CBR Pi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 47

CRITICAL BOOK REVIEW

Oleh :

Kelompok 10 : 1. Abel Adrian Sihite 7193240009

2. Irnawati Tanjung 7192240004

3. Rahmadani Siregar 7192540006

Mata Kuliah : Perekonomian Indonesia

Prodi : Ilmu Ekonomi B

Dosen Pengampu : Dr.M.Nasir,M.Si

PRODI ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review pada mata kuliah Perekonomian
Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dewi Kemala Putri Lubis SE.M.Si.Ak selaku
dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung Kami selama proses penyelesaian
Critical Book Review ini.

Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan, untuk itu kritik dan saran
terhadap penyempurnaan tugas ini sangat kami harapkan. Semoga dapat memberi manfaat bagi
para pembaca khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

12 Mei 2020

Kelompok 10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan CBR......................................................................................................................4
BAB II RINGKASAN BUKU...................................................................................................................5
2.1 Identitas Buku Utama........................................................................................................................5
2.2 Identitas Buku Pembanding...............................................................................................................5
2.3 Ringkasan Isi Buku Utama................................................................................................................6
2.4 Ringkasan Isi Buku Pembanding.....................................................................................................37
BAB III KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ISI BUKU..................................................................44
3.1 kelebihan Isi Buku Utama................................................................................................................44
3.2 kekurangan Isi Buku Utama............................................................................................................44
3.3 Kelebihan Isi Buku Pembanding.....................................................................................................44
3.4 Kekurangan Isi Buku Pembanding..................................................................................................44
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................................45
4.1 kesimpulan.......................................................................................................................................45
4.2 Saran................................................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................46
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Critical Book Review adalah meriview suatu topik materi dengan tujuan untuk melatih
mahasiswa merumuskan definisi konseptual berdasarkan sintesis teori-teori yang berkembang
dari buku yang relevan. Setiap buku yang dibuat oleh penulis tertentu pasti mempunyai
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kelayakan suatu buku dapat kita ketahui jika kita
melakukan resensi terhadap buku itu dengan perbandingan terhadap buku lainnya. Suatu buku
dengan kelebihan yang lebih dominan dibandingkan dengan kekurangannya artinya buku
tersebut sudah layak untuk dipakai dan dijadikan sumber referensi bagi khalayak ramai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja kelebihan buku Perekonomian Indonesia terhadap buku lainnya (pembanding)
yang akan dijadikan sebagai sumber referensi?
2. Apa saja kekurangan buku Perekonomian Indonesia terhadap buku lainnya (pembanding)
yang akan dijadikan sebagai sumber referensi?
3. Bagaimana kelayakan buku Perekonomian Indonesia ini jika dibandingkan terhadap buku
lainnya yang dijadikan sebagai sumber referensi?

1.3 Tujuan Penulisan CBR


1. Menambah Wawasan Pembaca mengenai arti pentingnya memahami perekonomian
indonesia
2. Meningkatkan Motivasi Pembaca Dalam Mengenal Lebih Jauh Apakah perekonomian
indonesia
3. Menguatkan Pemahaman Pembaca Mengenai Betapa Pentingnya Mempelajari
perekonomian indonesia
BAB II

RINGKASAN BUKU
2.1 IDENTITAS BUKU UTAMA
Judul : Perekonomian Indonesia “Kajian Teoritis dan Analisis Empiris”
Pengarang : Prof. Dr.Tulus T.H Tambunan
Penerbit : Ghalia Indonesia
Kota Terbit : Bogor
Tahun Terbit : 2018
ISBN : 978-979-450-647-9
Jumlah Halaman : 408 Halaman

2.2 IDENTITAS BUKU PEMBANDING


Judul : Perekonomian Indonesia “Tantangan dan Harapan kebangkitan
indonesia”

Pengarang : Faisal Bahri

Penerbit : Erlangga

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2002

ISBN : 976-688-475-5

Jumlah Halaman : 377 Halaman


2.3 RINGKASAN ISI BUKU UTAMA

BAB 1
Sistem Ekonomi Indonesia
A. Pengertian Sistem Ekonomi

1. Menurut Dumairy (1996), system ekonomi adalah suatu system yang mengatur serta
menjalin hubungan ekonomi antarmanusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu
tatanan kehidupan. Dalam perangkat kelembagaan ini termasuk juga kebiasaan, perilaku,
dan etika masyarakat; sebagaimana mereka terapkan dalam berbagai aktivitas yang
berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan.
2. Sheridan (1998) dalam publikasinya mengenai system-sistem ekonomi yang ada di Asia
mengatakan, bahwa “Economic system refers to the way people perform economic
activities in their search for personal happiness”. Dengan kata lain, system ekonomi
adalah cara manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan atau
memberikan kepuasan pribadinya.

B. Macam-macam Sistem Ekonomi


 Sistem Ekonomi Tradisional

Ada beberapa ciri-ciri dari sistem ekonomi tradisional :


-Tidak fokus dengan teknologi
-Lebih bergantung pada sumber daya alam
-Kurang dinamis
-Tidak ada pembagian kerja
Ada beberapa kelebihan dari berjalannya sistem ekonomi tradisional. Seperti tidak ada
ekploitasi yang besar-besaran terhadap sumber daya, lingkungan lebih terjaga, dan menjaga
tradisi adat secara turun temurun hingga membuat masyarakat memiliki hubungan saling terkait
satu sama lain.

 Sistem Ekonomi Kapitalis


Dalam Sanusi , sistem ekonomi kapitalis adalah suatu system ekonomi dimana kekayaan
yang produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk dijual.
Adapun tujuan pemilikan secara pribadi ialah untuk memperoleh suatu keuntungan/laba yang
cukup besar dari hasil menggunakan kekayaan yang produktif.

Terdapat enam asas yang dapat dilihat sebagai ciri-ciri system ekonomi kapitalis, yaitu sebagai
berikut.

a. Hak milik pribadi.


b. Kebebasan berusaha dan kebebasan memilih.
c. Motif kepentingan diri sendiri.
d. Persaingan
e. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar.
f. Peranan terbatas pemerintah.
 Sistem Ekonomi Sosialis

Dumairy (1996:32), system ekonomi sosialis adalah kebalikan dari system ekonomi
kapitalis. Bagi kalangan sosialis, pasar justru harus dikendalikan melalui perencanaan terpusat.
Adanya berbagai distorsi dalam mekanisme pasar, menyebabkannya tidak mungkin bekerja
secara efisien; oleh karena itu, pemerintah atau Negara harus turut aktif bermain dalam
perekonomian. Satu hal yang penting untuk dicatat berkenaan dengan system ekonomi sosialis
bahwa system ini bukanlah system ekonomi yang tidak memandang peranan penting kapital.

Sebuah sistem ekonomi terdiri atas unsur-unsur :

1. manusia sebagai subjek;


2. barang-barang ekonomi sebagai objek,
3. serta seperangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan
berekonomi
Sistem ekonomi sosialis dapat dibagi dalam dua sub-sistem, yaitu system ekonomi sosialis dari
Marxis dan system ekonomi soasialisme demokrat.

 Sistem Ekonomi Campuran


Sistem ekonomi campuran adalah system yang mengandung beberapa elemen dari system
ekonomi kapitalis dan system ekonomi sosialis. Sanusi (2000) menjelaskan, dalam system
ekonomi campuran dimana kekuasaan serta kebebasan berjalan secara bersamaan walau dalam
kadar yang berbeda-beda. Ada system ekonomi campuran yang mendekati system
kapitalis/liberalis karena kadar kebebasan yang relatif besar atau persentase dari system
kapitalisnya sangat besar. Ada pula system ekonomi campuran yang mendekati system ekonomi
sosialis dimana peran kekuasaan pemerintah relatif besar terutama dalam menjalankan berbagai
kebijakan ekonomi, moneter/fiscal, dan lain-lain.

 Sistem Ekonomi Indonesia

Dumairy (1996) menegaskan sebagai berikut, “Ditinjau berdasarkan system pemilikan


sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi, tak terdapat alasan untuk menyatakan bahwa
system ekonomi kita adalah kapitalistis. Sama halnya, tak pula cukup argumentasi untuk
mengatakan, bahwa kita menganut system ekonomi sosialis. Indonesia mengakui pemilikan
individual atas faktor-faktor produksi, kecuali untuk sumber daya-sumber daya yang menguasai
hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negar. Hal ini diatur dengan tegas oleh Pasal 33 UUD
1945. Jadi, secara constitutional, system ekonomi Indonesia bukan kapitalisme dan bukan pula
sosialisme”.

BAB 2

SEJARAH EKONOMI INDONESIA

A. Pemerintahan Orde Lama

Selama pemerintahan Orde Lama, keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk;


walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per tahun hamper 7% selama
decade 1950-an, dan setelah itu turun drastic menjadi rata-rata per-tahun hanya 1,9% atau
bahkan nyaris mengalami stagflasi selama tahun 1965-1966. Tahun 1965 laju pertumbuhan
ekonomi atau produk domestic bruto (PDB) masing-masing hanya sekitar 0,5% dan 0,6%.

Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik


Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-
alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No.
86 Tahun 1958.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama


pemerintahan Orde Lama (terutama) disebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik
maupun non-fisik, selama pendudukan Jepang, Perang dunia II, dan perang revolusi, serta
gejolak politik di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah) ditambah lagi
dengan manajemen ekonomi makro yang sangat buruk selama rezim tersebut (Tambunan 2006).

B. Pemerintahan Orde Baru

Tepatnya sejak bulan Maret 1966, Indonesia memasuki pemerintahan Orde Baru. Dalam
pemerintahan era Orde Baru, perhatian pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air.

Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah


melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial dan politik serta rehabilitas ekonomi di dalam
negeri. Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan lima
tahun (Repelita) secara bertahap dengan target-target yang jelas sangan dihargai oleh Negara-
negara Barat.

Pada bulan April 1969, Repelita I dimulai dan dampaknya juga dari Repelita-repelita
berikutnya selama Orde Baru terhadap perekonomian Indonesia yang cukup mengagumkan,
terutama dilihat pada tingkat makro.

Sebagai suatu rangkuman, sejak masa Orde Lama hingga berakhirnya masa Orde Baru
dapat dikatakan, bahwa Indonesia telah mengalami dua orientasi kebijakan ekonomi yang
berbeda, yaitu dari ekonomi tertutup yang berorientasi sosialis pada zaman rezim Soekarno ke
ekonomi terbuka yang berorientasi kapitalis pada masa pemerintahan Soeharto.

