Na CLBGT

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

ABSTRAK

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar garam NaCl pada ikan asin
setengah basah dan ikan asin kering dengan metode Mohr lewat penyaringan dengan
kertas saring dan titrasi dengan AgNO3 0,1 N hingga muncul warna merah bata.
Prinsip dan metode percobaan ini dilakukan dengan sampel ikan asin kering dan ikan
asin setengah basah disaring lalu ditambahkan K2CrO4 5% dan selanjutnya dititrasi
secara duplo dengan AgNO3 0,1 N hingga terbentuk warna merah bata, selanjutya
kadar garam NaCL dihitung. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan
hasil kadar garam pada sampel ikan asin kering 0,61 % dan ikan asin setengah basah
1,01%, dan disimpulkan bahwa kadar garam ikan asin setengah basah lebih tinggi
daripada kadar garam ikan asin kering. Kedua sampel ikan asin masih aman sesuai
dengan SNI.

Kata kunci : K2CrO4, mohr, NaCl, Ikan, AgNO3

PENDAHULUAN

Natrium klorida adalah suatu zat gizi esensial dalam makanan manusia secara
alamiah terdapat dalam banyak makanan. NaCl berfungsi sebagai bahan pengawet
dikarenakan garam dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga bakteri yang
membutuhkan oksigen untuk hidupnya menjadi terhambat. Dalam tubuh , garam
berfungsi mengatur kontraksi otot,impuls saraf, tingkat air, dan banyak hal lainnya.
Setiap sel dalam tubuh memerlukannya dan lidah memiliki aseptor yang memberitahu
otak saat garam telah memasuki mulut (Ira, 2009). Garam dalam larutan suatu
substrat bahan pangan dapat menekan kegiatan pertumbuhan mikroorganisme tertentu
yang berperan dalam membatasi air (Budiman et al., 2012). Mekanisme pengawetan
NaCl adalah dengan memecahkan (plasmolisis) membran sel mikroba, karena NaCl
mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Di samping itu, NaCl bersifat hidroskopis
sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan aw dari bahan tersebut
menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga
mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya (Mustafa, 2009).
Ikan merupakann salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan merupakan bahan
pangan yang cepat mengalami proses pembusukan oleh sebab itu pengawetan ikan
perlu dilakukan. Pengawetan secara tradisional yang bertujuan untuk mengurangi
kadar air dalam tubuh ikan, salah satu caranya dengan pembuatan ikan asin
(Hastuti,2010) Ikan asin adalah ikan yang diawetkan dengan cara penggaraman dan
pengeringan. Pengawetan tersebut bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh
ikan sehingga bakteri pembusuk tidak dapat berkembang biak. Garam yang digunakan
untuk mengawetkan ikan adalah garam murni, yaitu garam yang mengandung NaCl
95% dan sedikit sekali mengandung elemen-elemen yang dapat menimbulkan
kerusakan (Andriyani, 2009). Penggaraman adalah suatu proses kegiatan yang
bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan menggunakan garam Salah satu
penyebab terjadinya kerusakan ikan adalah terdapatnya bakteri pembusuk. Dua
kelompok bakteri yang mampu hidup dan merusak produk ikan asin yaitu kelompok
bakteri halofilik dan bakteri heterotoleran. Dalam pertumbuhannya bakteri halofilik
sangat bergantung pada konsentrasi garam tertentu. Sedangkan kelompok bakteri
heterotoleran merupakan bakteri yang mampu hidup pada media yang mengandung
garam walaupun pertumbuhannya tidak memerlukan garam. Beberapa jenis bakteri
penyebab kerusakan ikan asin di Indonesia adalah bakteri halofilik dan bakteri
heterotoleran halobacterium salinarum, halococcus morhuae, Halomonas sp,
Staphylococcus xylosus,staphylococcus sp, dan planococcus halophylus (Salosa,
2013). Pada proses penggaraman bahan pangan yang dilanjutkan dengan pengeringan
sering terjadi pencoklatan (browning) karena terjadinya oksidasi lemak pada ikan,
sehingga mengurangi nilai penerimaan panelis terhadap kenampakan. Hadiwiyoto
(2012) menyatakan bahwa, oksidasi lemak, degradasi protein dan komponen-
komponen lainnya dapat menyebabkan kerusakan sel-sel daging sehingga
kenampakan fisik ikan akan berubah (Hadiwiyoto, 2012). Analisis garam NaCl
dilakukan dengan metode mohr yaitu titrasi langsung untuk menghitung kadar ion
klorida (Cl-) yang kemudian digunakan untuk menentukan kadar ion natrium (Na)
(Khasanah dan Sunarto, 2018). Metode mord yang merupakan metode titrasi
langsung, biasanya digunakan untuk tujuan pengendalian mutu secara rutin dan
memberikan hasil yang memuaskan. Metode mohr dapat digunakan untuk
menetapkan kadar klorida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3dan
penambahan K2CrO4 sebagai indikator (Wulandari, 2017)
Tujuan praktikum ini adalah untuk dapat mengetahui kandungan garam NaCl
pada bahan pangan.

