ARDIYANTO
ARDIYANTO
ARDIYANTO
KABUPATEN BULUKUMBA
(TINJAUAN AQIDAH ISLAM)
Skripsi
Oleh:
ARDIYANTO
NIM: 30100112017
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ardiyanto
NIM : 30100112017
Penyusun,
Ardiyanto
NIM: 30100112017
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Aqidah Filsafat/Prodi Ilmu Aqidah. Pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik
UIN Alauddin Makassar, setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi skripsi
yang bersangkutan dengan judul “Tradisi Akkattere di Desa Tanah Towa, Kec.
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Ketua Prodi Ilmu Aqidah
iii
PENGESAHAN SKRIPSI
11 Syawal 1438 H
DEWAN PENGUJI:
Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik
UIN Alauddin Makassar
iv
KATA PENGANTAR
v
penguji II yang telah memberikan saran dan kritikan sehingga skripsi dapat
menjadi lebih baik.
7. Para dosen dan karyawan Fakultas Ushuluddin, Filsafat, dan Politik UIN
Alauddin Makassar yang telah membagikan ilmu pengetahuannya dan telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Seluruh staf jajaran perpustakaan UIN Alauddin Makassar yang telah bersedia
memberikan pelayanan dalam bentuk kepustakaan.
9. Bapak Gubernur Sulawesi Selatan beserta seluruh jajaran dan staf pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan yang telah memberikan kesempatan melakukan
penelitian di wilayah Sulawesi Selatan.
10. Bapak Bupati Bulukumba beserta seluruh staf dan jajaran pemerintah
Kabupaten Polewali Mandar.
11. Bapak Kepala Desa Tanah Towa beserta staf.
12. Buat seluruh keluarga yang selalu memberikan nasihat dan doa.
13. Buat teman-teman seperjuangan yang senantiasa setia memberi bantuan
dukungan serta semangat sehingga skripsi ini terselesaikan.
Akhirnya kepada Allah swt. juga kami memohon rahmat dan hidayat-Nya,
semoga skripsi ini bermamfaat bagi agama, bangsa dan negara. Amiin ! Wassalam,
Ardiyanto
NIM: 30100112017
vi
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... v
ABSTRAK ..............................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Jenis Penelitian............................................................................ 37
C. Sumber Data................................................................................ 38
vii
D. Metode Pengumpulan Data........................................................ 38
Mendapat Musibah............................................................................58
BAB V PENUTUP..................................................................................................68
A. Kesimpulan........................................................................................ 68
B. Implikasi ............................................................................................ 69
DAFTAR INFORMAN......................................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
ABSTRAK
Nama : Ardiyanto
NIM : 30100112017
Jurusan : Aqidah Filsafat/Ilmu Aqidah
Judul : TRADISI AKKATTERE DI DESA TANAH TOWA, KECAMATAN
KAJANG, KABUPATEN BULUKUMBA (TINJAUAN AQIDAH
ISLAM)
Penelitian ini membahas tentang Tradisi Akkattere di Desa Tanah Towa, Kec.
Kajang, Kab. Bulukumba (tinjauan aqidah Islam) yang dibagi ke dalam tiga
pertanyaan, 1) Bagaimana proses pelaksanaan tradisi akkattere pada Desa Tanah
Towa?, 2) Mengapa orang yang telah akkattere kemudian berhaji akan mendapat
musibah menurut masyarakat Tanah Towa?, 3) Bagaimana pandangan aqidah Islam
terhadap tradisi akkattere?.
Ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan aqidah,
filosofis, dan sosiologis. Sumber data penelitian ini adalah: pertama, data primer,
yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian dan hasil observasi yang dilakukan di
lapangan di mana data tersebut diperoleh dari berbagai kalangan masyarakat
diantaranya adalah para pemangku adat, tokoh masyarakat, dan pemerintah setempat.
Kedua, data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui telaah kepustakaan.
Selanjutnya metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan
wawancara. Kemudian teknik analisis data dilakukan dengan melalui tiga tahapan,
yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi akkattere adalah pesta adat
dalam bentuk ritual pemotongan rambut yang dilaksanakan oleh masyarakat Tanah
Towa yang mampu, keturunan adat, dan masih taat pasang. Akkattere dianggap sama
dengan ibadah haji karena sama-sama dilakukan oleh orang mampu dan sama-sama
mengharapkan pahala dari Tu Rie’ A’rana (Tuhan) pada hari kemudian (akhirat).
Proses pelaksanaannya dimulai dengan apparungrungi dan diakhiri dengan
pembagian dallekang. Bagi masyarakat Tanah Towa, akkattere diyakini sebagai
pokok ibadah haji sedangkan yang dilakukan di Mekah hanyalah ujungnya. Apabila
telah melaksanakan akkattere kemudian melakukan ibadah haji maka akan
mendapatkan musibah. Dalam pelaksanaannya terdapat ritual meminta doa, mereka
meyakini apabila tidak dilakukan maka keluarga yang melaksanakan hajatan akan
mendapatkan musibah. Keyakinan-keyakinan seperti itu mengarah kepada
kemusyrikan sehingga perlu diluruskan dengan cara memberikan pemahaman aqidah
Islam kepada mereka.
Implikasi dari penelitian ini adalah: 1) Diharapkan, dalam pelaksanaan tradisi
akkattere dapat menghilangkan hal-hal yang mengarah kepada kemusyrikan dan
ix
meluruskan keyakinan agar kebudayaan tidak bertentangan dengan agama. 2) Dalam
pelaksanaan tradisi akkattere perlu meninjau ulang cara-cara yang dilakukan dalam
pelaksanaannya. Baik tingkah laku maupun kepercayaan, agar tidak terjadi
pertentangan antara agama dan tingkah laku dalam tradisi. 3) Antara agama dan
tradisi masyarakat setempat harus sejalan karena agama memuat aturan-aturan serta
petunjuk dari Allah swt. sedangkan tradisi merupakan kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan secara berulang-ulang yang berdasarkan dengan persepsi manusia.
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
fenomena sosial dan kebudayaan yang khas dan beraneka ragam. Daerah ini terdapat
empat suku bangsa yang utama yaitu Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar.1 Ragam
realitas dari pola pikir, tingkah laku, maupun nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
bersangkutan. Kebudayaan dalam suatu masyarakat adalah sistem nilai tertentu yang
Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan
dan berbagai tradisi, walaupun saat ini teknologi dan pola hidup modern telah mulai
1
Pawennari Hijjang, Pasang dan Kepemimpinan Ammatowa, Antropologi Indonesia 29, no.
3, (2015), h. 255.
2
Abu Hamid, Kebudayaan Bugis, (Makassar: Penerbit Bidang Sejarah Dan Kepurbakalaan,
Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sul-Sel, Tahun 2012), h. 1.
3
Wahyuni, Perilaku Beragama: Studi Sosiologi Terhadap Asimilasi Agama dan Budaya di
Sulawesi Selatan, (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 114-116.
1
2
simbolis dalam bentuk upacara yang dilakukan dengan penuh hikmah oleh
dapat dinikmati dan memenuhi kebutuhan para anggotanya, baik secara individu
kepada generasinya secara turun-temurun agar tetap dilestarikan dan dijaga sebagai
tradisi, adat-istiadat dan kebiasaan. Tradisi lebih berorientasi kepada kepercayaan dan
leluhur mereka. Tradisi yang dimiliki oleh komunitas adat Kajang memiliki keunikan
tersendiri yang menjadi ciri khas dan berbeda dari kebudayaan komunitas lainnya.
4
Muhannis, Karampuang dan Bunga Rampai Sinjai, (Yogyakarta: Ombak, 2009), h. 2.
5
Sugira Wahid, Manusia Makassar, (Makassar: Pustaka Refleksi, 2007), h. 9-10.
6
Akib Yusuf, Ammatowa: Komunitas Berbaju Hitam, (Makassar: Pustaka Refleksi, 2008), h.
4.
3
Embayya (dalam batas) yaitu mereka yang bermukim di dalam kawasan adat atau
biasa juga disebut Kajang dalam dan Kajang hitam (Kajang Le’leng) yang menetap di
Dusun Benteng. Kedua, Tana Koasayya atau Ipantarang Embayya yaitu mereka yang
bermukim di luar kawasan adat atau Kajang berada di luar Desa Tanah Towa yaitu
Salah satu tradisi yang masih terjaga sampai sekarang adalah akkattere yang
tradisi ini sudah berlangsung sebelum masuknya agama Islam di daerah tersebut.
Tradisi tersebut merupakan bagian ajaran patuntung8 yang berdasar pada Pasanga ri
Kajang.9 Masyarakat setempat mangatakan bahwa tradisi akkkattere ini sama halnya
ibadah tertentu, pada waktu tertentu dengan niat ikhlas kepada Allah swt. tempat
tertentu yang dimaksud yaitu Ka’bah dan Padang Arafah serta tempat-tempat yang
harus didatangi dan dilalui di tanah suci Mekah. 10 Haji hukumnya wajib bagi umat
7
Juma Darmapoetra, Kajang: Pencinta Kebersamaan dan Pelestari Alam, (Makassar: Arus
Timur, 2014), h. 3.
