Askep Individu Asma

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

ASKEP DAN LAPORAN PENDAHULUAN DI RUANGAN ICU

"ASMA"

DISUSUN OLEH :

NAMA : TITA JUANI ANDISA

NIM :PO 62.20.1.18 116

PRODI/KELAS : DIII KEPERAWATAN/REG XXIC

POLITEKNIK KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA

2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................3
A. Latar Belakang..................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................................8
A. Pengertian..........................................................................................................8
B. Anatomi Fisiologi Paru.....................................................................................8
C. Etiologi............................................................................................................12
D. Patofisiologi.....................................................................................................14
E. Patoflowdiagram.............................................................................................16
F. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)............................................................16
G. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................17
H. Penatalaksanaan Medis....................................................................................18
I. Komplikasi......................................................................................................18
J. Konsep Asuhan Keperawatan Asma...............................................................18
1. Pengkajian....................................................................................................18
2. Diagnosa Keperawatan................................................................................21
3. Intervensi.....................................................................................................21
BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................................25
BAB IV PENUTUP...................................................................................................44
A. Kesimpulan......................................................................................................44

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju

maupun di negara-negara sedang berkembang.

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

dan sel epitel, serta meningkatnya respon saluran napas (hipereaktivitas

bronkus) terhadap berbagai stimulant. Inflamasi kronik ini akan menyebabkan

penyempitan (obstruksi) saluran napas yang reversible, membaik secara spontan

dengan atau tanpa pengobatan. Gejala yang timbul dapat berupa batuk, sesak

nafas dan mengi.

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi

dapat bersifat menetap dan menggaggu aktivitas bahkan kegiatan harian sehigga

menurunkan kualitas hidup, salah satu faktor pencetus serangan asma adalah

kondisi psikologis klien yang tidak stabil termasuk di dalamnya cemas.

Hal ini sering diabaikan oleh klien sehingga frekwensi kekambuhan

menjadi lebih sering dan klien jatuh pada keadaan yang lebih buruk, kondisi ini

merupakan suatu rantai yang sulit ditentukan mana yang menjadi penyebab dan

mana yang merupakan akibat.

Keadaan cemas menyebabkan atau memperburuk serangan, serangan

asthma dapat menyebabkan kecemasan besar pada klien asthma padahal

kecemasan justru memperburuk keadaan. Cris Sinclair, (1990).

2
Kondisi sesak dapat menimbulkan kecemasan karena klien merasa adanya

ancaman kematian (Barbara C. Long, 1996).

Menurunkan tingkat kecemasan pada klien asma baik pada saat serangan

ataupun saat tidak terjadi serangan sangat penting. Sebab seperti yang telah

dijelaskan di atas maka lingkaran mengenai penyebab dan akibat cemas harus

diputus. Dengan demikian berarti memutus salah satu faktor pencetus asma dan

memutus keadaan cemas yang disebabkan oleh asma. Sehingga dapat

memperpendek masa serangan dan memperkecil frekwensi kekambuhan.

Sedangkan menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2006, Asma

didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak

sel yang berperan, inflamasi kronik ini menyebabkan episode mengi berulang,

sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, terutama pada malam atau dini hari.

Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas

namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan maupun

dengan pengobatan.

Di dunia meliputi di Inggris sekitar 2,5 juta penderita asma bronkiale yang

perlu pengobatan dan pengawasan rutin, 10% anak-anak dan 7% dewasa

(Crockett A, 1997). Di Amerika serikat diperkirakan 9,5 juta penduduk

menderita asma, di Jerman 9 juta penduduk, cemas yang berhubungan dengan

sulit bernafas dilaporkan sebagai diagnosa yang sering di tangani (50% - 74%)

(Carpenito, 2000 : 128). Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu

mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien asma secara

komprehensif bio psiko sosial dan spiritual. Di Jawa Timur menurut penelitian

3
Amin Muhammad (2000) dilaporkan terdapat 13,5% dari 6144 responden

menunjukkan gejala asma.

Badan kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk

dunia menderita asma. Bahkan, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah

hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Kondisi ini tidak hanya terjadi di

negara berkembang, tapi juga di negara maju sekalipun.

Penduduk Indonesia menderita asma. Berdasarkan laporan Heru Sundaru

(Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM), prevalensi asma di Bandung

(5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%). Secara nasional,

10 kabupaten/kota dengan prevalensi penyakit Asma tertinggi di Indonesia

adalah Aceh Barat (13,6%), Buol (13,5%), Pohuwato (13,0%), Sumba Barat

(11,5%), Boalemo (11,0%), Sorong Selatan (10,6%), Kaimana (10,5%), Tana

Toraja (9,5%), Banjar (9,2%), dan Manggarai (9,2%). Sedangkan 10

kabupaten/kota dengan prevalensi Penyakit Asma terendah adalah Yakuhimo

(0,2%), Langkat (0,5%), Lampung Tengah (),5%), Tapanuli Selatan (0,6%),

Lampung Utara (0,6%), Kediri (0,6%), Soppeng (0,6%), Karo (0,7%), Serdang

Bedagai (0,7%), dan Kota Binjai (0,7%).

Pada tahun 2009 jumlah jumlah penderita asma pada lansia di Puskesmas

Kedungmundu Semarang dengan jumlah 46 orang penderita, diatas penyakit

ISPA, gastritis, hipertensi. Sedangkan pada tahun 2010 di bulan Januari sampai

sekarang terdapat 7 orang penderita.

