LP Tumor Paru

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN TUMOR PARU

Oleh:
SRI WERDININGSIH
NIM: 113119028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
KONSEP DASAR PENYAKIT TUMOR PARU

1. PENGERTIAN
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga
dada. Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara
serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan
tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak
mudah dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995). Menurut Brooker,
2001 pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak
(benign).
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru. Jenis tumor paru dibagi
untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan NSLC (Non
Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar)
(Sylvia & Price, 2006).

2. EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain adenoma,
hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik. Karena pertimbangan
klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau karsinoma bronkogenik. Kanker paru
masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar 20% dari seluruh kasus
kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus
kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000
kasus baru dilaporkan setiap tahun. Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun
2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena
kanker.

3. ETIOLOGI
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih belum
diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan
karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan

1
predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau ras serta status imunologis
(Smeltzer, 2001). Ada beberapa faktor yang berperan dalam peningkatan insiden kanker
paru, antara lain:
a. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif
telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker
paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh
kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang
sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan
perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan
dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan
tumor.
b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru)
berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif.
c. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru –
paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat
juga mengalami peningkatan insiden.
d. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari
pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen
dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota (Thomson, 1997).
e. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
1) Proton oncogen.
2) Tumor suppressor gene.
3) Gene encoding enzyme.

2
f. Diet
Dari beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vit. A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru
(Suyono, 2001)
.
4. PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor.
Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang
merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama
dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang
berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik
(DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan
berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama
mingguan sampai tahunan. Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan
kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak
terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya
terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan
napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh
dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh
sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam
rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di

3
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu,
demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur
terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka (Sylvia
& Price, 2006).

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu (Mansjoer, 2007).
a. Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai
batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Napas pendek-pendek dan suara parau
c. Batuk berdarah dan berdahak/Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
d. Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
e. Hilang nafsu makan dan berat badan

6. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase. Berikut ini tabel Sistem
Stadium TNM untuk kanker Paru: American Joint Committee on Cancer (Mansjoer,
2007).
Gambarn TNM Defenisi
Tumor primer (T)
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tx Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan
bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau
bronkoskopi
TIS Karsinoma in situ
T1 Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru
atau pleura viseralis yang normal.
T2 Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran
dimana sudah menyerang pleura viseralis atau
mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus;
harus berjarak 2 cm distal dari karina.
T3 Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung
pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis,
atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh

4
darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra;
atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat
karina.
T4 Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang
mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina;
atau adanya efusi pleura yang maligna.

Kelenjar limfe regional (N)


N0 Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe
regional.
N1 Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar –
kelenjar hilus ipsilateral.
N2 Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar
limfe subkarina.
N3 Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar
limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe
skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau
kontralateral.
Metastasis jauh (M)
M0 Tidak diketahui adanya metastasis jauh
M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti
otak).

Kelompok stadium
Karsinoma tersembunyi TxN0M0 Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat
dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis.
Stadium 0 TISN0M0 Karsinoma in situ.
Stadium I T1N0M0 Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya
T2N0M0 bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau
tempat yang jauh.
Stadium II T1N1M0 Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat
T2N1M0 bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe
peribronkial atau hilus ipsilateral.
Stadium IIIa T3N0M0 Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti
T3N0M0 metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus
ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
Stadium IIIb Setiap T N3M0 Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus
T4 setiap NM0 tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe
skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang
termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis
kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.
Setiap tumor dengan metastsis jauh.
Stadium IV Setiap T, setiap N,M1

Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (Mansjoer, 2007) :
a. Karsinoma Bronkogenik.
1) Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului
timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki
besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung
menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
5
2) Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul
dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel
– sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini
ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran
hematogen ke organ – organ distal.
3) Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang –
kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis
interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai
terjadinya metastasis yang jauh.
4) Karsinoma sel besar.
5) Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung
untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
6) Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
7) Lain – lain.
a) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
b) Tumor kelenjar bronchial.
c) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
d) Tumor campuran dan Karsinosarkom
e) Sarkoma
f) Tak terklasifikasi.
g) Mesotelioma.
h) Melanoma.
(Sylvia & Price, 2006)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi.