8
Suatu bentuk kepercayaan animisme yang dianut oleh masyarakat Kajang sebelum agama
Islam masuk di negeri ini.
9
Zainuddin Tika dkk, Ammatowa, (Makassar: LKPSBSS, 2015) h. 42.
10
Ali Hasan, Tuntunan Haji, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 1-2.
4
Islam sebagai agama kasih sayang bagi seluruh alam, tidak datang untuk
menghapus semua tradisi yang terdapat di dunia ini tetapi datang untuk meluruskan
tradisi, baik dari aspek tauhid maupun syariat agar manusia tidak melakukan hal-hal
Berbicara tentang tradisi akkattere tidak terlepas dari aqidah, sebab akkattere
bagi masyarakat Tanah Towa merupakan sesuatu yang sakral, dan ada keyakinan
masyarakat bahwa ketika telah melakukan tradisi tersebut tidak dibolehkan naik haji
karena akan mendapatkan musibah. Musibah yang menimpa pada saat dan sesudah
naik haji mereka meyakini bahwa itu akibat telah melakukan tradisi akkattere
kemudian melakukan ibadah haji. Keyakinan seperti itu dapat mengarah kepada
kemusyrikan akan tradisi dalam masyarakat Tanah Towa. Hal inilah yang membuat
manfaat dan menolak mudharat selain Allah swt. adalah termasuk kategori khurafat
dan khurafat dapat merusak aqidah. Oleh karena itu, Rasulullah saw. dalam
masyarakat dari segala kepercayaan yang sifatnya penghambaan diri kepada selain
Allah swt. sekaligus membangun suatu umat yang berdasarkan segala sifat dan
Terjemahnya :
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang
telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya
kepada Allah bertawakkal orang-orang yang beriman.”11
Demikian pula tidak ada yang mampu memberikan manfaat dan menolak
mudharat melainkan Allah swt. sebagaimana firman-Nya dalam Q.S al-Hajj/22 : 12.
...
Terjemahnya :
“Dan ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat
dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya.”12
Ayat di atas menegaskan bahwa hanya Allah yang dapat memberikan manfaat
atau memberikan mudharat. Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik meneliti
B. Rumusan Masalah
Towa ?
11
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahannya, (Semarang: PT Karya Putra
Semarang, 2002), h. 262-263.
12
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahannya, h. 464.
6
Tanah Towa ?
1. Fokus Penulisan
yang mencakup proses pelaksanaan, pendapat masyarakat Desa Tanah Towa tentang
mengapa orang yang melakukan akkattere kemudian berhaji mendapat musibah, dan
2. Deskripsi Fokus
Towa.
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. III;
Jakarta: Balai Pustaka 1990) h. 959.
7
masalah yang semula sudah dianngap benar. Hal ini dilakukan dengan
Mekah. Dari dialog yang terjadi antara Nabi Muhammad saw. dan
meyakini adanya hari akhir. Ketiga pokok aqidah ini banyak terdapat
D. Kajian Pustaka
sesuai dengan ajaran Islam terkait pelaksanaan rukun Islam. Salah satunya
adalah melakukan haji dengan akkattere. Skripsi ini berhubungan dengan judul
2. Buku “Tasawuf Kajang” oleh Mas Alim Katu membahas tentang tasawuf
secara umum. Akkattere menurut Mas Alim Katu sebagai salah satu bentuk
hasrat kejiwaan dan emosi keagamaannya. Akkattere menurut Mas Alim Katu
14
Zurkani Jahja, Teologi Al-Ghazali: Pendekatan Metodologi. (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2009), h. 18-19.
15
Pesan lisan berupa pedoman atau petuah-petuah yang harus dilakukan sebagai petunjuk
hidup agar mendapatkan kebahagian di dunia akhirat.
9
dan pemerintah setempat. Upacara tersebut selalu atas nama adat karena dalam
proses pelaksanaannya didominasi oleh adat. Oleh karena itu, akkattere hanya
dapat dimulai jika pemangku adat telah hadir. Buku ini memberikan
dalam kawasan adatnya, salah satunya adalah spiritual akkattere yaitu upacara
Ammatowa Kajang, tetapi tidak membahas akkattere sama dengan ibadah haji
dan kenapa orang yang telah melakukannya dilarang menunaikan ibadah haji.
memperoleh gelar Haji seperti orang yang telah menunaikan ibadah haji di
10
ekonomi. Artikel ini berhubungan dengan judul penulis terutama dalam hal
sesama, makhluk lain dan lingkungan sekitar. Karena agama mencakup banyak
pada saat yang sama dapat memahami ritual-ritual lain, karena didalamnya
terdapat ritual-ritual yang biasa dilakukan tanpa harus akkattere. Tesis ini
memberikan sumbangsih dalam hal akkattere bagian dari pasang dan akkattere
Samiang Katu. Jurnal ini membahas secara umum membahas tentang pasang
Towa Kajang di mana Amma Towa mengirim beberapa utusan untuk belajar
agama Islam tetapi tidak menjalankan semuan melainkan hanya menerima satu
utusan. Jurnal ini memberikan sumbangsih dalam skripsi ini dalam hal sejarah
akkattere.
7. Buku-buku di atas memiliki kaitan dan pembahasan yang sama dengan judul
penulis. Tetapi penulis meninjau dari aspek yang lain maka berbeda dengan
1. Tujuan Penelitian
Towa.
2. Kegunaan Penelitian
12
mereka supaya bisa membedakan yang mana tradisi sejalan atau tidak
TINJAUAN TEORITIS
tertentu pada saat pertama kali dilaksanakan. Kemudian dilanjutkan oleh generasi ke
halnya dengan tradisi akkatere yang ada di Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang,
Kabupaten Bulukumba.
terutama Puang Sembang (salah satu pemangku adat yang cukup dipercaya oleh
masyarakat bahkan kepala Desa Tanah Towa mengenai sejarah tradisi akkattere),
berawal dari nazar Tau Riolonta (Leluhur) orang Kajang. Pada zaman dahulu, hidup
sepasang suami istri yang mendiami Tanah Towa. Keduanya dikarunia anak (istrinya
hamil) oleh Tu Rie’ A’ra’na (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tetapi saat istrinya
melahirkan, istri dan anaknya meninggal dunia. Setelah kejadian itu, Tau Riolonta
menikah lagi dengan istri keduanya, akan tetapi hal serupa juga dialami oleh
keluarga tersebut. Kejadian tersebut tidak diketahui secara pasti berapa kali berulang
13
14
ribokona” (saya tidak tahu berapa kali berkeluarga namun istrinya selalu meninggal
saat melahirkan). Hingga sampai pada istri (yang beruntung) yaitu istri terakhirnya.”1
Tau Riolonta menikah dengan wanita untuk kesekian kalinya, yaitu istri
terakhirnya. Pada saat sedang mengandung, perasaan gelisah, takut, dan khawatir
seakan-akan dirasakan lagi. Tau Riolonta merasa takut dan jiwanya merasa
Bulan demi bulan, usia kandungan memasuki bulan terakhir yaitu bulan
menghilangkan rasa takutnya dan berharap keselamatan istri dan anaknya, beliau pun
!” (keluarlah ! keluar ! Jika kamu hidup bersama ibumu maka kupotongkan salahi’mu
Kelahiran anak istri Tau Riolonta berjalan dengan lancar karena anak dan
istrinya selamat dari kematian. Nazar yang telah diucapkan ternyata tidak sia-sia
karena sesuai dengan apa yang diharapkan. Rasa takut yang menghantui pikirannya
berubah menjadi kebahagiaan dan kegembiraan. Istri dan anaknya dalam keadaan
1
Sembang, Pemangku Adat, Wawancara, Tanah Towa, 20 November 2016.
2
Duppa, Pemangku Adat, Wawancara, Tanah Towa, 18 November 2016.
15
Anak Tau Riolonta tumbuh dan berkembang dengan normal seperti yang
diharapkan oleh semua orang tua. Anak tersebut telah mampu berjalan lancar dan
berbicara dengan pasih. Pada saat itu, Tau Riolonta melepaskan atau memenuhi
nazarnya. Nazar yang diucapkannya pada saat mau dilahirkan akan dipenuhi sebagai
rasa syukur atas keselamatan istri dan anaknya. Beliau kemudian menyuruh anaknya,
Anak tersebut memenuhi perintah ayahnya dan pergi duduk pada batu yang
telah ditunjuk oleh ayahnya. Tau Riolonta kemudian melaksanakan akkattere secara
Kejadian inilah yang menjadi awal dari keberadaan akkattere di Desa Tanah
Sehingga hajatan tersebut menjadi bagian dari kehidupan bagi masyarakat setempat.