Untuk itu perawatan asma untuk lansia haruslah komprehensif mengingat

komplikasi seperti gagal nafas, hipoksemia, yang dapat menyebabkan kematian,

serta harus melibatkan beberapa elemen seperti individu, keluarga dan perawat.

4
Maka sebagian perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara

langsung kepada individu dan keluarga tentang asma agar mampu meningkatkan

pengetahuan, kemampuan serta kemauan dalam melaksanakan 5 tugas kesehatan

keluarga. Lima tugas tersebut yaitu, mengenal masalah asma, memutuskan

pengobatan yang baik, merawat penderita asma, memodifikasi lingkungan, serta

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan

dokter klinik.

5
BAB II
TINJAUAN KASUS ( LP )

A. Pengertian

Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang

menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang dapat

menimbulkan gejala mengi, batuk, sesak napas dan dada terasa berat terutama

pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan

atau tanpa pengobatan. (Depkes RI, 2009)

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana

trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.

(Smeltzer, Suzanne, 2002)

B. Anatomi Fisiologi Paru

(Sumber : Watson.R. Anatomi Dan Fisiologi. Ed 10. Buku Kedokteran ECG.

Jakarta,2002. Hal 303)

6
Paru-paru adalah dua organ yang berbentuk seperti bunga karang besar yang

terletak di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru

paru memanjang mulai dari dari akar leher menuju diagfragma dan secara kasar

berbentuk kerucut dengan puncak di sebelah atas dan alas di sebelah bawah.

Diantara paru-paru mediastinum, yang dengan sempurna memisahkan satu sisi

rongga torasik sternum di sebelah depan. Di dalam mediastinum terdapat

jantung, dan pembuluh darah besar, trakea dan esofagus, dustuk torasik dan

kelenjar timus. Paru-paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru-paru sebelah kiri

mempunyai dua lobus, yang dipisahkan oleh belahan yang miring. Lobus

superior terletak di atas dan di depan lobus inferior yang berbentuk kerucut.

Paru-paru sebelah kanan mempunyai tiga lobus. Lobus bagian bawah dipisahkan

oleh fisura oblik dengan posisi yang sama terhadap lobus inferior kiri. Sisa paru

lainnya dipisahkan oleh suatu fisura horisontal menjadi lobus atas dan lobus

tengah. Setiap lobus selanjutnya dibagi menjadi segmensegmen yang disebut

bronko-pulmoner, mereka dipisahkan satu sama lain oleh sebuah dinding

jaringan koneknif , masing-masing satu arteri dan satu vena. Masing-masing

segmen juga dibagi menjadi unit-unit yang disebut lobulus (Snell, R. 2006).

Fungsi utama paru adalah sebagai alat pernapasan yaitu melakukan

pertukaran udara (ventilasi), yang bertujuan menghirup masuknya udara dari

atmosfer kedalam paru-paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara dari alveolar ke

luar tubuh (ekspirasi).

7
(Sumber : Price.S.A, Wilson.L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Bagian 2 edisi 4. Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1995. Hal 646.)

Secara anatomi, fungsi pernapasan ini dimulai dari hidung sampai ke

parenkim paru. Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang

berfungsi sebagai konduksi (pengantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai

respirasi (pertukaran gas). Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen (O2)

ke sel dan pengangkutan CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Proses ini terdiri

dari 4 tahap yaitu (Guyton ,2007) :

1. Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari

alveoli. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh,

karena masih adanya udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat

dikeluarkan walaupun dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini

disebut volume residu. Volume ini penting karena menyediakan O2 dalam

alveoli untuk mengaerasikan darah.

2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.

3. Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh menuju ke dan

dari sel-sel.

4. Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.

Dari aspek fisiologis, ada dua macam pernapasan yaitu (Rahajoe dkk, 1994) :

1. Pernapasan luar (eksternal respiration) yaitu penyerapan O2 dan

pengeluaran CO2 dalam paru-paru.

8
2. Pernapasan dalam (internal respiration) yang aktifitas utamanya adalah

pertukaran gas pada metabolisme energi yang terjadi dalam sel.

Untuk melakukan tugas pertukaran udara, organ pernapasan disusun oleh

beberapa komponen penting antara lain :

1. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot dan saraf perifer

2. Parenkim paru yang terdiri dari saluran nafas, alveoli dan pembuluh darah.

3. Pleura viseralis dan pleura parietalis.

4. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh arteri utama. Sebagai organ

pernapasan dalam melakukan tugasnya dibantu oleh sistem kardiovaskuler

dan sistem saraf pusat. Sistem kardiovaskuler selain mensuplai darah bagi

paru (perfusi), juga dipakai sebagai media transportasi O2 dan CO2 sistem

saraf pusat berperan sebagai pengendali irama dan pola pernapasan (Guyton,

2007).

Dalam mekanika pernapasan terdapat tiga tekanan yang berperan penting

dalam ventilasi (Sherwood.L, 2011) :

1. Tekanan atmosfer (760 mmHg) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat

udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Tekanan atmosfer

berkurang seiring dengan penambahan ketinggian diatas permukaan laut

karna lapisan-laisan dipermukaan bumi juga semakin menipis.

2. Tekanan intra-alveolus/intrapulmonal (760 mmHg) adalah tekanan didalam

alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran

napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradien tekanannya setiap

tekanan intra-alveolus berbeda dari atmosfer;udara terus mengalir sampai

kedua tekanan seimbang (ekuilibrium).


9
3. Tekanan intrapleura (756 mmHg) adalah tekanan didalam kantung pleura.

Ditimbulkan dari luar paru didalam rongga thoraks.