6
1) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau
vertebra.
2) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium.
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
3) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
c. Histopatologi.
1) Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2
cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
3) Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
4) Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
5) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
d. Pencitraan.
1) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
2) MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

7
8. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup pasien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,
tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Doenges, 2000)
Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1) Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2) Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau
bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4) Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5) Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan
yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk
baji (potongan es).
6) Dekortikasi.

8
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
b. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi
efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
c. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi.

9. KOMPLIKASI
a. Hematorak
b. Pneumotorak
c. Empiema
d. Endokarditis
e. Abses paru
f. Atelektasis

10. Phatways

9
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

10
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
(penumpukan secret berlebihan) ditandai dengan pasien mengeluh sesak, batuk
berdahak namun tidak dapat dikeluarkan, peningkatan frekuensi napas (RR>
20x/menit), terdapat penumpukan secret pada jalan napas, terdapat suara napas
tmbahan (ronchi).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli ditandai
dengan pernafasan abnormal, pH darah arteri abnormal, warna kulit abnormal (pucat),
sianosis, nafas cuping hidung, takikardia.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
pasien mengeluh sesak napas, RR >20x/menit, terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan, napas cuping hidung, takikardi.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (tumor paru), ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri, pasien mengeluh nyeri dengan skala 1-10, pasien tampak
gelisah, pasien tampak meringis kesakitan, TD meningkat (>120/80 mmHg), nadi
meningkat (>100x/mnt), pasien tampak memegangi bagian yang nyeri.
5. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme ditandai dengan suhu
abnormal (>37,50C), kulit kemerahan, kulit teraba hangat, frekuensi napas > 30
kali/menit, frekuensi nadi meningkat (>100x/menit).
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya asupan akibat iritasi gastrointestinal ditandai dengan pasien mengeluh
mual muntah, penurunan BB >20%, kadar albumin serum < 3,4 g/dl, terjadi
penurunan intake makanan, nafsu makan menurun, kelemahan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan, ditandai
dengan terjadi kelelahan, kelemahan, peningkatan nadi dan tekanan darah saat
beraktivitas.
8. Ansietas berhubungan dengan
9. PK: ANEMIA
10. PK: INFEKSI

12. INTERVENSI

11
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
(penumpukan secret berlebihan) ditandai dengan pasien mengeluh sesak, batuk berdahak
namun tidak dapat dikeluarkan, peningkatan frekuensi napas (RR> 20x/menit), terdapat
penumpukan secret pada jalan napas, terdapat suara napas tmbahan (ronchi).
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Airway management
keperawatan selama…x…jam 1. Auskultasi bunyi napas tambahan, seperti ronchi,
diharapkan bersihan jalan wheezing.
nafas pasien kembali efektif, Rasional: adanya bunyi ronchi menandakan terdapat
dengan kriteria hasil: penumpukan sekret atau sekret berlebihan di jalan
NOC Label >> Respiratory napas.
status: airway patency 2. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea.
- Frekuensi pernapasan Rasional: posisi memaksimalkan ekspansi paru dan
dalam batas normal (16- menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal
20 kali/menit) membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan
- Pasien mampu sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
mengeluarkan sputum 3. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan teknik
secara efektif batuk efektif.
- Tidak ada akumulasi Rasional: teknik batuk efektif dapat membantu
sputum membersihkan jalan napas pasien dari sekret.
- Irama pernapasan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairan
normal (terutama air hangat) melalui oral.
- Kedalaman pernapasan Rasional: mengoptimalkan keseimbangan cairan dan
normal membantu mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan.
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator.
Rasional: bronkodilator dapat mendilatasi bronkus dan
mengencerkan sekret sehingga sekret yang menumpuk
di area tersebut lebih mudah dikeluarkan.
6. Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional: meringankan kerja paru untuk memnuhi
kebutuhan oksigen serta mengoptimalkan kebutuhan
oksigen dalam tubuh.