MATERI DAN METODE

Percobaan penentuan kadar garam NaCl metode mohr dilakukan dengan cara
disiapkan 2 sampel (ikan asin setengah basah dan ikan asin kering). Sampel
dimaserasi kemudian ditimbang masing-masing sebanyak 5 gram menggunakan
timbangan analitik (Excellent, China). Sampel dimasukkan ke dalam gelas beker
(Pyrex, Indonesia) dan ditambahkan 70 ml aquades panas. Saring dengan kertas
saring kasar yang telah diletakkan di atas corong gelas, dan ditampung dengan labu
ukur 100 ml. Lakukan penyaringan sampel dan ditambahkan aquades hingga 100 ml.
10 ml filtrat diambil ke dalam erlenmeyer (Pyrex, Indonesia), kemudian
ditambahkan 3 ml kalium kromat 5%. Lakukan titrasi dengan menggunakan AgNO3
0,1 N perlahan-lahan secara duplo sampai terbentuk warna merah bata. Kadar garam
NaClnya dihitung dengan rumus sebagai berikut:
RUMUS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum penentuan kadar garam NaCl metode Mohr yang telah
dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Kadar Garam NaCl


Sampel 1 (Ikan Asin Sampel 2 (Ikan Asin
Kering) Setengah Basah)
AgNO3 yang diperlukan (ml) 5,25 8,65
Kadar garam NaCl 10% 0,61 % 1,01 %
Kadar garam NaCl 100% 6,1 % 10,1 %
Sumber: Data Primer Praktikum Analisis Pangan, 2019

Berdasarkan table diatas didapatkan kadar garam NaCl 10% pada sampel ikan
asin kering 0,61% dan ikan asin setengah basah 1,01% menandakan bahwa kadar
garam ikan asin setengah basah lebih banyak daripada kadar garam ikan asin kering.
Kedua sampel kadar garamnya masih dalam batas aman. Hal ini sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2721 (1992) yang menyatakan bahwa kadar
garam ikan asin tidak boleh melebihi 20%. Jadi, kedua sampel ikan asin masih aman
untuk dikonsumsi karena kadar garamnya tidak melebihi standar yang telah
ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rinto et al., (2009) yang menyatakan
bahwa Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan kadar garam pada ikan asin
tidak lebih dari 20% karena kadar garam yang tinggi dapat memicu timbulnya
hipertensi. Ikan asin kering mempunyai proses pengolahan yang berbeda daripada
ikan asin setengah basah, sehingga bentuk akhir ikan asin kering adalah kering karena
proses pengeringan. Hal ini sesuai dengan pendapat Susianawati (2009) yang
menyatakan bahwa pengolahan ikan asin kering dimulai dari penyiangan atau
langsung pencucian, diikuti dengan penggaraman dan penjemuran atau pengeringan,
dalam proses tersebut yang dapat dibedakan adalah dalam proses penyiangan (yaitu
ikan di belah dan ikan dalam bentuk utuh) dan pada proses penggaraman, jumlah
garam yang digunakan, jangka waktu penggaraman dan penjemurannya.
Penggaraman dan pengeringan ikan asin kering membutuhkan jumlah garam yang
lebih banyak, karena itu kadar garam ikan asin kering seharusnya lebih tinggi
daripada ikan asin setengah basah. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulisa et al.,
(2014) yang menyatakan bahwa penggaraman dan pengeringan yaitu memperlambat
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan, jumlah garam yang dibutuhkan menjadi lebih
banyak dan waktu pengeringan akan menjadi lebih lama. Kadar garam yang tinggi
pada ikan asin kering disebabkan pula karena proses yang dilakukan pada saat
penggaraman menggunakan cara tradisional dengan penambahan garam kasar yang
membuat kadar garam ikan asin tinggi, terlebih kadar air pada ikan sudah berkurang.
Hal ini sesuai dengan pendapat Herawati (2009) yang menyatakan bahwa cara
pengawetan ikan asin dengan cara pengeringan dan penggaraman adalah cara
tradisional melalui pemberian garam yang dapat menyebabkan tingginya kadar garam
didalam ikan, pada proses pengeringan kadar air didalamnya berkurang sehingga
garam tidak terlarut dan kadar garam pada ikan lebih tinggi.

