,0083 mol

 Konsentrasi larutan KIO3:


mol KIO 3
[KIO3] = volume
0,0083 mol
[KIO3] = 0,05 L
[KIO3] = 0,166 mol/L
[KIO3] = 0,166 M
Ternyata konsentrasi awal larutan KIO3 (M1) yang dibuat adalah 0,166 M
sedangkan konsentrasi KIO3 yang diharapkan adalah 0,005 N maka perlu
dilakukan pengenceran. Sebelum dilakukan pengenceran, perlu ditentukan
volume akhir yang akan dibuat dan perlu diubah konsentrasi akhir (setelah
pengenceran) dalam bentuk molaritas. Volume akhir yang akan dibuat adalah
100 mL dan untuk mengubah konsentrasi akhir dari normalitas (N) menjadi
molaritas (M), perlu diperhatikan persamaan reaksi berikut:
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3 H2O
Dari reaksi di atas, dapat dilihat bahwa 1 mol ion IO 3- memerlukan 6 mol H+
untuk membentuk 3 mol I2 sehingga nilai n= 6 ekiv/mol. Dari data ini dapat
diubah konsentrasi larutan KIO3 dari normalitas menjadi molaritas, yaitu
dengan cara:
N=nxM
N
M= n
0,005 N
M= 6 ekiv/mol dengan 1N = 1 ekiv/L maka
0,005 ekiv/L
M = 6 ekiv/mol
M = 0,00083 mol/L
M = 0,00083 M
Jadi, konsentrasi KIO3 yang diharapkan setelah pengenceran adalah 0,00083 M.
Dari data di atas yaitu konsentrasi awal KIO3 (M1) = 0,0083 M, konsentrasi
akhir KIO3 (M2)= 0,00083 M, dan volume akhir larutan KIO3 (V2)= 100 mL,
maka dapat dihitung volume larutan KIO3 0,0083 M (V1) yang akan diambil
dengan cara sebagai berikut:
V1 x M1 = V2 x M2
V 2 x M2
V1 = M1

100 mL × 0,00083 M
V1 = 0,166 M
V1 = 0,5 mL
Jadi, untuk membuat larutan KIO3 0,005 N dari larutan KIO30,0083 M maka
perlu diambil sebanyak 0,5 mL larutan KIO 30,0083 M dan selanjutnya
ditambahkan aquades sampai volumenya 100 mL.
c) Pembuatan Indikator Amilum 1%:
Indikator yang akan digunakan dalam titrasi iodometri ini adalah larutan kanji
1%. Indikator larutan kanji dibuat dari tepung kanji. Tepung kanji ditimbang
sebanyak 1,5003 gram, selanjutnya ditambahkan 1,0007 gram asam borat.
Campuran tersebut kemudian ditambahkan aquades sebanyak 100 mL dan
diaduk. Larutan yang terbentuk adalah larutan yang berwarna putih dan keruh.
Dari massa tepung kanji yang digunakan maka persentase larutan kanji yang
dibuat dapat dihitung sebagai berikut:
% (b/v) = massa (gram)/volume (mL) x 100%
% larutan kanji = 1,5 gram/ 100 mL x 100% = 1,5%
Persentase larutan kanji yang dibuat ternyata 1,5% sedangkan persentase
larutan kanji yang digunakan dalam titrasi adalah 1%. Untuk itu dilakukan
proses pengenceran, dimana dalam hal ini volume akhir yang diharapkan
adalah 100 mL sehingga volume awal yang diambil dapat ditentukan sebagai
berikut:
V1 x 1,5% = V2 x 1%
V 2 x 1%
V1= 1,5%
100 mL x 1%
V1 = 1,5%
V1 = 66,67 mL
Jadi, larutan kanji 1,5% diambil 66,67 mL, selanjutnya ditambahkan aquades
sampai volumenya 100mL. larutan kanji ini selanjutnya dididihkan sampai
membentuk gelati yang jernih.
d) Pembuatan HCl 35%:
HCl digunakan dalam titrasi iodometri karena berfungsi sebagai penyedia
suasana asam. HCl yang ada di laboratorium merupakan HCl pekat dengan
kadar 37%, sehingga untuk mendapatkan HCl 35%perlu dilakukan
pengenceran. Dalam pengenceran ini volume akhir yang diharapkan adalah 10
ml sehingga volume HCl 37% yang diambil dapat dihitung sebagai berikut :