Sebelum inspirasi terlihat otot-otot pernapasan relaks dan besar tekanan

intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer. Pusat irama dasar pernapasan

(dorsal respiratory group/DRG group/DRG di formasio retikularis medula

oblongata) mengirimkan impuls dari I neuron I-DRG melalui n.phrenicus ke

otot- otot inspirasi dan ke neuron E-VRG (ventral respiratory group). Diafragma

dan m.external intercostal berkontraksi → rongga thorak membesar → tekanan

transmural (intra-pleura & intra-alveolar) meningkat → jaringan paru → tekanan

intra-alveolar↓ → udara masuk ke alveolus. Napas dalam melibatkan otot

inspirasi tambahan : m.sternocleidomastoideus dan m.scalenus (Sherwood,L.

2011).

Pada akhir inspirasi otot-otot inspirasi relaks → tekanan transmural

(intrapleura intrapleura dan atmosfer) menurun → dinding dada menekan

jaringan paru → tekanan intra-alveolar meningkat → udara keluar. Impuls dari

neuron E-VRG menghambat neuron I-DRG sehingga menghentikan aktivitasnya

dengan penglepasan rangsangan inhibisi. Ekspirasi tenang tidak melibatkan otot-

otot ekspirasi. Ekspirasi aktif melibatkan otot-otot ekspirasi: m.internal

intercostal dan m.abdominalis.

C. Etiologi

Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut

mereka, secara umum pemicu asma adalah:

1. Faktor predisposisi

a. Genetik

10
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan

penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita

penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.

Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

1) Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,

bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti

buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium

metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE-

inhibitor, kromolin).

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :

perhiasan, logam dan jam tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas

merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu

binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga

pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan

degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease

sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

2. Olahraga

11
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas

biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi

oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise

Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah

latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan

dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan

wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3

menit sebelum latihan.

3. Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan

eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada

sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena

itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

4. Stress

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan

motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum

diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

5. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor

pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan

dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

12
D. Patofisiologi

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah

spasme otot polos edama dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi

muncul intra minimal, sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi, menyebabkan

pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspirasi paksa

dan kecepatan aliran penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru.

Bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi

pernafasan. Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi menyebabkan

perbedaan suatu bagian dngan bagian lain ini berakibat perfusi bagian paru tidak

cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas terutama

penurunan CO2 akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi disaluran nafas antibodi COE berikatan dengan alergi

degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan.

Histomin menyebabkan konstruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon

histamin juga merangsang pembentukan mulkus dan meningkatkan

permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti dan pembanguan ruang

intensium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif

berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah

mengalami degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan

tersebut. Hasil akhirnya adalah bronkapasme, pembentukan mukus edema dan

obstruksi aliran udara (Amin 2013:47)

13
E. Patoflowdiagram

(Sumber : Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Nanda NIC NOC Dalam Berbagai Kasus.Yogyakarta: Mediaction.)

F. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)

Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea

dan mengi. Selain gejala di atas ada beberapa gejala yang menyertai diantaranya

sebagai berikut (Mubarak 2016:198) :

1. Takipnea dan Orthopnea

2. Gelisah

3. Nyeri abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.

4. Kelelahan

5. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara.

6. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai

pernafasan lambat.

7. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.

14
8. Sionss sekunder

9. Gerak-gerak retensi karbon dioksida, seperti berkeringat, takinardi dan

pelebaran tekanan nadi.

10. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat

hilang secara spontan

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Sputum

Pada pemeriksaan sputum ditemukan:

a. Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi duri kristal

eosinofil.

b. Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-

sel cabang-cabang bronkus.

c. Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d. Terdapatnya neutrofil eosinofil.

2. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi

sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat

komplikasi asma.

a. Gas analisa darah

Terdapat aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat PaCO2

maupun penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk.

b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi

c. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu

serangan dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

3. Foto Rontgen

15
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan

asma gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang

bertambah dan pelebaran rongga interkostal serta diafragma yang menurun.

(Amin 2013:49)

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan asma bronkial menurut : (Amin 2013:49)

1. Edukasi penderita

2. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara obyektif dengan

mengukur fungsi paru.

3. Mengurangi pengobatan jangka panjang untuk pencegahan.

4. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut.

5. Menghindari dan mengendalikan pencetus asma bronkial

I. Komplikasi

Komplikasi menurut (manjoer 2007:477) yang mungkin timbul adalah:

1. Phemothora : Keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai.

2. Phemothoran : Dikenal juga sebagai enfisema mediustrum adalah kondisi

dimana udara hadir di mediastrium

3. Bronkitis : Lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-paru yang

masih mengalami bengkak.

J. Konsep Asuhan Keperawatan Asma


1. Pengkajian

a. Biodata klien (nama, umur, pekerjaan, pendidikan dan lain-lain)

b. Keluhan utama (pada umumnya klien mengatakan sesak napas)

16
c. Riwayat penyakit masa lalu (apa klien pernah mengalami penyakit

asma sebelumnya atau mempunyai riwayat alergi)

d. Riwayat penyakit keluarga (adakah keluarga klien yang memiliki

penyakit asma sebelumnya)

e. Aktivitas istirahat

1) Gejala : Ketidakmampuan melakukan aktivitas, Ketidakmampuan

untuk tidur, Keletihan, kelemahan, malaise.

2) Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, Kehilangan/kelemahan

massa otot.

f. Sirkulasi

1) Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

2) Tanda : Peningkatan tekanan darah, Peningkatan frekuensi paru,

Distensi vena leher, Warna kulit/membran mukosa: normal/abu-

abu/sianosis, Pucat dapat menunjukan anemia.

g. Integritas Ego

1) Gejala : Mual, muntah, Perubahan pola tidur.

2) Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan.

h. Makanan Cairan

1) Gejala : Mual, muntah, Nafsu makan burukanoreksia,

Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.

2) Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, Berkeringat,

penurunan berat badan.

i. Hygiene

1) Gejala : Penurunan kemampuan, Penurunan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas

17
2) Tanda : Kebersihan tubuh kurang, Bau badan

j. Pernapasan

1) Gejala : Nafas pendek, dispenea husus saat beraktifitas, rasa dada

tertekan, ketidakkmampuan untuk bernafas, Batuk menetap dengan

produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut, Episode

batuk hilang timbul, Iritan pernafasan dalam jangka panjang

misalnya: merokok,debu,sabes,asap,batk,bulu-bulu, serbuk gergaji.

Pengguna oksigen pada malam hari terus menerus, Faktor

keturunan dan keluarga.

2) Tanda : Pernafasan biasa capat dan lambat, Peggunaan otot Bantu

pernafasan, Kesulitan berbicara, Pucat, syanosis pada bibir dan

dasar kuku.

k. Keamanan

1) Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat factor

lingkungan, adanya berulangnya infeksi.

2) Tanda : Beringat,berkemerahan.

l. Seksualitas

1) Gejala : Penurunan libido

m. Intervensi Sosial

1) Gejala : Ketergantungan, Gagal dukungan dari perorangan orang

terdekat, Penyakit.

2) Tanda : Ketidakmampuan membuat suara atau mempertahankan

suara karena distres pernafasan, Keterbatasan mobilitas fisik,

Kelainan hubungan dengan anggota keluaga lain

18
2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Sagung Seto,2001) diagnosa yang mungkin muncul adalah :

a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan serangan asma

menetap.

b. Ansietas berhubungan dengan takut sulit bernafas disebabkan gagal

nafas yang berat.

3. Intervensi

a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan serangan asma

menetap.

Tujuan: Mendemonstrasikan perbaikan ventilasi. Dengan kriteria hasil :

Frekuensi napas 12-24/menit, Bunyi nafas bersih, Frekuensi nadi 60-

100/menit, Tidak ada dispnea, GDA Dalam batas-batas normal.

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji status pernafasan setiap 4 jam, hasil GDA, fungsi paru dan

analisa sputum.

R/ untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau

penyimpangan dari hasil pasien

2) Tempatkan pasien pada posisi fowlers.

R/ Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru-paru lebih baik.

3) Berikan oksigen melalui kanul nasal.

R/ Pemberian oksigen mengurangi beban kerja otot -otot

pernapasan

4) Berikan pengobatan yang telah ditentukan seperti epinefrin,

terbutalim, aminofilin dan kortikosteroid. Evaluasi keektifannya.

Konsul Dokter jika terjadi reaksi yang merugikan.

19
R/ Epinefrin dan terbutalim menghentikan reaksi alergi dan dilatasi

bronkiolus dengan meniadakan aktifitas histamine. Aminofilin

melebarkan bronkiolus dengan merangsang peningkatan produksi

zat kimia yang menghambat penyempitan otot bronchial.

Kortikosteroid membantu mengurangi peradangan lapiasan

mukosa bronchial.

5) Yakinkan bahwa pengobatan paru (fisioterapi paru,terapi aerosol)

diberikan sesuai dengan yang telah diterntukan.

R/ Tindakan ini membantu mengurangi sekresi bronkial.

b. Ansietas berhubungan dengan takut sulit bernafas disebabkan gagal

nafas yang berat.

Kurang pengetahuan tentang rencana pengobatan yang pemeriksaan

Tujuan: Mendemonstrasikan ansietas berkurang dengan kriteria hasil :

Ekspresi wajah terang, Pernafasan 12-24/menit, Rasa takut dan gugup

berkurang.

Intervensi Keperawatan :

1) Tetap berada disamping pasien atau meminta seseorang untuk

mendampinginya sampai gawat napas berkurang. Pertahankan

pendekatan yang tenang dan percaya diri.

R/ ansiestas akan berkurang apabila pasien merasa di tangani atau

tim kesehatan yang kompeten.

2) Batasi pengunjung sampai napas gawat teratasi.

R/ pengujung dapat menjadi sumber stress.

3) Gunakan penjelasan yang mudah dan singkat bila memberikan

informasi contoh duduk, napas dalam dan napas lambat. Jelaskan

20
tentang semua tujuan pengobatan yang ditentukan. Berikan

penjelasan tentang pemeriksaan diagnostik.

R/ tingkat asiestas yang tinggi menghambat pembelajaran.

Penjelasan tentang apa yang diharapkan membantu mengontrol

asiestas.

21
BAB III
TINJAUAN KASUS

FORMAT PENGKAJIAN
DATA KEPERAWATAN

BIODATA KLIEN
Nama : Ny C
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 58 Tahun
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SLTA
Alamat : Jl. Haran Basri
Diagnosa Medis : Asma
No Register :-
MRS/Tgl Pengkajian : 28 Mei 2020/ 29 Mei 2020
I. Riwayat Kesehatan Klien
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan sesak nafas,akibat melakukan aktivitas berat secara
berlebihan,sehingga asma nya kambuh,kemudian klien di bawa ke Rs dan
berada diruang IGD. Klien diberikan Infus Nacl 0,9% dan dilakukan nebu
venzolin.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan disaat usia kurang lebih 45 tahun menderita penyakit
asma.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti
dirinya dan tidak ada penyakit keturunan.

