Referat Anestesi
Referat Anestesi
Referat Anestesi
Oleh:
1830912320024
Pembimbing:
BANJARMASIN
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II
ii
2.8.6. Regugirtasi Tricuspid .......................................................... 19
BAB III
KESIMPULAN ................................................................................ 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
menarik. Penyebab paling umum morbiditas dan mortalitas perioperatif pada pasien jantung
adalah penyakit jantung iskemik (PJI). PJI adalah penyebab nomor satu morbiditas dan
mortalitas di seluruh dunia dunia. Sekitar 25 juta pasien di Amerika Serikat yang menjalani
operasi setiap tahun, kira-kira 7 juta dianggap berisiko tinggi terkena PJI. Goldman dkk.
melaporkan bahwa 500.000 hingga 900.000 (Myocard Infarct) MI terjadi setiap tahun di seluruh
dunia dengan mortalitas 10-25%. Pengelolaan pasien ini memerlukan identifikasi faktor-faktor
risiko, evaluasi pra-operasi, optimalisasi, terapi, pemantauan, pilihan teknik anestesi yang tepat,
dan obat-obatan.1
Dalam memilih cara melakukan prosedur anestesia dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain umur, status fisik (termasuk adanya kelainan/penyakit), posisi pembedahan,
anestesiologi, keinginan pasien, bahaya kebakaran dan ledakan serta yang lainnya. Sebagian
besar prosedur pembedahan (70-75%) dilakukan dengan anestesia umum, sedangkan operasi
lainnya dilakukan dengan anestesia regional atau lokal. Operasi sekitar kepala, leher, intra-
torakal, intra abdominal paling baik dilakukan dengan menggunalan anestesia umum endotrakea.
Anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat yaitu secara parenteral, perektal, perinhalasi.
Anestesia regional berdasarkan teknik pemberian yaitu infiltrasi lokal, field block, blok saraf,
Pada pasien dengan prolaps katub mitral, teknik anestesi yang terpilih adalah yang paling
kecil mengakibatkan takikardia atau yang menggangu status hemodinamik. Untuk prosedur
1
perifer, block syaraf atau plexus atau saddle block yang terpilih. Spinal dan epidural dapat
setidaknya secara tiba-tiba menurunkan preload dan afterload, yang dapat memberatkan MVP.
Menghindari obat-obatan yang melepaskan histamine, dan pemilihan obat muscle relacsan
haruslah dengan pertimbangan terhadap efek kardiovaskular. Atropin, ketamin hendaknya
dihindari, dan pada keadaan dehidrasi serta penggantian cairan dan darah hendaknya secara
agresif dilakukan. Jika takikardia timbul pada keadaan euvolemia maka pengobatan dengan beta-
bloker sesuai untuk diberikan. Jika vasopressor dibutuhkan pada keadaan hipovolemia relatif
(pada spinal tinggi) maka phenylepinefrin yang terpilih. 4,5
Sedangkan pada pasien dengan mitral stenosis, epidural anestesi merupakan tekhik
anestesi regional yang terpilih. Hindari hidrasi yang cepat, dan pertahankan level anestesi yang
pelan. Efedrin dapat meningkatkan denyut jantung. Epinefrin menyebabkan peningkatan
afterload ventrikel yang dapat mencetuskan gagal jantung. 4,5
Keputusan untuk menggunakan anestesi regional tergantung pada banyak faktor:
karakteristik pasien, jenis operasi yang direncanakan, dan potensi risiko anestesi; semuanya akan
berdampak pada pilihan anestesi dan manajemen perioperatif. Pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular, teknik anestesi regional (baik tunggal atau dengan anestesi umum) bermanfaat
perioperatif dalam mengurangi respon stres, simpatektomi jantung, ekstubasi lebih awal, lama
rawat di rumah sakit lebih pendek, dan analgesia pascaoperasi yang baik. 6 Namun, anestesi
regional akan memblok saraf simpatis yang akan menurunkan kontraktilitas miokard, heart rate,
terjadinya hipotensi, dan perubahan kondisi jantung.7 Meskipun demikian, keputusan untuk
menggunakan anestesi regional harus dilakukan dengan hati-hati pada beberapa keadaan. Tujuan
bahasan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang anestesi regional pada pasien dengan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.3
Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri dan menurut kegunaannya dibagi menjadi
anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestesi regional dan anestesi lokal
menghilangnya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa menghilangkan kesadaran. 8
Analgesia regional adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan
obat anestetik lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang menyebabkan
hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer. Dapat pula didefinisikan sebagai
penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh di blokir untuk
sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien
tetap sadar.3
Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakteristik
fisiologis vaskular perifer. Tujuan dari pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,
mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan yang diberikan guna
Goldman membuat skor indeks untuk menilai risiko kejadian penyakit jantung pre
operatif. Skor indeks masing-masing dari berbagai kondisi termasuk penyakit jantung, usia dan
sifat serta urgensi operasi yang akan dilakukan. Skor total akan memprediksi kemungkinan
komplikasi dan kematian. Untuk operasi tertentu skor ini dapat diminimalkan dengan
9 Edema pulmonal alveolar membaik lebih dari 1 5 >15 poin= risiko tinggi
minggu yang lalu
10 Irama selain sinus atau PACs pada EKG 5
11 Lebih dari 5 Premature Ventricular 5
Contractions (PVC) kapan saja sebelum operasi
12 Status kesehatan umum yang buruk 5
13 Usia lebih dari 70 tahun 5
Eagle criteria for cardiac risk assessment 7
1 Usia lebih dari 70 tahun 1
2 Diabetes 1 <1= tanpa tes
3 Angina 1 1-2= tes non-invasif
4 Gelombang Q pada EKG 1 >3= angiografi
5 Ventricular arrhythmias 1
Terdapat indeks risiko yang lebih baru, termasuk satu penelitian tentang pasien yang
menjalani operasi non-jantung. Ini mengidentifikasi enam prediktor terjadinya komplikasi, yaitu
jenis pembedahan yang berisiko tinggi, riwayat penyakit jantung iskemik, riwayat gagal jantung
kongestif, riwayat penyakit serebrovaskular pengobatan pra operasi dengan insulin, dan
peningkatan serum kreatinin. American Heart Association (AHA) dan College of Cardiology
telah mengeluarkan pedoman untuk evaluasi kardiovaskular perioperatif untuk operasi non-
jantung, yang memberikan tingkat risiko pada penanda klinis tertentu, kapasitas fungsional dan
jenis operasi (tabel 2). Selain mnegidentifikasi penyakit jantung, penting untuk menentukan
Clinical Markers
1. Prediktor mayor; Infark Miokard, angina unstable, gagal jantung yang tidak diobati,
aritmia yang tidak signifikan, dan penyakit katup jantung yang parah
2. Prediktor menengah; angina ringa, riwayat infark miokard, gagal jantung yang mendapat
pengobatan, dan diabetes
3. Prediktor minor; usia tua, EKG abnormal, irama non-sinus, riwayat stroke, dan
hipertensi yang tidak terkontrol.