12
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli ditandai dengan
pernafasan abnormal, pH darah arteri abnormal, warna kulit abnormal (pucat), sianosis,
nafas cuping hidung, takikardia.
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Acid Base Management
keperawatan selama ... x … 1. Monitor kadar pH darah melalui hasil AGD
jam diharapkan pertukaran Rasional: untuk Mengevaluasi proses penyakit,
gas pasien adekuat dengan memudahkan menetukan terapi atau mengevaluasi
kriteria hasil: keefektifan terapi yang telah diberikan
NOC Label >> Respiratory 2. Monitor tanda-tanda gagal napas
status Rasional: dapat memberikan tindakan penanganan yang
- RR dalam batas tepat dan cepat pada pasien
normal (30-50x/mnt) 3. Pertahankan bersihan jalan napas
- Kedalaman Rasional: bersihan jalan napas mempengaruhi intake
pernapasan normal oksigen dari luar tubuh ke dalam tubuh
- Tidak tampak 4. Sarankan waktu istirahat yang adekuat
penggunaan otot bantu Rasional: untuk mengurangi kerja pernapasan
pernapasan 5. Monitor status neurologis
- Tidak tampak retraksi Rasional: Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan
dinding dad somnolen dapat menunjukkan hipoksemia/penurunan
- Tidak ada sianosis oksigenasi serebral.
- Tidak ada dispnea 6. Kontrak dengan pengunjung untuk membatasi
- Tidak ada kelemahan kunjungan
- Tidak ada akumulasi Rasional: agar pasien dapat beristirahat secara adekuat
sputum untuk mebantu mengurangi kerja pernapasan.
NOC Label >> Respiratory NIC Label >> Airway Management
status: Gas Exchange 7. Monitor status pernapasan dan status oksigenasi pasien
- PaO2 normal (80-100 Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung
mmHg) pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status
- PaCO2 normal (35-45 kesehatan umum.
mmHg) 8. Berikan posisi semifowler pada pasien
- PH normal (7,35-7,45) Rasional: Posisi kepala yang lebih tinggi memungkinkan
- SatO2 normal (95- upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat. Tindakan ini
100%) meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
13
- Tidak ada sianosis pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi.
- Tidak ada penurunan 9. Lakukan fisioterapi dada
kesadaran Rasional: Memudahkan pengenceran dan pembuangan
secret.
10. Menghilangkan sekret dengan suction, jika diperlukan
Rasional: Merangsang batuk atau pembersihan jalan
nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu
melakukan karena batuk tak efektif.
11. Atur intake cairan
Rasional: Cairan dalam jumlah yang adekuat mampu
membantu pengenceran sekret sehingga lebih mudah
dikeluarkan.
12. Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas
tambahan (ronchi, wheezing, krekels, dll)
Rasional: adanya area redup yang menandakan adanya
penurunan atau hilangnya ventilasi akibat penumpukkan
eksudat.
13. Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
Rasional: nebulizer dapat membantu meningkatkan
kelembaban udara pernapasan sehingga membantu
mengencerkan sekret sehingga dapat lebih mudah
dikeluarkan
14. Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan
Rasional: Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan
PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan
metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
NIC Label >> Oxigen Therapy
15. Jaga kebersihan mulut, hidung, dan trakea, jika
diperlukan
Rasional: bersihan jalan napas yang adekuat dapat
memaksimalkan intake oksigen yang dapat diserap oleh
tubuh.

14
16. Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul yang
digunakan
Rasional: volume aliran oksigen harus diberikan sesuai
indikasi untuk pasien anak (1-5 liter/menit).
17. Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah diberikan
Rasional: untuk membantu menentukan terapi
berikutnya
18. Monitor tanda-tanda keracunan oksigen dan atelektasis
Rasional: oksigen yang berlebihan dalam tubuh sangat
berbahaya karena oksigen dapat mengikat air dan dapat
menyebabkan dehidrasi.
19. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen tambahan selama aktifitas dan/atau
tidur
Rasional: membantu pasien memenuhi kebutuhan
oksigen saat istirahat.
NIC Label >> Respiratory Monitoring
20. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha napas
pasien
Rasional: Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan
terjadi peningkatan kerja nafas. Pernafasan dangkal.
Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.
21. Catat pergerakkan dinding dada, lihat kesimetrisan
dinding dada, penggunaan otot-otot bantu pernapasan,
dan retraksi otot supraklavikular dan intercostal
Rasional: penggunaan otot bantu pernapasan
mengindikasikan adanya disstress pernapasan.
22. Monitor pola napas pasien (takipnea, hiperventilasi,
pernapasan Kussmaul, Cheyne-Stokes)
Rasional: Adanya takipnea, hiperventilasi, pernapasan
Kussmaul, Cheyne-Stokes mengindikasikan
perburukkan kondisi pasien