C. Pemerintah transisi
Pada tanggal 14 dan tanggal 15 Mei 1997 nilai tukar baht Thailand terhadap dolar
AS,mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing yang mengambil
keputusan’’jual’’.Mereka mengambil sikap demi kian,karena tidak percaya lagi terhadap prospek
perekonomian negara tersebut paling karena tidak untuk jangka pendek.untuk mempertahankan
nilai tukar baht agar tidak jatuh terus ,pemerintah Thailand melakukan intervensi dan didukung
oleh intervensi yang dilakukan oleh bank sentral Singapura.

Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa negara Asia
lainnya,hal itu merupakan awal dan krisis keuangan di Asia. Rupiah Indonesia mulai terasa
goyang sekitar bulan Juli 1997, dari Rp 2.500 menjadi 2.650 per dolar AS .Sejak saat itu , posisi
mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Menanggapi perkembangan itu, pada bulan Juli 1997
Bank Indonesia (BI) melakukan empat kali intervensi , yaitu memperlebar rentang intervensi .

D. Pemerintahan Reformasi Hingga Kabinet SBY

Selama pemerintahan Gus Dur,praktis tidak ada satu pun masalah di dalam negeri yang
dapat terselesaikan dengan baik.Berbagai kerusuhan sosial yang bernuansa disintegrasi dan sara
terus berlanjut.Selain itu,hubungan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Abdurrahman
Wahid dengan IMF juga tidak baik,terutama karena masalah amandemen UU No.23 tahun1999
mengenai BI,penerapan otonmi daerah terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam
uang dari luar negeri,da revisi APBN 2001yang terus tertunda pelaksanaannya.Tidak tuntasnya
revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda pencarian bantuannya kepada pemerintah
Indonesia.

Pada bulan pertama pemerintahan SBY,rakyat Indonesia.pelaku usaha luar dan dalam
negeri maupun negara-negara donor serta lembaga-lembaga dunia seperti IMF,Bank Dunia dan
ADB sempat optimis bahwa kinerja ekonomi Indonesia 5 tahun kedepan akan jauh lebih baik
dibandingkan pada masa pemerintahan sebelumnya.

Kenaikan harga minyak menimbulkan tekanan yang sangat berat terhadap kenaikan
kuangan pemerintah (APBN).Akibatnya pemerintah terpaksa mengeluarkan status kebijakan ang
sangat tidak populis,yaitu mengurangi subsidi BBM,yang menyebabkan kenaikan BBM yang
besar untuk industri.
BAB 3

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

A. Pertumbuhan Ekonomi

1. Konsep dasar Cara Penghitungan

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau
suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.
Jumlah produk bertambah setiap tahun, sehingga dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-
hari juga bertambah setiap tahun. Maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.

Ada dua arti dari PN, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit PN
adalah PN. Sedangkan dalam arti luas, peran dapat merujuk ke PDB, atau merujuk ke produk
nasional bruto (PNB), atau keproduk nasional netto (PNN). Sesuai metode yang di standar,
penghitungab PN diawali dengan penghitungan PDB. Hubungan antara PDB dan PN dapat
dijelaskan melalui beberapa persamaan sederhana sebagai berikut:

PNB = PDB + F (3.1)

PNN = PNB - D (3.2)

PN = PNN - Ttl (3.3)

2. Sumber - Sumber pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan peemintaan agregat atau


pertumbuhan penawaran agregat. Dari sisi permintaan agregat, peningkatannya didalam ekonomi
bisa terjadi karena PN, yang terdiri atas permintaan masyarakat (konsumen), perusahaan, dan
pemerintah, meningkat.

Sisi permintaan agregat didalam suatu ekonomi bisa digambarkan dalam suatu model
ekonomi makro sederhana sebagai berikut:

Y=C+I+G+X-M (3.8)

C = cY + C (3.9)
I = -ir + I (3.10)

G=G (3. 11)

X=X (3.12)

M = mY + M (3.13)

3. Teori-Teori dan Model-Model Pertumbuhan

a. Teori Klasik

Ada dua aliran utama pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi (dilihat dari sisi
penawaran agregat/produksinya), yakni teori klasik dan teori modern.

Menurut pemikiran klasik, pada kondisi seperti ini perekonomian mengalami tingkat
kejenuhan atau keadaan stasioner. Ini adalah sebuah keadaan dimana perekonomian telah
dewasa, mapan dann masyarakat telah sejahtera, tetapi tanpa perkembangan lebih lanjut.

b. Teori neo-keynesian

Model pertumbuhan yang masuk didalam kelompok teori neo-Keynesian adalah model
dari harrod dan Domar yang mencoba memperluas teori keynes, mengenai keseimbangan
pertumbuhan ekonomi dalan perspektif jangka panjang dengan melihat pengaruh dari investasi,
baik pada permintaan agregat maupun pada perluasan kapasitas produksi atau penawaran
agregat, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

c. Teori Modern

Sejak tahun 1950-an dibanyak negara dunia, kenyataan pertumbuhan tersebut tidak
sepenuhnya hanya didorong oleh akumulasi modal dan penambahan jumlah tenaga kerja, tetapi
disebabkan oleh peningkatan produktivitas dari kedua faktor produksi tersebut.kenapa?
Misalnya, korea Selatan yang miskin SDA dan mengalami kekurangan modal, pada awal
pembangunanya setelah perang korea berakhir tahun 1953, bisa dalam waktu yang singkat
menghasilkan suatu kinerja ekonomi yang menakjubkan dengan laju pertumbuhan rata-rata
pertahun yang tinggi.

Metode Perhitungan Pertumbuhan


Pertumbuhan ekonomi bias dilihat dalam nilai absolut dan nilai relatife (persentase).
Pertumbuhan dalam nilai absolut dinyatakan dalam rupiah, misalnya PDB tahun 2000 tumbuh
Rp 2 triliun rupiah dibandingkan PDB tahun 1999. Sedangkan, pertumbuhan dalam persentase,
dapat dihitung dengan cara sederhana sebagai berikut.

∆PDB(t) = [PDB(t) – PDB(t-1)/PDB(t-1)] x 100% (1)

Dimana ∆PDB(t) = pertumbuhan ekonomi tahun (t) tertentu dalam nilai absolut; t-1 = tahun
sebelumnya. Sedangkan, untuk mendapatkan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun,
misalnya tahun 1990-an, menggunakan rumus sebagai berikut.

r = [n-1√t0/t0-1] x 100%

atau dengan factor penggabungan :

tn = t0(1 + r )n-1

BAB 4

KRISIS EKONOMI

A. Jenis Krisis Ekonomi dan Jalur Transmisi Dampaknya


Suatu perubahan ekonomi dapat menjelma menjadi suatu krisis ekonomi. Dilihat dari
proses terjadi, krisis ekonomi mempunyai dua sifat yang berbeda. Pertama, krisis ekonomi yang
terjadi secara mendadak atau muncul tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, yang umum disebut
goncangan ekonomi tak terduga. Krisis lainnya yaitu krisis keungan Asia yang terjadi pada
periode 1997-1998 yang juga melanda Indonesia bisa juga masuk di dalam kategori ini,
walaupun bagi indonesia derajat kedadakannya jauh lebih rendah dibandingkan krisis minyak
tahun 1974 bagi negara-negara pengimpor minyak.

1. Krisis Produksi

Krisis produksi adalah termasuk tipe krisis ekonomi yang bersumber dari dalam negeri.
Krisis tersebut bisa dalam bentuk penurunan produksi domestik secara mendadak dari sebuah
(atau sejumlah) komoditas pertanian, misalnya, padi/beras. Penurunan produksi tersebut
berakibat langsung pada penurunan tingkat pendapatan riil dari para petani dan buruh tani padi.
Di wilayah-wilayah (misalnya, provinsi-provinsi Indonesia).
2. Krisis Perbankan

Dampak langsung atau fase pertama dari efek krisis perbankan adalah kesempatan kerja
dan pendapatan yang menurun disubsektor keuangan tersebut. Pada fase kedua, krisis perbankan
merembet ke perusahaan-perusahaan yang sangat tergantung pada sektor perbankan dalam
pembiayaan kegiatan-kegiatan produksi/bisnis mereka

3. Krisis Nilai Tukar

Suatu perubahan kurs dari sebuah mata uang, misalnya rupiah terhadap dollar AS
dianggap krisis apabila kurs dari mata uang tersebut mengalami penurunan atau depresiasi yang
sangat besar yang prosesnya mendadak atau berlangsung terus-menerus yang membentuk sebuah
tren yang meningkat (rupiah per satu dollar AS).

4. Krisis Perdagangan

Dalam hal krisis-krisis ekonomi yang berasal dari sumber-sumber eksternal, dalam dua
jalur utama, yaitu perdangangan dan investasi/arus modal. Di dalam jalur perdangangan itu
sendiri ada dua sub-jalur, yaitu ekspor dan impor (baramg dan jasa).

5. Krisis Modal

Terakhir, suatu pengurangan modal didalam negeri dalam jumlah besar atau penghentian
bantuan serta pinjaman luar negeri akan menjadi sebuah krisis ekonomi bagi banyak negara
miskin di dunia. Seperti, di Afrika dan Asia Tengah yang ekonomi mereka selama ini sangat
tergantung pada ULN atau hibah internasional.

B. Jalur Transmisi Kunci dan Indikator Monitoring Dampak Krisis


Bagian pertama dari bab ini telah membahas beberapa tipe dari krisis ekonomi dunia
yang pernah dialami dalam setengah abad terakhir ini, dan kemungkinan besar akan muncul lagi
dimasa depan, melihat kenyataan bahwa ekonomi dunia (khususnya perdagangan, produksi,
investasi, keuangan dan faktor-faktor produksi), semakin terintegrasi sebuah krisis ekonomi bisa
memiliki jalur-jalur pertama, kedua dan ketiga sekaligus, tergantung pada tipe tersebut.

C. Analisis Empiris
1. Krisis Keuangan Asia 1997-1998
Krisis keuangan Asia muncul sekitar pertengahan tahun 1997 dan mencapai klimaksnya
pada tahun 1998 dipicu awalnya oleh larinya modal, terutama modal asing jangka pendek dari
Thailand, secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang tidak kecil, cukup kuat untuk membuat banyak
investor dan pengusaha gugup dalam menanggapinya. Pelarian tersebut mengakibatkan nilai
tukar bath terhadap dollar AS terdepresiasi dalam jumlah yang besar.

