REFERAT - Hub Status Gizi Dengan Pioderma

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

Hubungan Tingkat Status Gizi dengan Timbulnya Pioderma

Disusun oleh :

Indah Pratiwi

NPM 1102015097

Pembimbing :

Kolonel CKM (K) DR. dr. Dian Andriani R Sp.KK, M.Biomed, MARS, FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK KULIT DAN KELAMIN

RS. TK II MOH RIDWAN MEURAKSA

NOVEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas
Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Hubungan Tingkat Status Gizi dengan Timbulnya Pioderma”.

Tujuan penyusunan referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Kulit dan Kelamin Rumah Sakit TK II
Moh. Ridwan Meuraksa. Selama penyusunan referat ini tentu tidak terlepas dari
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada Kolonel CKM (K) DR. dr. Dian Andriani R Sp.KK, M.Biomed,
MARS, FINSDV atas bimbingan, saran, kritik dan masukannya dalam penyusunan
referat ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
sejawat kepaniteraan Ilmu Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit TK II Moh. Ridwan
Meuraksa yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas kesediaannya untuk membaca
referat ini.

Wassalamualaikum wr.wb.

Jakarta, 14 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................5
PENDAHULUAN.........................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6
1. Pioderma.............................................................................................................6
2. Status Gizi.........................................................................................................15
3. Hubungan Tingkat Status Gizi Dengan Pioderma............................................20
BAB III........................................................................................................................22
KESIMPULAN...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................23

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Impetigo Krustosa.........................................................................................9


Gambar 2 Impetigo Bulosa..........................................................................................10
Gambar 3 Ektima.........................................................................................................10
Gambar 4 Folikulitis Superfisialis...............................................................................11
Gambar 5 Folikulitis profunda....................................................................................12
Gambar 6 Furunkel dan Karbunkel.............................................................................12
Gambar 7 Erisipelas.....................................................................................................13
Gambar 8 Selulitis.......................................................................................................13
Gambar 9 Flegmon......................................................................................................14
Gambar 10 Hidradenitis...............................................................................................15
Gambar 11 Staphylococcal Scalded Skin Syndrome..................................................15

4
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Perkembangan terjadinya kondisi kurang gizi.............................................17

5
BAB I
PENDAHULUAN

Pioderma adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman Staphylococcus,


Streptococcus atau keduanya. Impetigo, folikulitis, dan furunkel adalah beberapa
contoh umum dari pioderma. Penyakit infeksi kulit ini menjadi masalah utama
tingginya angka kejadian pada anak-anak terutama di negara-negara berkembang dan
wilayah beriklim tropis, termasuk di Indonesia.

Status gizi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi respon
imunitas seseorang. Kekurangan dan kelebihan asupan nutrisi dapat memengaruhi
respon imun tubuh seseorang yang membuatnya menjadi lebih rentan terhadap
penyakit. Seseorang yang mempunyai status gizi baik cenderung tidak mudah terkena
penyakit, termasuk penyakit infeksi bakteri kulit. Oleh karena itu, status gizi yang
baik perlukan agar mencapai derajat kesehatan yang optimal.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pioderma
1.1. Definisi Pioderma

Pioderma merupakan suatu infeksi bakteri kulit yang sering di derita


anak-anak. Pioderma adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman
Staphylococcus aureus dan Streptococcus (Djuanda, 2017).

1.2. Etiologi
Beberapa penelitian menunjukan bahwa Streptococcus group A
merupakan etiologi utama pioderma di banyak negara berkembang tropis
yang diikuti Staphylococcus aureus. (Djuanda, 2017). Namun, infeksi kulit
ini dapat pula disebabkan oleh kuman gram negatif, misalnya
Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, Escherichia
coli dan Klebsiella (Djuanda, 2017).