22
II. Pola Aktivitas Sehari - hari
A. Pola Tidur/Istirahat
1. Waktu tidur
Dirumah : Klien mengatakan tidur mulai pukul 21.30 wib
Di rumah sakit : Klien mengatakan sulit untuk tidur
2. Waktu bangun
Dirumah : Pasien mengatakan bangun pukul 04.30
Di rumah sakit : Pasien mengatakan tidak menentu, kadang terbangun
Hal - hal yang mempermudah tidur :
Suasana yang tenang
3. Hal - hal yang mempermudah bangun
Suasana yang ribut, batuk-batuk
4. Masalah tidur
Kadang terbangun karena batuk dan sesak nafas

Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah

B. Pola Eliminasi
1. B.A.B
Dirumah : Klien mengatakan BAB 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Klien mengatakan BAB 1 x/hari
Masalah BAB : Tidak ada masalah
2. B.A.K
Dirumah : Klien mengatakan BAK lancar 3-4 x/hari
Di rumah sakit : Klien mengatakan BAK lancar 3-4 x/hari
Masalah BAK : Tidak ada masalah
3. Upaya klien untuk mengatasinya : Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

23
C. Pola Makan dan Minum
1. Jumlah dan jenis makanan :
Dirumah : Klien mengatakan makan nasi, sayur, lauk setengah porsi
Di rumah sakit : Klien mengatakan makan nasi, sop, lauk setengah
porsi
2. Waktu pemberian makanan :
Dirumah : Klien mengatakan pukul 07.00, 13.00, 20.00
Di rumah sakit : Klien mengatakan pukul 06.00, 12.00, 18.00
3. Jumlah dan jenis cairan/minum :
Dirumah : Klien mengatakan sering minum air putih 3 gelas/hari
Di rumah sakit : Klien mengatakan minum air putih 3 gelas/hari
4. Waktu pemberian cairan :
Dirumah : Klien mengatakan tidak menentu, jika haus
Di rumah sakit : Klien mengatakan tidak menentu
5. Pantangan/alergi : Tidak ada
6. Masalah makan dan minum :
a. Kesulitan mengunyah : Tidak ada
b. Kesulitan menelan : Tidak ada
c. Mual dan Muntah : Tidak ada
d. Tak dapat makan sendiri : Tidak ada
7. Upaya klien mengatasi masalah
Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

D. Personal Hygiene
1. Pemeliharaan badan
Dirumah : klien mengatakan mandi 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Klien mengatakan mandi 1 x/hari
2. Pemeliharaan gigi dan mulut
Dirumah : Klien mengatakan menggosok gigi 1-2 x/hari
Di rumah sakit : Klien mengatakan menggosok gigi 1 x/hari
3. Pemeliharaan kuku

24
Dirumah : Klien mengatakan memotong kuku jika panjang dan kotor
Di rumah sakit : Klien mengatakan memotong kuku jika panjang dan
kotor

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

III. Data Psikososial


A. Pola Komunikasi
Klien sadar penuh dan mengerti dengan jelas dalam berkomunikasi serta
cukup kooperatif
B. Orang Yang Paling Dekat Dengan Pasien
Klien mengatakan orang yang paling dekat adalah anak
C. Interaksi Sosial
Baik
D. Keluarga yang dapat dihubungi
Anak

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

IV. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan umum :
Compos Mentis, sedang
B. Tanda - tanda vital
Suhu tubuh : 36,°C Nadi : 90x/mt
Tekanan darah : 110/60 mmHg Pernafasan : 23x/mt
Tinggi Badan : 156 cm Berat Badan : 56kg

C. Pemeriksaan kepala dan leher


a. Kepala dan Rambut
1. Bentuk kepala : Bulat
Tulang kepala : Tidak ada benjolan

25
Kulit kepala : Bersih
2. Rambut
Penyebaran : Merata
Warna : putih (uban)
Kelainan lain : Tidak ada
3. Wajah
Struktur wajah : Simetris
Warna kulit : Kuning langsat
Kelainan lain : Tidak ada
b. Mata
1. Kelengkapan dan Kesimetrisan : Mata lengkap dan simetris
2. Kelopak mata/palepebra : Frekuensi reflek berkedip simetris
3. Kornea mata : Jernih
4. Konjungtiva dan sclera : Tidak ada anemia
5. Pupil dan iris : Simetris
6. Ketajaman penglihatan/visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Tekanan bola mata : Simetris
8. Kelainan lain : Tidak ada
c. Hidung
1. Cuping hidung : Normal dan simetris
2. Lubang hidung : Bersih
3. Tulang hidung dan septum nasi : Normal dan simetris
d. Telinga
1. Bentuk telinga : Normal
Ukuran telinga : Sedang
Ketegangan telinga : Elastis
2. Lubang telinga : Normal
3. Ketajaman pendengaran :
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Swabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Mulut dan faring
1. Keadaan bibir : Bibir lembab
2. Keadaan gusi dan gigi : Gusi dan gigi bersih

26
3. Keadaan lidah : Lidah bersih
4. Palatum/langit - langit : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Orifaring : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Leher
1. Posisi trachea : Normal
2. Tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Suara : Suara jelas
4. Kelenjar lympe : Tidak ada pembesaran
5. Vena jugularis : Tidak terjadi distensi
6. Denyut nadi karotis : Teraba jelas dan teratur