2. Krisis Ekonomi Global 2008-2009

Krisis ekonomi global 2008-2009 dipicuh oleh suatu krisis keuangan yang besar di AS
pada tahun 2007 dan melalui keterkaitan keuangan global, krisis tersebut menjalar ke sebagian
besar dunia, terutama negara-negara maju seperti Jepang dan UE yang secara ekonomi dan
keuangan sangat terintegrasi dengan AS.

BAB 5

KERENTANAN TERHADAP KRISIS EKONOMI

2.1 Pengertian Kerentanan Terhadap Krisis Ekonomi

Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya


(baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana
(disaster) atau tidak.

2.2 Latar Belakang Kerentanan Krisis Ekonomi

Dalam dua dekade teakhir ini Indonesia sudah dua kali diterpa krisis ekonomi besar.
Pertama, krisis keuangan asia yang muncul sekitar tahun 1997 dan mencapai klimaksnya pada
pertengahan tahun 1993, dan kedua, krisis ekonomi global yang terjadi dan mempengaruhi
banyak negara, termasuk Indonesia, selama periode 2008-2009.

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kerentanan Ekonomi Indonesia

Ada sejumlah alasan kenapa perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap hampir semua tipe
krisis ekonomi seperti berikut ini :

1. Ekonomi Indonesia semakin terbuka dibandingkan, pada awal pemerintahan Orde Baru.
2. Walaupun dengan suatu laju yang menururn, Indonesia masih tetap bergantung pada
ekspor dari banyak komoditi primer, yaitu pertambangan dan pertanian.
3. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia semakin tergantung pada impor dari sejumlah
produk makanan yang penting termasuk beras, gandum, jagung, daging, sayur-sayuran,
buah-buahan dan minyak.
4. Dalam 20 tahun belakangan ini semakin banyak tenaga keja Indonesia ( TKI ), termasuk
wanita, yang bekerja di luar negeri.
5. Sebagian sebuah negara dengan jumlah populasi yang besar, yang artinya tingkat
konsumsi makanan domestik yang sangat tinggi, akselerasi laju pertumbuhan output di
sektor pertanian di dalam negeri menjadi sangat krusial, dan ini tergantung pada beragam
faktor, termasuk cuaca yang merupakan sebuah faktor eksogen.

2.4 Mengukur Tingkat Kerentanan Ekonomi

1. Definisi

Di bidang ekonomi, kerentanan ekoomi merujuk pada resiko-resiko yang disebabkan oleh
goncongan eksogen terhadap tiga sistem kunci dari ekonomi, yaitu produksi, distribusi dan
konsumsi.

Dalam penelitian menganggap kerentanan dari sebuah RT didefenisikan sebgai


kerentanan RT yang akan jatuh pada kemiskinan di masa depan :

Vt = Pr ( Cc+1≤Y)

2. Indikator

Seperti telah di bahas sebelumnya tingkat kerentanan tergantung pada 3 faktor utama,
derajat dari sensitivitas, derajat dri ketahanan, dan sifat alami dari suatu goncangan.

Analisis Empiris

a.       Indikator-Indikator pada Tingkat Makro

1)      Luas Ekonomi / pasar

2)      Kepadatan dan Struktur Penduduk

3)      Lokasi Geografi
4)      Struktur konsumsi rumah tangga

5)      Keterbukaan ekonomi

6)      Ketergantungan dan diversifikasi ekspor

7)      Ketergantungan dan diversifikasi impor

8)      Diversifikasi ekonomi

9)      Pendapatan riil perkapita

10)  Rumah tangga menurut kelompok pendapatan

11)  Kemiskinan

12)  Kemajuan pendidikan

13)  Kondisi kesehatan

14)  Kemajuan tekonologi

15)  Infarstruktur sosial-ekonomi

16)  Modal sosial

17)  Partisipasi wanita dalam kesempatan kerja/kegiatan ekonomi

18)  Stabilitas ekonomi makro

19)  Efisiensi pasar ekonomi mikro

b.      Indikator-Indikator pada Tingkat Mikro

Yang paling menjadi masalah adalah kerentanan individu atau RT, terutama dari
kelompok miskin. Hal yang sangat jelas bahwa kerentanan ekonomi dari suatu negara pada
tingakt makro berasosiasi dengan kerentanan pada tingkat mikro, tergantung pada bagaimana
suatu krisis mempengaruhi ekonomi negara tersebut dan kehidupan masyarakatnya secara
individu maupun kelompok, misalnya RT.

BAB 6

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN


2.1 Permasalahan Pokok
Di Indonesia, pada awal periode orde baru para pembuat kebijaksanaan dan perencanaan
pembangunan ekonomi di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi
yang pada awal terpusat hanya di Jawa khususnya Jakarta dan sekitarnya, dan hanya di sektor-
sektor tertentu saja yang pada akhirnya akan menghasilkan Apa yang dimaksud dengan efek
cucuran atau tetesan ke bawah.

2.2 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dan Distribusi Pendapatan


Data tahun 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi
pendapatan di banyak negara berkembang terutama negara-negara yang proses pembangunan
ekonominya sangat pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti Indonesia
menunjukkan seakan-akan ada suatu korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan
tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Semakin tinggi Pertumbuhan PDB atau
semakin besar pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum
kaya.

Literatur mengenai evolusi atau perubahan kesenjangan pendapatan pada awalnya


didominasi oleh Apa yang disebut dengan hipotesa Liberal . dengan memakai data lintas negara
dan data deret waktu dari sejumlah survei atau observasi dari setiap negara, Simon Kuznets
menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan per
kapita yang berbentuk u terbalik. hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi
pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi pedesaan ke suatu ekonomi perkotaan atau
dari ekonomi pertanian ke ekonomi industri Modern.

2.3 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan


Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal dari proses pembangunan tingkat
kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir dari pembangunan jumlah
orang miskin berangsur-angsur berkurang. tentu sama seperti telah dikatakan sebelumnya banyak
faktor-faktor lain selain pertumbuhan pendapatan yang juga berpengaruh terhadap tingkat
kemiskinan di suatu wilayah atau negara seperti derajat pendidikan tenaga kerja dan struktur
ekonomi.
Jadi dalam perdebatan akademis selama ini mengenai hubungan antara pertumbuhan dan
penurunan kemiskinan pertanyaan pokok adalah. 2 Apakah pertumbuhan ekonomi membeli
kepada orang miskin. Dalam akhir 1990-an,term Pertumbuhan yang pro kemiskinan ini menjadi
terkenal banyak ekonomi mulai menganalisis pakai paket kebijakan yang dapat dicapai
penurunan kemiskinan lebih cepat pertumbuhan ekonomi dan perubahan distribusi
pendapatan.PPG secara umum definisikan sebagai Pertumbuhan ekonomi yang membuat
penurunan kemiskinan secara signifikan.

2.4 Analisis Empiris


1. Kemiskinan

Di Indonesia Copa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan selama era Orde
Baru 1966-1998 memberikan satu kontribusi yang besar terhadap pengurangan kemiskinan.
Namun akibat krisis keuangan Asia selama periode 1997 sampai 1998 tersebut membuat
presentasi penduduk di Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan mengalami suatu
kenaikan yang sama yakni dari 17,47% pada tahun 1996 menjadi sekitar 24,23% Pada tahun
1998 krisis tersebut mencapai titik buruknya ekonomi Indonesia mengalami suatu penurunan
hingga 13%. Namun setelah itu pada tahun 1999 tingkat kemiskinan mulai menurun secara
perlahan hingga tahun 2005.

Kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap kemiskinan adalah para pekerja
pabrik dan rumah tangga yang bekerja tahun belakangan ini di kondisi ekonomi mereka
membaik akibat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan yang menciptakan
kesempatan kerja lebih besar dan lebih baik namun mereka berada persis di atas garis
kemiskinan yang berlaku.

2. Kesenjangan.

Studi studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan


data BPS mengenai pengeluaran konsumsi RT dan survei sosial ekonomi nasional dan alat ukur
atau indikator yang umum digunakan adalah koefisien gini yang nilainya antara 0 dan 1. Sejarah
perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa pemerintahan orde baru Selain berhasil menekan
Angka kemiskinan juga berhasil menjaga tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan untuk
tidak meningkatkan secara pada saat ekonomi mengalami pertumbuhan pesat yang biasanya
terjadi pada awal periode pembangunan.

Secara teoritis perubahan pola distribusi pendapatan di Indonesia selama ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini:

1. akibat arus penduduk atau tenaga kerja dari pedesaan ke kota yang selama Orde Baru
berlangsung sangat pesat.
2. struktur pasar dan besarnya di Story yang berbeda di pedesaan dan di perkotaan.
3. dampak positif dari proses pembangunan ekonomi nasional.

Sedangkan di sisi permintaan agregat, tinggi rendahnya PDRB dari 1 wilayah ditentukan
oleh kombinasi dari jumlah dan struktur penduduk serta pendapatan per orang di wilayah
tersebut titik dengan kata lain dari sisi permintaan agregat wilayah dengan PDRB yang rendah
mencerminkan sedikitnya jumlah penduduk atau lebih banyak orang miskin dibandingkan orang
kaya atau kombinasi dari keduanya di wilayah itu.

2.5 Tujuan Pembangunan Milenium.


Pada bulan September 2000 PBB mendeklarasikan Apa yang disebut dengan tujuan
pembangunan milenium MDGS yang harus dicapai 191 negara anggotanya pada tahun 2015 ada
8 sasaran masing-masing dengan target tertentu yang harus dicapai, dan sasaran pertama adalah
mengurangi kemiskinan dan orang-orang yang mengalami kelaparan. 8 sasaran tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Menurunkan kemiskinan kelaparan ekstrim.


2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua.
3. Mengurangi angka kematian anak.
4. Memperbaiki kesehatan ibu.
5. Memerangi HIV AIDS malaria dan penyakit penyakit menurun lainnya.
6. Menjamin kelestarian lingkungan hidup.
7. Membentuk sebuah kerjasama Global untuk pembangunan.

2.6 Kebijakan Anti Kemiskinan


Untuk mendukung strategi yang tepat dari memerangi kemiskinan diperlukan intervensi
intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan dia perantara dapat dibagi menurut
waktu yakni jangka pendek jangka menengah dan jangka panjang. Jangka pendek adalah
terutama pembangunan sektor pertanian usaha kecil dan ekonomi pedesaan. Sedangkan
intervensi jangka menengah dan jangka panjang yang penting adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan atau penguatan sektor swasta.