1.3. Epidemiologi
Pioderma merupakan penyakit yang paling sering dijumpai. Penyakit
ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi. Tidak ada ras
tertentu yang cenderung terkena pioderma. Pioderma dapat menyerang
laki-laki maupun perempuan pada semua usia (Djuanda, 2017).
Berdasarkan 18 studi prevalensi di negara-negara berkembang, semua
melaporkan bahwa pioderma adalah penyakit kulit yang paling umum pada
anak-anak (0,2-35%). Prevalensi pioderma di Indonesia adalah 1,4% pada
orang dewasa, dan 0,2% pada anak-anak (WHO, 2005). Pioderma paling
banyak ditemukan pada kelompok usia di bawah 10 tahun (48%) (Gandhi
et al, 2012). Berdasarkan data dari Kelompok Studi Dermatologi Anak
Indonesia (KSDAI) yang dikumpulkan dari 8 Rumah Sakit di Indonesia
tahun 2011, pioderma pada anak menempati urutan pertama. Pada studi

7
tersebut didapatkan 13,86% dari 8.919 kunjungan baru pasien kulit anak
adalah pioderma (KSDAI, 2011).

1.4. Faktor Risiko


Terjadinya infeksi kulit terutama pioderma mempunyai hubungan erat
dengan beberapa faktor predisposisi antara lain higiene perorangan yang
buruk dan sanitasi lingkungan yang kurang, gizi di hubungkan dengan
berat badan serta aktifitas fisik anak sehari-hari, kondisi imunologis
menurunnya daya tahan karena kurang gizi, anemia, penyakit keganasan,
penyakit menahun, diabetes mellitus, dan telah adanya penyakit lain di
kulit sehingga fungsi kulit terganggu dan memudahkan terjadi infeksi
(Pangow et al, 2015). Pioderma juga berhubungan erat dengan keadaan
sosial-ekonomi. (Djuanda, 2017).

1.5. Klasifikasi
a. Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,
penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme (Djuanda, 2017).
b. Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak
khas dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai
pioderma sekunder disebut impetigenisata, contohnya: dermatitis
impetigenisata, scabies impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika
terdapat pus, kustul, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan,
pembesaran kelenjar getah bening regional, leukositosis, dapat pula disertai
demam (Djuanda, 2017).

1.6. Bentuk Pioderma


Djuanda (2017) membagi pioderma menjadi:

8
1. Impetigo
Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis)

Klasifikasi Impetigo
a. Impetigo Krustosa
 Disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus
 Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak.
 Tempat predileksi di wajah, yakni di sekitar lubang
hidung dan mulut.
 Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat
memecah sehingga jika penderita datang berobat yang
terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti
madu. Jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya.

Gambar 1 Impetigo Krustosa


(https://www.nhg.org/themas/artikelen/beeldmateriaal-nhg-
standaard-bacteriele-huidinfecties-oppervlakkige-huidinfecties)

b. Impetigo Bulosa
 Disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus
 Tempat predileksi di aksila, dada, punggung.
 Terdapat pada anak dan dewasa
 Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopiom

9
 Kadang ketika penderita datang berobat, vesikel/bula
telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret
dan dasarnya masih eritematosa.

Gambar 2 Impetigo Bulosa

( https://emedicalupdates.com/infantigo-impetigo/ )

c. Impetigo Neonatorum
 Penyakit ini merupakan varian dari impetigo bulosa
yang terdapat pada neonatus.
 Lokasi menyeluruh dan disertai demam

2. Ektima
 Ulkus superfisial dengan krusta di atasnya
 Disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus
 Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning. Jika
diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.
 Berlokasi di tungkai bawah.

Gambar 3 Ektima

(https://zdravlje.eu/2011/05/19/ecthyma/)

10
3. Folikulitis
a. Folikulitis superficialis
 Terdapat di dalam epidermis
 Tempat predileksi di tungkai bawah
 Kelainan berupa papul atau pustule yang eritematosa
dan di tengahnya terdapat rambutnya biasanya
multiple.