Menurut bahasa, kata akkattere berasal dari Bahasa Konjo, kata dasarnya
adalah kattere artinya “cukur atau potong”. Jika kata kattere diberi imbuhan “a” di
depan maka kata kattere berubah menjadi kata kerja aktif yang berarti “mencukur
dilakukan oleh masyarakat Tanah Towa. Untuk lebih jelas tentang definisi akkattere,
3
Sembang, Wawancara, 20 November 2016.
16
a. Mas Alim Katu: akkattere adalah pesta adat yang melibatkan banyak
ekonomi.6
adalah pesta adat pemotongan rambut yang dilakukan oleh masyarakat Tanah Towa
ajaran yang sumbernya kepercayaan lokal. Kepercayaan tersebut, telah lama menjadi
pedoman hidup masyarakat Tanah Towa, sebelum mereka memeluk agama Islam.
4
Mas Alim Katu, Tasawuf Kajang, (Cet; I, Makassar: Pustaka Refleksi, 2005) h. 38.
5
Asriani, Perspektif Islam Terhadap Ajaran Patuntung Di Kecamatan Kajang, Kabupaten
Bulukumba, Skripsi, (Makassar: Fakultas Sastra UNHAS, 2012) h. 13.
6
Sitti Aminah Pabittei, Nilai-Nilai Luhur Budaya Spritual Masyarakat Ammatoa Kajang,
(Ujung Pandang: Depdikbud, 1989), h. 50.
7
Masgaba, Akkattere: Ritual pemotongan Rambut dan Fungsinya Pada Komunitas Adat
Kajang, Walasuji 5, no. 2, (Desember 2014), h. 341.
17
Masyarakat Tanah Towa beragama sallang (Islam) pada awal abad ke-17 yang
dibawa oleh Datuk Tiro.8 Kepercayaan patuntung adalah sinkretisme karena memiliki
beberapa persyaratan yang sama dengan agama langit yaitu mempercayai Tuhan
Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta, mempercayai adanya kenabian, kitab
dinamisme.9 Pendapat ini pula ditegaskan oleh salah satu tokoh masyarakat,
nikua agama sallang” (akkattere sudah lama di Kajang, kemudian datang agama
Islam).10
masyarakat setempat untuk ikut menyaksikan prosesi akkattere. Namun tidak semua
yang dikeluarkan sangat mahal. Begitu pula dalam melaksanakan ibadah haji ke tanah
suci Mekah, tidak semua dapat melaksanakan karena keterbatasan biaya, kesehatan
yang bagus dan belum ada hidayah dari Allah swt, untuk menunaikannya.11 Jumlah
biaya yang dikeluarkan hampir sama dan bahkan melebihi orang yang melaksanakan
ibadah haji. Keduanya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan niatnya sama-
8
M. Irfan Mahmud, Datuk Ri Tiro: Penyiar Islam di Bulukumba, (Yogyakarta: Ombak,
2012), h. xi.
9
Suriadi Mappangara dan Irwan Abbas, Sejarah Islam Sulawsi Selatan, (Cet.I, Makassar:
Lamacca Press, 2003), h. 32.
10
Bonro’, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Tanah Towa, 16 November 2016.
11
Asriani, Perspektif Islam Terhadap Ajaran Patuntung Di Kecamatan Kajang, Kabupaten
Bulukumba, h. 14.
18
menganggap bahwa akktattere sama dengan orang yang melakukan ibadah haji,13
namun setelah melaksanakan akkattere tidak mendapat gelar seperti orang yang telah
Pada saat penulis menanyakan tentang hal itu, berikut pendapat masyarakat
Tanah Towa tentang akkattere dengan ibadah haji: Sebagaimana yang diungkapkan
“Ia ilalang mae ri kawasang ada’a, punna rie’ pakullena akkattere’i padaji
hajia, naia pantarang punna rie’ pakullena nai’i ri Tana Marajayya,
kakunniji intu poko’na nikuayya haji.”
Artinya:
“Kami yang berada di dalam kawasan adat, jika memiliki kemampuan maka
kami melakukan akkattere sama dengan haji, sedangkan mereka berada di luar
jika memiliki kemampuan mereka naik di Tanah Suci, karena pokok haji yang
sebenarnya ada disini.”15
Menurut penulis, akkattere dianggap sama dengan ibadah haji karena
keduanya hanya dapat dilakukan oleh orang yang mampu dan sama-sama
mengharapkan pahala. Mereka hanya memandang dari segi kemampuan dan pahala.
Haji hanya dapat dilakukan oleh orang muslim yang mampu dan akkattere hanya
dapat dilakukan bagi masyarakat Tanah Towa yang mampu. Masyarakat yang
memiliki pemahaman seperti itu, penulis menganggap haji hanya diukur oleh mampu
12
Masgaba, Akkattere: Ritual pemotongan Rambut dan Fungsinya Pada Komunitas Adat
Kajang, h. 343.
13
Samsul Maarif, Dimensions of Religious Practice The Ammatoans of Sulawesi, Indonesia.
Thesis, (Arizona: Arizona State University, 2012), h. 219.
14
Masgaba, Akkattere: Ritual pemotongan Rambut dan Fungsinya Pada Komunitas Adat
Kajang, h. 352.
15
Duppa, Wawancara, 18 November 2016.
19
pelaksanaan haji, mampu terdiri atas tiga yaitu mampu dari segi ekonomi, mampu
dari segi fisik, dan ruhani. Sedangkan dalam akkattere, yang maksud mampu yaitu
mampu dari segi ekonomi saja. Karena jika dilihat dari segi proses pelaksanaannya,
justru memiliki kesamaan dengan proses aqiqah dan sangat jauh berbeda dengan
pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan di tanah suci Mekah. Begitu juga ketika
menyamakan pahala dari kedua hal yang berbeda tersebut. Berdasarkan pembahasan
ibadah haji, hal ini menegaskan bahwa tradisi tersebut menurut mereka lebih besar
pahalanya daripada ibadah haji. Sebagaimana kita ketahui bahwa haji adalah salah
satu kewajiban agama bagi seluruh umat Islam. Artinya hajilah yang merupakan
menyamakan pahala tradisi dan pahala ibadah haji berdasarkan pemahaman mereka.
ekonomi yaitu merupakan keturunan adat dan masih menghormati adat (pasang).
Tiga syarat ini yang harus penuhi oleh masyarakat Tanah Towa untuk dapat
keturunan adat maka pesta adat tersebut tidak dapat terlaksana karena tidak ada
pemangku adat yang menghadiri acaranya. Mampu dari segi ekonomi dan merupakan
keturunan adat jika orang yang bersangkutan sedang melanggar hukum adat maka
20
hajatan orang tersebut tidak dapat terlaksana pula sebelum orang tersebut mengakui
ibadah tertentu, pada waktu tertentu dengan niat ikhlas kepada Allah swt. tempat
tertentu yang dimaksud yaitu Ka’bah dan Padang Arafah serta tempat-tempat yang
harus didatangi dan dilalui di tanah suci Mekah. 17 Haji hukumnya wajib bagi setiap
muslim yang mampu. Sedangkan akkattere menurut penulis, adalah salah satu pesta
adat yang dilakukan oleh masyarakat Tanah bagi mampu dari segi ekonomi.
petunjuk uragi (orang yang mengetahui ritual tertentu) dan dilaksanakan dirumah
Oleh karena itu, semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan maka semakin besar
meminta bantuan yang serupa apabila orang yang bersangkutan melakukan hal yang
16
Duppa, Wawancara, 18 November 2016.
17
Ali Hasan, Tuntunan Haji, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 1-2.
18
Masgaba, Akkattere: Ritual pemotongan Rambut dan Fungsinya Pada Komunitas Adat
Kajang, h. 342-344.
21
sama dikemudian hari. Prinsip tersebut bukan perhitungan melainkan agar menjaga
Untuk sejarah Tanah Towa, penulis mengacu kepada Zainuddin Tika yang
melakukan penelitian di daerah ini pada tahun 2015, bahwa menurut Ammatowa yaitu
Bohe Palasa, pada zaman dahulu dunia ini terdiri dari lautan. Belum ada yang
namanya daratan. Semua yang namanya daratan maupun gunung tinggi sekalipun,
menjadi lautan yang sangat luas. Ketika air surut, di bumi Kajang, terlihat sebuah
daratan yang mirip sebuah tempurung kelapa yang tertelungkup. Tempurung kelapa
itu dikenal dengan nama tombolo oleh masyarakat Tanah Towa. Atas dasar inilah
sehingga tanah tersebut dinamakan tombolo. Tanah tombolo dianggap sebagai tanah
yang pertama ada di muka bumi atau tanah yang tertua. Penamaan Desa Tanah Towa
atas dasar tanah tombolo, yaitu tanah yang dianggap sebagai tanah yang tertua karena
tanah inilah yang pertama muncul. Sedangkan tombolo menjadi nama salah satu
dusun yang berada dalam wilayah kekuasaan Desa Tanah Towa, yaitu Dusun
Tombolo.20
Secara administratif, Desa Tanah Towa merupakan satu dari sembilan belas
desa yang berada di wilayah Kajang, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Desa
Tanah Towa merupakan desa tempat komunitas adat Kajang. Komunitas adat Kajang
19
Bonro’, Wawancara, 16 November 2016.