2. Kerjasama regional.
3. Manajemen pengeluaran pemerintah atau APBN dan administrasi.
4. Desentralisasi.
5. Pendidikan dan kesehatan.
6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan

BAB 7

APBN, KEBIJAKAN FISKAL DAN UTANG LUAR NEGERI

2.1 APBN

 Fungsi

Penyusunan rancangan APBN (RAPBN) atau penetapan besarnya pengeluaran dan


pendapatan untuk tahun depan, misalnya tahun 2011, didasarkan pada asumsi asumsi mengenai
nilai nilai dari sejumlah variabel ekonomi makro pada tahun 2011, seperti tingkat inflasi, nilai
tukar rupiah terutama dolar AS, pertumbuhan ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang ingin dicapai dan harga minyak di pasar Internasional.

Perubahan maupun pemakaian APBN dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi,


penciptaan lebih banyak kesempatan kerja, stabilitas harga, dan stabilitas dalam posisi eksternal
di cerminkan oleh sifat dari kebijakan fiskal.

 Komponen-komponen APBN

APBN mempunyai dua kompoen besar, yakni anggaran pengeluaran pemerintah pusat
dan anggaran pendapatan negara. Selanjutnya, kedua komponen tersebut, masing-masing
mempunyi banuak sub komponen. Anggaran pendapatan negara terdiri dari berbagai macam
pajak, retribusi, royalti, bagian laba BUMN, dan berbagai pendapatan non-pajak lainnya. Namun
demikian, yang paling dominan dan sekaligus paling krusial sebagai instrument fiskal dari sisi
penerimaan adalah pajak.

Sedangkan anggaran pengeluaran pemerintah pusat terdiri dari dus sub-komponen besar,
yakni, pengeluaran pemerintah pusat dan pengeluaran pemerintah daerah, yaitu transfer ke
pemerintah daerah. Yang terakhir ini mulai berlaku sejak penerapan otonomi daerah dan
desentarlisasi fiskal, yang dapat dibagi menjadi 2 komponen, yakni dana perimbangan dan dana
penyesuaian dan otonomi khusus. Sedangkan anggaran pengeluaran pemerintah pusat meliputi
gaji pegawai, pengeluaran material, investasi, pembayarn bunga pinjaman, subsidi dan lainnya.

Belanja pegawai adalah yang paling besar setelah subsidi yang terdiri dari 3 komponen
utama, yaitu gaji dan tunjangan, honorarium dan vakasi, serta konstribusi sosial. Tiga komponen
lainnya adalah belanja hibah, pengeluaran untuk bantuan sosial, dan belanja lain lain.

 APBN Realisasi versus APBN Revisi

Revisi APBN tidak selalu berarti beban pemerintah smakin berat, atau pengeluaran dan
defisit APBN yang di revisi tidak harus selalu lebih besar dari anggarn semula, tergantung
penyebab utama dilakukannya revisi dan metode penghitungannya serta asumsi-asumsi baru
yang menjadi dasar revisi.

Tetapi memang, yang lebih sering terjadi adalah revisi karena kondisi yang tidak positif.
Revisi terhadap APBN yang sedang berjalan juga sering diperlukan karena munculnya masalah
masalah di dalam negeri yang tidak terduga sangat memerlukan bantuan besar dari pemerintah
seperti bencana alam.

2.2 Kebijakan Fiskal

 Teori dan Model

Kebijakan ekonomi makro secara garis besar dapat dibedakan menjadi kebijakan fiskal
dan kebijaka moneter, seperti juga ekonomi dapat dibagi juga menjadi 2, yaitu sektor riil dan
sektor moneter. Pertumbuhan dan stabilitas sektor riil di pengaruhi oleh pemerintah lewat
kabijakan fiskal, dan di Indonesia kebijakan ini merupakan tanggung jawab menteri keuangan.
Sedangkan pertumbuhan dan stabilitas sektor moneter dipengaruhi oleh pemerintah lewat
kebijakan moneter yang sepenuhnya adalaha tanggung jawab Bank Indonesia. Keserasian antara
stabilitas di dalam ekonomi dengan pertumbuhan yang berkelanjutan.  

Di Indonesia, kebijakan fiskal mempunyai dua prioritas. Prioritas pertama adalah


mengatasi APBN, dan masalah-masalah APBN lainnya.Prioritas kedua adalah mengatasi
masalah stabilitas ekonomi mako, yang terkait dengan antara lain laju pertumbuhan ekonomi,
tingkat atau laju pertumbuhan inflasi, jumlah kesempatan kerja/pengangguran dan saldo neraca
pembayaran.

 Analisis Empiris

Salah satu jalur lewat mana pemerintah bisa mempengaruhi atau meminkan peran
ekonominya adalah lewat kebijakan fiskal. Hal ini dilakukan dengan menaikkan atau mengurangi
pengdi teluarannya, di dalam model ekonmi karo keynesian, di tandai dengan variabel G, atau
menakkan dan menurunkan tarif pajak, di tandai dengan variabel T, dan ini semua tercermin oleh
besarnya nilai APBN.

Untuk menganalisis tingkat “kesehatan” keuangan pemerintah, besarnya defisit anggaran


pemerintah juga perlu dilihat dari persentasenya terhadap PDB. Karena yang perlu di ukur tidak
hanya beban dari kebijakan fiskal namun juga efektifitasnya, dalam arti seberapa besar pngaruh
dari setiap misalnya Rp 1000 penambahan pengeluaran pemerintah terhadap ekonomi dan ini
bisa dilihat jika dibandingkan dengan PDB.

2.3 Utang Luar Negeri (ULN)

 Penyebab Utama : Suatu Perspektif Teori

Sejak krisis ULN di dunia pada awal 1980-an, masalah ULN yang dialami oleh banyak
NB  tidak semakin baik. Banyak NB semakin terjerumus ke dalam krisis ULN sampai negara-
negara pengutang besar terpaksa melakukan program-program penyesuaian struktural terhadap
ekonomi mereka atas desakan dari bank Dunia dan IMF, sebagai syarat utama untuk
mendapatkan pinjaman baru atau pengurangan terhadap pinjaman lama. Bahkan Indonesia telah
beberapa kali nyaris terjerumus ke krisis ULN yang serius sejak era Orde Lama hingga krisis
keuangan Asia 1997-1998.
Tingginya ULN dari banyak negara disebabkan oleh tiga jenis defisit : defisit transaksi
berjalan (TB), defidit neraca perdagangan, defisit investasi dan defisit fiskal.  

Ketiga defisit tersebut, yang berkaitan satu sama lainnya (Dornbusch, 1980), dapat
disederhanaka di dalam sebuah model yang tersiri dari beberapa persamaan berikut:

TB = (X-M) + F

Dimana X=ekspor barang dan jasa, M=impor barang dan jasa, F=transfer internasional atau arus
modal masuk neto,

S – I = Sp + Sg – I = (Sp – I) + (T-G)

Dimana S=tabungan, I = Investasi atau pembetukan modal tetap bruto, Sp = tabungan


individu/rumah tangga dan perusahaan, Sg = tabungan pemerintah, T = pendapatan pemerintah
(pajak dan non pajak) dan G = pengeluaran pemerintah;

S = Sp + Sg

Sg = T – G

Ekonomi domestic dalam kondisi keseimbangan (saat permintaan agregat = penawaran


agregat), dimana setiap tabungan domestic neto (=S – I) tercermin dalam akumulasi asset luar
negeri neto(X+F-M), maka identitas TB dapat ditulis sebagai berikut:

S–I=X+F–M

(Sp – I) + (T-G) = X + F – M

Jadi, dari uraian diatas tersebut, surplus dalam anggaran pendapatan dan belanja negara
atau APBN, (yaitu T-G>0) dapat dianggap sebagai bagian dari surplus tabungan investasi (S-
I>0), atau defisit anggaran pemerintah, atau fuscal gap (T y-G<0) adalah sebagian dari defesit S –
I.

 Analisis Empiris

Besarnya akumulasi ULN, terutama sangat terasa setelah krisis ekonomi 1997-1998,
memaksa pemerintah Indonesia mengatur secara khusus atau mengubah paradigm soal
penanganan PLN di dalam GBHN tahun 1999-2004, khususnya untuk ULN pemerintah.
Selain di GBHN 1999-2004, amanat pengurangan ketergantungan pemerintah (APBN)
terhadap ULN juga dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-
2004(UU No.25 tahun 2000) mengenai program atau pedoman secara rinci pengelolaan utang
pemerintah. Adapun sasarannya adalah tercapainya penggunaan pinjaman pemerintah, baik
dalam negeri maupun luar negeri, untuk keperluan pembangunan secara optimal dan
menurunnya beban ULN. Kegiatan kegiatan pokok yang dilakukan adalah:

 Mengurangi secara bertahap pembiayaan pembangunan dengan memakai ULN, yang


merupakan selisih antara pencairan pinjaman baru dan pembayaran pokok utang.
 Membenahi mekanisme dan prosedur pelaksanaan PLN, termasuk perecanaan, proses
seleksi, pemanfaatan dan pengawasannya.
 Memanfaatkan pinjaman secara optimal sesuai dengan proritas pembangunan dan
dilaksanakan secara transparan, efektif da efisien.
 Mengkaji secara menyeluruh kemampua setiap proyek dan mempertajam prioritas
pengeluaran anggaran dengan memperkuat pengawasan yang sistematik, utamanya bagi
proyek proyek yang dibiayai dari ULN.
 Meningktatkan kemampuan diplomasi dan negoisasi PLN untuk memperoleh jangka
waktu dan pola persyaratan yang memudahkan proses pencairan dan memperingan beban
pembayaran.
 Melakukan restrukturisasi ULN, termasuk permohonan pemotongan utang dan
penjadwalan kembali ULN dengan para donor secara transparan dan dikonsultasikan
dengan DPR.

BAB 8

SEKTOR DAN KEBIJAKAN MONETER

A. Teori dan Model

Uang mempunyai peran sentral di dalam perekonomian modern. Berbeda-beda dengan


zaman dahulu kala, sekarang ini tanpa uang tidak mungkin ekonomi bisa berjalan karena tidak
ada permintaan atau konsumsi rumah tangga (C). Sedangkan di sisi lain, terlalu banyak uang
beredar di masyarakat mengakibatkan terlalu banyak permintaan. Jika produksi atau penawaran
di pasar terbatas, maka tingkat inflasi akan meningkat, dan laju inflasi yang terlalu tinggi akan
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari pemikiran dan teori kuantitas uang adalah bahwa uang hanya sebagai alat tukar dan
perekonomian selalu dalam kondisi keseimbangan (permintaan agregat (AD) = penawaran
agregat (AS)) pada tingkat kesempatan kerja penuh. Berapa kali uang berpindah tangan dalam
setahun disebut velositas uang beredar (V). Apabila V = 12, artinya uang berpindah tangan
sebanyak 12 kali. Menurut teori ini, faktor utama yang mempengaruhi V adalah faktor
kelembagaan, utamanya mekanisme pembayaran yang digunakan, misalnya tunai atau, seperti
zaman sekarang ini banyak dilakukan dengan kartu kredit.