Gambar 4 Folikulitis Superfisialis

(https://www.studyblue.com/notes/note/n/bacteria/deck/11462302)

b. Folikulitis Profunda
 Terdapat sampai ke subkutan
 Gambaran klinis seperti di atas, hanya teraba infiltrate
di subkutan.
 Contohnya sikosis barbe yang berlokasi di bibir atas
dan dagu, bilateral.

11
Gambar 5 Folikulitis profunda

(http://foliculitis.net/sintomas-y-tratamiento/sicosis-de-la-barba/)

4. Furunkel/ Karbunkel
 Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika
lebih dari satu disebut furunkulosis. Karbunkel adalah
kumpulan furunkel.
 Disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
 Keluhan nyeri dengan kelainan berupa nodus eritematosa
berbentuk kerucut, di tengah terdapat pustule. Kemudian
melunak menjadi abses berisi pus dan jaringan nekrotik,
lalu memecah membentuk fistel.
 Tempat predileksi ialah aksila dan bokong.

Gambar 6 Furunkel dan Karbunkel

12
(https://www.studyblue.com)

5. Erisipelas
 Erisipelas adalah penyakit infeksi akut.
 Disebabkan oleh Streptococcus
 Gejala utama ialah eritema berwarna merah cerah dan
berbatas tegas disertai gejala konstitusi.

Gambar 7 Erisipelas

(https://www.studyblue.com)

6. Selulitis
 Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan
pemeriksaan laboratorik dan terapi tidak berbeda dengan
erisipelas
 Kelainan kulit berupa infiltrate yang difus di subkutan
dengan tanda-tanda radang akut.

13
Gambar 8 Selulitis

(https://www.studyblue.com)

7. Flegmon
 Flegmon ialah selulitis yang mengalami supurasi.
 Terapi sama dengan selulitis, bila perlu dilakukan insisi.

Gambar 9 Flegmon

(https://www.studyblue.com)

8. Ulkus Piogenik
 Berbentuk ulkus dengan gambaran klinis yang tidak khas
disertai dengan pus di atasnya.
 Perlu dilakukan kultur untuk membedakannya.

9. Abses multipel kelenjar keringat


 Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada
kelenjar keringat

14
 Berupa abses multiple tak nyeri berbentuk kubah.

10. Hidraadenitis
 Infeksi kelenjar apokrin.
 Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus
 Disertai gejala konstitusi
 Ruam berupa nodus dengan kelima tanda radang aut,
kemudian dapat melunak menjadi abses, fistel, sinus.
 Banyak berlokasi di aksila, perineum.

Gambar 10 Hidradenitis

(https://www.studyblue.com)

11. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome


 Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
 Ciri khas terdapat epidermolisis

15
Gambar 11 Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

(https://www.medicoapps.org)

2. Status Gizi
1.1. Definisi
Nutrient atau zat gizi, adalah zat yang terdapat dalam makanan dan
sangat diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme, mulai dari
proses pencernaan, penyerapan makanan dalam usus halus, transportasi
oleh darah untuk mencapai target dan menghasilkan energi, pertumbuhan
tubuh, pemeliharaan jaringan tubuh, proses biologis, penyembuhan
penyakit, dan daya tahan tubuh (Harjatmo, 2017).
Sedangkan, nutritional status (status gizi) adalah keadaan yang
diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan
dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh.
Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan kebutuhannya, jika
antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan
menghasilkan status gizi baik. Kebutuhan asupan gizi setiap individu
berbeda antarindividu, hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin,
aktivitas, berat badan dan tinggi badan (Harjatmo, 2017).
Kelebihan asupan gizi dibandingkan dengan kebutuhan akan
disimpan dalam bentuk cadangan dalam tubuh. Misal seseorang yang
kelebihan asupan karbohidrat yang mengakibatkan glukosa darah
meningkat, akan disimpan dalam bentuk lemak dalam jaringan adiposa

16
tubuh. Sebaliknya seseorang yang asupan karbohidratnya kurang
dibandingkan kebutuhan tubuhnya, maka cadangan lemak akan diproses
melalui proses katabolisme menjadi glukosa darah kemudian menjadi
energi tubuh. Anak yang berat badannya kurang disebabkan oleh asupan
gizinya yang kurang, hal ini mengakibatkan cadangan gizi tubuhnya
dimanfaatkan untuk kebutuhan dan aktivitas tubuh. Skema
perkembangan individu yang kekurangan asupan gizi dapat
mengakibatkan status gizi kurang (Harjatmo, 2017).