20
Abd. Salam, (Kepala Desa), Wawancara,Tanah Towa, 10 November 2016.
22
sangat kuat memegang warisan tradisi leluhur. Komunitas adat Kajang pantang larut
dalam perkembangan teknologi, kendaraan bermotor, listrik, jalan aspal dan hampir
semua yang berbau modern tidak boleh masuk di kawasan itu, karena dianggap
Desa Tanah Towa merupakan dataran dataran tinggi yang berada pada
ketinggian kurang lebih 20 M – 200 M di atas permukaan laut yang terletak kurang
lebih 51 KM dari kota Bulukumba. Desa Tanah Towa mempunyai luas wilayah
a. Dusun Pangi
b. Dusun Bongkina
c. Dusun Sobbu
d. Dusun Benteng
e. Dusun Luraya
f. Dusun Balambina
g. Dusun Tombolo
h. Dusun Balagana
i. Dusun Jannaya
adalah:
Desa Tanah Towa adalah wilayahnya sebagian besar kawasan adat yang
sangat menjaga hutannya. Jumlah penduduk 4.107 dengan rincian sebagai berikut :
a. Laki-laki 1.921
b. Wanita 2. 186
c. 871 KK22
3. Keadaan Sosial
mana mayoritas penduduknya adalah etnis Kajang, walaupun ada yang merupakan
etnis lain yang masuk karena ikatan perkawinan akan tetapi sudah dianggap
merupakan satu etnis asli karena Kajang dan semuanya adalah pemeluk agama Islam.
a. Tingkat Pendidikan
22
Pemerintah Desa Tanah Towa, Profil Desa Tanah Towa, h. 7-8.
26
1 SD 1.754
2 SMP 617
3 SMA 423
4 SMK 194
5 S1 32
6 S2 4
b. Mata Pencaharian
1. Coklat
2. Cengkeh
3. Karet
4. Kelapa
5. Rambutan
6. Lansat
7. Durian
23
Dikutip dalam, Data Statistik Desa Tahun 2014, 13 Januari 2015.
27
8. Merica
1. Padi
2. Jagung
3. Kacang-kacangan
4. Ubi kayu
5. Ubi jalar
6. Talas
7. Wijen
8. Pisang24
disebabkan karena kebanyakan tanah adat yang tidak boleh ditanami atau
masyarakat membeli sawah atau kebun yang ada luar desa Tanah Towa.
kerbau, bebek, dan kuda. Dengan kondisi wilayah yang banyak hutan
Sebagian lagi bekerja menjadi tukang kayu, tukang batu dan buruh
bagunan serta penenun sarung hitam (tope le’leng) dan penutup kepala
sekolah mulai dari SD sampai SMA. Ada juga sebagai pegawai desa. 25
C. Aqidah Islam
1. Pengertian Aqidah
Kata aqidah berasal dari bahasa Arab, aqidah berakar kata dari kata ‘aqada,
ya’qidu, ‘aqdan, aqidatan. ‘Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh.
Setelah terbentuk menjadi ‘aqidah berarti keyakinan. Hubungan antara kata ‘aqdan
dan ‘aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat
keyakinan dasar Islam yang harus diyakini oleh setiap muslim. Keyakinan tersebut
Aqidah dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan mantap, benar
maupun salah. Jika keputusan pikiran yang mantap itu benar, itulah yang disebut
aqidah yang benar, seperti keyakinan umat Islam tentang keesaan Allah. Namun jika
25
Abd. Salam, Wawancara, 10 November 2016.
26
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Cet.VIII, Yogyakarta: LPPI, 2004), h. 1.
27
Rosihon Anwar, Aqidah Akhlak, (Cet. I, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), h, 13.
29
salah, itulah yang disebut aqidah yang batil, seperti keyakinan umat Nasrani bahwa
diantaranya;
Arab adalah suatu yang dipegang teguh dan terhujam kuat di dalam lubuk
kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal,
wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu terpatri di dalam hati. Dan diyakini
aqidah adalah keyakinan dalam hati yang tidak mengandung keraguan sedikitpun.
Jadi aqidah adalah kumpulan dari hukum-hukum kebenaran yang jelas yang dapat
28
Rosihon Anwar, Aqidah Akhlak, h. 13.
29
Nashir Bin Abd Al-Karim Al ‘Aql, Hirasat al-Aqidah, terj. Anwar Taslim, Memelihara
Aqidah (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2007) h. 10.
30
Hasan al-Banna, al-Qaid, ter. Baedadi, Aqidah Islam, (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang,
1990), h. 9.
31
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Cet.VIII, Yogyakarta: LPPI, 2004), h. 1-2.
30
Keyakinan dapat didengarkan, dirasakan dan diyakini oleh hati manusia, serta
dipujinya.32 Pengertian aqidah secara luas yaitu keyakinan penuh yang dibenarkan
dengan hati, diucapkan oleh lisan dan diwujudkan oleh amal perbuatan.33
2. Pengertian Islam
Menurut etimologi, Islam berasal dari bahasa Arab, asal kata salima yang
berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya
memeliharakan dalam keadaan selamat sentosa, dan berarti juga menyerahkan diri,
tunduk, patuh dan taat. Kata aslama itulah menjadi pokok kata Islam, mengandung
segala arti yang terkandung dalam arti pokonya, sebab itu orang yang melakukan
aslama atau masuk Islam dinamakan muslim. Berarti orang itu telah menyatakan
dirinya telah taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah swt. 34 Dengan
32
Nashir Bin Abd Al-Karim Al ‘Aql, Hirasat al-Aqidah, terj. Anwar Taslim, Memelihara
Aqidah, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2007) h. 61
33
Zakiah Daradjat dkk, Dasar-Dasar Agama Islam, (Cet.I, Jakarta: Departemen Agama RI),
h. 151.
34
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Cet.XIII, Bandung: AL-Ma’arif, 1996), h. 87.
35
Isngadi, Islamologi Populer, (Cet. III, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984), h. 70.
31
Terjemahnya:
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan,
dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim
menjadi kesayanganNya.”36
Islam artinya penyerahan diri kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha
Perkasa, dan Maha Esa. Penyerahan diri itu diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan
untuk menerima dan melakukan apa saja perintah dan larangan-Nya. Tunduk pada
(para rasul). Islam ialah penyerahan diri kepada Allah untuk mendapatkan
Terjemahnya :
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”38
36
Asy-Syifa’, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV Raja Publishing, 2011), h. 98.
37
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Cet.I, Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h.
27.
38
Asy-Syifa’, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 52.
32
Islam adalah agama samawi yang diturunkan oleh Allah swt. melalui utusan-
Nya, yakni Muhammad saw. Ajaran agama Islam terdapat dalam kitab suci al-Qur’an
dan al-Hadis dalam bentuk perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebaikan manusia,
3. Aqidah Islam
kebenarannya oleh setiap muslim berdasarkan dalil naqli dan dalil aqli (nash dan
akal). Secara garis besar berbicara tentang aqidah Islam tidak terlepas dari rukun
Iman dan Islam. Yaitu kepercayaan kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab
suci-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, qada dan qadar, serta seluruh isi al-Qur’an dan
Aqidah merupakan bagian pertama dalam ajaran Islam yang didakwakan Nabi
ditekankan selama periode Mekah. Dari dialog yang terjadi antara Nabi Muhammad
dan umatnya, diketahui ada tiga yang ditekankan.40 Ketiga aqidah pokok yang perlu
dipercayai oleh tiap-tiap muslim, yang merupakan unsur utama keimanan ialah
mempercayai:
39
A. Zainuddin dan M. Jamhari, Aqidah dan Ibadah, (Cet.I, Bandung: Pustaka Setia, 1999),
h. 49.
40
Zurkani Jahja, Teologi Al-Ghazali: Pendekatan Metodologi (Cet.II, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2009), h.19.
33
dan pengatur selain dari pada-Nya. Firman Allah swt. Q.S. Al-Ikhlas/112 :
1-4 :
dari Adam as. sampai kepada Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu,
tentulah para nabi membawa dan memeluk agama ini, karena Islam
41
Asy-Syifa’, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 604.
34
dari ajaran-ajaran yang meliputi berbagai aspek itu yaitu al-Qur’an dan al-
ini, sering kali kita mendapatkan perlakuan yang tidak adil, seperti
Orang yang bekerja keras dan jujur hidup miskin dan tersingkirkan,
sedangkan yang malas dan tidak jujur hidup mewah dengan harta
semacam itu, hanya dapat ditegakkan oleh yang Maha Adil, yaitu Tuhan.