Pengujian kadar NaCl dilakukan dengan menggunakan metode Mohr. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sugiyo et al., (2010) yang menyatakan bahwa Kadar NaCl
ditentukan dengan cara titrasi argentometri yaitu metode Mohr. Kedua sampel ikan
asin dimaserasi lalu ditambahkan aquades panas. Penambahan aquades panas ini agar
NaCl dari sampel dapat larut dengan cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Salosa
(2013) yang menyatakan bahwa ikan asin yang dihaluskan lalu diekstrak dengan
menggunakan 15 ml aquades panas (100oC), dibiarkan selama 15 menit hingga semua
garam NaCl larut dan terpisah dengan sampel. Filtrat yang didapat kemudian
ditambahkan kalium kromat 5% sebagai indikator. Penambahan kalium kromat ini
membuat filtrat berubah warna menjadi oranye. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yusmita (2017) yang menyatakan bahwa penambahan indikator K2CrO4 pada
larutan membuat larutan berubah warna menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4
yang ditambahkan.

Prinsip metode mohr adalah titrasi argentometri menggunakan indikator AgNO3


0,1 N secara perlahan-lahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi dan Kasno
(2011) yang menyatakan bahwa prinsip analisis Cl adalah Cl ditetapkan secara titrasi
argentometri metode Mohr. Cl- dalam ekstrak diberi indikator khromat, maka ion
perak dari AgNO3 dengan ion Cl- akan memberikan endapan putih dan kelebihan
Ag+ dengan khromat membentuk endapan berwarna merah bata. Reaksi dasar yang
terjadi pada titrasi argentometri adalah AgNO3 menjadi AgCl. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hayyuningtyas (2015) yang menyatakan bahwa Titrasi argentometri
didasarkan pada reaksi: AgNO3 + Cl-  AgCl(s) + NO3-. Endapan akhir Ag2CrO4
akan membentuk endapan berwarna merah bata yang menandakan titik ekuivalen
sudah tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Antara et al., (2009) yang
menyatakan bahwa titrasi argentometri (Titrasi argentometri merupakan titrasi dengan
menggunakan larutan perak nitrat untuk menentukan kadar halogen) dengan metode
Mohr yakni mulamula Ag + yang ditambahkan bereaksi membentuk endapan AgCl
berwarna putih, apabila Cl - sudah habis bereaksi maka kelebihan Ag + selanjutnya
bereaksi dengan CrO4 2- yang berasal dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan dan
membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah bata, berarti titik akhir titrasi
sudah tercapai. Semakin banyaknya AgNO3 yang dibutuhkan dalam proses titrasi
maka semakin tinggi pula kadar garam NaCl. Hal ini sesuai dengan pendapat
Budiman et al., (2012) yang menyatakan bahwa perhitungan kandungan NaCl pada
suatu bahan pangan dipengaruhi oleh banyak sedikitnya AgNO3 untuk proses titrasi,
dimana semakin banyak AgNO3 yang digunakan menandakan kadar NaCl juga
semakin tinggi.
Kesalahan yang mungkin terjadi saat percobaan adalah kesalahan saat proses
titrasi ketika menentukan titik akhir titrasi warnanya sudah berlebihan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Padmaningrum (2009) yang menyatakan bahwa kesalahan dari
proses titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi tidak tepat sama
dgn titik ekivalen (≤ 0,1%), disebabkan ada kelebihan titran, indikator bereaksi dgn
analit, atau indikator bereaksi dgn titran, diatasi dgn titrasi larutan blanko. Kesalahan
lain yaitu penetesan titran yang terlalu banyak pada proses titrasi metode mohr
menyebabkan titik akhir titrasi tidak akurat. Hal ini sesuai dengan pendapat (Ika,
2009) yang menyatakan bahwa penetesan titran yang selama titrasi akan
menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekuivalen tercapai sehingga titik
akhir titrasi tidak akurat.