Bagan 1 Perkembangan terjadinya kondisi kurang gizi

Kekurangan asupan gizi dari makanan dapat mengakibatkan


penggunaan cadangan tubuh, sehingga dapat menyebabkan kemerosotan
jaringan. Kemerosotan jaringan ini ditandai dengan penurunan berat
badan atau terhambatnya pertumbuhan tinggi badan. Pada kondisi ini
sudah terjadi perubahan kimia dalam darah atau urin. Selanjutnya akan
terjadi perubahan fungsi tubuh menjadi lemah, dan mulai muncul tanda
yang khas akibat kekurangan zat gizi tertentu. Akhirnya muncul
perubahan anatomi tubuh yang merupakan tanda sangat khusus, misalnya
pada anak yang kekurangan protein, kasus yang terjadi menderita
kwashiorkor (Harjatmo, 2017). Menurut Notoatmodjo (2003), kelompok
umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah

17
kelompok bayi dan anak balita.

a. Penyebab timbulnya masalah gizi

Masalah gizi merupakan kesenjangan yang terjadi akibat keadaan gizi


yang diharapkan tidak sesuai dengan keadaan gizi yang ada. Adapun
beberapa penyebab timbulnya masalah gizi:
1. Gangguan Pemanfaatan Zat Gizi
Pemanfaatan zat gizi dalam tubuh dari makanan, tergantung dari
jumlah zat gizi yang dikonsumsi dan gangguan pemanfaatan zat gizi
dalam tubuh. Menurut Almatsier (2010) terdapat dua faktor yang
mempengaruhi pemanfaatan zat gizi oleh tubuh, yaitu faktor primer
dan faktor sekunder:
a. Faktor primer
Faktor primer adalah faktor asupan makanan yang dapat
menyebabkan zat gizi tidak cukup atau berlebihan. Hal ini
disebabkan oleh susunan makanan yang dikonsumsi tidak tepat
baik kualitas maupun kuantitasnya, diantaranya:
1) Kurangnya ketersediaan pangan dalam keluarga.
2) Kemiskinan, ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan
makanan yang cukup bagi anggota keluarganya.
3) Pengetahuan yang rendah tentang pentingnya zat gizi untuk
kesehatan.
4) Kebiasaan makan yang salah, termasuk adanya pantangan pada
makanan tertentu.

b. Faktor sekunder

Faktor sekunder adalah faktor yang mempengaruhi


pemanfaatan zat gizi dalam tubuh. Zat gizi tidak mencukupi

18
kebutuhan disebabkan adanya gangguan pada pemanfaatan zat gizi.
Berikut ini beberapa contoh dari faktor sekunder ini:

1) Gangguan pada pencernaan makanan seperti gangguan pada gigi


geligi, alat cerna atau enzim.

2) Gangguan penyerapan (absorbsi) zat gizi seperti parasit atau


penggunaan obat-obatan tertentu.

3) Gangguan pada metabolisme zat gizi.

4) Gangguan ekskresi.

2.4. Dampak Asupan Gizi

a. Akibat Gizi Kurang

Terdapat beberapa hal mendasar yang mempengaruhi tubuh manusia


akibat asupan gizi kurang, yaitu:

1. Pertumbuhan

Akibat kekurangan asupan gizi pada masa pertumbuhan adalah anak


tidak dapat tumbuh optimal dan pembentukan otot terhambat. Protein
berguna sebagai zat pembangun, akibat kekurangan protein otot menjadi
lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari
lingkungan keluarga yang status sosial ekonomi menengah ke atas, rata-
rata mempunyai tinggi badan lebih dari anak-anak yang berasal dari
sosial ekonomi rendah.