Functional Capacity
Adalah ukuran kebutuhan metabolik dari aktivitas rutin dari jantung. Misalnya, pasien yang
sesak saat istirahat, atau setelah berjalan dalam jarak pendek, akan memiliki kapasitas fungsional
yang rendah, dan merupakan prediktor peningkatan risiko.
Type of Surgery
1. Operasi berisiko tinggi : keadaan darurat besar, aorta dan vaskular, vaskular perifer, dan
prosedur yang berkepanjangan terutama dengan perpindahan cairan dan kehilangan
darah.
2. Operasi risiko menengah : endartrakeotomi karotis, kepala dan leher, abdomen, thorak,
dan ortopedi
3. Operasi berisiko rendah : katarak, payudara, dan prosedur superfisial
2.3 Tujuan Anestesi
Tujuan anestesi pada pasien dengan penyakit jantung adalah pencegahan, deteksi, dan
Kunjungan praoperasi ke pasien sangat penting, hubungan baik harus diciptakan dengan
pasien dan ditulis persetujuannya. Pasien harus dijelaskan tentang risiko operasi dan anestesi.
Hal ini penting untuk melanjutkan obat-obatan sampai hari operasi seperti beta blocker, calcium
channel blocker, dan digitalis. Kadar kalium harus normal karena hipokalemia dapat
2.5. Premedikasi
Premedikasi yang baik untuk menghilangkan kecemasan pada pasien jantung sangatlah
penting. Untuk mencegah peningkatan tekanan darah dan denyut jantung yang dapat
mengganggu suplai oksigen dan demand pada miokard dan dapat menyebabkan iskemia. Obat
premedikasi seperti benzodiazepin: lorazepam harus diberikan satu jam sebelum sampai di ruang
operasi.12
Pemberian atenolol intravena diikuti dengan pengobatan oral pasca operasi menghasilkan
penurunan morbiditas dan mortalitas selama dua tahun setelah operasi pada pasien PJI. Dengan
cara yang sama, obat agonis alfa2 seperti clonidine mengurangi pelepasan noradrenalin dari
sinapsis, menyebabkan sedasi dan analgesia, juga penurunan iskemia miokard intraoperatif.12
2.6. Manajemen Praoperasi12
tidak stabil
Tujuan dari induksi anestesi umum adalah untuk menghasilkan ketidaksadaran dan
memberikan analgesia, relaksasi otot, dan penekanan respon hemodinamik saat intubasi dan
stimulasi bedah.12
Ketika intubasi trakea dilakukan, pendekatan yang masuk akal adalah induksi dengan
hipnosis kerja pendek (contoh: propofol dosis rendah [sekitar 1 mg/kg]) dikombinasikan dengan
opioid dosis kecil (contoh, fentanyl 1 hingga 2 mcg/kg) dilidokain 50 hingga 100 mg untuk
menumpulkan respon simpatis terhadap laringoskopi dan intubasi. Pelemas otot juga diberikan
kedalaman anestesi dipertahankan atau diperdalam dengan anestesi inhalasi kuat (contoh,
sevoflurane atau isoflurane) sambil menunggu beberapa menit untuk kelumpuhan otot yang
sekitar 1 mg/ kg atau kurang, dan suntikan bolus dapat diberikan dalam dosis terbagi pada pasien
yang lebih tua dan lainnya yang rentan terhadap terjadinya hipotensi (contoh, pasien dengan
penurunan volume intravaskular dan pasien dengan disfungsi diastolik yang bergantung pada
preload yang adekuat. Dosis kecil agonis reseptor alfa (contoh, fenilefrin 40 hingga 100 mcg)
Hindari ketamin pada pasien dengan penyakit jantung iskemik karena biasanya
menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam denyut jantung, tekanan arteri rerata, dan kadar
epinefrin plasma karena stimulasi sistem saraf simpatis yang dimediasi oleh pusat. Peningkatan
Untuk pemeliharaan anestesi, pemberian agen inhalasi volatil atau teknik total
intravenous anesthesia (TIVA) adalah pilihan yang masuk akal, berdasarkan faktor-faktor
khusus bedah atau spesifik pasien. Pada kebanyakan pasien, lebih baik anestesi volatil (contoh,
sevoflurane, isoflurane, atau desflurane) sebagai agen utama untuk mempertahankan anestesi
umum.12
Anestesi volatil mungkin memiliki efek kardioprotektif secara in vitro,16 Namun hal ini
belum terbukti signifikan secara klinis pada pasien yang menjalani operasi nonkardiak. Dalam
sebuah tinjauan sistematis tahun 2016 dari 45 percobaan acak dari efek anestesi volatil versus
TIVA pada mortalitas dan morbiditas pascaoperasi pada pasien yang menjalani anestesi umum.