V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 37% = 10 mL x 35%
10 mL x 35%
V1 = 37%
V1 = 9,5 mL
Sehingga untuk membuat HCl 35% dari HCl 37% dapat dilakukan dengan
mengambil 9,5 mL HCl 37% dan kemudian ditambahkan aquades sampai
volumenya menjadi 10 mL.

e) Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,005N dengan larutan KIO3 0,005N:


Larutan Na2S2O3 0,005 N yang telah dibuat bukanlah larutan standar sekunder
sehingga sebelum digunakan untuk menganalisis kadar iodat dalam garam
beriodium, larutan Na2S2O3 tersebut distandarisasi terlebih dahulu dengan
larutan standar primer yaitu larutan KIO3 0,005 N. Dalam standarisasi ini
digunakan larutan NaCl sebagai larutan blanko. Larutan NaCl dibuat dengan
menimbang 12,5002 gram NaCl. NaCl yang telah ditimbang dilarutkan dengan
50 mL aquades dalam labu erlenmeyer. larutan NaCl yang terbentuk adalah
larutan bening tidak berwarna. Larutan NaCl ini selanjutnya ditambahkan
dengan 2,5 mL larutan KIO3 0,005 N. Setelah ditambahkan larutan KIO 3 0,005
N, larutan NaCl masih tetap bening tidak berwarna. Kemudian, larutan NaCl
yang telah ditambahkan KIO3 tersebut ditambahkan kembali dengan 1 mL HCl
35%. Setelah ditambahkan HCl 35%, larutan NaCl masih tetap bening tidak
berwarna. Selanjutnya, larutan NaCl tersebut ditambahkan kembali dengan
0,0510 gram KI. Setelah ditambahkan KI, larutan NaCl berubah warna dari
bening tidak berwarna menjadi bening berwarna kuning. Warna kuning yang
muncul menandakan bahwa dalam larutan tersebut terbentuk I2. Reaksi yang
terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:
IO3-(aq) + 5I-(aq) + 6H+(aq) → 3I2(aq) + 3H2O(aq)
Selanjutnya, larutan tersebut ditambahkan dengan 2 mL larutan kanji 1%.
Setelah ditambahkan larutan kanji, larutan tersebut berubah warna dari bening
berwarna kuning menjadi berwarna biru pekat. Reaksi yang terjadi dapat
dituliskan sebagai berikut:
I2(aq) + 2S2O3-2(aq) → S4O6-2(aq) + 2I-(aq)

Larutan yang berwarna biru pekat tersebut selanjutnya dititrasi dengan larutan
Na2S2O3. Dalam titrasi ini seharusnya digunakan buret mikro tetapi karena
buret tersebut tidak tersedia di laboratorium maka digunakan buret biasa
dengan ketelitian 0,01 mL. Titrasi larutan yang mengandung KIO3 dengan
menggunakan larutan Na2S2O3 bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan
Na2S2O3 , dimana dalam hal ini larutan Na2S2O3 disebut sebagai titran dan
larutan KIO3 disebut sebagai titrat . Dari titrasi yang dilakukan didapatkan data
sebagai berikut:
No Titrasi ke- Volume titran
1 I 0,83 mL
2 II 0,75 mL
3 III 0,90 mL
Dari tabel di atas, didapatkan volume rata-rata titran adalah 0,827 mL. Dengan
volume rata-rata ini dapat dihitung konsentrasi larutan Na2S2O3 sebagai berikut:
Ekivalen titran = ekivalen titrat
Ekivalen S2O3-2 = ekivalen IO3-
N1 x V1 = N2 x V2
N 2 x V2
N1 = V1