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

D. Pemeriksaan payudara dan ketiak


a. Ukuran dan bentuk payudara : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna payudara dan aerola : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Kelainan - kelainan lain : Tidak ada
d. Axilla dan clavikula : Tidak dilakukan pemeriksaan

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

E. Pemeriksaan thirak/dada/tulang punggung


1. Pemeriksaan paru - paru
a. Inspeksi Thorak
1. Bentuk Thorak : Normal
2. Penggunaan otot bantu pernafasan : Diafragma
b. Palpasi
Vokal premitus : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Perkusi
Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Auskultasi
1. Suara nafas : Vesikuler

27
2. Suara ucapan : Jelas
3. Suara nafas tambahan : Wheezing
2. Pemeriksaan jantung :
a. Inspeksi dan palpasi :
Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Perkusi batas jantung :
 Basic jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pinggang jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Apeks jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Auskultasi
- Bunyi jantung I : S1 lup
- Bunyi jantung II : S2 dup
- Bunyi jantung tambahan : Tidak ada
- Bising/murmur : Tidak ada
- Frekuensi denyut jantung : Teraba jelas dan teratur

Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif b.d. nyeri saat


bernafas

F. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi
- Bentuk abdomen : Normal
- Benjolan/masa : Tidak ada
- Bayangan pembuluh darah : Tidak ada
2. Auskultasi
- Bising/peristaltik usus : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- benjolan/masa : Tidak ada
- Hepar : Tidak ada kelainan
- Lien : Tidak ada kelainan
Titik Mc. Berney : Tidak ada kelainan
4. Perkusi
- Suara abdomen : Normal

28
- Pemeriksaan asites : Tidak ada asites

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

G. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya


1. Genetalia
- Pubis : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Meatus uretra : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kelainan lain : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Auskultasi
- Lubang anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kelainan pada anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

H. Pemeriksaan Muskuloskeletal (ekstermitas)


1. Kesimetrisan otot : Simetris di 4 kuadran
2. Pemeriksaan oedema : Tidak ada oedema
3. Kekakuan otot : Tidak ada kekakuan otot
4. Kelainan pada punggung dan ekstremitas dan kuku :
Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

I. Pemeriksaan Integumen
1. Kebersihan : Kulit bersih
2. Kehangatan : Akral hangat
3. Warna : Kuning langsat

29
4. Turgor : Baik
5. Tekstur : Baik
6. Kelembaban : Kering
7. Kelainan pada kulit/lesi : Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

J. Pemeriksaan Neurologis
1. Tingkat kesadaran : Compos mentis
2. Tanda rangsangan otak (meningeal sign)
Baik nilai GCS(E4V6M5)
3. Pemeriksaan saraf otak (NI - XII)
N1-Olfaktorius : Pasien dapat memejamkan mata dan dapat
membedakan bau
N2-Optikus : Pasien dapat melihat dengan jelas
N3-Okulomotoris : Adanya reflek pupil dapat menggerakan bola mata
N4-Trochelaris : Dapat menggerakan mata kebawah dan kedalam
N5-Trigeminus : Pasien dapat mengunyah dan menggerakan rahang
N6-Abdosen : Adanya reflek pupil gerakan bola mata
N7-Facialis : Bisa senyum dan menutup bola mata dengan tahanan
N8-Vestibulococlearis : Pasien dapat mendengar dengan baik
N9-Glosofarigeus : Pasien dapat membedakan rasa manis dan asam
N10-Vagus : Pasien dapat menelan ludah
N11-Acessoris : Pasien dapat menggerakan bahu
N12-Hypoglosus : Pasien dapat menjulurkan lidah
4. Fungsi motorik
Baik
5. Fungsi sensorik
Penglihatan Pendengaran Penciuman Pengecapan Perabaan baik
6. Reflek
a. Reflek fisiologis : Normal
b. Reflek patofisiologis : Tidak ada kelainan reflek patofisiologis

30
V. Pemeriksaan Status Mental
1. Kondisi emosi/perasaan
Normal
2. Orientasi
Baik
3. Proses pikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan)
Pasien dapat mengingat dengan baik dan suka bercerita
4. Motivasi
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh
5. Persepsi
Tidak merasa kurang percaya diri dengan lingkungan sekitar
6. Bahasa (pola komunikasi)
Bahasa Indonesia

Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

VI. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosa Medis
1. Laboratorium (tanggal) :

2. Rontgen (tanggal) :

3. EGC (tanggal) :

31
4. USG (tanggal) :

5. Lain - lain :

VII.Penatalaksanaan Terapi
D5% + Aminofilin
Azithromycin
Methylprednisolone
Combivent

32
ANALISA DATA
Nama Pasien : Ny. C Jenis Kelamin :
Perempuan

Umur : 58 tahun Ruangan :

No. Data (DO & DS) Etiologi Masalah/Diagnosa


Keperawatan
1. DS : Nyeri saat bernafas Pola nafas tidak
Klien mengeluh sesak efektif
nafas
Klien mengatakan agak
susah bernafas
DO :
Klien tampak sesak
Klien tampak sulit bernafas
Terdengar wheezing