Agen anestesi volatil secara signifikan mengurangi keseluruhan kejadian jantung dan morbiditas
pascaoperasi pada pasien yang menjalani operasi jantung, tetapi tidak pada pasien yang
Potensi dan keunggulan anestesi regional sudah diketahui melebihi anestesi umum,
menjadi keuntungan pada pasien jantung jika operasi dapat dilakukan dengan blok regional.
Pasien harus diberi premedikasi agar tidak cemas. Kerugian dari anestesi regional termasuk
hipotensi dari blokade simpatis yang tidak terkendali dan kebutuhan untuk loading volume dapat
menyebabkan iskemia. Tatalaksana harus diambil saat memberikan anestesi lokal karena dosis
yang lebih besar dapat menyebabkan toksisitas dan depresi miokard. Menggunakan epinefrin
sebagai adjuvan dengan anestesi lokal tidak disarankan.13 Takikardi adalah satu-satunya kejadian
paling umum yang sering dikaitkan dengan iskemia dan menyebabkan peningkatan demand dan
penurunan suplai oksigen yang dapat membahayakan miokardium dan rentan menyebabkan
Anestesi neuraksial dapat menurunkan preload jantung akibat blokade simpatis. Ini lebih
mungkin terjadi pada pasien dengan penurunan volume intravaskular atau gagal jantung dan
disfungsi diastolik yang bergantung pada preload yang adekuat. Pada pasien dengan
hemodinamik tidak stabil, dapat menggunakan teknik anestesi neuraksial yang dimodifikasi
(contoh, kombinasi dosis rendah spinal-epidural dengan atau tanpa opioid intratekal, atau
Selama onset blok, cairan diberikan untuk mencegah hipotensi. Namun, hindari
overhidrasi atau pemberian bolus cepat cairan dalam jumlah banyak pada pasien dengan gejala
gagal jantung. Restriksi cairan kristaloid dan pemberian yang lebih lambat lebih baik (contoh,
pemberian penambahan 250 mL sesuai kebutuhan, dengan pemantauan hemodinamik pasien dan
baseline. Hipotensi yang signifikan dikoreksi cepat dengan memberikan agonis reseptor alfa
(contoh, fenilefrin 40 hingga 100mcg) atau simpatomimetik langsung/ tidak langsung dengan
efek agonis beta dan alfa (contoh efedrin 5 hingga 10 mg),dengan dosis berulang sesuai
kebutuhan.15
2.8 ANESTESI PADA PASIEN GANGGUAN JANTUNG
berlebihan lapisan katup mitral (umumnya, lapisan posterior) kedalam atrium kiri selama systole.
Insidensi dari sindroma MVP yang telah dilaporkan sekitar 10 % (kemungkinan overestimasi;
insidensi tepat sedikitnya 3 %). Suatu proliferasi miksomatus dari lapisan, annulus, dan chordae,
yang menyebabkan prolaps dan pada kasus yang berat dapat menyebabkan rupture chordae dan
1. Evaluasi Klinis
Kebanyakan keluhan dari pasien dengan MVP adalah palpitasi dan dada rasa tidak
nyaman. Nyeri dada seperti angina dengan rasa ditusuk dan diiris. Pada MR yang jelas, dapat
pula terjadi gagal jantung. Terdapat klik midsistolik, yang diikuti dengan murmur sistolik
middle-to-late: semakin berat regurgitasi, semakin panjang pula murmur. Klik timbul pada awal
2. Premedikasi
Pasien dengan MVP seringkali tampak cemas, dan takikardia, Sangatlah penting
persiapan yang tepat secara fisiologis dan farmakologis. Pasien dengan MR membutuhkan
antibiotik profilaksis sebelum operasi. Pasien tanpa regurgitasi dapat dengan atau tanpa
antibiotik. 4
3. Monitor
Monitoring standar diperlukan terutama pada MR yang meragukan. Pasien dengan pasti
Tehnik anestesi terpilih adalah yang paling kecil mengakibatkan takikardia atau yang
menggangu status hemodinamik. Untuk prosedur perifer, block syaraf atau plexus atau saddle
block yang terpilih. Spinal dan epidural dapat setidaknya secara tiba-tiba menurunkan preload
dan afterload, yang dapat memberatkan MVP. Menghindari obat-obatan yang melepaskan
histamine, dan pemilihan obat muscle relacsan haruslah dengan pertimbangan terhadap efek
kardiovaskular. Atropin, ketamin hendaknya dihindari, dan pada keadaan dehidrasi serta
penggantian cairan dan darah hendaknya secara agresif dilakukan. Jika takikardia timbul pada
keadaan euvolemia maka pengobatan dengan beta-bloker sesuai untuk diberikan. Jika
vasopressor dibutuhkan pada keadaan hipovolemia relatif (pada spinal tinggi) maka
5. Pemulihan
Monitoring tekanan darah, denyut jantung dan status volume intravaskular postoperatif
Mitral Stenosis (MS) seringkali disebabkan penyakit jantung rheumatik dengan gambaran
klinis penyakit bermanifestasi setelah 3-5 tahun pasca infeksi. Pada kasus ini, 25% merupakan
murni MS , dan 40% merupakan kombinasi MS dan mitral regurgitasi (MR). Stenosis terjadi
karena fusi komissura, kalsifikasi, dan penebalan lapisan dan chordae tendineae.