0,005 N x 2,5 mL
N1 = 0,827 mL
N1 = 0,0152 N
Konsentrasi larutan Na2S2O3 setelah distandarisasi ternyata 0,0152 N.
f) Analisis Iodat pada Garam Beriodium:
Garam beriodium yang digunakan dalam percobaan ini adalah garam
beriodium dengan merek “ KERAPAN SAPI”. Garam beriodium ini adalah
garam beriodium yang banyak beredar di pasaran dengan kadar KIO3 minimal
30 ppm (tercantum dalam kemasan). Kadar KIO3 sebesar 30 ppm dapat
dituliskan menjadi:
30 gram KIO3 30 x 10-6 gram KIO3
6
30 ppm KIO3 = 10 gram garam = 1 gram garam
Untuk menguji kandungan iodat dalam garam beriodium ini maka dilakukan
titrasi iodometri. Langkah awal yang dilakukan yaitu menimbang garam
beriodium sebanyak 25,0000 gram. Garam tersebut selanjutnya dilarutkan ke
dalam 100 mL aquades dan diaduk sampai seluruh garam terlarut. Larutan yang
terbentuk adalah larutan bening tidak berwarna. Larutan garam ini selanjutnya
dibagi menjadi empat bagian sehingga masing-masing bagian volumenya 25
mL dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Masing-masing labu
erlenmeyer yang telah diisi larutan garam diberikan perlakuan yang sama dan
dititrasi. Larutan garam tersebut terlebih dahulu ditambahkan 1 mL HCl 35%,
setelah ditambahkan HCl 35% larutan garam masih tetap bening tidak
berwarna. kemudian larutan garam tersebut ditambahkan 0,1000 gram KI. KI
merupakan serbuk berwarna putih, setelah larutan garam ditambahkan KI maka
larutan garam berubah warna menjadi kuning. Warna kuning ini menandakan
bahwa dalam larutan tersebut telag terbentuk I2. Berikutnya larutan yang
berwarna kuning ini ditambahkan larutan indikator yaitu larutan kanji 1%
sebanyak 2 mL. Setelah ditambahkan larutan kanji 1%, larutan yang berwarna
kuning tersebut berubah warna menjadi biru pekat. Warna biru pekat terbentuk
karena adanya reaksi anatara I2 dengan amilum. Larutan yang berwarna biru
pekat ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 . titrasi dengan
larutan Na2S2O3 dihentikan bila warna biru pekat tersebut sudah hilang. Dari
titrasi yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut:
No Titrasi ke- Volume titran
1 I 2,51 mL
2 II 2,81 mL
3 III 2,17 mL
Dari tabel di atas, didapatkan bahwa voleme rata-rata titran adalah 2,496 mL.
Dari data ini dapat dihitung kandungan iodat dalam garam dengan cara sebagai
berikut:
Ekivalen titran = ekivalen titrat
Ekivalen S2O3-2 = ekivalen IO3-
massa IO−
3

N x V = BE IO3
Massa IO3- = N x V x BE IO3-
BE IO3- ditentukan dipengaruhi oleh nilai n dan nilai n ditentukan dari reaksi
berikut ini:
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3 H2O
Dari reaksi di atas, dapat dilihat bahwa 1 mol ion IO 3- memerlukan 6 mol H+
untuk membentuk 3 mol I2 sehingga nilai n= 6 ekiv/mol, maka nilai BE dapat
dihitung sebagai berikut:
BM KIO3