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


No. Diagnosa Keperawatan

33
1. Pola nafas tidak efektif b.d. Nyeri saat bernafas

PERENCANAAN
Nama Pasien : Ny. C Jenis Kelamin : Perempuan

34
Umur : 58 tahun Ruangan :-

N Hari/Tgl/Ja Diagnose Tujuan & Rencana Rasionalisasi


o m Keperawat Kriteria Hasil Tindakan
an
Pola nafas Setelah 1. Posisikan 1. Posisi semi
tidak dilakukan pasien untuk fowler
efektif b.d. tindakan memaksimal membantu
nyeri saat keperawatan -kan pasien
bernafas selama 1x24 ventilasi memaksim
jam. Pola nafas 2. Identifikasi al-kan
tidak efektif pasien ventilasi
teratasi. Dengan perlunya sehingga
kriteria hasil : dipasangkan kebutuhan
- Klien alat bantu oksigen
merasakan pernafasan terpenuhi
sesak 3. Lakukan melalui
nafas fisioterapi proses
berkurang dada bila pernafasan.
- Nyeri perlu 2. Alat banttu
dada tidak pernafasan
terasa membantu
organ
pernafasan
memenuhi
kebutuhan
oksigen
sehingga
oksigen
yang
diperlukan
tubuh
terpenuhi.
Dapat
mem-
permud
ah
pasien
dalam
mengel
uar-kan
sekret
yang
sulit
dilakuk
an
secara
mandiri

35
PELAKSANAAN TINDAKAN
Nama Pasien : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 58 tahun Ruangan : Kemuning

No Hari/Tgl/Jam Tindakan Evaluasi Paraf


Keperawatan
1. 1. Melakukan 1. TD = 90/60
pemeriksaan TTV mmHg
T = 36,5 ˚C
R = 23 x/menit
N = 80 x/menit

2. Mengatur posisi 2. Pasien dalam


pasien posisi semi
fowler

3. Mengkaji pola 3. Pasien


tidur mengatakan
susah tidur
karena sesak

4. Memberikan 4. Combivent, 5
nebulizer lpm selama 15
Selasa, 05 menit
2. Desember 2017 1. Melakukan
pemeriksaan TTV 1. TD = 100/70
mmHg
T = 36,0 ˚C
R = 20 x/menit
N = 80 x/menit
2. Mengatur posisi
pasien dan 2. Pasien mengikuti
menganjurkan anjuran yang
teknik nafas diberikan
dalam dan batuk
Rabu, 06 efektif
3. Desember 2017
1. Melakukan 1. TD = 90/60
pemeriksaan TTV mmHg
T = 36,2 ˚C
R = 20 x/menit
N = 84 x/menit

2. Membantu pasien 2. Pasien mengikuti


latihan teknik anjuran
nafas dalam dan
batuk efektif

36
3. Memberikan 3. Memberikan
nebulizer combivent 5 lpm,
selama 15 menit

37
EVALUASI
(CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN)
Nama Pasien : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 58 tahun Ruangan : Kemuning

No. Hari/Tgl/Jam Dx. Kep. Evaluasi (S O A P)


1. Senin, 04 Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesak
Desember 2017 efektif b.d. obstruksi O : RR = 23 x/menit
jalan nafas A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Gangguan pola tidur S : Pasien mengatakan susah
b.d. sesak nafas tidur
O : Pasien tampak lemas
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2. Selasa, 04 Pola nafas tidak
Desember 2017 efektif b.d. obstruksi S : Pasien mengatakan sesak
jalan nafas mulai berkurang
O : RR = 20 x/menit
A : Masalah belum teratasi
Gangguan pola tidur P : Lanjutkan intervensi
b.d. sesak nafas S : Pasien mengatakan sudah
bisa tidur
O : TD = 100/70 mmHg
T = 36,0 ˚C
R = 20 x/menit
N = 80 x/menit
A : Masalah sebagian teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3. Rabu, 05 Pola nafas tidak
Desember 2017 efektif b.d. obstruksi S : Pasien mengatakan sesak
jalan nafas berkurang
O : RR = 20 x/menit
A : Masalah belum teratasi
Gangguan pola tidur P : Lanjutkan intervensi
b.d. sesak nafas S : Pasien mengatakan bisa tidur
pada malam hari
O : TD = 90/60 mmHg
T = 36,2 ˚C
R = 20 x/menit
N = 84 x/menit
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

38
39
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Dalam bab ini penulis membahas tentang keterkaitan dan kesenjangan antara

landasan teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan asma di

ruang Kemuning Rumah Sakit Umum Daerah Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan.

Menurut Capernito & Mayet (2007) mendefinisikan diagnosa keperawatan

adalah “Suatu pernyataan klinik yang disampaikan individu, keluarga, atau

masyarakat yang dapat menggambarkan tentang masalah kesehatan baik secara

actual maupun potensial sehingga dapat menggambarkan tentang masalah kesehatan

baik secara actual maupun potensial sehingga dapat menjadi dasar untuk penentuan

intervensi yang tepat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan seorang

perawar”.

Pada teori diagnosa keperawatan menurut Sagung Seto,2001 ditemukan 2

diagnosa yaitu, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan serangan asma

menetap, ansietas berhubungan dengan takut sulit bernafas disebabkan gagal nafas

yang berat. Sedangkan pada kasus kelolaan individu terdapat kesenjangan antara

teori dan aplikasi. Pada aplikasi di dapatkan 2 diagnosa yaitu, pola nafas tidak efektif

b.d. obstruksi jalan nafas, gangguan pola tidur b.d. sesak nafas. Pada kasus individu

ada diangkat diagnosa, pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas, gangguan

pola tidur b.d. sesak nafas. Penulis mengangkat diagnosa diatas karena pada saat

melakukan pengkajian ditemukan data pasien mengatakan sesak nafas pada malam

hari, agak susah bernafas, dan batuk-batuk, tidur kurang lebih hanya 5 jam / hari

Adapun diagnosa yang muncul pada pasien Ny.S adalah sebagai berikut :

40
1. Diagnosa I

Pola nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas ditemukan pada

tinjauan kasus, didalam teori juga ditemukan diagnosa ini. Hasil pengkajian

sesuai dengan teori ditemukan data pasien bahwa pasien mengatakan Pasien

mengeluh sesak nafas, agak susah bernafas. Terdapat sputum, terdengar

wheezing. Dengan tanda-tanda vital TD : 90/60 mmHg, Suhu tubuh : 36, °C,

Nadi : 90 x/menit, Pernafasan : 23x/menit tingkat kesadaran : compos mentis.

Dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan tindakan

disesuaikan dengan kebutuhan pasien, kondisi pasien dan sarana serta

prasarana yang terjadi. Selama 1 x 24 jam telah dilakukan Melakukan

pemeriksaan TTV, Mengatur posisi pasien, Mengkaji pola tidur, Memberikan

nebulizer, Mengatur posisi pasien dan menganjurkan teknik nafas dalam dan

batuk.

Pada evaluasi saat 8 jam pertama perawatan, pasien mengatakan

sesak, RR = 23 x/menit, Masalah belum teratasi, Lanjutkan intervensi.

Berdasarkan kriteria hasil yang ditetapkan pada perencanaan

Mendemonstrasikan batuk efektif, suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis

dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan

mudah, tidak ada pursed lips), Tanda-Tanda Vital dalam rentang normal.

Penulis berasumsi bahwa mendemonstrasikan batuk efektif, suara

nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan

sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips), Tanda-Tanda

Vital dalam rentang normal. Dengan demikian masalah ini dapat teratasi

sepenuhnya hingga pola nafas menjadi efektif.

41
2. Diagnosa II

Gangguan pola tidur b.d. sesak nafas Pola nafas tidak efektif b.d.

obstruksi jalan nafas ditemukan pada tinjauan kasus, didalam teori juga

ditemukan diagnosa ini. Hasil pengkajian sesuai dengan teori ditemukan data

pasien bahwa pasien mengatakan Pasien mengeluh sesak nafas, agak susah

bernafas. Terdapat sputum, terdengar wheezing. Dengan tanda-tanda vital TD

= 100/70 mmHg, T = 36,0 ˚C, R = 20 x/menit, N = 80 x/ tingkat kesadaran :

compos mentis.

Dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan tindakan

disesuaikan dengan kebutuhan pasien, kondisi pasien dan sarana serta

prasarana yang terjadi. Selama 1 x 24 jam telah dilakukan Melakukan

pemeriksaan TTV, Mengatur posisi pasien, Mengkaji pola tidur, Memberikan

nebulizer, Mengatur posisi pasien dan menganjurkan teknik nafas dalam dan

batuk.

Pada evaluasi saat 8 jam pertama perawatan, Pasien mengatakan

sudah bisa tidur, TD = 100/70 mmHg, T = 36,0 ˚C, R = 20 x/menit, N = 80

x/menit, Masalah sebagian teratasi. Berdasarkan kriteria hasil yang

ditetapkan pada perencanaan Jumlah tidur dalam batas normal, Pola tidur,

kualitas dalam batas normal, Perasaan fresh sesudah tidur, Mampu

mengidentifikasi-kan hal-hal yang meningkatkan tidur.

Penulis berasumsi bahwa Jumlah tidur dalam batas normal, Pola tidur,

kualitas dalam batas normal, Perasaan fresh sesudah tidur, Mampu

42
mengidentifikasi-kan hal-hal yang meningkatkan tidur. Dengan demikian

masalah ini dapat teratasi sepenuhnya hingga gangguan pola tidur teratasi.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kasus kelolaan individu pada pasien Ny.S dengan asma, individu

melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian dan ditemukannya data-

data yang dapat mendukung untuk menegakan 2 diagnosa yaitu pola nafas tidak

efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas dan gangguan pola tidur

berhubungan dengan sesak nafas. Individu dapat membuat perencanaan sesuai

kebutuhan untuk mengatasi masalah pada Ny.S dan melaksanaan tindakan

sesuai dengan perencanaan dan sesuai SOP serta individu dapat mengevaluasi

untuk mengetahui perkembangan dan respon dari rencana asuhan keperawatan

yang telah dibuat dengan hasil pola nafas tidak efektif belum teratasi, gangguan

pola tidur teratasi.

B. Saran

Asma dapat dicegah dengan menganjurkan pasien untuk banyak istirahat

(mengurangi aktivitas-aktivitas yang cukup berat), mengkonsumsi makanan

yang tidak menimbulkan alergi, mengurangi stres emosional, serta menghindari

polusi udara seerti asap rokok, dan lain-lain. Apabila penyakit ini tidak dicegah

maka akan menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.

Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung dari motivasi anak

sendiri dan suport dari orang tua serta keluarga. Peran perawat sangat

dibutuhkan dalam memberikan penyuluhan akan penyebabnya, cara

43
penanggulangannya dan komplikasinya untuk menambah pengetahuan anak

serta terutama pada orang tua yang mengasuh anak.

44
DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculuplus.

Mubarak, W dkk. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap Dalam


Praktik Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Nanda


NIC NOC Dalam Berbagai Kasus.Yogyakarta: Mediaction.

Newman, Porland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC

http://blognuraziz.blogspot.co.id/2017/05/laporan-pendahuluan-asma-bronchial.html

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-
asma.html#.WkPNOvCWbIU

http://digilib.unila.ac.id/20701/14/BAB%20II.pdf

45

Anda mungkin juga menyukai