1. Evaluasi Klinis
merupakan suatu hal yang penting dalam menilai derajat beratnya MS. Gejala utama pada MS
yaitu dyspnea yang dikarenakan berkurangnya daya komplains dari paru. Orthopnea, paroksimal
nocturnal dyspnea dan dyspnea saat istirahat seringkali berhubungan dengan tekanan atrium kiri,
sekunder karena perbedaan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Gradien ini
dapat berubah secara cepat sebagai akibat perubahan cardiac output dan waktu pengisian
diastolik.4,5
2. Premedikasi
Pemberian obat profilaksis pada pasien dengan MS seperti penanganan gagal jantung
antara lain digitalis untuk memperlambat laju ventrikel pada atrial fibrillasi, diuretika dan retriksi
natrium. Pemberian antikoagulan 1-3 hari sebelum operasi. Terdapat beberapa obat-obatan
untuk mengobati hipertensi pulmonal yang berat antara lain inhaled prostasiklin dan nitrit
oxide.4,5
3. Monitor
Pembesaran Atrium kiri dan atrial fibrilasi merupakan gambaran utama pada EKG.
Deviasi aksis kanan dan hipertropi ventrikel kanan timbul akibat hipertensi pulmonal. Gambaran
rontgen dada menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan. Pemeriksaan
ekokardiografi bermanfaat sebagai pemeriksaan non invasif. Doppler echo juga berguna dalam
menilai derajat beratnya MS dan memperkirakan gradien transvalvular. System skoring dengan
valvuloplasty. Cardiac catheterization juga dapat menentukan gradien transvalvular, area katup
mitral , fungsi ventrikel kiri dan tekanan ventrikel kanan. Takikardi memperberat hemodinamik
dengan cara menurunkan waktu diastolik. Curah jantung yang menurun berkaitan tidak hanya
dikarenakan oleh derajat beratnya stenosis tetapi juga sekunder oleh penyakit vaskuler pulmonal
dan reflex vasokontriksi pada sirkulasi sistemik. Kenaikan yang mendadak pada volume darah
dapat mecetuskan edema, gagal jantung kanan, atau atrial fibrillasi. 3-16
4. Manajemen Anestesi
Epidural anestesi merupakan tekhik anestesi regional yang terpilih. Hindari hidrasi yang
cepat, dan pertahankan level anestesi yang pelan. Efedrin dapat meningkatkan denyut jantung.
Epinefrin menyebabkan peningkatan afterload ventrikel yang dapat mencetuskan gagal jantung.
4,5
5. Pemulihan
Pasien dengan MS mempunyai resiko terjadinya edema paru dan gagal jantung kanan.
Nyeri, hiperkarbia, asidosis respiratorik, dan hipoksia arteri merupakan penyebab meningkatnya
denyut jantung atau pulmonary vascular resistence (PVR). Pemberian antibiotik dan
antikoagulan dilanjutkan.4
Prolapse Katup Mitral dan penyakit jantung rheumatik kronis akan menyebabkan mitral
regurgitasi (MR). Ruptur chordae tendineae dan prolaps katup mitral dapat disebabkan trauma
dan endokarditis. Derajat beratnya regurgitasi dan lesi merupakan faktor yang menentukan
perjalanan penyakit. MR berat akut yang disebabkan oleh apapun, tanpa terapi bedah memiliki
prognosis yang jelek. MR ringan kronik memiliki prognosis yang lebih baik hingga beberapa
tahun tanpa adanya tanda-tanda disfungsi ventrikel kiri. Kelelahan dan dispnoe merupakan gejala
yang timbul sebagai konsekuensi dari disfungsi ventrikel kiri. MR akut dapat menimbulkan
manifestasi gagal jantung kongestif yang berat dan edema paru, dan kadang terdapat kolaps
Pada MR kronis terjadi overload volume ventrikel kiri. Hipertropi ventrikel kiri
menyebabkan tekanan atrium kiri normal walaupun pada keadaan volume regurgitasi yang besar.
Stroke volume ventrikel kiri meningkat. Pada MR akut, complains dari atrium kiri terbatas dan
secara jelas meningkatkan tekanan pada atrium kiri yang menyebabkan edema pulmonal serta
1. Premedikasi
Reduksi afterload bermanfaat dalam hal penatalaksanaan pasien dengan akut dan kronik
MR yang diharapkan akan mempertahankan stroke volume. Selain itu dengan menurunkan
volume ventrikel kiri dapat menurunkan ukuran annulus mitral dengan demikian terhadap
orifisium regurgitasi. Pasien ini seringkali juga diobati dengan inotropik (digitalis) dan diuretik,
terjadinya kegagalan ventrikel kiri yang jelas, misalnya pada pasien dengan disfungsi otot
papillary mungkin memerlukan pemasangan pompa balon intraortic pre operatif. 4,5
2. Monitor
Monitoring didasarkan pada derajat disfungsi ventrikel. Pemantauan tekanan arteri
pulmonal sangat bermanfaat pada pasien dengan gejala. Penurunan afterload intraoperatif akibat
vasodilator memerlukan pengawasan penuh terhadap hemodinamik.5
Kateterisasi arteri pulmonal sangat berguna untuk menilai tekanan pengisian ventrikel,
curah jantung, dan efek pemberian vasodilator. Ukuran regurgitan dan gelombang V tidak
berkorelasi dengan derajat MR. 5,16
3. Manajemen Anestesi
Penanganan anestesi disesuaikan dengan derajat beratnya MR dan fungsi ventrikel kanan.
