Makalah HNP Kelompok 10 KMB II

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH KMB II

HERNIASI NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

Dosen Pembimbing

Ns. Hendri Budi, M.Kep.Sp KMB

Nama Kelompok 10 :

1. Adiva Yudinda Sakilla Caniago


2. Cindy ramadhatul utari
3. Khairun Nisa’ Usaira
4. Shallu Annisa

POLTEKES KEMENKES RI PADANG

PRODI KEPERAWATAN SOLOK

TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dalam
perkuliahan KMB II. Makalah ini membahas mengenai Herniasi Nukleus Pulposus
(HNP). Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak / ibu dosen atas segala
arahan dan bimbingan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada pembaca. Dan kelompok


menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini
karena keterbatasan kemampuan dari kelompok. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna
penyempurnaan makalah ini.

Solok, 27 Februari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B.Tujuan.........................................................................................................4
C.Rumusan Masalah.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.......................................................................................................5
B. Anatomi Fisiologi....................................................................................15
C. Etiologi.....................................................................................................17
D. Patofisiologi.............................................................................................17
F. Manifestasi Klinis.....................................................................................18
G. Penatalaksanaan Medis............................................................................22
H. Pemeriksaan.............................................................................................23
I. WOC..........................................................................................................25
J. Asuhan Keperawatan teoritis....................................................................26

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................48
B. Saran .....................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Herniasi nukleus pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nukleus
pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis
melalui anulus fibrosis yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang
disebabkan oleh proses apatologik di kolumna vertebralis pada diskus
intervertebralis / diskogenik ( Muttaqin. 2008: 192).
Pada kebanyakan klien, gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini
disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan
atau ahun, Kemudian pada generasi diskus, kapsul mendorong ke arah medula
spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong
terhadap sakus dural atau terhadap sarat spinal saat muncul dari kolumna spinal
( Muttaqin. 2008 : 192).

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Anatomi Fisiologis
2. Untuk mengetahui Definisi
3. Untuk mengetahui Etiologi
4. Untuk mengetahui Klasifikasi
5. Untuk mengetahui Patofisiologi
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis
C. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan Anatomi Fisiologis
2. Menjelaskan Definisi
3. Menjelaskan Etiologi
4. Menjelaskan Klasifikasi
5. Menjelaskan Patofisiologi

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGIS

Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah struktur


lentur sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Di
antara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan.
Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57
sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah di antaranya
adalah tulang terpisahdan 9 ruas sisanya bergabung membentu 2 tulang (Pearce,
Evelyn. 2011 : 66).

Vetebrata dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang


ditempatnya :

1. Tujuh vetebra servikal atau ruas tulang leher membentuk daerah tekuk
2. Dua belas vetebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian
belakang toraks atau dada.
3. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah
lumbal atau pinggang.
4. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang membentuk sakrum atau
tulang kelangkang.
5. Empat vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging membentuk tulang
koksigeus atau tulang tungging (Pearce, Evelyn. 2011 : 66).

Discus adalah bantalan sendi yang terletak diantara tulang sebagai


pelindung untuk mengatasi beban kejut dan melindungi tulang dari pergesekan.
Diskus dipisahkan dari tulang yang di atas dan dibawahnya oleh dua lempengan

5
tulang rawan yang tipis. Discus terletak diantara dua corpus vertebra, terdiri
dari:

1. Nukleus pulposus

Bagian tengah diskus yang bersifat semi gelatin nukleus ini


mengandung berkas - berkas serabut kolagen sel - sel jaringan penyambung
dan sel - sel tulang rawan. Berfungsi Sebagai peredam benturan antara
korpus vertebra yang berdekatan dan Pertukaran cairan antara diskus dan
pembuluh darah.

2. Anulus Fibrosus

Terdiri atas cincin - cincin fibrosa konsentrik yang mengelilingi


nukleus pulposus. Befungsi memungkinkan gerakan anatar kopus vetebra
(disebabkan oleh struktur spinal dan serabut- serabut untuk menopang
nukleus pulposus meredam benturan dan Pertukaran cairan antara diskus
dan pembuluh darah.