15
23. Perkusi dada anterior dan posterior dari apeks sampai
basis bilateral
Rasional: Suara perkusi pekak menunjukkan area paru
yang terdapat eksudat
24. Monitor hasil foto thoraks
Rasional: pada pneumonia biasanya tampak konsolidasi
dan infiltrat pada lobus paru.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (tumor paru), ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri, pasien mengeluh nyeri dengan skala 1-10, pasien
tampak gelisah, pasien tampak meringis kesakitan, TD meningkat (>120/80
mmHg), nadi meningkat (>100x/mnt), pasien tampak memegangi bagian yang
nyeri.
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label>>Pain management
keperawatan selama…..x … a. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri,
jam diharapkan nyeri dapat meliputi lokasi, karasteristik, onset/durasi, frekuensi,
berkurang, dengan kriteria kualitas, intensitas nyeri, serta faktor-faktor yang dapat
hasil: memicu nyeri.
NOC Label>> Pain level: Rasional: pengkajian berguna untuk mengidentifikasi
- Pasien tidak melaporkan nyeri yang dialami pasien meliputi lokasi, karasteristik,
adanya nyeri (skala 5 = durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri serta faktor-
none) faktor yang dapat memicu nyeri pasien sehinggga dapat
- Pasien tidak merintih menentukan intervensi yang tepat.
ataupun menangis (skala b. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari
5 = none) ketidaknyamanan.
- Pasien tidak Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman pasien
menunjukkan ekspresi secara non verbal maka dapat membantu mengetahui
wajah terhadap nyeri tingkat dan perkembangan nyeri pasien.
(skala 5 = none) c. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam mengkaji
- Pasien tidak tampak pengalaman nyeri dan menyampaikan penerimaan
berkeringat dingin (skala terhadap respon pasien terhadap nyeri.
5 = none) Rasional: membantu pasien dalam menginterpretasikan
- RR dalam batas normal nyerinya.

16
(16-20 x/mnt) (skala 5 = d. Kaji tanda-tanda vital pasien.
normal) Rasional: peningakatan tekanan darah, respirasi rate,
- Nadi dalam batas normal dan denyut nadi umumnya menandakan adanya
(60-100x/mnt) (skala 5 = peningkatan nyeri yang dirasakan.
normal) e. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
- Tekanan darah dalam ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan, pencahayaan,
batas normal (120/80 kebisingan.
mmHg) (skala 5 = Rasional: membantu memodifikasi dan menghindari
normal) faktor-faktor yang dapat meningkatkan
NOC Label >> Pain control ketidaknyamanan pasien.
- Pasien dapat mengontrol f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non
nyerinya dengan farmakologi, (mis: teknik terapi musik, distraksi, guided
menggunakan teknik imagery, masase dll).
manajemen nyeri non Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan
farmakologis (skala 5 = pasien, serta membantu pasien untuk mengontrol
consistently nyerinya.
demonstrated) g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
- Pasien dapat Rasional: membantu mengurangi nyeri yang
menggunakan analgesik dirasakan pasien.
sesuai indikasi (skala 5
= consistently
demonstrated)
- Pasien melaporkan nyeri
terkontrol (skala 5 =
consistently
demonstrated)

4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme ditandai dengan


suhu abnormal (>37,50C), kulit kemerahan, kulit teraba hangat, frekuensi napas
> 30 kali/menit, frekuensi nadi meningkat (>100x/menit).
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Fever treatment
keperawatan selama...x...jam 1. Pantau tanda-tanda vital pasien terutama suhu tubuh

17
diharapkan hipertermi setiap sebelum dan setelah medikasi.
teratasi, dengan kriteria hasil : Rasional: mengetahui intervensi yang sesuai dan
NOC Label>> efektifitas intervensi yang diberikan.
Thermoregulation 2. Pantau warna dan temperatur kulit pasien.
- Suhu tubuh pasien Rasional: perubahan temperatur dan warna kulit dapat
dalam batas normal, menunjukkan derajat keparahan dari hipertermi.
36,5-37,5 0C 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake cairan
- HR teraba dan dalam melalui oral.
batas normal, 60- Rasional: Pasien dengan hipertermi akan memproduksi
100x/menit keringat yang berlebih yang dapat mengakibatkan tubuh
- Tidak terjadi dehidrasi kehilangan cairan yang banyak, sehingga dengan
(asupan cairan pasien memberikan minum peroral dapat menggantikan cairan
terpenuhi, yaitu ± yang hilang serta menurunkan suhu tubuh.
1200-1500 ml/hari) 4. Anjurkan keluarga untuk memberikan water tepid
- Tidak terjadi sponge pada pasien.