Faktor-faktor yang memicu regurgitasi harus dihindari, seperti denyut jantung yang lambat
(sistolik yang panjang) dan peningkatan afterload secara mendadak. Bradikardi dapat
meningkatkan volume regurgitasi akibat peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri dan
annulus mitral yang melebar secara mendadak. Denyut jantung harus dipertahankan antara 80-
100x/menit. Peningkatan afterload ventrikel kiri secara mendadak, seperti akibat intubasi
endotrakeal dan stimulasi pembedahan, harus segera ditangani tetapi tanpa depresi miokardium
yang berat. Kelebihan cairan juga dapat memperburuk regurgitasi akibat melebarnya ventrikel
kiri.4,5
Anestesi spinal dan epidural dapat ditoleransi dengan baik, juga dapat menghindari
terjadinya bradikardi. Anestesi epidural dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik (SVR),
sehingga membantu aliran darah dan mencegah kongesti paru. Pasien dengan gangguan ventrikel
yang berat sering sangat sensitif dengan efek depresan dari obat volatile. Anestetik yang
berbahan dasar opioid lebih cocok digunakan, karena menghindari bradikardia. Pemilihan
pankuronium sebagai relaksan otot disertai anestetik yang berbahan dasar opioid biasanya sangat
bermanfaat.5
4. Pemulihan
Mencegah nyeri, hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis dapat membantu meningkatkan
SVR.4
anestesi spinal atau epidural lumbal dapat ditoleransi dengan baik. Perhatian khusus diberikan
pada terjadinya hipotensi akibat penurunan preload, afterload, atau keduanya. Anestesi epidural
lebih disukai karena onset hipotensi lebih lambat dan memungkinkan penanganan yang lebih
agresif. 4,5
Pada pasien dengan AS yang berat, anestesi spinal dan epidural menjadi kontraindikasi.
Pemilihan obat anestesi umum sangat penting. Tekhik anestesi yang berbahan dasar opioid
biasanya menyebabkan depresi jantung minimal, sehingga lebih sesuai dipakai agen induksi non-
opioid seperti etomidat dan kombinasi ketamin dan benzodiazepine. Jika digunakan agen
dan hilangnya sistolik atrium yang normal. Esmolol, pilihan penghambat beta adrenergik, lebih
5. Pemulihan
Aorta insufisiensi (AI) dapat disebabkan oleh penyakit katup akibat demam rematik, atau
proses degeneratif pada akar aorta yang menyebabkan kelemahan katup pada usia lanjut. AI
biasanya berkembang secara lambat dan progresif (kronis), tetapi juga bisa berkembang secara
akut. Pada AI kronis, terjadi kelebihan volume yang menyebabkan dilatasi ventrikel kiri,
hipertrofi dinding ventrikel, dan dapat berlanjut menjadi disfungsi ventrikel kiri akibat hipertrofi
yang tidak lagi adekuat untuk mengatasi tekanan pada dinding ventrikel. Pada AI yang akut,
terjadi overload diastolik ventrikel kiri yang berat, yang dapat berlanjut menjadi kegagalan
ventrikel kiri. Penurunan curah jantung mengaktifkan refleks system saraf simpatik yang
Gejala yang dapat ditemui antara lain takikardi dan dispnoe akibat kongesti vena
pulmonal, serta angina akibat berkurangnya tekanan perfusi koroner. Sedangkan pada AI yang
akut dengan onset kegagalan ventrikel kiri yang cepat tanpa kompensasi, menimbulkan gejala
2. Premedikasi
Pasien AI akut sering memerlukan operasi emergensi sehingga beresiko tinggi untuk
terjadi aspirasi. Induksi dengan etomidat bermanfaat karena menurunkan SVR dengan depresi
miokardium minimal. Pankuronium merupakan pilihan yang baik sebagai relaksan otot karena
3. Monitor
Denyut jantung harus dipertahankan dalam batas atas normal (80-100 x/menit).
yang berat. Penderita lebih bisa mentoleransi kenaikan denyut jantung yang moderat.
Agen inotropik positif dapat bermanfaat untuk mempertahankan tekanan perfusi sistolik,
khususnya pasien pre-operatif dengan disfungsi ventrikel kiri. Sebagai vasopressor untuk
mengatasi hipotensi lebih dipilih menggunakan efedrin. Fenilefrin dosis kecil (25-50 ug) dapat
digunakan jika terjadi hipotensi akibat vasodilatasi yang berat. Penurunan afterload intraoperatif
Penderita AI kronik dapat dengan aman diberikan anestesi umum atau regional. Sebagian
besar penderita mentoleransi dengan baik anestesi spinal dan epidural. Anestesi umum sebaiknya
menggunakan isoflurane dan desflurane karena adanya vasodilatasi. Penderita AI berat mungkin
tidak dapat mentoleransi depresi miokardium, sehingga tekhik narkosis berbahan dasar opioid
lebih sesuai.5
1. Evaluasi klinis
dari ventrikel kanan yang disebabkan hipertensi pulmonal. Regurgitasi trikuspid biasanya terjadi
pada hipertensi pulmonal dan overload volume dari ventrikel kanan yang sering disebabkan
kegagalan ventrikel kiri akibat penyakit katup aorta atau mitral. Angka kejadian yang signifikan
regurgitasi tricuspid yang merupakan komplikasi sekunder dari infeksi endokarditis yang sering
dikarenakan stenosis dari katup tricuspid yang merupakan komplikasi dari demam rheumatik. 17
2. Monitor
Volume cairan intravaskuler dan tekanan vena sentral dipertahankan dalam batas
maksimal normal untuk menjamin terpenuhinya stroke volume ventrikel kanan dan pengisian
dari ventrikel kiri. Tekanan intratorak yang tinggi pada tekanan positif ventilasi paru atau
venodilatasi oleh obat dapat menurunkan tekanan balik vena dan lambat laun akan
mempengaruhi stroke volume ventrikel kiri. Hindari terjadinya peningkatan resistensi vaskuler
sangat membantu dalam memilih pengganti cairan intravena dan menditeksi efek yang lebih
lanjut dari obet anastesi atau tehnik pada jumlah regurgitasi tricuspid. 16,17
3. Manajemen anestesi
Manajeman anastesi dari pasien dengan regurgitasi tricuspid sama, baik dengan satu
kelainan itu saja maupun yang disertai dengan penyakit katup aorta atau mitral.
