ODS Astenopia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN USIA 48 TAHUN DENGAN


OS KONJUNTIVITIS VIRAL

Disusun oleh:
Dian Ayu Suci Dwi Kusumastuti J510195006

Pembimbing:
dr. Naziya, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/PKU MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Konjungtiva adalah membran mukosa yang menutupi sklera dan kelopak


bagian belakang. Konjungtiva memiliki membran mukosa yang transparan dan
tipis. Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva
mengandung kelejar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea. Karena lokasinya, konjungtiva rentang
terkena paparan mikroorganisme dan substansi dari lingkungan luar.
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat disebabkan oleh
mikroorganisme misalnya virus, bakteri, reaksi alergi, maupun bahan-bahan
kimia. Pada populasi dewasa 80% kasus konjungtivitis akut disebabkan oleh
virus. Ditandai dengan mata merah, terasa gatal atau perih, berair, terasa
mengganjal, keluar kotoran (belekan), dan tidak terdapat penurunan visus.
Terkadang pada sebagian pasien terdapat demam, sakit tenggorokan, dan lemas.
Tanda yang paling khas pada penyakit konjungtivitis virus adalah ditemukan
folikel pada konjungtiva palpebra bagian dalam. Umumnya penderita
konjungtivitis mengalami pembengkakkan kelopak mata dikarenakan struktur
dibawah kelopak mata memiliki jaringan yang lemah dan membentuk lekukan
serta kaya akan pembuluh darah. Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang
umum ditemukan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia yang disebabkan
oleh berbagai virus. Konjungtivitis virus dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, tetapi adenovirus merupakan penyebab yang paling banyak pada penyakit
ini. Penyebab konjungtivitis virus selain adenovirus yaitu herpes simpleks, herpes
zooster, dan pox virus. Konjungtivitis virus ini berkisar antara penyakit berat yang
dapat menimbulkan cacat sampai infeksi ringan yang cepat sembuh sendiri.
Faktor risiko predisposisi diantaranya adanya riwayat kemasukan debu,
kedinginan atau infeksi saluran napas bagian atas, higienitas kurang, kontak
dengan orang yang terinfeksi dalam lingkungan yang ramai. Penyakit ini sering
terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita konjungtivitis dan
penularannya melalui droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang
menyebarkan virus, dan berada di kolam renang yang terkontaminasi. Onset
konjungtivitis viral secara cepat dapat terjadi pada pasien, namun pada
kenyataannya ada periode inkubasi sekitar satu minggu sebelum gejala klinis
muncul. Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis
ini, mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis
bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata
dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga
mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan
terasa gatal. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.
Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam
beberapa hari. Walaupun demikian, istirahat, makan bergizi, pemberian kompres
dingin, dan artifisial tear akan mempercepat meredakan gejala. Terapi antivirus
tidak diperlukan kecuali pada konjungtivitis karena herpetik yaitu asiklovir
400mg/hari untuk virus herpes simplek dan untuk herpes zoster 800mg/hari
selama 7-10 hari. Selain itu dibutuhkan cuci tangan secara berkala dan
menggunakan handuk serta alat kosmetik secara sendiri-sendiri untuk mencegah
penularan.

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva


Gambar 2. Konjungtivitis Viral
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Surakarta
Tanggalperiksa : 12 Maret 2020
No. RM : -
Cara Pembayaran : Umum

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Mata kiri merah
2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Poli Mata RS PKU Muhammadiyah Surakarta


dengan keluhan mata kiri merah sejak 3 hari. Mata merah yang dirasakan
terus menerus dan tidak hilang timbul. Pasien mengaku bahwa sebelum
mata merah pasien kemasukan debu pada matanya. Keluhan juga disertai
dengan rasa mengganjal, adanya sekret (blobok) yang dirasakan sedikit,
sedikit gatal, dan kelopak mata sedikit membengkak. Blobokan berwarna
bening, nrocos. Tidak ada pandangan kabur, tidak disertai rasa perih,
nyeri, maupun silau. Sebelumnya pasien belum pernah periksa ke Dokter
untuk keluhan mata kirinya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat trauma mata : disangkal
Riwayat kacamata : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat sakit serupa : diakui (suami pasien)
5. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien berobat
dengan biaya umum.
6. Kesimpulan Anamnesis