Dasar pemikiran teori kuantitas uang ini dapat diilustrasikan di dalam suatu persamaan
sederhana sebagai berikut.

MV = PT

di mana, M = jumlah uang yang beredar di masyarakat untuk keperluan transaksi, yakni M1
(uang dalam arti sempit) yang terdiri atas uang kartal dan uang giral atau M2 (uang dalam arti
luas termasuk uang kuasi).109 V = velositas uang; P = harga rata-rata atau Indeks Harga
Konsumen (IHK); dan T = jumlah output yang ditransaksikan pada tingkat kesempatan kerja
penuh.

B. Analisis Empiris

Arah kebijakan moneter indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan dalam 20
tahun belakangan ini mengikuti perubahan kondisi perekonomian di dalam negeri yang juga
dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global. Pada awal tahun 1980, pada masa era orde
baru, sebelum dilakukan kebijakan deregulasi dan liberalisasi sektor keuangan, kebijakan
moneter lebih diarahkan pada stabilitas harga dan nilai tukar rupiah.

1. Suku Bunga

MO dan BI mempunyai sejumlah instrumen untuk menjalankan kebijakan moneternya,


dan salah satunya adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Fungsi dari suku bunga
sebagai salah satu instrumen OM untuk mengatur atau menjaga stabilitas perekonomian dapat
juga dilihat dari sebuah pernyataan di dalam sebuah laporan bulanan dari BI (2010b) sebagai
berikut : Berdasarkan evaluasi terhadap kinerja dan prospek perekonomian yang secara umum
menunjukkan perbaikan tersebut, Rapat Dewan Gubenernur (RDG) Bank Indonesia pada 4
November 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada tingkat 6,50%. Namun
demikian, Bank Indonesia tetap mencermati potensi meningkatnya tekanan inflasi ke depan.
Dewan Gubernur memandang level BI Rate saat ini masih konsisten dengan pencapaian
sasaran inflasi dan tetap kondusif untuk menjaga stabilitas keuangan serta mendorong
intermediasi perbankan yang diperlukan bagi sisi suplai untuk dapat merespons akselerasi di
sisi permintaan secara memadai.

2. Uang Beredar

Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, perkembangan suku bunga berhubungan erat
dengan perkembangan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jumlah uang yang bertambah
dibarengi dengan tingkat suku bunga yang menurun, dan sebaliknya, tingkat suku bunga yang
tinggi dibarengi dengan jumlah uang yang sedikit.

3. Nilai Tukar dan Inflasi

Penghapusan batas intervensi rupiah pada bulan Agustus 1997 itu, sesaat setelah krisis
keuangan Asia tersebut muncul, menandakan waktu itu telah terjadi suatu perubahan besar
terhadap sistem penentuan kurs yang dianut oleh BI selama orde orde baru, yakni dari sistem
bebas terkendali ke sistem bebas (yakni kurs rupiah ditentukan oleh kekuatan pasar : permintaan
dan penawaran valuta asing). Perubahan tersebut ditandai dengan pelepasan tentang
intervensinya, dan hingga saat ini BI sudah beberapa kali melakukan intervensi di pasar valas
untuk menahan kurs rupiah paling tidak jangan sampai nembus Rp 10.000 per satu dolar AS.

Berdasarkan kekuatan pasar (tanpa intervensi dari BI), nilai tukar rupiah ditentukan oleh
besarnya permintaan dan penawaran mata uang asing di pasar valuta asing (valas) di Indonesia.
Misalnya dalam dolar AS, ada dua sumber utama dari permintaaan (pembelian) dan penawaran
(penjualan) dolar AS di Indonesia, yakni perdagangan luar negeri Indonesia dengan AS (dan
negara-negara lain dengan menggunakan dolar AS) dan arus modal dalam dolar AS keluar-
masuk Indonesia. Perdagangan luar negeri terdiri atas ekspor (penjualan dolar AS) dan impor
(pembeli dolar AS).

BAB 9

PELAKU-PELAKU EKONOMI

A. Latar Belakang Persoalan

Di dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama


yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah badan usaha milik
negara (BUMN), badan usaha milik swasta (BUMS), dan koperasi, atau dapat
dikatakan bahwa di dalam perekonomian nasional ada dua kelompok pelaku
ekonomi, yakni swasta dan pemerintah. Kelompok swasta dapat dibagi
dalam dua sub-kelompok, yaitu koperasi dan perusahaan-perusahaan non-
koperasi. Sedangkan kelompok pemerintah adalah BUMN.

Peran dari pelaku-pelaku ekonomi tersebut di dalam perekonomian


Indonesia selama ini dapat dilihat dari sejumlah indikator, terutama dalam
sumbangannya terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB (pangsa
PDB), kesempatan kerja (pangsa kesempatan kerja), dan peningkatan
cadangan valuta asing (devisa) terutama lewat ekspor (pangsa ekspor), dan
sumbangannya terhadap keuangan pemerintah lewat pembayaran pajak dan
lainnya.

B. Perusahaan-Perusahaan Non-Koperasi

Walaupun jumlah perusahaan skala besar (UB), termasuk BUMN, saat


ini jauh lebih banyak dibandingkan pada awal orde baru, namun masih jauh
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah perusahaan skala mikro, kecil dan
menengah (UMKM).

Sejak krisis ekonomi 1997-1998, BUMN menjadi salah satu topic


perdebatan publik dan akademis karena di satu sisi, citra BUMN yang selama
ini buruk, antara lain karena dianggap sebagai sarang KKN, sumber
pemerasan dari birokrat, tidak membawa manfaat bagi masyarakat banyak
maupun sekitarnya. Sedangkan disisi lain, upaya pemerintah melakukan
privatisasi BUMN yang oleh banyak kalangan masyarakat dianggap tidak
sejalan dengan UUD 45 Pasal 33.

Menurut Purwoko (2002), pada tahun 2000, BUMN yang memiliki total
aset sebesar Rp 861,52 triliun hanya mampu menghasilkan keuntungan
sebesar Rp 13,34 triliun, atau dengan tingkat Return on Assets (ROA)
sebesar 1,55 persen. Tingkat ROA BUMN Indonesia dalam periode 1997-2001
hanya berkisar antara 1,55 persen sampai dengan 3,25 persen. Baru pada
tahun 2004 hingga seterusnya mulai menunjukkan adanya peningkatan ROA.
Berdasarkan laporan perkembangan kinerja BUMN dari Dirjen Pembinaan
BUMN Departemen Keuangan RI, seperti yang dikutip oleh Purwoko (2002),
pada tahun 2000 hanya 78,10 persen (107 perusahaan) BUMN yang
beroperasi dalam keadaan sehat, sedangkan sisanya, 16,06 persen (22
perusahaan) dalam kondisi kurang sehat dan 5,84 persen (8 perusahaan)
dalam keadaan tidak sehat.

Sementara itu, menurut data dari Bursa Efek Jakarta (BEJ), selama
periode yang sama, jumlah BUMN yang terdaftar di pasar bursa (BUMN
terbuka) menurun sedikit dari ke 13 ke 12 perusahaan, termasuk PT Indosat
Tbk yang kepemilikan pemerintah hanya 15 persen, namun nilai kapitalisasi
pasar dari mereka mengalami suatu penambahan, yakni dari Rp 239,16
triliun atau 36,8 persen pada tahun 2004 menjadi Rp 452,69 triliun atau
36,82 persen terhadap total kapitalisasi pasar pada tahun 2006. Pada tahun
1999, porsi dari BUMN terbuka dari total kapitalisasi pasar baru 25 persen
dan tahun 2000 sempat turun drastis ke 19 persen.

C. Koperasi
1. Sejarah Koperasi
Seperti telah dikatakan sebelumnya, selama sejarahnya, koperasi
sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia.
Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan
di Inggris sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu, misi utama berkoperasi
adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi masalah-
masalah ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri.

Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di


negara maju (NM), seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi
perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri
manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat
kapitalis. Bahkan menurut laporan dari Asosiasi Koperasi Dunia
(International Coorperative Allience/ICA), yang masuk di dalam 10 besar
koperasi di dunia berdasarkan total nilai omset dan total nilai aset adalah
koperasi-koperasi dari NM, bukan dari negara berkembang (NB).

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di NM dan NB memang


sangat diamentral. Di NM, koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan
ketidakadilan pasar, oleh karena itu, tumbuh dan berkembang dalam
suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu, koperasi meraih
posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi,
termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang
mengatur koperasi, tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi
dalam kerangka melindungi dirinya. Sedangkan di NB, koperasi dihadirkan
dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara
dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan
tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di NB, baik oleh pemerintal colonial
maupun pemerintahan bangsa berdiri setelah kemerdekaan (Soetrisno,
2001).
Soetrisno (2001) mencatat bahwa pada akhir decade 80-an, koperasi
dunia mulai gelisah dengan proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan
perdangangan yang semakin pesat, sehingga berbagai langkah pengkajian
ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga tahun 1992. Kongres
Internasional ICA di Tokyo melalui pidato Presiden ICA (Lars Marcus) masih
melihat perlunya koperasi melihat pengalaman swasta, khususnya di NM
yang mampu membangun koperasi menjadi unit-unit usaha yang besar yang
mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan non-koperasi, termasuk
perusahaan-perusahaan multinasional, dan pentingnya koperasi di NSB,
terutama sebagai salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan.123

2. Perkembangan di Indonesia

Seperti telah dijelaskan pada awal dari bab ini, dalam sistem
perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga
perekonomian, yakni BUMN, BUMS, dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi
tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai
dengan kapasitasnya. Sayangnya, seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto
(1998), dari ketiga pilar itu, koperasi sering disebut sebagai soko guru
perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang “jalannya
paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS. Padahal,
koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah (bahkan berlebihan)
sesuai kedudukan istimewa dari koperasi di dalam sistem perekonomian
Indonesia.

Seperti telah dibahas sebelumnya, sebagai soko guru perekonomian,


ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD
1945, khususnya Ayat I yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam
penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok
dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut
sebagai perumus pasal tersebut.124
3. Apakah Koperasi Indonesia Mempunyai Prospek Baik?

Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan? Untuk


menjawabnya, dua hal yang harus dilihat terlebih dahulu, yakni sejarah
keberadaan koperasi dan fungsi yang dijalankan oleh koperasi yang ada di
Indonesia selama ini. Dalam hal pertama itu, pertanyaannya adalah apakah
lahirnya koperasi di Indonesia didorong oleh motivasi seperti yang terjadi di
NM (khususnya di Eropa), yakni sebagai salah satu cara untuk menghadapi
mekanisme pasar yang tidak bekerja sempurna. Dalam hal kedua tersebut,
pertanyaannya adalah : apakah koperasi berfungsi seperti halnya di NM atau
lebih sebagai ‘instrumesn’ pemerintah untuk tujuan-tujuan lain.

Menurut Rahardjo (2002b), Bung Hatta mulai tertarik kepada sistem


koperasi karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia,
khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering
mengaitkan koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong,
namun persepsinya tentang koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi
modern yang berkembang di Eropa Barat.

Hasil penelitian Widiyanto (1998) menunjukkan bahwa jenis usaha


yang sering menjadi andalan koperasi adalah susu, kredit usaha tani,
penggilinggan padi, pengadaan pupuk dan obat, simpan pinjam, pertokoan,
jasa tagihan listrik atau air, dan tebu rakyat intensifikasi, sedangkan jenis
koperasi adalah KUD dan KOPPAS (Koperasi Pasar). Dalam beberapa
penelitiannya, Widiyanto (1996, 1998) juga melakukan analisis SWOT
(kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman) untuk
mengidentifikasikan faktor kunci sukses yang mungkin dimiliki koperasi,
namun hanya dari faktor-faktor internal.

BAB 10

DAYA SAING DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

A. Latar Belakang persoalan


Sudah banyak laporan dari sejumlah lembaga dunia maupun dari hasil hasil penelitian
didalam negeri yang selama ini yang menunjukkan bahwa Indonesia sebagai sebuah negara besar
di dunia yang memiliki kekayaan sumber daya produksi yang sangat banyak, khususnya SDM
dengan jumlah angkatan kerja yang besar dan SDA, namun belum juga sanggup menjadi salah
satu negara bersaing tinggi di dunia. Bahkan sejak diberlakukannya kesepakatan perdagangan
bebas antata ASEAN dan Cina pada januari 2010 lalu, muncul banyak tulisan yang semuanya
sama, yakni menunjukkan ketakutan pengusaha pengusaha dan petani petani Indonesia terhadap
ekspansi produk produk dari negara Cina.

B. Daya Saing

1. Daya saing ekonomi

Daya saing adalah sebuha konsep yang cukup rumit. Tidak ada satu indikator pun yang
bisa digunakan untuk mengukur daya saing yang memang sulit untuk diukur (Markovics, 2005).

Dalam dua dekade terakhir, seiring dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia
dan persaingan bebas, daya saing telah menjadi salah satu dari konsep konsep kunci bagi
perusahaan perusahaan, negara negara dan wilayah wilayah untuk bisa berhasil dalam
partisipasinya di dalam globalisasi dan perdagangan bebas dunia.

Jika daya saing dari satu pilar rendah, maka pondasi tersebut akan miring, walaupun pilar
pilar yang lain mempunyai daya saing yang tinggi, pada akhirnya akan menurunkan tingkat daya
saing negara. Pilar pilar tersebut adalah:

 Alam/fisik: secara alami Indonesia mempunyai daya saing yang jauh lebih tinggi
dibandingkan, misalnya Singapura
 Perusahaan : pemain terdepan di dalam persaingan adalah perusahaan
 Inovator: daya saing sebuah negara atau perusahaan tidak lepas dari kegiatan inovasi dan
terakhir ini sangat ditentukan oleh kreativitas, keuletan dan pengetahuan dari orang orang
yang disebut innovator
 Pemerintah: walaupun pemerintah pada dasarnya hanya mengeluarka kebijakan atau
peraturan membangun infrastruktur, sekolah dan rumah sakit, pemerintah di suatu negara
juga harus bersaing dengan pemerintah pemerintah di negara negara pesaingnya.
 Masyarakat: negara negara maju seperti AS, Jerman dan lainnya menunjukkan bahwa
juga memiliki masyarakat berdaya saing tinggi.

2. Daya saing perusahaan

Dengan memakai konsep daya saing, dkk (2002) membuat suatu model konseptual untuk
menghubungkan karakteristik dari manajer atau pemilik perusahaan dan kinerja perusahaan
tersebut pada jangka panjang. Model konseptual untuk daya saing perusahaan tersebut terdiri
dari 4 elemen: skop daya saing perusahaan, kapasitas organisasi dari perusahaan, kompetisi
pengusaha dan kinerja. Hubungan antara kompetisi dan 3 elemen lainnya itu merupakan inti dari
modal tersebut dan hubungan itu dapat dihipotesakan ke dalam tiga tugas prinsip pengusaha:
membentuk skop daya saing, menciptakan kapabilitas organisasi dan menetapkan tujuan tujuan
dan mencapainya.

3. Daya saing Indonesia versi world economic forum (WEF)

Daya saing dalam pengertia WEF adalah daya saing suatu negara atau ekonomi bukan
daya saing suatu produk. Tentu daya saing yang tinggi dari suatu negara akan sangat membantu
daya saing produk produk dari negara tersebut, namun demikian daya saing suatu produk juga
ditentukan oleh sejumlah faktor, baik internal seperti nilai tukar, tingkat suku bunga yang
mempengaruhi biaya produksi, produktivitas dan lain lain. Eksternal seperti struktur pasar global
dan sebagainya.

4. Beberpa kendala

a. Infrastruktur

Infrastruktur termasuk kendala yang semakin serius sejak krisis keungan Asia 1987-1998
hingga saat ini yang menghambat peningkatan atau bahkan mengurangi tingkat daya saing
Indonesia, bukan hanya dalam arti daya saing produk, tetapi juga daya saing ekonomi.
Infrastruktur yang buruk juga menghambat masuknya investasi asing, khususnya PMA
yang berarti berkurangnya atau menghilangnya kesempatan Indonesia untuk mendapatkan
teknologi teknologi dan pengetahuan terbaru dari luar.

b. Iklim berusaha
Iklim berusaha di suatu negara juga sangat mempengaruhi tingkat daya saing negara
tersebut lewat berbagai jalur. Salah satu jalurnya adalah kehadiran PMA: iklim berusaha tidak
kondusif berarti iklim berinvestasi yang tidak kondusif yang secara teori artinya kemungkinan
mendapatkan keuntungan dari melakukan suatu bisnis akan berkurang.

Jalur lain dalam iklim berusaha adalah inovasi itu sendiri. Pada prisipnya, seseorang atau
sebuah lembaga R&D akan bersemangat melakukan suatu inovasi apabila ada kemungkinan
besar akan menghasilkan banyak uang. Kemungkinan ini bisa terjadi tentu jika iklim berusaha
juga mendukung. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila negara negara yang paling
banyak melakukan inovasi atau penemuan baru adalah negara negara dengan iklim berusaha
yang kondusif dan negara negara itu adalah dari kelompok negara negara maju.

c. Teknologi dan Inovasi

Dalam membahas pentingnya inovasi bagi peningkatan daya saing, tidak lepas dari
pentingnya teknologi. Pada gilirannya bicara mengenai peran teknologi bagi upaya peningkatan
daya saing dari suatu perusahaan atau negara, ada dua hal yang perlu di analisa, yaitu: sumber
sumber teknologi baru, dan kemampuan perusahaan atau negara menyerap dan memanfaatkan
teknologi teknologi baru yang ada secara optimal dalam bentuk konkretnya: produk produk atau
proses proses produksi baru.

Sedangkan dalam hal inovasi, keadaan Indonesia relatif lebih baik dalam arti semua
komponennya, posisi Indonesia di di bawah 50, kecuali untuk pemanfaatan paten, Indonesia
sangat buruk.

d. Sumber daya manusia

Bukan lagi perdebatan, bahwa SDM berkualitas tinggi merupakan salah satu atau bahkan
input terpenting dalam menentukan daya saing sebuah bangsa/ekonomi. Dibilang terpenting
karena teknologi teknologi baru atau kegiatab inovasi dan penemuan baru tidak akan bisa terjadi
jika tidaj ada SDM berkualitas tinggi. SDM yang dimaksud disini bukan hanya pekerja, tetapi
juga pengusaha dan peneliti atau masyarakat seca umum. Sudah merupakan suatu pengetahuan
umum bahwa kualitas SDM dan kemajuan teknologi berjaan bersama. Salah satu bukti yang
sngat nyata adalah negara yang selalu mendapatkan hadiah nobel untuk semua ilmu, terkecuali
perdamaian, yakni negara negara yang paling bnyak menghasilkan teknologi canggih.
B. Liberalisasi perdagangan regional/Global

1. Dampak terhadap Indonesia: Tinjuaian literatur

Sejak pertengahan tahun 1990 sudah banyak penelitian atau simulasi yang dilakukam
untuk mengestimasi dampak dampak liberalisasi perdagangan dunia atau regional dalam bentuk
bentuk komoditas komoditas pertanian terhadap ekonomi Indonesia.

Tujuan utama dari penelitian tersebut adalah untuk mengukur besarnya potensi keuntunga
dan kerugian dan memprediksi pola pola perdagangan yang sedang berubah atau realokasi
sumber sumber daya sebagai suatu hasil dari skim skim liberalisasi perdagangan tersebut.

Hasil hasilnya dalam cara cara tertentu menegaskan penemuan penemuan dari penelitian
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain oleh Anderson,dkk (1997) terhadap
liberalisasi perdagangan luar negeri di wilayah Asia Pasifik.

Penelitian Octaviani, dkk ini mempertimbangkan 3 skenario dari liberalisasi perdagangan


di ASEAN: tarif tarif nol persen yang diberlakukan untuk semua produk pertanian di keenam
negara ASEAN tersebut, liberalisasi perdagangan untuk semua komoditas pertanian terkecuali
produk produk yang masuk kategori sensitif dan sangat sensitif .

Berdasarkan hasil hasil simulasi, penelitian mereka menyimpuklan bahwa melindungi


beberapa produk yang masuk di dalam kategiri sensitif dan sangat sensitif dan liberalisasi masih
tetap perlu untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga, terutama diantara kategori kategori
rumah tangga pertanian.