Kombinasi obat-obat anestesi atau tehnik yang spesifik tidak dianjurkan dalam
menangani pasien dengan regurgitasi tricuspid. Namun anastesi volatile yang dapat
menyebabkan vasodilatasi pulmonal dapat dipertimbangkan untuk digunakan, dan ketamin dapat
digunakan karena efeknya dalam mempertahankan aliran balik vena. Nitro-oksida adalah
mengontrol aliran darah balik vena sentral dan kemungkinan dapat membantu meningkatkan
1. Evaluasi klinis
Defek septum ventrikel yang kecil akan menimbulkan bising pansistolik yang ringan
pada intercostals ke 4 dan ke 5 kiri, foto toraks yang normal dan gambaran elektrokardiogram
right bundle branch. Tekanan intrakardial masih normal dengan shunting left-to-right yang
minimal. Ventrikel septal defek yang sedang sampai besar menimbulkan murmur pansistolik
yang keras dengan expiratory splitting pada suara jantung kedua dan adanya pembesaran jantung
kiri, akhirnya bisa juga terjadi pembesaran jantung kanan. Saturasi oksigen pada ventrikel kanan
meningkat sebagai akibat adanya left-to-right shunt. Tekanan end diastolic ventrikel kanan,
tekanan arteri pulmonal dan tekanan end diastolic ventrikel kiri juga meningkat. Ventrikel septal
defek yang sedang biasanya menyebabkan penurunan tahanan vascular pulmonal, sedangkan
VSD yang besar menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler pulmonal tersebut. Peningkatan
tahanan vaskuler pulmonal yang berlangsung lama menyebabkan shunting yang biridectional dan
2. Manajemen anestesi
dapat diaplikasikan untuk seluruh tipe defek septum. Problem khusus pada pasien defek septum
ventrikel diantaranya adalah: peningkatan PBF, CHF, dan penurunan fungsi ventrikuler.7
Pada pasien dengan defek septrum ventrikel supracristal, insufisiensi aorta merupakan
problem tambahan. Pada defek septum ventrikel kecil akan membebani ventrikel kiri, sedangkan
Sebagian besar pasien dengan defek septum mengalami pintasan kiri-ke-kanan yang akan
cenderung menurunkan waktu induksi pada penggunaan agen inhalasi yang relative soluble,
seperti misalnya halothane. Karena darah yang melewati pintasan kemudian mengalami
resirkulasi melalui paru, sebagian akan mengalami saturasi oleh agen anestesi, oleh sebab itu
konsentrasi alveolar akan meningkat dengan lebih cepat, akibatnya induksi anestesi akan terjadi
lebih cepat. Konsentrasi agen insoluble misalnya nitrous oksida relatif lebih tidak terpengaruh
oleh mekanisme ini, sehingga tidak terjadi akselerasi induksi. Agen intravena dikatakan memiliki
efek onset yang lebih lambat, karena terjadinya dilusi tambahan oleh darah yang mengalami
kecil dalam induksi anestesi dibandingkan dengan faktor lain, seperti misalnya kecukupan
Teknik induksi pada pasien dengan pintasan kiri-ke-kanan bukanlah hal yang bersifat
kritis dan dapat disesuaikan menurut keinginan pasien, tingkat kooperativitas, atau ada-tidaknya
jalur infus intravena pre-induksi. Pasien yang telah terpasang infus ataupun menginginkan
induksi intravena dapat dengan aman diinduksi dengan menggunakan thiopental 2-4 mg/kg atau
preparat induksi intravena lainnya, diikuti dengan pemberian suksinilkolin atau pancuronium
sebagai agen blokade neuromuscular sebelum dilakukan intubasi. Pada pasien dengan penyakit
yang lebih parah (hipertensi pulmoner dengan gagal jantung kanan) dapat diberikan fentanyl 5-
10 μg/kg atau ketamin 1-2 mg/kg untuk menggantikan thiopental sebagai agen induksi intravena.
Setelah dilakukan induksi, kemudian ditambahkan agen inhalasi sesuai dengan kebutuhan situasi
klinis.2,18
3. Pemantauan
Pemantauan dasar untuk perbaikan ASD atau VSD adalah sama dengan sebagian besar
prosedur operasi kardiovaskuler: EKG, tekanan darah (invasif dan non-invasif), oksimetri nadi,
kapnografi, tekanan vena sentral/CVP, temperatur, produksi urin, pemeriksaan laboratoris berupa
analisis gas darah dan elektrolit. CVP merupakan panduan yang baik untuk memberikan terapi
cairan. Namun, hasilnya dapat meragukan paling tidak dalam 2 situasi berikut:
1. Segera setelah ventrikulotomi, tekanan jantung kanan akan cenderung tinggi sebagai akibat
dari penurunan fungsi jantung kanan, sedangkan fungsi jantung kiri normal.