OD OS
Proses Normal, tidak Mata terasa merah,
didapatkan gangguan sedikit gatal, nrocos,
dan disertai adanya
sekret jernih
Lokalisasi - Konjungtiva
C.
Sebab - Radang
Perjalanan - Akut
Komplikasi - Belum ditemukan

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
2. Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Denyut nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36.30C
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 155 cm
3. Pemeriksaan subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh 6/6 emetrop 6/6 emetrop

a. pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan

b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan


B. Visus Perifer
1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. Tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. Luka Tidak ada Tidak ada
c. Parut Tidak ada Tidak ada
d. Kelainan warna Tidak ada Tidak ada
e. Kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
2. Supercilia
a. Warna Hitam Hitam
b. Tumbuhnya Normal Normal
c. Kulit Sawo matang Sawo matang
d. Gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Pasangan bola mata dalam
orbita
a. Heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. Strabismus Tidak ada Tidak ada
c. Pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada
d. Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. Mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. Makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. Ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada
d. Atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
5. Gerakan bola mata
a. Temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. Temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. Temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. Nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. Nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. Nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. Pasangannya
1.) Edema Tidak ada Tidak ada
2.) Hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) Blefaroptosis Tidak ada Tidak ada
4.) Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
b. Gerakannya
1.) Membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) Menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. Rima
1.) Lebar 10 mm 8 mm (menyempit)
2.) Ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada
3.) Blefarofimosis Tidak ada Tidak ada
d. Kulit
1.) Tanda radang Tidak ada Tidak ada
2.) Warna Sawo matang Sawo matang
3.) Epiblepharon Tidak ada Tidak ada
4.) Blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. Tepi kelopak mata
1.) Enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) Ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) Koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) Bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal
7. Sekitar glandula lakrimalis
a. Tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. Benjolan Tidak ada Tidak ada
c. Tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. Tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. Benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraocular
a. Palpasi Kesan normal Kesan normal
b. Tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Non contact tonometer Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Konjungtiva
a. Konjungtiva palpebra superior
1.) Edema Tidak ada Ada
2.) Hiperemi Tidak ada Ada
3.) Sekret Tidak ada Ada
4.) Jaringan fibrovaskular Tidak ada Tidak ada
b. Konjungtiva palpebra inferior
1.) Edema Tidak ada Tidak ada
2.) Hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) Sekret Tidak ada Tidak ada
4.) Sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. Konjungtiva fornix
1.) Edema Tidak ada Ada
2.) Hiperemi Tidak ada Ada
3.) Sekret Tidak ada Tidak ada
4.) Benjolan Tidak ada Tidak ada
d. Konjungtiva bulbi
1.) Edema Tidak ada Ada
2) Penebalan konjungtiva Tidak ada Ada
3.) Hiperemis Tidak ada Ada
4.) Sekret Tidak ada Tidakada
5.) Injeksi konjungtiva Tidak ada Ada
6.) Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
e. Caruncula dan plika

semilunaris
a. Edema Tidak ada Tidak ada
b. Hiperemis Tidak ada Tidak ada
c. Sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sclera
a. Warna Putih Merah
b. Tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. Penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. Ukuran 12 mm 12 mm
b. Limbus Jernih Jernih
c. Permukaan Rata, mengkilap Rata, mengkilap
d. Sensibilitas Normal Normal
e. Keratoskop (placido) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. Fluoresin test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. Arcus senilis (-) (-)
13. Kamera okuli anterior
a. Kejernihan Jernih Jernih
b. Kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. Warna Cokelat Cokelat
b. Bentuk Radier Radier
c. Sinekia anterior Tidak tampak Tidaktampak
d. Sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak
15. Pupil
a. Ukuran 3 mm 3 mm
b. Bentuk Bulat Bulat
c. Letak Sentral Sentral
d. Reaksi cahaya langsung (+) (+)
e. Tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
16. Lensa
a. Ada/tidak Ada Ada
b. Kejernihan Jernih Jernih
c. Letak Sentral Sentral
e. Shadow test (-) (-)
17. Corpus vitreum
1. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Reflek fundus Cemerlang Cemerlang

D. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
A. Visus sentralis 6/6 e 6/6 e
jauh
Pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan

B. Visus perifer
Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola Dalam batas normal Dalam batas normal
mata dalam orbita
F. Ukuran bola Dalam batas normal Dalam batas normal
mata
G. Gerakan bola Dalam batas normal Dalam batas normal
mata
H. Kelopak mata Dalam batas normal Lebar tima 8mm
(menyempit)
I. Sekitar saccus Dalam batas normal Dalam batas normal
lakrimalis
J. Sekitar glandula Dalam batas normal Dalam batas normal
lakrimalis
K. Tekanan
intarokular
Palpasi Kesan normal Kesan normal
Tonometri schiotz Tidakdilakukan Tidakdilakukan
Non contact tonometer Tidakdilakukan Tidakdilakukan
L. Konjungtiva Dalam batas normal Edema, merah,
sekret serous, dan
injeksi konjungtiva
M. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
N. Kornea Dalam batas normal Dalam batas normal
O. Camera okuli Dalam Dalam
anterior
P. Iris Bulat, warna coklat Bulat, warna coklat
Q. Pupil Diameter 3 mm, Diameter 3 mm,
bulat, sentral bulat, sentral
R. Lensa Jernih Jernih

E. GAMBAR
F. DIAGNOSIS BANDING
1. OS Konjungtivitis Viral
2. OS Konjungtivitis Bakteri

G. DIAGNOSIS
OS Konjungtivitis Viral

H. TERAPI
Non-Farmakoterapi:
1. Istirahat, makan bergizi, dan kompres dingin.
2. Selama masih dalam pengobatan jangan mengucek mata.
3. Tangan harus dalam keadaan bersih
4. Jangan menggunakan handuk yang sama dengan penghuni rumah
lainnya.
5. edukasi jika penyakit ini bisa menularkan orang lain.
Farmakoterapi
1. Eyefresh (Artifsial tear)