Kandungan air diskus ber < bersamaan dengan bertambah dengan


bertambahnya usia (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada orang lanjut
usia) serabut - serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi

Myologi (Otot)

Pada semua otot rangka dikenal dua perlengketan otot, yaitu origo dan
insersio. Pada anggota badan origo terletak di proksimal pada tulang yang
kurang bergerak dan tidak akan berggerak pada waktu otot berkontraksi.

Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi


gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan
secara aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah: M. quadraus
lumborum, M. sacrospinalis, M. intertransversarii dan M. interspinalis.

6
Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M.
obliqus eksternus abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis abdominis
dan M. rectus abdominis, M. psoas mayor dan M. psoas minor.

Otot latero fleksi lumbalis adalah M. quadratus lumborum, M. psoas


mayor dan minor, kelompok M. abdominis dan M. intertransversari. Jadi
dengan melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah berfungsi
menggerakkan punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh
berdiri

Pada penderita HNP lumbal, nyerinya menjalar hingga ke tungkai


sehingga berpengaruh juga pada otot –otot ekstremitas bawah yaitu : M.
quadriceps femoris, M. hamstring dan M. gastrocnemius.

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical


tang terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen
occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla
spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :8
pasang saraf cervical, 15 pasang saraf thorakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang
saraf sacral, pasang saraf cogsigeal.

Nervus ischiadicus terdiri atas nervus yang terpisah didalam satu


selubung, yaitu nervus peroneus communis dan nervus tibialis.

Nervus femoralis merupakan cabang yang terbesar dari fleksus


lumbalis. Nervus ini berasal dari tiga bagian posterior fleksus, yang asalnya dari
nervus lumbalis kedua, ketiga dan keempat, munculnya dari tepi lateral M.
psoas tepat diatas ligamentum pouparti dan berjalan turun dibawah ligamentum
ini memasuki trigonum femoral pada sisi lateral arteri femoralis.

Pada tulang leher, punggung, dan pinggang ruas-ruasnya tetap terpisah


selama hidup dan disebut ruas yang dapat bergerak. Ruas-ruas pada dua daerah
bawah-sakrum dan koksigeus-pada masa dewasa bersatu membentuk dua
tulang. Ini disebut ruas-ruas tak bergerak (Pearce, Evelyn. 2011 : 67)

7
Dengan perkecualian dua ruas pertama tulang leher, semua ruas yang dapat
bergerak memiliki ciri khas yang sama. Setiap vertebra terdiri atas dua bagian:
anterior – disebut badan vertebra; dan posterior – disebut arkus neuralis yang
melingkari kanalis neuralis (foramen vertebra atau saluran sumsum tulang
belakang) yang dilalui sumsum tulang belakang (Pearce, Evelyn. 2011 : 67)

Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil.
Kecuali yang pertama dan kedua, yang berbentuk istimewa, ruas tulang leher
pada umumnya mempunyai ciri sebagai berikut: Badannya kecil dan persegi
panjang, lebih panjang dari samping ke samping daripada dari depan ke
belakang. Lengkungnya besar. Prosesus spinosus atau taju duri di ujungnya
memecah dua atau bifida. Prosesus transversusnya atau taju sayap berlubang-
lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis (Pearce,
Evelyn. 2011 : 67)

Vertebra servikalis ketujuh adalah ruas pertama yang mempunyai pro-


sesus spinosus tidak terbelah. Prosesus ini mempunyai tuberkel (benjolan) pada
ujungnya, membentuk gambaran yang jelas di tengkuk dan tampak pada bagian
bawah tengkuk. Karena ciri khususnya, tulang ini disebut vertebra prominens
(Pearce, Evelyn. 2011 : 68)

Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung lebih besar daripada


yang servikal, dan di sebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra
torakalis adalah sebagai berikut: Badannya berbentuk lebar-lonjong (bentuk
jantung) dengan faset atau lekukan kecil di setiap sisi untuk menyambung iga;
lengkungnya agak kecil, prosesus spinosus panjang dan mengarah ke bawah,
sedangkan prosesus transversus-yang membantu mendukung iga-tebal dan kuat
serta memuat faset persendian untuk iga (Pearce, Evelyn. 2011 : 68 - 69)

Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar.