2. Setelah penutupan ASD, tekanan atrium kiri untuk sementara waktu akan lebih tinggi
dibandingkan tekanan atrial kanan. Pemasangan kanula pada atrium kiri bias jadi berguna
Kateter arteri pulmonalis yang dipasang dengan tujuan untuk mengukur tekanan atau curah
jantung digunakan pada beberapa sentra, namun hingga saat ini belum diterima secara luas
karena adanya penyulit berupa insersi pada anak kecil, perubahan letak yang terjadi saat kanulasi
atau perbaikan, kemungkinan menembus defek septum, biaya yang harus dikeluarkan, dan sejauh
kongestif dan sianosis. Gagal jantung kongestif harus dikontrol dengan digitalis, diuretik, dan
atau obatobatan yang mengurangi afterload sebelum dilakukan tindakan bedah elektif apapun.
Terapi obat-obatan harus diteruskan pada periode perioperatif. Kadar kalium serum yang adekuat
dan menghindari hipokarbia penting untuk menghindari keracunan digitalis pada pasien-pasien
fungsi paru dan mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksemia perioperatif atau gagal
nafas.19,20
Sianosis merupakan ciri gangguan jantung dengan shunt kanan ke kiri. Aliran darah paru
yang terbatas, dan atau campuran vena pada sirkulasi sistemik. Hipoksemia berat menyebabkan
polisitemia yang diikuti oleh peningkatan volume dan viskositas darah, neovaskularisasi,
Clubbing atau osteoarthropati ruas distal jari-jari tangan dan kaki merupakan tanda dari penyakit
sianosis atau gagal jantung kongestif, toleransi latihan, episode sianotik akut, tingkat aktivitas,
pola makan dan pertumbuhan, gejala-gejala lain yang bersangkutan, dan abnormalitas
anatomis.19,20
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan warna kulit, tingkat aktivitas, pola dan
frekuensi nafas, dan kesesuaian perkembangan untuk usia pasien. Jantung dan paru harus
diauskultasi dan akses intravena serta jalan nafas pasien harus diperhatikan dengan seksama.
Denyut nadi perifer harus dipalpasi dan tekanan darah diukur pada kedua lengan dan tungkai
Rontgen toraks diperiksa untuk melihat tanda-tanda pembesaran jantung, adanya gagal
jantung kongestif, penurunan aliran darah paru, abnormalitas posisi jantung, dan adanya
abnormalitas dinding toraks. EKG dapat normal walaupun terdapat kelainan jantung bawaan.
Namun, abnormalitas pada EKG dapat menjadi petunjuk yang penting untuk menentukan
dan dengan doppler, akan memberikan informasi tentang pola aliran dan gradien tekanan.
Kateterisasi jantung dapat menentukan anatomi, aliran shunt pulmonal dan sistemik, resistensi
Evaluasi preoperatif
Evaluasi preoperatif harus ditujukan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dari
anatomi dan semua prosedur bedah yang pernah dijalani. Hanya dengan adanya hipoksemia, hal
ini menunjukkan penanganan yang inadekuat dan terdapatnya abnormalitas jantung. Selain
menentukan derajat hipoksemia pada keadaan istirahat, riwayat episode hipersianotik termasuk
faktor pencetus atau perubahan yang mendadak pada derajat hipoksemia harus diketahui.
Walaupun penurunan toleransi latihan tidak spesifik untuk hipoksemia, ini dapat menjadi
indikator yang baik untuk fungsi kardiovaskuler secara keseluruhan dan merupakan bagian
Anak dengan hipoksemia biasanya lebih kecil untuk usianya. Walaupun sangat sulit
untuk membedakan apakah hipoksemia disebabkan gangguan pada jantung atau paru, usaha ini
harus dilakukan karena infeksi paru aktif merupakan indikasi untuk menunda prosedur bedah
elektif. Bila terdapat gejala yang berkaitan dengan hiperviskositas atau hemostasis abnormal,
preoperatif. Riwayat kerusakan neurologis sebelumnya akibat pembedahan, emboli, atau infeksi
harus diperhatikan.21
ukuran eritrosit. Secara umum, hematokrit berhubungan dengan tingkat keparahan hipoksemia.
Namun, anak-anak atau dewasa dapat menderita defisiensi besi atau phlebotomi yang berlebihan,
yang adekuat harus dipastikan dengan uji fungsi platelet dan koagulasi. Pemeriksaan
echocardiografi sangat penting untuk menentukan anatomi dan pola aliran darah.