Aqidah tidak terbatas hanya dalam hal-hal yang telah disebutkan dalam rukun
iman dan rukun Islam. Rukun iman yang enam dan rukun Islam yang lima ada yang
42
Harun Nasution, Islam: Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Cet. V, Jakarta: UI-Press,
1985), h. 24.
43
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Cet.IV,
Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 217-218.
35
disebutkan secara global, ada pula yang disebutkan secara terperinci. Semua ini
didapatkan hanya dari nash-nash syar’i (belum pasti) yang bersifat qath’i (pasti
benar) Semua hal yang bersifat qath’i ini harus diyakini oleh setiap muslim dan
Para rasul Allah, di samping membawa ajaran pokok yaitu aqidah sebagai
dijelaskan di depan, mereka juga membawa ajaran lain yang disebut syariat. Ajaran
pokok yang kedua ini, bersifat inti (isi dan tujuannya), sehingga tidak berubah-ubah
rasul terdahulu ke rasul-rasul sesudahnya.45 Hal ini ditegaskan dalam QS. Asy-
Syuura/42 : 13:
Terjemahnya:
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu:
44
Nashir Bin Abd Al-Karim Al ‘Aql, Hirasat al-Aqidah, terj. Anwar Taslim, Memelihara
Aqidah, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2007) h. 61.
45
Kaelany, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Cet.I; Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h.
31-32.
36
Kadang-kadang syariat itu disebut juga dengan din (agama). Islam ialah apa-apa yang
manifestasi, dan konsekuensi dari aqidah yang dianut, yaitu aqidah Islam yang
melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat dipahami bahwa
aqidah merupakan pokok ajaran dalam Islam. Karena aqidah merupakan suatu
kepercayaan yang dimiliki dalam diri seseorang terhadap Allah swt. seperti meyakini
Allah sebagai pencipta alam semesta serta mengesakan Allah sebagai Tuhan dalam
46
Asy-Syifa’, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 484.
47
Zaenal Arifin Djamis, Islam Aqidah dan Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1996), h. 20.
48
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet.XXI, Jakarta: Rajawali Pers, 2014) h. 85.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian berasal dari kata metode yang artinya cara yang tepat
untuk melaksanakan sesuatu dan logos yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi
seksama untuk mencapai suatu tujuan.1 Cara tersebut dilakukan dengan langkah-
terorganisir. Penelitian dapat diartikan pula sebagai kegiatan yang dilakukan secara
A. Jenis Penelitian
kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati atau permasalahan
klasifikasi, dan analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan
dengan tujuan utama membuat atau menggambarkan tentang suatu keadaan secara
objektif.
1
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metologi Penelitian, (Cet.XI, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2010), h. 1.
2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka
Harapan, 2009), h. 119.
3
Sitti Mania, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Gowa: Alauddin University
Press, 2013), h. 11.
4
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kulaitatif, (Cet. XXI: Bandung Rosda Karya, 2005), h.
4.
37
38
B. Pendekatan Penelitian
yang relevan dengan kepercayaan atau aqidah. Dalam hal ini akan
C. Sumber Data
1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari informan dengan wawancara
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui telaah kepustakaan yang
dan tokoh masyarakat yang sering terlibat dalam tradisi akkattere, sehingga penulis
pembahasan penulis.
E. Etnografi Singkat
Penulis adalah orang Kajang yang dilahirkan di Desa Bonto Baji tepatnya
berada di sebelah selatan Desa Tanah Towa. Sehingga untuk melakukan penelitian
lapangan dalam skripsi ini, penulis tidak perlu belajar bahasa lokal karena memiliki
bahasa yang sama dengan bahasa masyarakat Tanah Towa yaitu bahasa Konjo.
Dengan memiliki bahasa yang sama, penulis dengan mudah dalam melakukan
selama satu bulan lebih. Penulis melakukan penelitian mulai tanggal 10 November
Tempat penelitian yang penulis yaitu Desa Tanah Towa. Penulis memilih
Tanah Towa sebagai tempat penelitian akkattere karena merupakan sumber atau
pokok dari kebudayaan Kajang. Akkattere dilakukan oleh beberapa desa namun
Tanah Towa merupakan desa yang anggota masyarakatnya yang paling sering karena
Pertimbangan yang lain yaitu di Desa Tanah Towa memiliki banyak pemangku adat
HASIL PENELITIAN
Towa telah mengalami perubahan, seperti yang telah diutarakan oleh Puang
Sembang, bahwa awalnya hanyalah nazar Tau Riolonta (leluhur) yang dilakukan
secara sederhana. Sekarang hanya dapat dilakukan oleh masyarakat yang mampu dari
segi ekonomi. Pada saat ini, hajatan tersebut hanya dapat dilakukan oleh masyarakat
dengan memiliki kemampuan minimal satu kerbau yang dan bahan pangan yang
sangat banyak.
Menurut salah satu tokoh masyarakat yang baru-baru ini telah melaksanakan
pesta adat tersebut, bahwa untuk melakukan akkattere pada saat ini, minimal harus
1. Minimal memiliki uang kurang lebih 40 juta rupiah yang digunakan untuk
2. Minimal memiliki beras ketan hitam kurang lebih 3.147 liter yang
3. Beras biasa kurang lebih 200 liter yang dimasak sebagai jamuan untuk
41
42
4. Seekor kerbau besar yang dijadikan sebagai lauk pauk bagi pemangku
adat.1
semua masyarakat Tanah Towa dapat melakukan hajatan tersebut. Sebab tidak semua
bisa memiliki kemampuan ekonomi yang cukup untuk pelaksanaannya. Bahkan jika
semuanya dalam bentuk uang maka kurang lebih sama dengan biaya orang sedang
banyak orang. Orang-orang yang terlibat antara lain keluarga, tetangga, pemangku
adat, dan pemerintah setempat. Menurut perkiraan penulis ketika menghadiri hajatan
tersebut di Dusun Sobbu, orang yang hadir jumlahnya kurang lebih dua ratus orang.
pelaksanaannya. Karena hajatan tersebut atas nama adat, maka pada proses
melakukan hajatan akkattere akan mendapatkan amalnya di akhirat. Tetapi jika orang
Pengorbanan yang dilakukan sia-sia dan dosa yang didapatkan lebih besar daripada
1
Saenda’, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Tanah Towa, 20 November 2016.
43
orang yang tidak pernah melaksanakan akkattere. Seperti yang dikatakan oleh
“Inai upa’ na duppa ngase’i gau’-gau’ baji’na ri allo ribokona Lino, terutama
Artinya:
memiliki kepribadian yang baik dan dianggap telah memahami apa yang dilarang
oleh Tuhan. Karena akkattere menjadi tidak ada nilainya jika orang yang
Akkattere salah satu hajatan yang dilaksanakan pada malam hari. Waktu
yang terlibat di dalamnya pada malam hari mereka telah pulang dari tempat kerjanya.
Pelaksanaan tradisi pada malam hari karena suasananya tenang sehinngga uragi dapat
2
Sembang, Pemangku Adat, Wawancara, Tanah Towa, 20 November 2016.
3
Masgaba, Akkattere: Ritual Pemotongan Rambut dan Fungsinya Pada Komunitas Adat
Kajang, Walasuji 5, no. 2, (Desember 2104), h. 345.
44
yang ahli dalam ritual tertentu dan mengetahui waktu yang baik). Malam pelaksanaan
2. Baju bodo yaitu baju yang dipakai oleh anak yang nikattere (dipotong
rambutnya).
4. Daging kerbau yang menjadi lauk pauk bagi pemangku adat dan pemerintah
setempat.
5. Tolong yaitu kue merah dan kue cucur khas Kajang yang dibungkus dengan
daun pisang.
kukus.
8. Berang Buru’ne (parang untuk laki-laki) yaitu badik dan berang bahine
(parang untuk perempuan) yaitu pisau yang biasa dipakai perempuan Tanah
Towa untuk dipakai memotong rambut, jika laki-laki maka parang yang
4
Toha’, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Tanah Towa 26 November 2016.
45
dipakai adalah badik dan jika perempuan maka parang yang dipakai adalah
pisau.
9. Pandingingi yaitu air dan daun tertentu yang berada dalam piring besar.
Media yang diapakai oleh pemangku adat untuk memercikkan air kepada anak
yang nikattere.
10. Kelapa muda yang sudah dibelah dua sebagai wadah rambut yang nikattere.
11. Kamboti yaitu wadah untuk dallekang (hadapan atau hadiah) yang akan
12. Kain putih yaitu penutup pada saat orang nikatto salahi’ (diputus kalungnya).
13. Kanjoli yaitu lampu yang terbuat dari daging kemiri yang ditumbuk halus
14. Bedak dan minyak digunakan untuk ditempelkan di dahi dan pangkal leher.
15. Papi’ yaitu digunakan sebagai kipas pemangku adat dan penutup songkolo.
1. Apparungrungi (Memakaikan)
Pada sore hari yaitu pukul 17:30 menjelang acara dimulai, penulis melihat
(memandikan), anak-anak yang akan nikattere dibawa oleh uragi dan orang tuanya
di sumur yang berada di samping rumah pembuat hajatan. Air yang akan digunakan
terlebih dahulu dimantrai oleh uragi kemudian memandikan anak tersebut hingga
selesai.