Badannya sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan
berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti
kapak kecil. Prosesus transversusnya panjang dan langsing. Ruas kelima

8
membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo-sakral (Pearce, Evelyn.
2011 : 69).

Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada


bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit di antara kedua tulang inominata
(atau tulang koksa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul).
Dasar saknam terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan
membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior basis sakrum
membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis
vertebralis (saluran tulang belakang) yang memang kelanjutannya. Dinding
kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus
yang rudimenter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sakrum.
Permukaan anterior sakrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili-gili
melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis.
Pada ujung gili-gili ini, di setiap sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati
urat-urat saraf. Lubang-lubang ini disebut foramina. Apeks sakrum bersendi
dengan tulang koksigeus. Di sisinya, saknum bersendi dengan tulang ileum dan
membentuk sendi sakro-iliaka kanan dan kiri. Koksigeus atau tulang tungging
terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi
satu. Di atasnya koksigeus bersendi dengan sakrum (Pearce, Evelyn. 2011 : 70)

Lengkungan Kolumna Vertebralis. Kalau dilihat dari samping,


kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkungan antero-
poterior: lengkungan vertical pada daerah leher melengkung ke depan, daerah
torakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke belakang
(Evelyn C,2011 : 71).

Kedua lengkungan yang menghadap posterior, yaitu yang torakal dan


pelvis, disebut primer karena keduanya mempertahankan lengkungan aslinya ke
belakang dari tulang belakang, yaitu bentuk C sewaktu janin dengan kepala
membengkok ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan ke
atas kearah depan badan (Evelyn C,2011 : 71).

9
Kedua lengkungan yang menghadap ke anterior adalah sekunder
lengkung servikal berkembang ketika anak-anak mengangkat kepalanya untuk
melihat sekeliling sambil menyelidiki, dan lengkungan lumbal dibentuk ketika
ia merangkak, berdiri, berjalan, dan mempertahankan tegak (Evelyn C,2011 :
71).

Sendi Kolumna Vertebra. Sendi ini dibentuk oleh bantaan tulang


rawan yang diletakkan di antara setiap dua vertebra, dikuatkan ligamentum
yang berjalan di depan dan di belakang badan-badan vertebra sepanjang
kolumna vertebralis. Masa otot di setiap sisi membantu dengan sepenuhnya
kestabilan tulang belakang (Evelyn C,2011 : 72).

Diskus intervertebralis atau cakram antar ruas adalah bantalan tebal


tulang rawan fibrosan yang terdapat di antara badan vertebra yang dapat
bergerak (Evelyn C,2011 : 72).

Gerakan. Sendi yang terbentuk antar cakram dan vertebra adalah


persendian dengan gerakan yang terbatas saja dan termasuk sendi jenis simfisis,
tetapi jumlahnya yang banyak member kemungkinan membengkok kepada
kolumnanya secara keseluruhan. Gerakan yang mungkin adalah fleksi atau
membengkok ke depan, ekstensi, membengkok ke belakang, membengkok
lateral ke setiap sisi dan rotasi atau berputar ke kanan dan kekiri (Evelyn
C,201 : 72).

Fungsi Kolumna Vertebralis. Kolumna vertebralis bekerja sebagai


pedukung badan yang kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga
dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungannya
memberi fleksibilitas dan memungkinkan membengkok tanpa patah.
Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila
menggerakan berat badan seperti waktu berlari atau meloncat, dan dengan
demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung terhadap goncangan
(Evelyn C,2011 : 72).

10
Kolumna vertebralis juga memikul berat badan, menyediakan
permukaan untuk kaitan otot, dan membentuk tapal batas posterior yangkukuh
untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga (Evelyn C,2011 : 72).

Gelang Panggul atau Tulang-tulang Pelvis

Gelang panggul adalah penghubung antara badan dan anggota bawah.


Sebagian kerangka asila, yaitu tulang sacrum dan tulang koksigeus, yang
letaknya terjepit antara dua tulang koksa, turut membentuk gelang ini. Dua
tulang koksa itu bersendi satu dengan lainnya di tempat simfisis pubis (Evelyn
C,2011 : 74).