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan penentuan kadar garam Nacl metode Mohr menghasilkan


data bahwa sampel ikan asin setengah basah mengandung kadar NaCl ikan asin
setengah basah lebih tinggi daripada kadar garam ikan asin kering.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, D. 2005. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Halofilik Dari Ikan Asin.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta. (Skripsi).
Antara, I K. G., I W. Budiarsa Suyasa, dan A. A. Bawa Putra. 2009. Kajian kapasitas
dan efektivitas resin penukar anion untuk mengikat klor dan aplikasinya pada
air. J. Kimia. 2 (2): 87—92.
Budiman, A., A. Hintono, dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh lama penyangraian telur
asin setelah perebusan terhadap kadar nacl, tingkat keasinan dan tingkat
kekenyalan. J. Animal Agriculture.1 (2): 219—227.
Effendi, D. E., dan A. Kasno. 2011. Kandungan klor tanaman kelapa sawit
berdasarkan jenis tanah dan penggunaan pupuk. Dalam: Prosiding Seminar
Nasional Inovasi Perkebunan 2011. Hal. 92—99.
Hadiwiyoto, S. 2012. Hubungan keadaan kimiawi dan mikrobiologik ikan Pindang
Naya pada penyimpanan suhu kamar dengan sifat organoleptiknya. J.Agritech,15
(1):23-29.
Hastuti,, S. 2010. Analisis kualitatif dan kuantitatif formaldehid pada ikan asin di
Madura. J. Agrointek, 4(2): 132-137.
Hayyuningtyas, A. R. 2015. Penurunan Kadar Cl Pada Air Sumur Diii Teknik Kimia
Setelah Melewati Demineralized Water Dengan Metode Titrasi Argentometri.
Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro, Semarang. (Tesis).
Herawati, E. 2009.Penentuan ion klorida dalam sampel magnesium klorida (MgCl2)
dengan metode argentometri (metode mohr). J. Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2(3): 92-99.
Ika, D. 2009. Alat otomatisasi pengukur vitamin C dengan metode titrasi asam basa. J.
Neutrino, 1(2): 163-178.
Ira. 2009. Kajian pengaruh berbagai kadar garam terhadap kandungan asam lemak
esensial Omega-3 ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) asin kering. Fakultas
Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (Skripsi).
Khasanah, S.R.N. dan Sunarto. Perbandingan validasi metode analisis ion besi secara
spektrofotometri sinar tampak dengan pengompleks KSCN dan 1,10-
Ortofenantrolin. J. Kimia Dasar, 7(3): 105-113.
Mustafa, R. M. 2006. Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami Dalam Pengawetan
Tahu. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Padmaningrum, R. T. 2009. Titrasi iodimetry. Dalam: Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) Gelombang 19. Hal. 1—6.
Rinto, E. Arafah, dan S. B. Utama. 2009. Kajian keamanan pangan (formalin, garam
dan mikrobia) pada ikan sepatasin produksi Indralaya. J. Pembangunan
Manusia. 8 (2): 1—10.
Salosa, Y. Y. 2013. Uji kadar formalin, kadar garam dan total bakteri ikan asin
tenggiri asal Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. J. Depik. 2 (1): 10—15.
Sugiyo, W., Jumaeri, dan C. Kurniawan. 2010. Perbandingan penggunaan naoh-nah
dengan naoh-na2 sebagai bahan pengikat impurities pada pemurnian garam
dapur. J. Sains dan Teknologi. 8 (1): 57—68.
Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan Gmp Dan Ssop Pada Produk Ikan Asin
Kering Dalam Upaya Peningkatan Keamanan Pangan Di Kabupaten Kendal.
Universitas Diponegoro, Semarang. (Tesis).
Wulandari, D.D. 2017. Analisa kesadahan total dan kadar klorida air di Kecamatan
Tanggulangin Sidoarjo. Medical Technology and Public Health Journal, 1(1): 14-19.
Yulisa, N., E. Asni, dan M. Azrin. 2014. Uji formalin pada ikan asin gurami di pasar
tradisional pekanbaru. J. Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran. 1 (2): 1—
12.
Yusmita, L. 2017. Identifikasi konsentrasi natrium klorida (nacl) pada jahe dan
lengkuas giling dibeberapa pasar tradisional di kota padang. J. Teknologi
Pertanian Andalas. 21 (2): 122—126.

Anda mungkin juga menyukai