46
pemerintah.
oleh pemangku adat sekaligus uragi, yaitu agar anak tersebut bersih lahir dan batin
dalam pelaksanaan akkattere dan benang yang dikalungkan sebagai simbol bahwa
manusia terikat kepada pencipta-Nya agar anak yang nikattere selalu mengingat
Ketika malam telah tiba dimana waktu menunjukkan pukul 20:01 , para
pemangku adat dan tamu undangan mulai berdatangan. Penulis melihat tuan rumah
membawa talang (wadah seperti piring yang terbuat dari besi) yang berisi kalomping
(daun sirih yang sudah dilipat memanjang) dan pinang yang sudah dibelah. Talang
tersebut dijadikan media untuk menyambut setiap pemangku adat dan pemerintah.
Setiap pemangku adat dan pemerintah yang datang disedorkan talang, istilah ini biasa
disebut nihuai (disambut). Tuan rumah menyapa dengan kalimat “maemaki cidong ri
cidonganta !” (mari silahkan duduk pada tempat duduk anda !) sambil mengarahkan
kepada Puang Gassing. Menurut Puang Gassing, hal tersebut dilakukan oleh tuan
5
Gassing, Wawancara, Tanah Towa, 17 Desember 2016.
47
rumah kepada pemangku adat sebagai sambutan penghormatan dan ucapan terima
kasih kepada pemangku adat yang menghadiri acaranya. Pemangku adat menyentuh
talang sebagai bentuk penerimaan sambutan penghormatan dan bentuk terima kasih
Jumlah keseluruhan pemangku adat pada hajatan tersebut yaitu dua puluh
enam orang. Menurut Puang Luto’ bahwa jumlah adat dalam hajatan tersebut
berdasarkan ketetapan Ammatowa baik dihadiri secara langsung atau diwakili oleh
memiliki jumlah adat yang sama, tetapi berdasarkan besarnya hajatan yang dilakukan.
Semakin besar hajatan yang dilakukan maka semakin banyak pula adat yang
diundang. Sebaliknya, jika hajatan yang dilakukan secara sederhana maka adat yang
Kelong jaga tersebut diiringi dengan palingoro (gendang) yang dimainkan oleh dua
orang dengan posisi saling berhadapan. Kelong jaga dipimpin oleh satu orang dan
setiap satu bait kelong jaga diulangi kembali oleh para pemangku adat dan tamu
undangan yang mengetahui. Hal tersebut dilakukan secara bersamaan hingga selesai.
Setelah kelong jaga selesai, penulis melihat orang yang berjejer panjang
mengantarkan makanan kepada pemangku adat untuk dijamu. Sebagian lagi ada yang
disiapkan oleh beberapa perempuan saat berlangsungnnya kelong jaga. Jamuan ini
memberikan bedak kepada anak yang nikattere. Selanjutnya memercikkan air dengan
menggunakan media daun kepada anak yang nikattere. Anak yang nikattere, tau’ riha
dan uragi kemudian ditutup kain putih. Ritual ini dilakukan pada tepat pukul 20:34.
Berhubung penulis tidak mengetahui apa yang dilakukan pada saat ditutup
dengan kain maka bertanya kepada salah satu pemangku adat yang sering terlibat
dalam hal serupa yaitu Puang Duppa, menurut beliau akkatto salahi’ adalah
pemotongan kalung anak yang nikattere. Kalung yang terbuat dari benang putih yang
dipakaikan setelah dimandikan dipotong oleh uragi dengan menggunakan gigi. Uragi
yang melakukan ritual tersebut sudah berpengalaman dan merupakan keluarga orang
sambarang tau akkatto salahi’ mingka tau macca toppa, nampa kurang tau nggisse’i
salahi’ tetapi hanya orang yang berpengalaman, namun orang yang mengetahui
Berdasarkan ungkapan Puang Duppa di atas, terdapat dua syarat yang harus
dimiliki oleh uragi yang akan memotong salahi’ yaitu orangnya berpengalaman dan
merupakan keluarga. Kedua syarat ini menjadi tolok ukur bagi uragi yang akan
dipanggil untuk melaksanakan ritual akkatto salahi’. Lanjutan dari Puang Duppa
bahwa jumlah anak yang nikattere selaras dengan jumlah uragi. Jika anak yang
nikattere berjumlah tiga orang maka uragi juga jumlah tiga orang.
49
Adapun tujuannnya dimantrai dan diberi bedak pada dahi dan pangkal leher
anak menurut beliau yaitu agar anak tersebut dijauhi oleh makhluk halus yang
sifatnya jahat dan tetap dalam keadaan sehat sampai hajatan selesai. Sedangkan
mengingatkan anak bahwa setiap manusia akan mati dan mendoakan anak agar
menjadi orang baik. Benang yang diputus merupakan simbol kematian. Hidup jangan
pernah disia-siakan tetapi harus selalu berbuat kebaikan sebagai bekal yang akan
dibawa disaat menemui kacappukang amuru (kehabisan umur). Akkatto salahi’ untuk
memotivasi anak yang nikattere agar selalu berbuat kebaikan untuk mendapatkan
4. Akkattere (Mencukur/Memotong)
akkattere di mana waktu menunjukkan pukul 21:48. Penulis melihat ada yang orang
yang berdiri didekat jalan masuk ke tabere, orang tersebut memanggil pemangku adat
bertugas menyebut nama adat yang akan memotong rambut berdasarkan urutannya.
dalam komunitas adat Kajang. Karena semua pemangku adat beserta gelarnya yang
b. Kali sebagai pengurus keagamaan seperti mambaca doa, dijabat oleh imam.
pesta.
e. Galla’ Lombo’ sebagai pengurus kawasan adat dan mengurus setiap tamu
h. Galla’ Anjuru sebagai penyedia makanan pada saat ada upacara adat.
tumbuhnya sayuran.
l. Galla’ Jo’jolo sebagai petunjuk jalan bagi setiap tamu yang datang ke pesta
adat.
Loheya.
t. Tutoa Sangkala sebagai pengurus lombok dan bambu kecil dalam ritual
pa’nganro.
w. Lompo Ada’ sebagai penasehat pemangku Ada’ Limayya dan Pattola ri Tanah
Kekea.
x. Pattola Ada’ sebagai adat pelengkap yaitu memperpanjang barisan adat, dari
keluarga adat.
untuk memotong rambut anak yang nikattere. Adapun proses atau tahap-tahap
penyiraman air memakai media daun yang diarahkan kepada anak yang
nikattere.
52
dan minyak pada dahi dan pangkal leher atau kening (kiri dan kanan) dan
e. Pemotongan rambut pun dimulai, tau’ riha menarik ke atas beberapa helai
rambut anak yang nikattere dengan jumlah ganjil (tiga, lima atau tujuh
helai) lalu adat memotong dengan parang (badik untuk laki-laki dan
melakukan hajatan.
adat kembali pada tempatnya semula setelah proses pemotongan rambut tepatnya
pukul 22:21, penulis melihat orang melaksanakan hajatan menghadap songkolo yang
telah dibaris rapi yang berada dalam bakul. Lalu diikuti oleh sejumlah orang yang
mengelilingi songkolo tersebut. Salah satu perempuan memimpin baca doang dengan
yang bertugas menjaga dan mengatur songkolo. Pada pertengahan baca doang sarana
pedupaan diangkat oleh salah seseorang yang berada samping kanannya. Orang yang
pula. Begitu seterusnya hingga pedupaan mengelilingi semua songkolo sebanyak tiga
kali putaran. Setelah itu, pedupaan tersebut dikembalikan kepada Jannang untuk
Abbaca doang dalam hajataan akkattere yaitu berdoa agar apa yang
dikeluarkan diterima oleh Tuhan dan direstui oleh leluhurnya. Jika baca doang tidak
ditegur oleh leluhurnya.6 Jadi abbaca doang menurut mereka yaitu meminta restu
kepada Tuhan dan leluhurnya agar menerima persembahan dalam hajatannya. Mereka
meyakini bahwa orang tidak melaksanakan hal tersebut biasanya akan mendapatkan
6. Addedde’ (Membentuk)
addedde’ yaitu membentuk songkolo di atas piring seperti gunung dengan tinggi
kurang lebih 25 cm. Songkolo yang telah dibaca doang diangkat oleh para laki-laki
ke hadapan para perempuan yang telah berada di depan adat. Para perempuan tersebut
bersamaan membentuk songkolo hingga sesuai ukuran dan bentuk yang telah
ditetapkan. Dedde’ yang telah terbentuk ditambah dengan beberapa daging setengah
masak dan tolong (kue cucur dan kue merah khas Kajang yang dibungkus dengan
Perempuan yang telah membuat dedde’ menyerahkan lalu adat meletakkan beberapa
jari di atasnya.