2. Studi kasus: Perdagangan Bebas Pertanian Indonesia - Cina

a. Perkembangan Perdagangan

Pada Januari 2010,dimulailah kesepakatan perdagangan bebas antara indonesia dan Cina
dalam konteks kesepakatan perdagangan bebas ASEAN dengan Cina (yang dikenal dengan
sebutan Cina-AFTA).Beberapa tahun sebelum kesepakatan tersebut Indonesia dan Cina juga
membuat kesepakatan perdagangan bebas tetapi khusus untuk pertanian,yang dikenal dengan
EHP.Sudah ada beberapa penelitian berbasis simulasi untuk menganalisis dampak dari
kesempatan EHP terhadap Indonesia,khususnya sektor pertaniannya
Dalam beberapa tahun belakangan ini,posisi Indonesia dalam perdagangan pertanian
dunia semakin tergeser oleh Cina.Pergeseran tersebut tidak hanya disebabkan oleh menurunnya
daya saing komoditas pertanian Indonesia relatif dibandingkan dengan Cina,tetapi juga oleh
keterbatasan kapasitas produksi pertanian di dalam negeri.Bahkan dipercaya bahwa untuk
sejumlah komoditas pertanian selain padi,Indonesia hingga saat ini masih menghadapi kendala
dalam meningkatkan kapasitas produksinya,misalnya untuk buah-buahan dan sayur-sayuran.

b.Daya Saing

Selain produksi dan ekspor meningkat,umumnya juga diasumsikan bahwa modernisasi


pertanian akan menghasilkan peningkatan kualitas dari produk-produk pertanian.Salah satu
indikator yang umum digunakan dalam mengkaji tingkat daya saing global dari suatu produk
adalah keunggulan komparatif yang kelihatan atau umum disebut Revealed Competitive
Advantage(RCA).Untuk sebuah produk,indeks ini menunjukkan kemampuan negara
bersangkutan untuk meningkatkan pangsanya di pasar internasional.

C. Simulasi:Hasil dan Diskusi

1. ATPSM

ATPSM adalah suatu model simulasi kebijakan perdagangan yang bisa membuat suatu
analisis secara terperinci mengenai isu-isu terkait dengan kebijakan perdagangan
pertanian.Model ini mencakup 176 negara dan 36 kelompok komoditas,termasuk buah-
buahan,sayur-sayuran,minuman,minyak dari tumbuh-tumbuhan,produk-produk dari susu,dan
daging.Untuk harga-harga,model ini memakai beberapa sumber (yaitu IFS,FAO Trade Yearbook
dan statistik harga dari UNCTAD),yang mencakup periode dari 1999 hingga tahun 2001.

2.GTAP

Komoditas-komoditas yang termasuk di dalam penelitian ini adalah padi,daging,gula dan


sayur-sayuran serta kacang-kacangan,termasuk kedelai.Alasan memilih komoditas ini karena
memang komoditas-komoditas tersebut adalah produk-produk pertanian yang paling sensitif bagi
Indonesia.
2.4 RINGKASAN ISI BUKU PEMBANDING
BAB 1

Kilas Balik Krisis

Gejolak nilai tukar rupiah sejak bulan Juli 1997 sepatutnya kian membuka mata-hati kita
terhadap berbagai persoalan mendasar yang menghadang ekonomi Indonesia sejak sekian tahun
sebelumnya. Ulah para spekulan bisa saja dijadikan kambing hitam. Namun, teramat naif kalau
akar permasalahan ditimpakan seluruhnya kepada mereka, senaif kalau kita mengatakan bahwa
kemerositan rupiah dipicu semata-mata oleh tindakan-tindakan spekulatif. Kita pun akan
kehilangan jejak seandainya persoalan ini cuma dipandang sebagai fenomena regional yang
berawal dari kejatuhan nilai baht Thailand, lalu menerjang peso Filipina, ringgit Malaysia, dan
juga dolar Singapura. Bahwa ada efek berantai dan ulah spekulan, boleh jadi memang benar,
sehingga Singapura pun turut terkena. Tetapi, mengapa dolar Singapura tidak mengalami
guncangan sehebat yang dialami negara-negara tetangganya? Mengapa pula tidak sempat
merembet ke Taiwan dan Cina? Mengapa harus di Asia Tenggara saja, padahal lalu lintas modal
sudah sedemikian mudah bergerak ke semua kawasan dunia? Lantas, kalau negara-negara lain
yang juga terkena krisis-seperti Thailand, Malaysia, dan Korea Sclatan-bisa dengan segera
bangkit dan pulih kembali

BAB 2

Beban Megawati Yang Menggunung

Lebih setengah abad merdeka dari penjajahan, bangsa kita sebetulnya masih
memenjarakan dirinya di dalam kungkungan pola hidup LEBIH BESAR PASAK DARIPADA
TIANG (untuk memudahkan membayangkan konsep kuensinya terhadap kondisi ekonomi
Indonesia sekarang, bayangkan saja kondisi sebuah rumah tangga yang selama 30 tahun lebih
mengandalkan upaya peningkatan kesejahteraannya dengan utang, yang jumlahnya kian jauh
lebih besar daripada pendapatannya). Kebebasan (freedom) yang diraih dengan darah dan nyawa
ternyata lebih banyak disia-siakan. Karunia sumber daya yang begitu melimpah yang diberikan
Tuhan dihambur-hambutkan. Nilai kekayaan alam yang telah dikuras dari bumi Indonesia sudah
tidak terbilang besarnya, namun jumlah penduduk miskin malah kian membengkak. Lingkungan
hidup semakin rusak oleh keserakahan, tatanan sosial mengalami disharmoni. Bangsa ini telah
merubah dirinya sendiri dari sekadar miskin materi menjadi miskin secara totalitas.
Kebebasan yang kita dapatkan cuma sebatas kebebasan dari kolonialisme, tetapi tidak
bebas dari kemiskinan dan ketidakberdayaan. Sekadar akses untuk memperoleh pendidikan dasar
dan informasi yang seluas-luasnya pun masih jauh dari yang sepatutnya. Apalagi hak rakyat
untuk didengar keluh-kesahnya. Gedung pencakar langit di beberapa kota-kota besar memang
sudah menjamur. Pilar-pilar kokoh dan cerobong asap pabrik-pabrik bertaburan. Sekarang
hampir semua itu telah menjelma sebagai barang rongsokan. Tak pelak lagi, pembangunan
selama ini lebih menampilkan sosok fisik tanpa iiwa dan karakter.

BAB 3

Agenda reformasi sebuah tinjauan ekonomi politik

1. Hakikat Pembangunan
Hakikat pembangunan adalah membentuk manusia-manusia atau individu-individu
otonom, yang memungkinkan mereka bisa mengaktuaiisasilmn segala potensi terbaik yang
dimilikinya secara optimal. Dari sini, muncul keberagaman dan spesialisasi sehingga
menyuburkan pertukaran (exchange) atau transaksi. Inilah yang menjadi landasan kokoh bagi
terwujudnya manusia-manusia unggulan sebagai modal utama terbentuknya daya saing nasional
dalam menghadapi persaingan mondiai. Transaksi tidak lain merupakan
Perwujudan dari interaksi antarmanusia dengan segala keberagaman dan kelebihannya
masing-masing. Adapun hasil dari transaksi atau interaksi tersebut adalah kesejahteraan sosial
(social welfare), sebagaimana dijanjikan oleh prinsip keunggulan komparatif (comparative
advantage).
Kesejahteraan sosial terwujud melalui tercapainya kemakmuran (prosparity) yang
berkeadilan (justice). Demokrasi adalah prasyarat terpenting untuk mewujudkan kesejahteraan
sosial yang berkeadilan. Format baru pembangunan ekonomi Indonesia mendatang tidak boleh
lagi memisahkan di antara keduanya, melainkan harus padu ( built in) di dalam strategi dan
setiap kebijakan pembangunan. Di sinilah letak kelemahan pemerintahan Orde

Baru yang mengedepankan jargon “Pembangunan ekonomi yes, politik no,” sebagaimana
yang lazim dikenal di dalam kerangka pemikiran developmental .mm-yang kerap dipraktikkan
oleh rezim-rezim otoriter di negara-negara berkembang. Pengejawantahannya tercermin dari
trilogi pembangunan (pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan). Ketiganya bercampur baut di
dalam satu wacana, yaitu wacana ekonomi. Dengan demikian, jelas tampak sekali bahwa
memang wacana politik cenderung dikebiri.

BAB 4

Otonomi Daerah untuk Mengukuhkan Indonesia sebagai Negara-Bangsa

ANCAMAN DISINTEGRASI
Salah satu rahmat yang patut disyukuri dari kemerdekaan bangsa Indoneia-yang telah
diproklamirkan 57 tahun yang lalu-adalah tetap tegaknya kesatuan bangsa dalam kemajemukan
dan kebhinekaan. Kemerdekaan tidak hanya diisi dengan semboyan-semboyan persatuan,
melainkan telah pula diwujudkan dengan kemajuan fisik. Tampak pula bahwa kian muncul
kesadaran yang meluas bahwa daerah harus lebih diberdayakan dengan memberikan peluang dan
keleluasaan untuk menata dirinya sendiri. Kesadaran tersebut juga tercermin dari tekad
pemerintah untuk mempercepat pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dalam kaitan
ini, mantan Presiden Soeharto berulang kali mengatakan bahwa tiada tempat lagi bagi
sentralisasi pembangunan. Ini bukan sekadar tuntutan politis, tetapi sudah tuntutan zaman yang
tidak terelakkan. Pada akhirnya, keberhasilan pembangunan memang akan lebih bermakna jika
bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di tanah air.
Namun, tampaknya tuntutan bagi peningkatan peran daerah yang lebih besar dan berarti
baru sebatas semboyan. Hingga kini, belum ada suatu cetak biru atau mekanisme yang built in di
tingkat makro untuk mengurangi kesenjangan antardaerah, sebagaimana juga kesenjangan
antargolongan, serta antarsektor.

BAB 5

Globalisasi, Perbankan, dan Dunia Usaha Kita

Krisis berkepanjangan di indonesia yang bermula dari krisis moneter tahun l997-acapkali
dinyatakan sebagai akibat dari berlangsungnya globalisasi. Presiden Soeharto sendiri ketika itu
beberapa kali menyatakan bahwa demikianlah yang terjadi, bahwa Indonesia menjadi “korban”
dari deru globalisasi yang melanda seluruh dunia. Untuk itu, kita perlu menyimak apa
sebenarnya yang dimaksud dengan globalisasi, dan sejauh mana dampaknya terhadap
perekonomian Indonesia.
Sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, krisis nilai tukar kemudian
merambah dengan cepat ke sektor perbankan Indonesia yang, tenyata, memang lemah.
Kepanikan terpicu dan dengan cepat meluas karena masyarakat dan bank-bank komersial-yang
mengelola sebagian besar rupiah yang beredar tidak lagi percaya terhadap rupiah. Dunia usaha
pun mengalami pukulan dahsyat yang melumpuhkan, terutama para konglomerat-kroni yang
terlampau mengandalkan perkembangan bisnisnya pada kedekatan dengan penguasa. Dalam
kaitan itu, bab ini juga akan menyinggung kondisi perbankan dan dunia usaha di Indonesia,
terutama mengenai apa yang harus
dicermati dari globalisasi agar krisis serupa dapat dihindari.