BE IO3- = n IO−
3

213,9 gram/mol
BE IO3- = 6 ekiv/mol
BE IO3- = 35,65 gram /ekiv
Dari nilai BE IO3- ini maka dapat dihitung massa dari IO3- sebagai berikut:
Massa IO3- = N x V x BE IO3-
Massa IO3- = 0,0152 N x 2,496 mL x 35,65 gram/ekiv
Massa IO3- = 0,0152 ekiv/L x 2,496 x 10-3 L x 35,65 gram/ekiv
Massa IO3- = 1,352 x 10-3 gram
Massa IO3- yang diperoleh adalah 1,352 x 10-3 gram. Massa iodat ini
merupakan massa iodat dalam 25,0000 gram garam beriodium, sehingga kadar
iodium (dalam persen iodat) dapat ditentukan sebagai berikut:
massa IO−3
× 100%
% IO3- = massa garam
−3
1,352 × 10 gram
× 100%
%IO3- = 25,0000 gram
%IO3- = 0,00541%
Kandungan iodat dalam garam dapat juga dinyatakan dalam bentuk ppm,
sehingga diperoleh:
−3
1,352 × 10 gram
Kadar IO3- = 25,0000 gram
Kadar IO3- = 5,41 x 10-6 gram IO3-/ gram garam
Dengan 1 ppm IO3- = 1 gram IO3-, maka:
ppm IO3- = 5,41 x 10-6 x 106
ppm IO3- = 5,41 ppm
ppm yang diperoleh setelah titrasi adalah 5,41 ppm sedangkan ppm yang
tercantum dalam kemasan adalah 30 ppm. Ini berarti masih ada kemungkinan
bahwa garam tidak semuanya terlarut sehingga ion iodat yang terbentuk lebih
kecil dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

VI. Simpulan
Simpulan yang dapat diperoleh dari percobaan diatas adalah kandungan iodat
dalam sampel garam perdagangan bermerek “Karapan Sapi” mengandung
5,41 ppm iodat.