adekuat.19,21
pembedahan, fungsi ventrikel, teknik anestesi dan tingkat keparahan penyakit yang mendasari
merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum memasang kateter vena sentral
atau arteri. Pemasangan kateter pada arteri pulmonalis secara teknis sulit dan informasi yang
didapat sulit untuk ditafsirkan. Tentu saja, oksimeter yang baik sangat diperlukan. Bila tersedia,
echocardiografi transesofageal dapat memberikan data yang berguna tentang fungsi ventrikel,
volume akhir diastolik dan besarnya shunt kanan ke kiri. Ruang rugi fisiologis dapat meningkat
dan pengukuran end tidal CO2 dapat lebih rendah dari PCO2 arteri.19,21
Premedikasi dapat sangat berguna bila anak mempunyai riwayat hipoksemia yang
diperparah dengan eksitasi atau agitasi. Obat-obatan oral, rektal atau intramuskular semuanya
aman dan efektif. Pemberian melalui oral memiliki keuntungan yaitu menghindari rasa terkejut
atau takut saat memberikan obat premedikasi. Suplemen oksigen dapat diberikan untuk
Pilihan obat-obat anestesi kurang penting dari pada mencapai kondisi hemodinamik yang
sesuai untuk tiap kelainan jantung. Apapun kelainan jantung yang mendasarinya, tujuan utama
adalah untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Hal ini paling baik dicapai
dengan memahami penyebab yang mendasari hipoksemia pada tiap pasien. Terdapat dua
kategori umum pasien yang mengalami hipoksemia akibat kelainan jantung, yaitu pasien dengan
aliran darah pulmonal yang terbatas dan shunt darah dari kanan ke kiri, dan pasien dengan aliran
darah paru yang tidak terganggu dan terdapat pencampuran darah vena pulmonal dan vena
sistemik. Pengelolaan anestesi pada masing-masing kondisi ini cukup berbeda, bila aliran darah
pulmonal terbatas, sumber obstruksi aliran harus diidentifikasi dan dilakukan pemeriksaan aliran
Strategi umum untuk menghindari hipoksemia saat induksi dan pemeliharaan anestesi
pada pasien dengan aliran darah paru terbatas adalah dengan memastikan hidrasi yang adekuat,
mempertahankan tekanan darah sistemik arteri, meminimalkan resistensi aliran darah pulmonal,
dan menghindari peningkatan kebutuhan oksigen sistemik yang tiba-tiba (menangis, berontak,
Pada keadaan-keadaan dimana aliran darah pulmonal tidak terganggu namun terdapat
pencampuran darah vena sistemik dan pulmonal, saturasi arteri akan bergantung pada
perbandingan aliran darah pulmonal dan sistemik (Qp/Qs ratio). Secara umum, tidak dapat
diharapkan darah arteri tersaturasi maksimal. Peningkatan perbandingan aliran darah pulmonal
dan sistemik (Qp/Qs ratio) dapat meningkatkan beban kerja jantung atau dapat pula
Pertimbangan utama anestesi pada kategori pasien ini adalah mempertahankan fungsi ventrikel
hipoksia. Situasi ini sama dengan pasien yang telah mengalami endarterektomi karotid bilateral.
Hipoksia yang berat dapat terjadi tanpa menimbulkan respon normal peningkatan ventilasi,
terutama bila diberikan obat yang menekan respirasi seperti narkotik. Saturasi oksigen harus
dipertahankan pada kadar yang sesuai dengan pemberian suplemen oksigen sampai anak sadar
penuh. Mekanisme tumpulnya respon terhadap hipoksia ini belum diketahui, namun tampaknya
respon ventilasi terhadap hipoksemia akan kembali normal setelah pembedahan untuk
1. Anestesi umum (GA) efektif, mudah diaplikasikan dan menawarkan kondisi operasi
3. Anestesi regional membutuhkan keterampilan yang lebih spesifik dari ahli anestesi
dan komunikasi dengan pasien. Selain itu anestesi regional memiliki tingkat
sendiri: toksisitas anestesi lokal, perdarahan, komplikasi terkait saraf seperti transient
neurologic symptoms (TNS), cedera saraf tepi, hematoma epidural, abses epidural,
4. Anestesi regional pada dasarnya beragam teknik, yang satu lebih invasif dibanding
1. Iskemik intraoperasi
1.1 Jika pasiendengan hemodinamik stabil: (1) beta blockers (I/V metoprolol sampai 15mg); (2)
2. Komplikasi lain seperti aritmia, disfungsi pacemaker harus dikelola dengan baik.
2.11. Manajemen pasca operasi 12
pascaoperasi.10 Untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik dengan risiko pencegahan
dan kemudian di unit perawatan intensif sehingga takikardi dapat dihindari atau diobati, dan
Manajemen nyeri pascaoperasi yang penting efektif untuk menghindari stres, gejolak
hemodinamik, dan hiperkoagulasi. Untuk pasien kooperatif tanpa kontraindikasi yang menjalani
operasi abdominal atau thoraks mayor dengan insisi besar, anestesi epidural disarankan untuk
analgesia pascaoperasi.12
Teknik anestesi regional spesifik juga efektif, dan ini dipilih berdasarkan lokasi
pembedahan dan prosedur (contoh: blok pleksus brakhialis untuk nyeri ekstremitas atas; femoral
atau blok saraf sciatic untuk nyeri ekstremitas bawah; blok saraf interkostal atau paravertebralis
untuk prosedur payudara, dada, atau perut bagian atas). Teknik lain untuk manajemen nyeri
(NSAID) dan siklooksigenase-2 (COX-2) inhibitor dihindari pada pasien dengan iskemia
miokard; obat ini berisiko pada kardiovaskular, 3 seperti cardiovascular death, infark miokard,
dan stroke. Kejadian penting lainnya termasuk gagal jantung, peningkatan tekanan darah, atrium
KESIMPULAN
penderita. Beberapa faktor, antara lain umur, status fisik, posisi pembedahan, ketrampilan dan
pasien, bahaya kebakaran dan ledakan serta yang lainnya juga mempengaruhi pemilihan teknik
anestesi. Sebagian besar prosedur pembedahan (70-75%) dilakukan dengan anestesia umum,
Pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, teknik anestesi regional(baik tunggal atau
dengan anestesi umum) berpotensi bermanfaat perioperasi dalam mengurangi respon stres,
simpatektomi jantung, ekstubasi lebih awal, lama rawat inap di rumah sakit lebih pendek, dan
Pada pasien dengan prolaps katub mitral, teknik anestesi yang terpilih adalah yang paling
kecil mengakibatkan takikardia atau yang menggangu status hemodinamik. Pada pasien dengan
mitral stenosis, epidural anestesi merupakan tekhik anestesi regional yang terpilih.
Manajeman anastesi dari pasien dengan regurgitasi tricuspid sama, baik dengan satu
kelainan itu saja maupun yang disertai dengan penyakit katup aorta atau mitral.
Dalam pemberian obat anestesi dalam pembedahan pasien dengan kelainan jantung
bawaan, apapun kelainan jantung yang mendasarinya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Hal ini paling baik dicapai dengan
.
DAFTAR PUSTAKA