Layly Nur Hariadi 10617060 Resume KGK 6 Skenario 3
Layly Nur Hariadi 10617060 Resume KGK 6 Skenario 3
Layly Nur Hariadi 10617060 Resume KGK 6 Skenario 3
16 Juni 2020
Layly Nur Hariadi
10617060
Kelompok 2
Trauma Maksilofasial
1. Definisi
Trauma oromaksilofasial berhubungan dengan cedera pada wajah atau rahang
yang disebabkan oleh kekuatan fisik, benda asing atau luka bakar, termasuk cedera pada
salah satu struktur tulang, kulit dan jaringan lunak pada wajah. (Sastrawan. 2017)
2. Etiologi
3. Diagnosis
Bagaimana kejadiannya?
Kapan kejadiannya?
Spesifikasi luka, termasuk tipe objek yang terkena, arah terkena, dan alat yang
kemungkinan dapat menyebabkannya?
Apakah pasien mengalami hilangnya kesadaran?
Gejala apa yang sekarang diperlihatkan oleh pasien, termasuk nyeri, sensasi,
perubahan penglihatan, dan maloklusi?
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiografis
4. Klasifikasi
a. Fraktur Dentoalveolar
Fraktur dentoalveolar sering terjadi pada anak-anak karena terjatuh saat bermain
atau dapat pula terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Struktur dentoalveolar
dapat terkena trauma yang langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya
dapat menyebabkan trauma pada gigi insisif sentral maksila karena berhubungan dengan
posisinya yang terekspos. (Mihailova. 2006)
b. Fraktur Sepertiga Bawah Wajah
Fraktur Le Fort tipe II biasa juga disebut dengan fraktur piramidal. Manifestasi
dari fraktur ini ialah edema di kedua periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang
terlihat seperti racoon sign. Biasanya ditemukan juga hipoesthesia di nervus infraorbital.
Kondisi ini dapat terjadi karena trauma langsung atau karena laju perkembangan dari
edema. Maloklusi biasanya tercatat dan tidak jarang berhubungan dengan open bite. Pada
fraktur ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat palpasi di area infraorbital dan
sutura nasofrontal. Keluarnya cairan cerebrospinal dan epistaksis juga dapat ditemukan
pada kasus ini. (Mihailova. 2006)
Fraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis, regio supra orbita, rima
orbita dan sinus frontalis. Fraktur tulang frontalis umumnya bersifat depressed ke dalam
atau hanya mempunyai garis fraktur linier yang dapat meluas ke daerah wajah yang lain.
(Mihailova. 2006)
Tipe III : Fraktur zigomatikus dengan displacement tanpa diastase pada bagian
lateral orbita.
Kelas Definisi
5. Perawatan
a. Closed Reduction
Yang dicekatkan ke gigi pasien sebagai pegangan (ligature dental, splint dental,
arch bar)
Splin protesa, digunakan pada rahang yang tidak bergigi, dapat dicekatkan dengan
sekrup osteosintesis ke tulang atau dengan circumferential wiring
Yang bertumpu ke struktur tulang ekstra oral (head chin splint dan gips pada
fraktur hidung) (Aizenbud. 2009)
i. Ligatur Dental
Ligatur dental sering digunakan sebagai “terapi awal atau dini”. Kelemahannya
adalah kurangnya stabilitas dalam jangka waktu yang lama dan sering merusak struktur
periodonsium gigi. Karena itu, penggunaan ligature dental hanya bersifat sementara.
Pemasangan ligature dapat dilakukan dengan menggunakan kawat berdiameter 0,35 atau
0,4 mm. Tipe ligature dental yang sering digunakan adalah Ivy, Stout, Essig. (Aizenbud.
2009)
Tipe Direk / Arch bar langsung dipasang menggunakan bantuan kawat 0,35 atau
0,4 mm. Keuntungan arch bar jenis ini adalah dapat langsung digunakan tanpa
memerlukan proses pembuatan di laboratorium, umumnya arch bar dipasang pada
gigi-gigi di rahang atas dan bawah, setelah proses ligasi selesai barulah dilakukan
MMF. MMF dilakukan dengan menggunakan karet (rubber) maupun
menggunakan kawat 0,4 mm. (Aizenbud. 2009)
Tipe IndirekPada pasien sebelumnya dilakukan pencetakan dari rahang atas dan
bawah dengan menggunakan alginate, kemudian dilakukan pembuatan arch bar
sesuai dengan bentuk rahang pasien. Keuntungannya adalah bentuk arch bar
sesuai dengan bentuk rahang dan gigi pasien. Selain itu, pada model dan
articulator dapat dapat dilakukan penyesuaian oklusi. Kerugiannya adalah
diperlukan tambahan waktu dan biaya untuk pembuatannya. (Aizenbud. 2009)
iii. Splin Protesa
Digunakan pada fraktur rahang tidak bergigi, jika pasien mempunyai gigi tiruan
lengkap maka sebelumnya dapat dilakukan duplikasi dari gigi tiruan itu terlebih dahulu.
Selanjutnya prinsipnya adalah pemasangan protesa ke dalam mulut untuk digunakan
sebagai alat bantu guna mendapatkan oklusi dan artikulasi yang baik. Selain itu, MMF
juga dapat dilakukan lewat protesa ini. Protesa dapat difiksasi di mulut menggunakan
sekrup osteosintesi (umumnya diperlukan 3-4 sekrup per rahang). (Aizenbud. 2009)
b. Open Reduction
6. Epidemiologi
Hampir 75% dari fraktur wajah terjadi di mandibula, zygoma, dan hidung.
Partisipasi Olahraga adalah penyebab paling umum dari fraktur mandibula (31,5%),
diikuti oleh kecelakaan kendaraan bermotor (27,2%). Fraktur maksilofacial juga terjadi
lebih sering pada laki-laki dewasa dan remaja muda, usia rata-rata untuk laki-laki dewasa
adalah 32 tahun, usia rata-rata untuk anak-anak, 12,5 tahun. Di philipina rasio kejadian
antara laki-laki dan wanita 7.1:1. Di Indonesia, pasien trauma maksilofasial dengan jenis
kelamin pria mewakili 81,73% dari jumlah kasus (Rupp dkk, 2016).
DAFTAR PUSTAKA