I. PROGNOSIS

OD OS
1. Ad vitam Bonam Bonam
2. Ad fungsionam Bonam Bonam
3. Ad sanam Bonam Bonam
4. Ad kosmetikum Bonam Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konjungtivitis Virus
1. Definisi
Astenopia merupakan gangguan fungsi penglihatan dengan
penyebab dan gejala-gejala yang sangat majemuk yang melibatkan faktor
fisik, fisiologis, psikologis, bahkan faktor sosial. Astenopia adalah gejala-
gejala yang diakibatkan oleh adanya upaya berlebihan untuk memperoleh
ketajaman binokuler yang sebaik-baiknya dari sistem penglihatan yang
berada dalam keadaan kurang sempurna. Definisi astenopia menurut
World Health Organization (WHO) batasannya lebih luas, yaitu astenopia
adalah keluhan atau kelelahan visual subjektif atau keluhan-keluhan yang
dialami seseorang akibat menggunakan matanya. Istilah istilah lain yang
juga dipakai untuk tujuan yang sama adalah Eye Strain, Visual
Discomfort dan Ocular fatigue atau disebut juga mata lelah.
2. Epidemiologi Astenopia
Astenopia memiliki prevalensi yang luas pada anak-anak dan orang
dewasa. Prevalensi gangguan fungsi visual ini tidak berbeda pada
populasi umum. Sangat penting untuk mendefinisikan mekanisme dan
faktor risiko dari astenopia. Pada satu penelitian yang melibatkan 964
anak-anak, didapatkan prevalensi astenopia sebesar 24,7%. Di mana
sebanyak 37,8% disertai astigmatisma, 71,6% hipermetropia ringan,
13,6% hipermetropia sedang, dan 6,1% myopia.5
Penelitian lain di China yang melibatkan mahasiswa, didapatkan
57% mahasiswa mengeluhkan astenopia. Tanda dan gejala astenopia
tampaknya umum dialami oleh mahasiswa; dan sangat berkaitan dengan
penggunaan komputer, status psikososial, lingkungan, dan kebiasaan
makan. Ditemukan bahwa penggunaan komputer menaikkan risiko
astenopia sebesar 1,21 kali dibandingkan populasi yang tidak sering
menggunakan komputer. Selain itu, tidur cukup dan status mental yang
baik, lingkungan tempat tinggal yang nyaman, diet tinggi sayuran hijau
dapat menurunkan risiko astenopia.6
3. Patogenesis Astenopia
Astenopia terjadi karena gangguan yang komplek dan saling
mempengaruhi pada proses sistem penglihatan seperti berikut:
a. Cahaya masuk ke mata dari benda yang dilihat tidak cukup.
Kecukupan cahaya dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yaitu
keadaan iluminasi dan obyek yang dilihat. Kuantitas kualitas dan
distribusi iluminasi yang mengakibatkan cahaya terlalu terang atau
redup, berfluktuasi, arah yang miring dan menyilaukan dapat
mengurangi daya sensivitas retina. Obyek berukuran kecil, bentuk
yang tidak teratur dan kurang kontras atau bergerak, ternyata juga
memudahkan timbulnya astenopia.
b. Pemusatan cahaya pada retina mata tidak sempurna.
Pemfokuskan cahaya terganggu bila terjadi kelelahan otot
siliaris dan otot-otot luar bola mata (Faktor intristik). Kelelahan otot
siliaris terjadi pada penggunaan kacamata yang tidak sesuai
ukurannya yang menyebabkan kelemahan akomodasi dan
konvergensi. Selain itu, gangguan oleh masalah fusi dapat terjadi bila
bayangan pada kedua mata tidak sama besar akibat perbedaan ukuran
kacamata kanan dan kiri terlalu besar (anisometropia).
Faktor intristik lainnya selain faktor okular (mata) adalah faktor
konstitusi. Keadaan tersebut adalah kelelahan umum, kurang sehat,
bekerja dibawah tekanan (under pressure), kurang tidur, pemakaian
obat-obatan, kelainan emosi dan gangguan psikogenik lainnya. Selain
orang yang berbakat neurotik, orang yang sehat pun (terorganisir baik
kepribadiannya), terutama jika mereka bergerak di bidang kehidupan
intelektual, dan selalu terus menerus meningkatkan dan memperbaiki
diri, dapat kehilangan sebagian energi kehidupannya yang akhirnya
dapat mengalami kondisi kelelahan.
c. Mekanisme penggabungan bayangan (fusi) oleh sistem penglihatan
yang lebih sentral (otak) dan upaya untuk mempertahankannya tidak
memadai.
Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya perubahan
temporer tonus akulomotorius dan meningkatnya tonus parasimpatis
pada penderita astenopia. Hal tersebut menyokong adanya hubungan
antara astenopia dengan gangguan-gangguan akomodasi dan
konvergensi. Meningkatnya tonus parasimpatis terlihat dengan adanya
diameter pupil yang lebih kecil pada penderita astenopia dan lebih
lemahnya akomodasi dibandingkan dengan orang normal. Tonus
parasimpatis yang meningkat merupakan dasar beberapa keluhan pada
penderita astenopia.
4. Gejala-gejala Astenopia
Astenopia dapat terjadi baik pada orang yang tergolong normal
ataupun dengan faktor-faktor diatas. Keluhan ini lebih banyak dijumpai
pada umur lebih dari 40 tahun, para pemakai kacamata dan mereka yang
bekerja mempergunakan penglihatan dekat dalam waktu lama. Wanita
lebih sering menderita astenopia daripada laki-laki.6
Keluhan astenopia dapat diklasifikasikan sebagai berikut7:
a. Okular, misalnya mata terasa pegal, berat, cepat lelah, pedas,
panas, tak nyaman atau sakit sekitar mata.
b. Visual, misalnya penglihatan menjadi kabur rangkap atau
penglihatan warna berkurang.
c. Referal, misalnya sakit kepala, bahu dan punggung.
Keluhan-keluhan tersebut bersifat individual, dapat meningkatkan
dan biasanya menghilang bila istirahat atau bangun tidur.
5. Penatalaksanaan Astenopia
a. Pencegahan astenopia
Beberapa cara untuk menghindari Astenopia ini yaitu
1) Hindari pantulan, dengan cara memindahkan monitor ke tempat
yang tidak terjadi pantulan.
2) Posisi layar monitor komputer berada di bawah level mata
3) Atur pencahayaan, sebab jika dalam keadaan remang-remang
(cahaya tidak terang) maka mata akan berusaha menyesuaikan
dengan cahaya lampu sehingga akan membuat mata cepat lelah.
4) Layar monitor dibersihkan, dengan layar yang bersih akan
mengurangi muatan elektrostatis.
5) Atur jarak monitor anda dengan mata sehingga mata tidak
mengalami kesulitan ketika anda beraktivitas. Kurang lebih 15 cm
dan sebisa mungkin mata tidak terlalu banyak melakukan gerak
yang akan menyebabkan kelelahan.
6) Atur pula pencahayaan pada komputer anda ketika terlalu silau
atau redup atau dalam artian sesuaikanlah dengan kenyamanan
mata saat berhadapan dengan komputer.
7) Istirahat setiap 2 jam
b. Tatalaksana Astenopia
Untuk mengatasi astenopia dapat digunakan obat tetes air mata
(artificial tears) dan mengobati kelainan yang ada misal kelainan
refraksi dan menggunakan kaca mata sesuai dengan ukuran koreksi.
Dari satu penelitian dikatakan bahwa tidur cukup dan status mental
yang baik, lingkungan tempat tinggal yang nyaman, diet tinggi sayuran
hijau dapat menurunkan risiko astenopia.
Astenopia tidak membutuhkan tatalaksana lebih lanjut karena tidak
ada komplikasi yang serius atau berdampak panjang pada astenopia.
Tetapi, astenopia dapat mengganggu dan menyebabkan lelah sehingga
kemampuan berkonsentrasi berkurang.
Dengan penanganan yang tepat, pemeriksaan yang lengkap dan
teliti, serta edukasi untuk mengubah kebiasaan dan gaya hidup,
astenopia memiliki prognosis yang baik.1,6,7

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S., 2008. Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta, FK UI


2. Vaughan et al, 2013. Optalmology Umum. Edisi 17.Widya Medika.
3. Sidarta I, dkk.(2003) Sari Ilmu Penyakit Mata Cetakan III. Jakarta. FKUI.
4. Wijana N.(1993) Ilmu Penyakit Mata : Refraksi, Astigmatisma. Jakarta.
5. Vilela MAP, Castagno VD, Meucci RD, Fassa AG. Astenopia in
schoolchildren. Clin ophthalmol. 2015; 9:1595-1603.
6. Han CC, Liu R, Liu RR et.al. Prevalence of astenopia and its risk factors
in chinese college students. Int J Ophathalmol. 2013; 6(5): 718-722.
7. Hanum I. F., 2008. Efektivitas penggunaan screen pada monitor komputer
untuk mengurangi kelelahan mata pekerja call center di pt indosat nsr
tahun 2008. Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai