120 409 1 SM PDF
120 409 1 SM PDF
120 409 1 SM PDF
Abstract: Affecting Factors The Incident of Children Wasting in Ages 1-5 years in Talang
Betutu Community Health Center Palembang. Wasting is an acute malnutrition which could
indirectly cause of death in children. Currently wasting was serious public health problem in
Indonesia with 12.1% of prevalance. This study aimed to determine the incidence of wasting in
Talang Betutu Health Center in Palembang and the factors that influenced it. An analytic survey
with cross sectional design were used in this study, the sample were 100 by accidental sampling.
Data analyszed by univariate, bivariate using Chi-Square test, Rank Spearman test and Cochcran-
Mentel Haenzel to analized the conditional assosiation. The incidence of wasting were 19% as the
result, most of the respondents had children with nutrition in the poor category (51%), without
history of infectious diseases (66%), who had completed immunization (82%) and breastfed
exclusively (75%). Furthermore, most respondents who had food security (65%) and higher
income level (53%). The bivariate analysis showed significant association between nutritional
intake with the incidence of wasting (p-value: 0.001). There was a significant association between
a history of infection with the incidence of wasting disease by immunization status (p-value =
0.000) in children under five at Talang Betutu Health Centre Palembang 2015. It concluded that
the incidence of wasting in the Talang Betutu Health Center were still high. Factors affecting the
incidence of wasting was nutrition and a history of infectious diseases based immunization status.
Models of early detection of wasting and the infectious diseases and coverage imunization
surveilance in Talang Betutu Health Center were need to develop.
Abstrak: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5 Tahun
di Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang. Wasting merupakan masalah gizi kurang akut
yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian pada balita. Saat ini wasting masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di Indonesia dengan prevalensi 12,1%. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui angka kejadian wasting di Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang
dan faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan rancangan
cross sectional, sampel adalah ibu/ pengasuh/ keluarga yang memiliki balita usia 1-5 tahun di
Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang berjumlah 100 orang, didapat dengan teknik accidental
sampling. Analisis data univariat, bivariat menggunakan uji Chi Square, Spearman Rho dan
Cochran Mentel Henzel. Hasil penelitian dari 100 orang responden diperoleh angka kejadian
wasting sebesar 19% responden memiliki balita yang mengalami wasting, sebagian besar
responden memiliki balita dengan asupan nutrisi dalam kategori kurang (51%), tanpa riwayat
penyakit infeksi (66%), status imunisasi lengkap (82%) dan mendapat ASI secara eksklusif (75%).
Selanjutnya sebagian besar responden berada dalam kategori rumah tangga (65%), dan tingkat
pendapatan tinggi (53%). Analisa bivariat menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara
asupan nutrisi dengan kejadian wasting (p-value: 0.001). Terdapat hubungan yang signifikan antara
riwayat penyakit infeksi dengan kejadian wasting berdasarkan status imunisasi (p-value= 0,000)
dengan kejadian wasting pada balita di Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang Tahun 2015.
Dapat disimpulkan bahwa angka kejadian wasting di Puskesmas Talang Betutu masih tinggi.
Faktor yang mempengaruhi kejadian wasting adalah asupan nutrisi dan riwayat penyakit infeksi
berdasarkan status imunisasi. Saran penelitian ini perlunya dikembangkan model deteksi dini
wasting, pemantauan penyakit infeksi dan cakupan status imunisasi.
Kata Kunci: Wasting, Angka kejadian, Riwayat penyakit infeksi, Status imunisasi
Wasting adalah suatu kondisi gizi kurang dengan tinggi badan atau nilai zscore lebih dari -
akut dimana berat badan balita tidak sesuai 2SD. Wasting dapat mengakibatkan
66
Afriyani, Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5 Tahun 67
diolah dan dianalisis disajikan dalam bentuk tabel ASI secara eksklusif. Selanjutnya sebagian besar
dan narasi. responden berada dalam kategori rumah tangga,
dan tingkat pendapatan rendah.
Betutu Kota Palembang ditampilkan pada Tabel tingkat ketahanan pangan rumah tangga maka
3. semakin baik pula tingkat asupan nutrisi pada
balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu
Tabel. 3 Hubungan Faktor Asupan Nutrisi Kota Palembang.
dan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Hasil penelitian ini didukung oleh
Kejadian Wasting penelitian Tarassuk (2001) dimana keluarga, ibu
Variabel p-value OR dan anak dengan kategori rumah tangga tidak
Asupan nutrisi 0,003a
7,010 tahan pangan dapat mempengaruhi asupan nutrisi
berdasarkan 0,101BD (p-value= 0,003). Keluarga yang rawan pangan
ketahanan pangan 0,001CMH asupan nutrisinya terbatas, hal ini disebabkan
oleh kurangnya konsumsi sayuran, buah, daging.
Asupan nutrisi 9,457 Simatupang (2007) juga menyatakan bahwa
berdasarkan tingkat 0,200BD pangan yang telah diperoleh dalam jumlah yang
pendapatan 0,002CMH cukup (ketahanan pangan) kemudian diolah dan
keluarga dikonsumsi dengan baik maka kebutuhan akan
zat gizi secara berimbang akan tercukupi
Riwayat penyakit 0,000b 9,457 sehingga akan terbentuk ketahanan nutrisi.
infeksi berdasarkan 0,001BD 3,512ORCMH Dengan demikian, apabila elemen pemanfaatan
imunisasi 0,010CMH pangan (zat gizi) dimasukkan sebagai persyaratan
tambahan maka ketahanan pangan akan identik
Riwayat penyakit 0,000b dengan ketahanan nutrisi. Dimana penggunaan
infeksi berdasarkan 0,717BD pangan (utilization) merupakan salah satu kriteria
ASI eksklusif 0,000CMH persyaratan ketahanan pangan sehingga
persyaratan nutrisi dapat terpenuhi.
a= Rank spearman rho; b= Chi square; BD= Tabel 2 menunjukan terdapatnya hubungan
Breslow-Day; CMH= Cochcran Mentel Haezel; yang signifikan antara tingkat pendapatan
MH= Mentel Haenzel; ORCMH= Odds Ratio keluarga dengan asupan nutrisi (p= 0,017). Hal
Mentel Haenzel ini disebabkan oleh karena sebagian besar
responden memiliki tingkat pendapatan yang
Tabel 3 menunjukan faktor asupan nutrisi rendah dengan mata pencarian pengrajin batu-
dan riwayat penyakit infeksi berhubungan bata, batako dan bertani. Masyarakat dengan
dengan kejadian wasting pada balita. Selanjutnya tingkat pendapatan rendah kurang mampu
terdapat interaksi antara 3 variabel yaitu status memenuhi asupan nutrisi balitanya dengan
imunisasi, riwayat penyakit infeksi dan kejadian memanfaatkan hasil tani untuk pemenuhan
wasting (OR= 3,512). Hal ini berarti balita yang asupan nutrisi sehari-hari.
memiliki status imunisasi tidak lengkap dan Hasil penelitian ini berbeda denga
riwayat penyakit infeksi cenderung akan penelitian Ernawati (2009) yang menyatakan
mengalami wasting sebesar 3,512 kali lebih bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
besar. pendapatan per kapita dengan tingkat konsumsi
energi (r= 0,100 dan p= 0,389), tidak terdapat
perbedaan tingkat konsumsi energi dan protein
PEMBAHASAN antara anak dari keluarga miskin dengan anak
yang berasal dari keluarga yang tidak miskin.
1. Hubungan Faktor Ketahanan Pangan Nasution dkk. (2009) menambahkan tidak
Rumah Tangga, Tingkat Pendapatan didapatkan hubungan antara pendapatan keluarga
Keluarga, Status Imunisasi, dan ASI Ekslusif dengan prevalensi menderita penyakit infeksi.
dengan Asupan Nutrisi dan Riwayat Penyakit Lebih lanjut menurut pendapat yang
Infeksi dikemukakan oleh Punarsih (2010), tingkat
ekonomi keluarga yang tinggi akan dapat
Hasil penelitian menunjukan terdapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga yang
hubungan yang signifikan (p= 0.003) antara sesuai dengan gizi seimbang.
ketahanan pangan dengan asupan nutrisi, dan Di sisi lain terdapat hubungan yang
didapatkan OR= 3,593 artinya responden yang signifikan antara status imunisasi dengan riwayat
berada dalam kategori rumah tangga tahan penyakit infeksi (p= 0.000, OR= 28,444). Ibu
pangan berkecenderungan sebesar 3,593 kali yang memiliki balita dengan status imunisai tidak
lebih besar untuk memiliki balita dengan asupan lengkap memiliki kecenderungan sebesar 28,444
nutrisi kurang dengan kata lain semakin baik kali lebih besar untuk memiliki balita dengan
70 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 1, April 2016, hlm 66-72
riwayat penyakit infeksi dibandingkan responden logistik diperoleh nilai OR= 8,958, ini berarti
yang memiliki balita dengan status imunisasi balita yang mengkonsumsi ASI tanpa cairan lain
lengkap. Status imunisasi bukan faktor yang kurang dari enam bulan berpeluang 8,958 kali
secara langsung menyebabkan asupan nutrisi menderita ISPA Pneumonia dibandingkan
menjadi lebih baik atau lebih buruk. Akan tetapi dengan balita yang mengkonsumsi ASI tanpa
status imunisasi berhubungan dengan riwayat cairan lain lebih atau sama dengan enam bulan.
kejadian penyakit infeksi pada balita. Balita Menurut Cicih (2011) ASI yang
dengan status imunisasi tidak lengkap cenderung mengandung imunoglobulin dan zat lain
lebih cepat tertular penyakit infeksi seperti ISPA memberikan kekebalan pada bayi terhadap
dan diare yang kemungkinan mempengaruhi infeksi bakteri dan virus. Baduta yang pernah
tingkat asupan nutrisi balita itu sendiri. mendapatkan ASI mempunyai status kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang lebih baik dari pada yang tidak pernah
penelitian yang dilakukan oleh Fanada & Muda mendapatkan ASI. Pemberian makanan atau zat
(2012) bahwa terdapat hubungan yang signifikan gizi yang belum baik dalam hal jumlah dan mutu,
antara status imunisasi lengkap dengan kejadian waktu pemberian yang tidak tepat, masalah
pneumonia yang merupakan salah satu penyakit dalam pengolahan makanan akan memberi
ISPA p-value= 0.000 dan OR= 7.6. Dari dampak pada gangguan pertumbuhan dan
penelitian ini balita yang status imunisasinya munculnya beberapa penyakit infeksi (Azwar,
tidak lengkap lebih banyak yang menderita 2004).
pneumonia dari pada balita yang status
imunisasinya lengkap, ini karena kekebalan 2. Hubungan Faktor Asupan Nutrisi dan
tubuh anak balita juga dipengaruhi oleh status Riwayat Penyakit Infeksi dengan
imunisasi, oleh karena itu imunisasi sangat Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5
penting karena peluang untuk terkena penyakit Tahun di Puskesmas Talang Betutu Kota
terutama pneumonia lebih kecil yaitu 7,6 kali Palembang
dibandingkan dengan anak yang status
imunisasinya tidak lengkap. Status imunisasi Terdapat hubungan yang signifikan antara
berhubungan secara langsung dengan kejadian asupan nutrisi dengan kejadian wasting pada
penyakit ISPA dan diare bahkan dapat balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu
diperburuk dengan tingkat asupan nutrisi yang Kota Palembang dengan p-value= 0.003. Setelah
kurang (Muqni, 2009). dikontrol dengan variabel tingkat ketahanan
Menurut Chandra (1999) bahwa perubahan pangan variabel asupan nutrisi memiliki
kekebalan tubuh merupakan respon awal dari kecenderungan meningkatkan peluang kejadian
perjalanan kekurangan gizi. Imunitas tubuh akan wasting sebesar 7,010 kali lebih besar, dimana
semakin memburuk di saat kondisi tubuh responden dan asupan nutrisi yang kurang
melemah seperti pada saat masa pengobatan atau cenderung berpeluang untuk memiliki balita yang
pasca operasi maka akan semakin tinggi peluang mengalami wasting sebesar 7,010 kali lebih
tubuh untuk menderita penyakit infeksi. besar dari pada responden yang memberikan
ASI eksklusif berhubungan signifikan asupan nutrisi yang baik dalam tiap kategori
dengan riwayat penyakit infeksi dengan p= 0.003 rumah tangga tahan pangan dan tingkat
dan OR= 4,421. Responden yang tidak pendapatan keluarga (Tabel 3).
memberikan ASI eksklusif memiliki Menurut penelitian Ernawati (2009) yang
kecenderungan 4,421 kali lebih besar untuk menyatakan bahwa ada hubungan tingkat
memiliki balita dengan riwayat penyakit infeksi. konsumsi energi dengan status gizi anak usia 2-
Dimana tidak terdapatnya hubungan yang 5tahun (r= 0,328 dan p= 0,004). Demikian juga
signifikan antara ASI eksklusif dengan tingkat tingkat konsumsi protein dengan status gizi (r=
asupan nutrisi dikarenakan semua responden 0,348 dan p= 0,002). Hal ini berarti semakin
merupakan balita usia 1-5 tahun pemenuhan tinggi tingkat konsumsi energi dan protein
asupan nutrisinya tidak hanya minum ASI saja, semakin baik status gizinya.
tetapi diperlukan asupan gizi baik karbohidrat, Menurut Arsad (2010) mengungkapkan
protein, lemak, vitamin dan mineral untuk bahwa kejadian gizi baik dan gizi buruk
mencukupi kebutuhan gizi balita. disebabkan karena kurangnya pengetahuan orang
Hasil penelitian ini sejalan dengan tua tentang makan yang seharusnya diberikan
penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dkk. kepada balitanya. Masalah dalam pengolahan
(2012) membuktikan bahwa ada hubungan makanan, memberi dampak pada gangguan
signifikan antara riwayat pemberian ASI dengan pertumbuhan (Azwar, 2004).
kejadian pneumonia. Hasil analisis regresi
Afriyani, Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5 Tahun 71
Terdapat hubungan yang signifikan antara memiliki balita dengan asupan nutrisi dalam
riwayat penyakit dengan kejadian wasting pada kategori kurang (51%), tanpa riwayat penyakit
balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu infeksi (66%), status imunisasi lengkap (82%)
Kota Palembang (p= 0.010 dan OR= 3,512) dan mendapat ASI eksklusif (75%). Kemudian
(Tabel 3) setelah dikontrol dengan variabel status sebagaian besar responden berada dalam
imunisasi, riwayat penyakit infeksi dapat kategori rumah tangga (65%), dan tingkat
meningkatkan resiko kejadian wasting sebesar pendapatan tinggi (53%).
3,512 kali, dimana responden yang memiliki 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara
balita dengan status imunisasi tidak lengkap dan tingkat ketahanan pangan (p-value: 0.003) dan
riwayat penyakit infeksi cenderung memiliki tingkat pendapatan keluarga ( p-value : 0,017)
peluang untuk mengalami wasting sebesar 3,512 dengan asupan nutrisi, antara status imunisasi
kali lebih besar dari pada responden yang dan riwayat penyakit ISPA dan diare (p-value:
memiliki balita dengan status imunisasi lengkap 0,000) dan ASI ekslusif dengan riwayat
tanpa riwayat penyakit infeksi. Lebih lanjut penyakit infeksi (p-value: 0,003) pada balita
setelah dikontrol dengan variabel ASI eksklusif usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu
didapatkan ORMH (Odds Ratio Mentel Haenzel) Kota Palembang tahun 2015.
= 3,512. Hal ini berarti responden yang memiliki 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara
balita dengan riwayat penyakit infeksi cenderung asupan nutrisi dengan kejadian wasting (p-
berpeluang untuk mengalami wasting sebesar value: 0.003), dan terdapat hubungan yang
3,512 kali lebih besar daripada responden yang signifikan antara riwayat penyakit infeksi
memiliki balita yang mendapat ASI secara dengan kejadian wasting berdasarkan status
ekslusif dan tanpa riwayat penyakit infeksi. imunisasi (p-value= 0,010 dan ORMH= 3.512)
Hasil penelitian tidak sejalan dengan dengan kejadian wasting pada balita di
penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2009) Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang
dimana uji statistik Chi-Square menunjukkan Tahun 2015.
tidak ada hubungan kejadian diare dengan status
gizi anak usia 2-5 tahun (x2=4,789 dan p =
0,091). Hal ini disebabkan oleh karena pada SARAN
penelitian ini hanya sedikit sekali sampel yang
mengalami diare dalam 3 bulan terakhir (1,3%). 1. Perlu ditingkatkan program deteksi dini
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dalam masalah wasting dalam bentuk
Scrimshaw (1981) yang mengemukakan bahwa survey penyakit keturunan yang dapat
dampak diare terhadap keadaan gizi dan menyebabkan wasting seperti thalasemia.
pertumbuhan lebih dahsyat dari pada infeksi lain 2. Perlu ditingkatkan pengawasan penyakit
karena selama diare terjadi gangguan masukan, infeksi ISPA dan diare yang mampu
gangguan absorbsi, dan gangguan metabolisme mempengaruhi terjadi wasting. Pengawasan
secara bersamaan. yang dilakukan terlebih dahulu yaitu
Penyakit infeksi dapat menyebabkan gizi pengawasan terhadap status imunisasi yang
kurang dan juga sebaliknya gizi kurang akan merupakan faktor yang mempengaruhi
semakin memperberat sistem pertahanan tubuh riwayat penyakit infeksi yang secara
yang selanjutnya dapat menyebabkan seorang langsung dapat menyebabkan kejadian
anak lebih rentan terkena penyakit infeksi. wasting.
Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi 3. Perlu ditingkatan penyuluhan dan
makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua pendidikan gizi (mulai dari cara mengolah
hal yang saling mempengaruhi. Penyakit infeksi makanan hingga proses pengkonsumsian
yang paling sering menyebabkan gangguan gizi makanan).
dan sebaliknya adalah infeksi saluran nafas akut 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
(ISPA) terutama tuberculosis dan diare (Nurya, tentang riwayat penyakit yang dapat
2011). mempengaruhi kejadian wasting seperti
KKP (Kurang Kalori Protein).
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
SIMPULAN tentang asupan nutrisi berdasarkan tingkat
asupan kalori, protein, lemak, mineral,
1. Angka kejadian wasting di Puskesmas Talang vitamin yang mempengaruhi kejadian
Betutu Kota Palembang tahun 2015 adalah wasting.
19% responden memiliki balita yang
6. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengalami wasting, sebagian besar responden
dengan metode kohort atau case control
72 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 1, April 2016, hlm 66-72
untuk melihat efek kejadian wasting di pelayanan skunder dan primer Kota
populasi yang lebih besar di tingkat Palembang
DAFTAR PUSTAKA