perubahan warna kulit Rasional: water tepid sponge dapat membantu


menurunkan suhu tubuh dengan cara memvasodilatasi
pembuluh darah dan pori-pori kulit.
5. Kolaborasi pemberian cairan melalui intravena.
Rasional: pemberian cairan melalui intravena dapat
membantu mengganti kehilangan cairan tubuh yang
banyak melalui keringat selama hipertermi.
6. Kolaborasi pemberian antipiretik.
Rasional: pemberian antipiretik dapat menurunkan suhu
tubuh.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


tidak adekuatnya asupan akibat iritasi gastrointestinal ditandai dengan pasien
mengeluh mual muntah, penurunan BB >20%, kadar albumin serum < 3,4 g/dl,
terjadi penurunan intake makanan, nafsu makan menurun, kelemahan.
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Terapi nutrisi:
keperawatan … x … jam a. Kaji status nutrisi pasien
diharapkan pemenuhan nutrisi Rasional: pengkajian penting untuk mengetahui status

18
adekuat, dengan kriteria hasil: nutrisi pasien dapat menentukan intervensi yang tepat.
a. Status nutrisi: b. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung
- Masukan nutrisi adekuat kebutuhan kalori harian.
(skala 5 = No deviation Rasional: dengan mengetahui masukan makanan atau
from normal range) cairan dapat mengetahui apakah kebutuhan kalori harian
- Masukan makanan dalam sudah terpenuhi atau belum.
batas normal (skala 5 = c. Tentukan jenis makanan yang cocok dengan tetap
No deviation from normal mempertimbangkan aspek agama dan budaya pasien.
range) Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dengan
b. Status nutrisi : masukan tetap memperhatikan aspek agama dan budaya pasien
nutrisi: sehingga pasien bersedia mengikuti diet yang
- Masukan kalori dalam ditentukan.
batas normal (skala 5= d. Anjurkan untuk menggunakan suplemen nutrisi sesuai
Totally adequate) indikasi.
- Nutrisi dalam makanan Rasional: dapat membantu meningkatkan status nutrisi
cukup mengandung selain dari diet yang ditentukan..
protein, lemak, e. Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral higiene pada
karbohidrat, serat, pasien/keluarga.
vitamin, mineral, ion, Rasional: menjaga kebersihan mulut dapat
kalsium, sodium (skala 5= meningkatkan nafsu makan.
Totally adequate) f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
c. Status nutrisi : hitung kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
biokimia memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Serum albumin dalam Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
batas normal (3,4-4,8 nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
gr/dl) (skala 5= No NIC Label >> Penanganan berat badan:
deviation from normal a. Timbang berat badan pasien secara teratur.
range) Rasional: dengan memantau berat badan pasien dengan
teratur dapat mengetahui kenaikan ataupun penurunan
status gizi.
b. Diskusikan dengan keluarga pasien hal-hal yang
menyebabkan penurunan berat badan.
Rasional: membantu memilih alternative pemenuhan

19
nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan dan penyebab
penurunan berat badan.
c. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional: membantu mengetahui masukan kalori harian
pasien disesuaikan dengan kebutuhan kalori sesuai usia.
d. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin,
dan elektrolit.
Rasional: kadar albumin dan elektrolit yang normal
menunjukkan status nutrisi baik. Sajikan makanan
dengan menarik.
e. Tentukan makanan kesukaan, rasa, dan temperatur
makanan.
Rasional: meningkatkan nafsu makan dengan intake dan
kualitas yang maksimal.
f. Anjurkan penggunaan suplemen penambah nafsu
makan.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E Marilynn dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Volume I . Bandung: Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.

Mansjoer, Arief. Dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: EGC

Sylvia & Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classifications


(NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

20
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Volume 3. Jakarta: EGC.
Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby Year Book,
Toronto.

21

Anda mungkin juga menyukai