2. Produksi tenaga
Kekurangan zat gizi sebagai sumber tenaga, dapat menyebabkan
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas.

3. Pertahanan tubuh

19
Protein berguna untuk pembentukan antibodi, akibat kekurangan protein
sistem imunitas dan antibodi berkurang, akibatnya anak mudah
terserang penyakit seperti pilek, batuk, diare atau penyakit infeksi yang
lebih berat. Daya tahan terhadap tekanan atau stres juga menurun.
Menurut WHO (2006) menyebutkan, bahwa gizi kurang mempunyai
peran sebesar 54% terhadap kematian bayi dan balita. Hal ini
menunjukkan bahwa gizi mempunyai peran yang besar untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian.

4. Struktur dan fungsi otak


Kekurangan gizi pada waktu janin dan usia balita dapat berpengaruh
pada pertumbuhan otak, karena sel-sel otak tidak dapat berkembang.

5. Perilaku
Anak-anak yang menderita kekurangan gizi akan memiliki perilaku
tidak tenang, cengeng, dan pada stadium lanjut anak bersifat apatis.
Demikian juga pada orang dewasa, akan menunjukkan perilaku tidak
tenang, mudah emosi, dan tersinggung.

b. Akibat gizi lebih pada tubuh


1. Kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi akan
disimpan sebagai cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak yang
disimpan di bawah kulit dan menjadi faktor risiko terjadinya berbagai
penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung
koroner, hati, kantong empedu, kanker, dan lainnya. (Riskesdas, 2010).

Sedangkan menurut Perry & Potter (2005) faktor yang


mempengaruhi status gizi antara lain konsumsi makanan yang tidak
mencukupi kebutuhan sehingga tubuh kekurangan zat gizi. Keadaan
kesehatan, pengetahuan pendidikan orang tua tentang kesehatan.

20
Pemberian ASI, kondisi sosial ekonomi, pada konsumsi keluarga,
faktor sosial keadaan penduduk, paritas, umur, jenis kelamin, dan
pelayanan kesehatan. Menurut Kemenkes (2017), orang yang mudah
terkena penyakit adalah orang yang daya tahan tubuhnya lemah. Daya
tahan tubuh ini akan terbentuk apabila tubuh mempunyai zat gizi
cukup.

3. Hubungan Tingkat Status Gizi Dengan Pioderma


Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
tingkat status gizi seseorang dengan timbulnya pioderma. Menurut Harjatmo
et al (2017), asupan gizi dan penyakit mempunyai hubungan yang saling
ketergantungan. Asupan gizi yang kurang akan mengakibatkan rendahnya
daya tahan tubuh sehingga menyebabkan mudah sakit. Hal ini juga didukung
oleh beberapa penelitian lainnya. Menurut Depari et al (2016), pioderma
lebih sering terjadi pada kelas sosial-ekonomi yang lebih rendah. Hal ini
dikarenakan tingkat sosial ekonomi yang rendah akan menyebabkan asupan
gizi yang rendah, sehingga menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun.
Seseorang dengan kekebalan tubuh yang lebih rendah memiliki peluang
lebih besar terkena infeksi kulit.