6
Sangkala, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Tanah Towa 2 Desember 2016.
54
untuk mengetahui acara ini diterima atau tidak diterima oleh Tuhan dan leluhurnya.
Tanda bahwa hajatan direstui atau diterima adalah ketika dedde’ yang dihadapkan
kepada adat, tidak berubah atau tetap pada bentuknya. Sedangkan tanda bahwa
hajatan tidak diterima oleh Tuhan yaitu ketika dedde’ yang dihadapkan kepada adat
mengalami perubahan bentuk atau terhambur. Adapun makna peletakan jari adat di
atas dedde’ sebagai simbol telah menerima hadiah dari pembuat hajatan dan siap
7. Dallekang (Hadapan)
tolong yang berada dihadapan pemangku adat. Sesaat sebelum dibawa kerumah
berdasarkan yang ada dihadapan mereka. Pembagian dallekang dilakukan pada pukul
23:13.
Dallekang sebagai sedekah kepada sesama sebagai simbol rasa syukur kepada
Tuhan yang telah memberikan rezeki yang banyak. Dallekang tersebut sebagai hadiah
7
Sengka, Tokoh Masyarakat, Wawancara. Tanah Towa, 1. Desember 2016.
8
Sengka, Wawancara. Tanah Towa, 1. Desember 2016.
55
Tradisi akkattere yang terdapat di Desa Tanah Towa merupakan salah satu
tradisi yang masih dilakukan. Dalam perkembangannya tradisi tidak bisa dihapuskan,
yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Tanah
Toa. Hal tersebut karena adanya informasi lisan yang diteruskan dari generasi ke
masyarakat Tanah Towa. Pada saat penulis pertama kali observasi langsung terdapat
tiga acara tradisi akkattere yang dilaksanakan pada malam yang sama, hajatan
tersebut berada pada Dusun Sobbu yang merupakan tempat penulis mengamati
langsung. Kedua dan ketiga masing-masing berada di Dusun Benteng dan Luraya.
Ada beberapa alasan tradisi akkattere masih ada hingga sekarang, yaitu:
sebagai asal manusia dan suatu saat akan menghadap kepada-Nya sehingga selalu
9
Masgaba, Akkattere: Ritual Pemotongan Rambut dan Fungsinya Pada Komunitas Adat
Kajang, h. 352.
56
berhati-hati dan selalu berbuat kebaikan di dunia dan pahala di akhirat, seperti makna
ritual apparungrungi.
Tanah Towa sangat menghargai tradisi leluhurnya. Perilaku dan kebiasaan yang
rasa kesadaran dan kepatuhan yang tinggi terhadap tradisi leluhur mereka. Salah satu
diantara kepatuhan tersebut adalah melaksanakan tradisi akkattere pada saat memiliki
kemampuan.
Salah satu bentuk penghormatan masyarakat Tanah Towa terhadap adat yaitu
melakukan tradisi, salah satunya adalah akkattere. Masyarakat yang tidak pernah
melakukan tradisi atas nama adat dianggap rugi dan celaka. Sedangkan orang yang
beruntung dan selamat adalah yang melakukan tradisi yang berdasarkan adat
setempat.
(Ammatowa) merupakan orang yang dianggap suci dan merupakan orang yang
10
Sengka, Tokoh Masyarakat, Wawancara. Tanah Towa, 1. Desember 2016.
57
dianggap paling dekat dengan Tuhan. Sehingga ajaran adat harus dilestarikan untuk
4. Sedekah
Akkattere adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
tradisi akkattere merupakan wujud pemberian kepada sesama. Oleh karena itu, orang
yang melakukan hal tersebut, menyedekahkan kelebihan harta mereka. Hal tersebut
bisa dilihat dari rangkaian acara terakhir yaitu dallekang. Dallekang tersebut yang
menjadi sedekah kepada pemangku adat beserta orang-orang yang terlibat di dalam
hajatan tersebut. Hal ini diperkuat dengan ungkapan salah satu pemangku adat
(jika kamu beruntung, maka kamu akan mendapatkan amal akkattere di akhirat)12
5. Mempererat Silaturahmi
yang hanya dilakukan oleh satu kepala keluarga, namun pelaksanaannya melibatkan
banyak orang, seperti keluarga, tetangga dan pemangku adat. Solidaritas diantara
mereka dapat dilihat mulai dari persiapan hingga proses akkattere selesai. Sesuai
dengan prinsip hidup mereka yang tertuang dalam pasang yang berbunyi “abbulo
11
Luto’, Wawancara, Tanah Towa, 9 Desember 2016.
12
Duppa, Wawancara, 16 November 2016.
58
(bersatu padu bagaikan sebatang bambu, bagaikan sebuah jeruk, tenggelam saling
Musibah
Tradisi tersebut dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat karena menjadi bagian dari
pasang. Menurut Samsul Maarif (2012: 124), pasang ri Kajang berarti amanat dari
Kajang. Pasang ri Kajang adalah sejumlah amanat dari leluhur Ammatowa Kajang
mengatakan inilah adalah bagian dari pasang. Menurut masyarakat setempat, tradisi
akkattere adalah salah satu tradisi yang dianggap bagian dari pasang.
keyakinan, sebab akkattere bagi masyarakat Tanah Towa merupakan sesuatu yang
tradisi akkattere, tidak boleh melakukan ibadah haji karena akan mendapatkan
musibah. Musibah yang menimpa orang yang telah nikattere lalu melaksanakan
ibadah haji pada saat dan sesudah naik haji mereka meyakini bahwa itu akibat telah
Masyarakat Tanah Towa menganggap akkattere dianggap sebagai pokok ibadah haji
sedangakan haji yang dilakukan di Mekah hanyalah ujung dari ibadah haji. Apabila
pokok dan ujungnya dipertemukan maka akan mendapat musibah, seperti gila bahkan
Towa yang pernah mengalami hal demikian dan cukup terkenal pada masyarakat
Tanah Towa yaitu almarhum Haji Jumaling. Sebagaimana yang diutarakan oleh
Puang Duppa (Pemangku adat yang bergelar Galla’ Kajang beliau bertugas mengatur
sejarah upacara-upacara adat Kajang, beliau sudah berumur lebih seratus tahun),
bahwa pada tahun 1990, pemerintah setempat menawarkan jatah haji gratis bagi
pemangku adat Tanah Towa. Namun semua pemangku adat yang ditawarkan
menolak hal tersebut, bahkan saya salah satu dari mereka. Tetapi Haji Jumaling yang
14
Bolong, Tokoh Masyarakat, Wawanccara, Tanah Towa, 23 Desember 2016.
60
menerima tawaran haji tersebut. Haji Jumaling merupakan keluarga Ammatowa yang
telah nikattere. Ketika Haji Jumaling kembali dari Tanah Towa, ia mengalami
gangguan jiwa dan akhirnya ditemukan mati disebuah rumah kebun warga pada saat
itu.
masyarakat Tanah Towa sampai sekarang, bahwa orang yang telah melaksanakan
akkattere tidak boleh melakukan ibadah haji. Jika keyakinan seperti ini tidak
akkattrere tidak dapat menunaikan ibadah haji ke Mekah. Dalam hal ini, masyarakat
Tanah Towa tidak dapat melaksanakan salah satu kewajiban dalam Islam, yaitu
ibadah haji yang hanya diwajibkan hanya satu kali bagi muslim yang mampu
satunya adalah Haji Saleh, beliau sekarang tidak tinggal di wilayah adat melainkan
akkattere lalu melakukan ibadah haji bukan penyebab pasti timbulnya suatu musibah.
Karena orang tersebut tidak mengalami musibah apapun setelah kembali ke Tanah
Towa.
61
Agama Islam datang bukan untuk menghapus tradisi yang ada melainkan
meluruskan pemahaman yang bertentangan dengan aqidah dan syariat. Oleh karena
itu, Nabi Muhammad tidak melakukan tindakan perubahan terhadap hukum yang ada
sepanjang hukum tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang pokok.
Ajaran pokok dimaksud yaitu al-Qur’an dan al-Hadis. Konsep sunnah taqririyyah
sesungguhnya merupakan bukti yang kuat bahwa Nabi Muhammad saw. memang
membiarkan beberapa adat setempat yang sesuai dalam ajaran Islam. 15 Sunnah
taqririyah adalah sesuatu yang tidak pernah dikerjakan atau diperintahkan oleh Nabi
manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya
membawa ajarannya bukan hanya mengenai satu segi, akan tetapi berbagai segi dari
kehidupan manusia. Sumber yang berbagai aspek itu adalah al-Qur’an dan al-Hadis.17
Pokok utama setiap dakwah para Nabi dan Rasul sepanjang masa ialah menyeru
manusia agar menunjukkan ibadah hanya kepada Allah Yang Maha Esa. Tauhid
dalam ibadah, serta pembebasan diri dari belenggu kemusyrikan dan keberhalaan,
pentingnya, sehingga seolah-olah para nabi dan rasul tidaklah diutus kecuali demi
15
Ratno lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, (Jakarta: Inis,
1998), h. 7.
16
Moenawar Chalil, Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah, (Cet.IX; Jakarta: Bulan Bintang,
1993), h. 210.
17
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya ( Cet. I ; Jakarta : UI Press, 1979),
h. 24.
62
satu sasaran saja, yaitu memperkokoh pondasi tiang-tiang tauhid.18 Allah berfirman
Terjemahnya:
moyang kepada generasinya, pengaruhnya masih cukup kuat. Hal tersebut dapat
”Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang
telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". 20
18
Muhammad Al-Baqir, Tauhid dan Syirik, (Jakarta : Mizan, 1985). h. 31.
19
Departemen Agama RI, Alqur-an dan Terjemahannya, (Cet; XIV, Jakarta: CV Darussunnah,
2013), h. 369.
20
Departemen Agama RI, Alqur-an dan Terjemahannya, h. 32.
63
mereka lebih percaya apa yang telah didapatkan dari leluhur mereka dibandingkan
dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah. Ini menandakan bahwa pengetahuan
tentang aqidah dan syariat Islam sebagai agama penyempurna masih kurang.
Hal tersebut terjadi pada masyarakat Tanah Towa karena proses penerimaan
Islam yang belum sempurna dan masih teguh memegang tradisi leluhur. Sebagaimana
Menurut Samiang Katu (2014 : 7,8) bahwa ketika Islam diterima oleh kerajaan Gowa
dan kerajaan Bone, Amma Towa, Karaeng Tallua dan Ada’ Limayya mengutus
Islam dari Dato’ Patimang, ajaran yang diperoleh yaitu syahadat, cara
kerajaan Wajo belajar agama Islam. Di sana dia mempelajari rukun Islam.
c. Tu Assara Dg. Mallipa dikirim ke Gowa atas permintaan Raja Gowa yaitu
Janggo Tojarra dan Tu Assara Daeng Mallipa ditolak Amma Towa. Amma
Towa menolak ajaran tersebut untuk menjaga kesucian tanah embayya (tanah adat).
64
Jika ajaran kedua utusan itu diterima, maka kepercayaan yang salama ini disucikan
dianggap tidak suci lagi. Bahkan dinilai musyrik dalam pandangan agama Islam.
Akhirnya kedua ajaran tersebut hanya dapat disebarkan di luar wilayah adat.
putus), je’ne’ ta’luka (wudhu tidak pernah batal), akkattere yang dianggap sama
dengan ibadah haji. Namun dalam pembahasan penulis hanya ingin meluruskan
Mengetahui niat dan pelaksanaan akkattere yang ada pada masyarakat Tanah
Towa. Ada beberapa hal yang mengarah kepada kemusyrikan. Pertama, dalam
pelaksanaan akkatere terdapat ritual memohon restu kepada leluhurnya agar terhindar
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan
tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu
21
Sangkala, Wawancara, 2 Desember 2016.
22
Bolong, Wawanccara, 23 Desember 2016.
65
karena selain Allah tidak dapat memberikan manfaat dan tidak dapat pula
Kepercayaan atau keyakinan seperti itu tidak sesuai dengan aqidah Islam.
Asas dakwah para Nabi sepanjang masa adalah untuk menyeru manusia agar
senantiasa menunjukkan ibadahnya hanya kepada Allah swt. dan menjauhkan diri
dari apa dan siapapun selain-Nya. Tauhid adalah ajaran-ajaran agama samawi yang
penting dan menonjol dalam ibadah dan pembebasan diri dari belenggu kemusyrikan
dan keberhalaan. Demikianlah para Nabi dan Rasul diutus untuk memperkokoh
pondasi tauhid serta pemberantasan kemusyrikan. 24 Firman Allah swt. Q.S. Al-
Ikhlas/112 : 1-5:
23
Asy-Syifa’, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV Raja Publishing, 2011), h.220.
24
Ja’far Subhani, Studi Kritis Paham Wahabi Tauhid dan Syirik, (Cet. I; Bandung: Penerbit
Mizan, 1985), h. 31.
66
Terjemahnya:
“Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. 25
Berdasarkan dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, tradisi
akkattere di Desa Tanah Towa dari segi tinjauan aqidah Islam, perlu untuk di
luruskan, agar niat dan pelaksanaannya tidak ada yang mengarah kepada
kemusyrikan. Karena pada dasarnya kita selalu dituntun untuk selalu berserah diri
kepada Allah swt. tempat untuk menyembah dan tempat memohon dari segala aspek
meminta sesuatu hanya kepada Allah dan minta pertolongan hanya kepada Allah.
“Jika kamu minta (berdoa), mintalah kepada Allah dan jika kamu meminta
pertolongan, mintalah kepada Allah.”26
Hadis tersebut memerintahkan untuk berdoa atau bermohon hanya kepada
Allah. Hal tersebut sama dengan firman Allah dalam, QS. al-Ghafir/40: 60.
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan.”28
Dari penjelasan ayat-ayat dan hadis tersebut, secara tegas mendidik manusia
agar mengesakan Allah dalam berdoa. Tentunya dalam hal-hal tidak ada kemampuan
27
Asy-Syifa’, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 2011), h 474.
28
Asy-Syifa’, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 2011), h. 1.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, maka dapat ditarik
1. Tradisi akkattere adalah pesta adat dalam hal pemotongan rambut yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Tanah Towa bagi yang mampu. Akkattere
suatu tradisi dianggap sama dengan ibadah haji. Tradisi ini merupakan
sebagai pokok dari ibadah haji sedangkan ibadah haji yang dilakukan di
3. Akkattere jika ditinjau dari segi aqidah Islam, maka sebagian dalam
68
69
dan qadar, serta seluruh isi al-Qura’an dan al-Hadis yang merupakan
pedoman dalam agama Islam. Dengan kata lain aqidah Islam adalah
B. Implikasi
ibadah haji di Desa Tanah Towa. Sehingga kebudayaan Tanah Towa tidak
3. Antara agama dan tradisi harus selalu sejalan karena agama memuat
persepsi manusia. Jadi agama harus dijadikan sebagai pedoman hidup yang
Al ‘Aql, Nashir Bin Abd Al-Karim. Hirasat al-Aqidah, terj. Anwar Taslim,
Memelihara Akidah. Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2007.
Al-Banna, Hasan. al-Qaid, ter. Baedadi, Aqidah Islam. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang,
1990.
Chalil, Moenawar. Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Cet.IX; Jakarta: Bulan
Bintang, 1993.
Daradjat, Zakiah dkk. Dasar-Dasar Agama Islam. Cet.I, Jakarta: Departemen Agama
RI, 1984.
Djamis, Zaenal Arifin. Islam Aqidah dan Syari’ah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1996.
71
72
Katu, Mas Alim. Tasawuf Kajang. Cet; I, Makassar: Pustaka Refleksi, 2005.
Lubis, Ibrahim. Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Cet.I, Jakarta: Kalam Mulia, 1994.
Lukito, Ratno. Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia. Jakarta: Inis,
1998.
Mappangara, Suriadi dan Irwan Abbas. Sejarah Islam Sulawsi Selatan. Cet.I,
Makassar: Lamacca Press, 2003.
Moleong, Lexi J. Metode Penelitian Kulaitatif. Cet. XXI: Bandung Rosda Karya,
2005.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Cet.XXI, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. Metologi Penelitian. Cet.XI, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2010.
Nasution, Harun. Islam: Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Cet. V, Jakarta: UI-Press,
1985.
73
Subhani, Ja’far. Studi Kritis Paham Wahabi Tauhid dan Syirik. Cet. I; Bandung:
Penerbit Mizan, 1985.
Zainuddin, A. dan M. Jamhari. Aqidah dan Ibadah. Cet.I, Bandung: Pustaka Setia,
1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. III;
Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Pemerintah Desa Tanah Towa, Profil Desa Tanah Towa. Tana Toa, 2015.
DAFTAR INFORMAN
pendidikan tingkat menengah pertama di MTs Guppi Lembanna, Kecamatan Kajang, Kabupaten
Bulukumba selesai pada tahun 2009. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1
Kajang selama 3 tahun dan selesai pada tahun 2012. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan
pendidikan di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Jurusan Aqidah Filsafat,
prodi Ilmu Aqidah dengan jenjang Strata Satu (S1). Penulis sangat bersyukur diberi kesempatan
oleh Allah Swt sehingga bisa menimba ilmu hingga selesai. Penulis sangat berharap dapat
mengamalkan ilmu yang telah saya dapatkan serta membahagiakan kedua orang tua yang selalu
mendoakan dan mendukung, serta berusaha menjadi manusia yang berguna bagi agama,