Askep Gadar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

SECTIO CAESARIA (SC)

A.    DEFINISI

 §  Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)

 §  Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh  (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)

 §  Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

B.     JENIS – JENIS

Sectio cesaria transperitonealis profunda

Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada
bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini
adalah:

a.       Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.

b.      Bahaya peritonitis tidak besar.

c.       Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar
karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti
korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

2.      Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal

Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.

3.      Sectio cacaria ekstra peritoneal

Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal
akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak
lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.

4.      Section cesaria Hysteroctomi

Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:

§  Atonia uteri
§  Plasenta accrete

§  Myoma uteri

§  Infeksi intra uteri berat

C.    ETIOLOGI

Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

1.      CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.
Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk
panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang
panggul menjadi abnormal.

2.      PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3.      KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu
satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.

4.      Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.

5.      Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.

6.      Kelainan Letak Janin

a.       Kelainan pada letak kepala

1)      Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.

2)      Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka.
Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

3)      Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.

b.      Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus
uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

D.    PATOFISIOLOGI

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada
dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin
adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.
Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus
uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran
dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh
memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain
itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Elektroensefalogram ( EEG )

Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2.      Pemindaian CT

Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3.      Magneti resonance imaging (MRI)

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna
untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT.

4.      Pemindaian positron emission tomography ( PET )

Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.

5.      Uji laboratorium

a.       Fungsi lumbal                    : menganalisis cairan serebrovaskuler


b.      Hitung darah lengkap       : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c.       Panel elektrolit

d.      Skrining toksik dari serum dan urin

e.       AGD

f.       Kadar kalsium darah

g.      Kadar natrium darah

h.      Kadar magnesium darah

G.    KOMPLIKASI

Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :

1.      Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:

a.       Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari

b.      Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung

c.       Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik

3.      Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.

4.      Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.

5.      Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.

Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

H.    PENATALAKSANAAN

            1.      Perawatan awal
§  Letakan pasien dalam posisi pemulihan

§  Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30
menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar

§  Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

§  Transfusi jika diperlukan

§  Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar
bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah

2.      Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3.      Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

§  Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

§  Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar

§  Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.

§  Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)

§  Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.

        4.      Fungsi gastrointestinal

§  Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair

§  Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul

§  Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat

§  Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik

        5.      Perawatan fungsi kandung kemih


§  Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam

§  Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih

§  Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari
atau urin jernih.

§  Jika sudah tidak memakai antibiotika  berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas

§  Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

        6.      Pembalutan dan perawatan luka

§  Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut

§  Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan

§  Ganti pembalut dengan cara steril

§  Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

§  Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari
kelima pasca SC

           7.      Jika masih terdapat perdarahan

§  Lakukan masase uterus

§  Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin

         8.      Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam   selama    48 jam :

§  Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam

§  Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam

§  Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam

           9.      Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

§  Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting


§  Supositoria            = ketopropen sup 2x/ 24 jam

§  Oral                       = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

§  Injeksi                   = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

10.  Obat-obatan lain

§  Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit. C

           11.  Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan

§  Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan
dan hematoma pada daerah operasi

§  Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.

§  Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding
abdomen tidak tegang.

§  Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.

§  Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi

§  Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.

§  Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra
abdomen

§  pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-
obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.  Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak.  Oleh
karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.

§  Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op
seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.

§  Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas.
Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila
dijumpai adanya penyimpangan
§  Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian
dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit
pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole
LAPORAN KASUS Ny. DENGAN SECTIO CAESARIA DI RUANGAN OK CITO

RS Prof Dr R.D KANDOU MANADO

Tanggal pengkajian :

Tanggal operasi :

Pre-operatif care

Pada pukul klien Ny. Dibawah dari ruangan Instalasi gawat darurat menggunakan
brangkar,Identitas klien :

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Tempat,tanggal lahir :

Status perkawinan :

Agama :

Suku :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Keluhan utama :

Klien mengatakan nyeri mau melahirkan dirasakan

Riwayat penyakit :
Persiapan instrument dan kamar operasi

1.tangkai pisau 1 buah

2.pinset chirugi 2 buah

3.pinset anatomi 1 buah

4.klem bengkok 4 buah

5.kocher 4 buah

6.allys

7.penster klem 4 buah

8.hak blas

9.

Anda mungkin juga menyukai