Menurut Putra (2017) menyatakan terdapat hubungan yang bermakna


antara tingkat status gizi dengan kejadian pioderma superfisialis pada anak
usia 6-10 tahun. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa anak yang mengalami
kekurangan gizi, khususnya yang memiliki status gizi kurus, lebih berpotensi
menderita penyakit pioderma superfisialis. Penelitian lainnya oleh Gama
(2016) menyatakan bahwa pioderma erat hubungannya dengan keadaan sosial
ekonomi yang rendah, malnutrisi, kepadatan penduduk, dan sanitasi yang buruk.
Pada tahun 1990, United Nation Children’s Fund (UNICEF)
menyatakan bahwa masalah gizi disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu
langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yang menimbulkan masalah

21
gizi yaitu kurangnya asupan makanan dan penyakit yang diderita. Seseorang
yang asupan gizinya kurang akan mengakibatkan rendahnya daya tahan
tubuh yang dapat menyebabkan mudah sakit. Sebaliknya, pada orang sakit
akan kehilangan gairah untuk makan, akibatnya status gizi menjadi kurang.
Jadi asupan gizi dan penyakit mempunyai hubungan yang saling
ketergantungan (Harjatmo, 2017).
Status gizi diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk
anak balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi mereka
yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. Status gizi
yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai
penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh
kembang yang optimal (Depkes RI, 2008).

22
BAB III
KESIMPULAN

Terdapat keterkaitan antara tingkat status gizi seseorang dengan kejadian


pioderma. Hal ini dikarenakan gizi memiliki pengaruh penting terhadap respon
imunitas seseorang. Dengan adanya asupan gizi yang baik maka akan sesorang akan
memiliki daya tahan tubuh yang baik sehingga tidak rentan terkena penyakit termasuk
infeksi bakteri pada kulit (pioderma). Oleh karena itu, status gizi dinilai penting
dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit dan tercapainya tumbuh kembang
yang optimal.

23
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.Djuanda, Adhi. dkk. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
VI. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Depari L, Sugiri U, et al. Relation between Risk Factors of Pyoderma and Pyoderma
Incidence. Bandung: Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Djuanda A, 2017. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Gama C, et al. 2016. Profil pioderma pada orang dewasa di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode tahun 2013-2015.
Manado: Universitas Sam Ratulangi. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/334295588_Profil_pioderma_pada_oran
g_dewasa_di_Poliklinik_Kulit_dan_Kelamin_RSUP_Prof_Dr_R_D_Kandou_Man
ado_periode_tahun_2013-2015 (accessed March 13, 2020)

Gandhi S, Ojha AK, Ranjan KP, Neelima. 2012. Clinical and Bacteriological Aspects
Of pyoderma. N Am J Med Sci.

Harjatmo T, Par’i H, Wiyono S. 2017. Bahan Ajar Gizi: Penilaian Status Gizi.
Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta

Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI). Laporan Catatan Medis 8


RS di Kota Besar di Indonesia, 2001.

24
Medicina Zdravlje. 2011. Ecthyma (ektima) . Available from:
https://zdravlje.eu/2011/05/19/ecthyma/ (accessed March 13, 2020)

Notoatmodjo, 2003 Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta

Pangow C, Pandaleke H, Kandou R. 2015. Profil Pioderma Pada Anak Di Poliklinik


Kulit Dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari -
Desember 2012. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/334295514_Profil_pioderma_pada_anak
_di_Poliklinik_Kulit_dan_Kelamin_RSUP_Prof_Dr_R_D_Kandou_Manado_peri
ode_tahun_2013-2015 (accessed March 13, 2020)

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta :
EGC.

WHO. 2005. Epidemiology and management of common skin disease in children in


developing countries. Geneva: WHO; p. 4–19.

World Health Organization. 2006. WHO Child Growth Standards. Length/Height-


For-Age, Weight-For-Age, Weight-For-Length, Weight-For-Height And Body
Mass Index-For-Age Methods And Development. Department of Nutrition for
Health and Development. Available from: https://emedicalupdates.com/infantigo-
impetigo/ (accessed March 13, 2020)

http://foliculitis.net/sintomas-y-tratamiento/sicosis-de-la-barba/

https://www.medicoapps.orgs

https://www.nhg.org/themas/artikelen/beeldmateriaal-nhg-standaard-bacteriele-
huidinfecties-oppervlakkige-huidinfecties

https://www.studyblue.com

25

Anda mungkin juga menyukai