VII. Jawaban Pertanyaan


1. Berikan contoh penggunaan analisis iodometri yang lain!
Contoh lain dari penggunaan analisis iodometri adalah penetapan kadar
vitamin C dan metampiron.Penetapan vitamin C dapat dilakukan dengan
analisis iodometri yang merupakan reaksi oksidasi reduksi. Kelarutan dari
iodin meningkat lewat kompleksasi oleh iodida untuk membentuk
triiodida. Triiodida kemudian mengoksidasi vitamin C (C 6H8O6) menjadi
asam dehidroaskorbat (C6H6O6). Titik akhir dari reaksi ini diindikasikan
oleh reaksi dari iodin dengan larutan pati (starch) yang akan membentuk
warna biru gelap. Selama vitamin C masih terdapat dalam larutan,
triiodida secara cepat dikonversi menjadi ion iodida sehingga tidak ada
warna biru gelap yang terbentuk dari reaksi antara iodin - pati. Namun
ketika vitamin C telah dioksidasi, maka triiodida berlebih dalam
kesetimbangan dengan iodin akan membentuk warna biru gelap akibat
reaksi dengan pati. Setelah vitamin C habis bereaksi dengan I 3- maka I3-
yang tersisa akan dititrasi dengan larytan thiosulfat seperti persamaan
reaksi di bawah ini. Penambahan pati berfungsi sebagai indikator, di mana
pati akan membentuk kompleks berwarna biru dengan I3-. Bila I3- sudah
habis bereaksi menjadi I- , maka warna biru yang terbentuk akan hilang.
Senyawa yang berperan sebagai pereaksi pembatas pada reaksi ini adalah
senyawa KIO3 karena KIO3 atau kalium iodat akan habis bereaksi terlebih
dahulu dibandingkan dengan KI dalam proses pembentukanI3-. Selain itu,
titrasi iodometri juga dapat digunakan dalam pengujian kualitas minyak
goreng. Dalam proses penggorengan diperlukan minyak goreng. Kualitas
makanan produk penggorengan dipengaruhi oleh jenis dan kualitas minyak
goreng. Pada suhu tinggi dapat menyebabkan perubahan kualitas minyak
goreng karena minyak goreng dapat rusak oleh proses oksidasi. Pada
pengujian kualitas minyak ini, tahap pertama dilakukan survey, kemudian
pengambilan sampel minyak goreng pada penjual gorengan yang meliputi
minyak goreng baru dan bekas selama lima minggu. Tahap selanjutnya
adalah analisis sampel melalui pengukuran kadar air, bilangan iod,
bilangan asam, dan bilangan peroksida. Metode yang digunakan pada
analisis sampel ini adalah metode gravimetri untuk pengukuran kadar air,
titrasi iodometri untuk pengukuran bilangan iod dan bilangan peroksida,
dan titrasi asidi-alkalimetri untuk pengukuran bilangan asam. Tahap yang
terakhir adalah membandingkan kualitas minyak goreng yang digunakan
oleh para penjual gorengan dengan standart baku mutu minyak goreng
yang berlaku di Indonesia menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) No:
3741 tahun 1998. Bilangan iod rata-rata pada minyak goreng baru berkisar
antara 17,125 sampai 25,082 sedangkan pada minyak goreng bekas antara
14,105 sampai 24,963. Titrasi iodometri juga digunakan dalam penentuan
kadar tembaga dalam suatu sampel. Reaksi yang terjadi dalam titrasi
tersebut adalah reaksi antara Cu2+ (oksidator) dengan ion iodida yang
menghasilkan endapan Cu2I2 dan gas I2. Berikut merupakan persamaan
reaksi yang terjadi.
2 Cu2+(aq) + 4I-(aq) → Cu2I2(s) + I2(aq)
selanjutnya I2 yang terbentuk, akan direduksi oleh ion S2O32- yang
menghasilkan ion S4O62dan ion I- . ditunjukkan dengan persamaan reaksi
sebagai berikut.
I2(aq) + 2S2O32-(aq) → S4O62-(aq) + 2I-(aq)
Untuk mengetahui apakah reaksi di atas sudah berlangsung dengan
lengkap, maka digunakan sebuah indikator, yaitu amilum. Dalam titrasi
iodometri, bila oksidatornya telah habis maka tetesan terakhir dari titran
(Na2S2O3) akan menghilangkan warna biru dari titratnya.
2. Dalam analisis ini digunakan mikro buret dan tidak digunakan buret biasa
dengan skala 0,1 mL. Mengapa demikian?
Dalam penentuan kandungan iodat dalam garam perdagangan ini, yang
digunakan adalah mikro buret bukan buret yang biasa dipakai dalam titrasi
asam-basa. Hal ini disebabkan oleh tingkat ketelitian mikro buret yang
lebih tinggi daripada buret biasa. Disamping itu, pada analisis ini
konsentrasi titrat (IO3-) dalam sampel garam perdagangan yang dianalisis
sangat kecil (konsentrasi dalam ppm yang berarti kandungannya sangat
kecil). Jadi, dalam analisis titrasi iodometri diperlukan titran dalam
konsentrasi kecil (encer) dengan volume yang jumlahnya sedikit untuk
memperoleh kesalahan titrasi yang kecil, maka dalam titrasi ini sebaiknya
digunakan mikro buret.
3. Bagaimana akurasi analisis titrimetri untuk penentuan iodium ini
dibandingkan dengan metoda yang lain, misalnya spektrofotometri?
Akurasi analisis titrimetri untuk penentuan iodium dibandingkan dengan
analisis spektrofotometri memiliki akurasi yang kecil. Hal ini disebabkan
karena dalam analisis ini, zat-zat yang dianalisis dengan metode titrimetri
memiliki konsentrasi yang kecil (dalam bagian per juta/ppm). Dengan
demikian, penggunaan metode titrimetri pada penentuan iodium dapat
memimbulkan berbagai kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil,
diantaranya adalah (1) kesalahan penimbangan dalam pembuatan larutan,
(2) kesalahan pengamatan selama titrasi karena volume titran yang
diperlukan untuk mentitrasi sedikit, (3) penambahan amilum yang terlalu
cepat dapat mengikat I2 dengan kuat, sehingga I2 sukar lepas dari
kompleksnya dan menyebabkan besarnya kesalahan titrasi. Sedangkan
dengan metode spektrofotometri akurasinya lebih besar karena dalam
analisisnya yang menggunakan spektrofotometer tingkat ketelitiannya
besar sehingga dapat dihindari kesalahan yang dapat ditimbulkan.

VIII. Daftar Pustaka


Sastrawidana, I D. K., I N. Selamat, dan I G. L. Wiratma. 2001. Buku
Penuntun Belajar Kimia Analitik Kualitatif. Singaraja: IKIP
Negeri Singaraja
Selamat, I N. dan I G. L. Wiratma. 2004. Penuntun Praktikum Kimia
Analitik. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Svehla, G. 1990. Bagian II Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif
Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Anda mungkin juga menyukai