BAB 6

Ekonomi politik APBN

LEPAS KAlTAN ANTARA APBN DAN ASPIRASl RAKYAT


Seperti telah ditekankan berulang-ulang dalam bab-bab sebelumnya, lndonesia tidak
hanya sedang mengalami proses transisi dari rezim otoriter ke rezim demokratik-sebagai tahapan
awal dari konsolidasi demokrasi melainkan juga secara bersamaan sedang menapaki peralihan
yang sangat signifikan dari sosok perekonomian yang serba diatur dengan mekanisme
perencanaan yang old fashioned dan sentralistik menuju perekonomian yang lebih berbasis
mekanisme pasar dengan pendekatan perencanaan yang “longgar” dan terdesentralisasikan.
Perubahan sosok perekonomian bukan lagi menjadi pilihan tetapi sudah merupakan suatu
keniscayaan. Tidak ada yang pantas diratapi. Bukan pula sesuatu yang harus ditabukan. Asalkan
perjalanan selanjutnya disadari sebagai suatu langkah koreksi total atas kemencengan yang
selama ini terjadi. Oleh karena itu, langkah-langkah ke depan adalah mengembalikan ke jalur
yang sepatutnya (back to basics) yang seharusnya menjadi acuan. Akan menjadi konyol
seandainya yang ditempuh justru menuju ke arah ekstrem yang lain.
Dengan bahasa lain, yang sepatutnya dilakukan adalah suatu koreksi total atas
kemencengan yang selama ini berlangsung, yang telah menimbulkan semakin banyak anomali.
Tidak berarti bahwa yang dilakukan di masa lalu semuanya salah. Kalau kenyataan menunjukkan
bahwa kemencengan atau anomali kian menjamur, maka patut dicermati bahwa sistem,
makanisme dan prosedur sudah kian tidak peka terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari
lingkungan internal maupun eksternal.

BAB 7

Utang luar negeri

Dilema antara biaya pemulihan ekonomi dan pembayaran cicilan dan bunga
Beban utang yang menumpuk dalam waktu yang relatif singkat, selama dua tahun terakhir sejak
terjadinya krisis adalah biaya yang harus dibayar sebagai akibat pengelolaan ekonomi yang
centang perenang selama kepemimpinan order baru dan di tambah lagi proses pemulihan
ekonomi yang tidak komprehensif dan konsisten. Sedangkan pada neraca transaksi berjalan
angka defisit semakin membesar selama 3 tahun terakhir sebelum memasuki krisis. Defisit
semakin membengkak karna laju peningkatan impor jauh lebih besar dibandingkan laju
peningkatan aspek.ada beberapa sebab mengapa laju pertumbuhan ekonomi lambat dibandingkan
impor

BAB 8

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN

Konsepsi dan sejarah bumn


Sebelum mengambil langkah-langkah untuk mendayagunakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), sudah sepatutnya kita mempertanyakan terlebih dahulu tentang justifikasi keberadaan
BUMN. Hal ini penting karena apalah gunanya mengutak-atik sesuatu yang barangkali sudah
tidak patut memiliki hak hidup dan atau menjadi beban pemerintah kalau tetap mengelolanya
Untuk memahami keberadaan BUMN, perlu ditinjau secara sekilas latar belakang filosofis-
historis dari keterlibatan langsung pemerintah dalam kegiatan produksi yang dimanifestasikan
dalam wujud BUMN. Paling tidak, ada lima faktor yang melatarbelakangi keberadaan BUMN,
yaitu:

1) Pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya;


2) Pengelola bidang-bidang usaha yang “strategis” dan pelaksana pelayanan publik;
3) Penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar;
4) Sumber pendapatan negara; dan
5. Hasil dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda.

Jika dikaji lebih lanjut, maka faktor keempat cenderung semakin tidak relevan, sedangkan faktor
kelima agaknya semakin bisa diabaikan. Maka tinggal tiga faktor pertama yang Patut di jadikan
pembenaran bagi keberadaan BUMN.

BAB 9

Pengembangan industri dan pengutamaan ekspor guna menopang pemulihan dan


pembangunan ekonomi

KONSEPSI SINGKAT INDUSTRIALISASI


Hakikat dari industrialisasi jauh dari sekadar jajaran pilar-pilar pabrik yang
menyemburkan asap. Bukan pula sosok kecanggihan teknologi, apalagi yang berbasis lemah,
sehingga mudah lunglai diterpa badai. Lebih dari itu, industrialisasi adalah suatu proses rekayasa
sosial yang memungkinkan suatu masyarakat siap menghadapi transformasi di berbagai bidang
kehidupan untuk mampu meningkatkan harkat dan martabat kehidupannya sebagai makhluk
sosial di tengah perubahan dan tantangan-tantangan yang selalu muncul silih berganti.
Bagi negara sebesar dan sekaya Indonesia, terlalu banyak yang bisa dilakukan dan dibuat,
bom atom sekalipun. Teknologi secanggih apa pun sangat boleh jadi kita hadirkan. Namun,
bukan itu masalahnya. Masalah kita adalah bagaimana menguakkan pOtensi yang kita miliki
bagi sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat. Untuk itulah kita membangun, dan oleh karena
itu industrialisasi bukanlah tujuan akhir. Industrialisasi, dalam arti luas, bisa kita pahami sebagai
suatu proses yang "tak terelakkan” menuju masyarakat industrial

BAB 10

Uraian Pengantar

Belakangan ini pembahasan tentang persaingan usaha mulai dan kian memperoleh
perhatian dari berbagai kalangan, baik di kalangan komunitas pelaku usaha maupun para
akademisi di bidang ekonomi dan hukum. Fenomena ini diawali saat mulai diberlakukannya
Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak
Sehat. Diskursus kian menghangat setelah KPPU atau Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(bentukan undang-undang ini) mulai menangani dan memutuskan kasus-kasus persaingan usaha
di Indonesia.2
Sebetulnya, wacana akan perlunya suatu kebijakan melalui pembuatan peraturan
perundang-undangan di bidang persaingan usaha yang khusudan komprehensif telah ada sejak
sekitar awal dekade 1990-an, tatkala sejumlah pakar memandang bahwa struktur ekonomi
nasional yang telah terbangun selama ini sedemikian monopolistiknya sementara perilaku
antipetsaingan dari para pelaku usaha Indonesia pun semakin mengkhawatirkan. Namun,
ternyata wacana tersebut hanya mengemuka sejenak karena ketiadaan political will yang kuat
dari Pemerintah dan Dewan Perwakilan
BAB III

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ISI BUKU

3.1 kelebihan Isi Buku Utama


1. Materi dalam buku ini sangat bagus digunakan untuk mengetahui lebih lanjut tentang
perekonomian Indonesia
2. Materi dalam buku ini,tidak hanya tentang perekonomian tetapi juga tentang
perkembangan perekonomian di Indonesia
3. Materi dalam buku ini mengajarkan kita tentang cara bagaimana perubahan
perekonomian di indonesia

3.2 kekurangan Isi Buku Utama


1. Cover buku tidak mencerminkan isi buku itu sendiri, sehingga kurang menarik
2. Materi dalam buku ini tidak begitu menjelaskan secara rinci tentang pengertian
perekonomian
3. Materi dalam buku sedikit membingungkan para pembaca
4. Materi dalam buku ini lebih banyak membahas tentang kemiskinan di indonesia

3.3 Kelebihan Isi Buku Pembanding


1. Cover buku sudah sesuai dengan isi buku/judul buku
2. Pembaca mudah memahami permasalahan yang terjadi di Indonesia
3. Dapat menambah wawasan yang ada tentang perekonomian, sehingga dapat
memunculkan ide-ide baru.

3.4 Kekurangan Isi Buku Pembanding


1. Dari segi bahasa, buku ini kurang bisa dipahami oleh kalangan remaja atau pelajar karena
banyak menggunakan istilah/kata ilmiah
2. Materi yang dijelaskan tidak begitu detail sehingga sulit dipahami

BAB IV

PENUTUP
4.1 kesimpulan
Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan dengan fundamental terkuat di
kawasan regional. Terbukti, ditengah ketidakpastian ekonomi global, pencapaian pertumbuhan
ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,1% pada tahun ini. Menunjukkan adanya tanda-tanda
perbaikan dalam mesin ekonomi Indonesia.

Dengan pemerintahan yang stabil dan risiko politik relatif rendah, ekonomi Indonesia
berpotensi untuk bergerak lebih cepat dalam beberapa tahun mendatang. Faktor eksternal
menjadi penarik utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. pertumbuhan ekonomi Indonesia,
terutama yang berasal dari kenaikan harga komoditasBerbagai indikator lain juga menunjukkan
performa prima, seperti rasio utang pemerintah yang berada di bawah 30% dari PDB, salah satu
yang terendah di antara negara-negara berkembang.

4.2 Saran
Buku utama pada dasarnya banyak menjelaskan tentang perekonomian indonesia akan
tetapi sebaiknya buku ini juga menampilkan gambar atau perbanyak tabel agar lebih jelas dilihat
oleh para pembaca dan setiap teori penting sebaiknya tulisan diberi warna agar mempermudah
pembaca untuk memahami.
Buku pembanding lebih mengajak kita untuk merenung tentang hal apa saja yang harus
dilakukan agar kita dapat segera pulih dari krisis, dan bangkit kembali tanpa harus terjebak pada
gerutuan dan kebingungan dan berkepanjangan tentang beratnya beban krisis. Namun sebaiknya
buku ini dapat lebih menyederhanakan bahasanya agar para pembaca mampu dengan mudah
memahami isi buku ini.

DAFTAR PUSTAKA

Tambunan, Tulus T. H. 2011. Perekonomian Indonesia (Kajian Teoritis dan Analisis Empiris).
Jakarta: Ghalia Indonesia.

Bahri, Faisal.2002.Perekonomian Indonesia (tantangan dan harapan bagi kebangkitan


indonesia).Jakarta:Erlangga

Anda mungkin juga menyukai