Pelvis terbagi atas panggul besar atau pelvis mayor yang merupakan
suatu pasu dan terletak di bawah garis tepi atau linea terminalis dan panggul
kecil yang dibentuk dari tulang ilium yang melebar di atas linea terminalis.
Pintu atas panggul yang disebut aditus pelvis (inlet) dibentuk promontorium
sacrum, garis ilio pektinal (di setiap sisi), dan Krista tulang-tulang pubis (tulang
duduk). Pintu bawah panggul (outlet) atau eksitus pelvis dilingkari oleh os
koksigeus dan tuberositas iski (Evelyn C,2011 : 74).

Gambar Gelang panggul pria. Pelvis pria lebih panjang dan lebih sempit.
Tulang lebih kuat. Tempat kaitan otot lebih tegas, gawang masuknya lebih kecil
dan berbentuk jantung.

Gambar Pelvis wanita. Pelvis wanita disesuaikan untuk melahirkan anak, lebar
dan pendek, bergawang-masuk besar dan bundar. Arkus pubis lebih besar, jarak

11
tebursitas iski lebih jauh dari pada pria dan tulang koksigis dapat bergerak
sedikit.

Sendi-sendi pelvis. Sendi sakro-iliaka adalah sendi antara permukaan


sendi ilium yng disebut aurikuler sebab mirip dengan bentuk aurikel (daun
teinga) dan kedua sisi sacrum. Gerakan di tempat ini sangat sedikit karena
ligament-ligamen yang sangat kuat menyatukan permukaan-permukaan sendi
sehingga membatasi gerakan ke segala jurusan (Evelyn C,2011 : 77).

Simfisis pubis adalah sendi yang karrtilaginus anatara tulang-tulang duduk,


yang dipisahkan bantalan tulang rawan (Evelyn C,2011 : 77)

B. DEFINISI
Herniasi nukleus pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nukleus
pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis
melalui anulus fibrosis yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang
disebabkan oleh proses apatologik di kolumna vertebralis pada diskus
intervertebralis / diskogenik ( Muttaqin. 2008: 192).

12
Hernia nukleus porposus (HNP) adalah gangguan yang melibatkan
rupture annulus polposus (cincin luar diskus) sehingga nucleus polposus
menonjol (mengalami herniasi) dan menekan akar saraf spinal, menimbulkan
nyeri dan mungkin defisit neurologic. Sebagian besar terjadi antara L4 dan L5,
menekan akar saraf L5 atau antara L5 dan S1, menekan akar saraf S1 (Nurarif:
2015).

Ketika nukicus pulposus meleset keluar dari tempatnya atau mengalami


herniasi melalui fraktur yang sangat kecil di dalam anulus, diskus menjadi
distungsional dan menciptakan tekanan pada satu sarat spinal atau lebih (Hurst,
Marlene. 2011: 321).

1. Kondisi ini umumnya disebut sebagai diskus tergelincir atau hernias dikus,
yang biasanya terjadi di spinal lumbal bawah (L5-L-S) tempat membawa
bagian badan yang bear dan tempat teradinya pemelintiran dan
pembungkukan yang paling banyak.
2. Area lain yang rentan terkena cedera dan distungsi adalah diskus di spinal
servikal antara C6-C7 dan antara C5-C6.
3. Ketika nukleus mulai menonjol keluar, itu biasanya terjadi pada titik
terlemah penopang struktural di sekitar badan vertebral di bagian posterior
tempat nukieus dan ligamen penopang paiing tipis (Hurst, Marlene. 2011:
321).

C. ETIOLOGI

Herniasi nukleus pulposus (HNP) biasanya disebabkan oleh kerusakan


akibat penggunaan selama bertahun-tahun dengan sedikit retakan di anulus yang
melemahkan cincin kartilago suportit. Kemudian pada suatu hari ketika
individu tersebut bersin, tiba-tiba tetjadi herniasi (Hurst, Marlene. 2011: 321).

Region lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami HNP.


Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia. Selain itu serat-
serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi, yang ikut berperan

13
menimbulkan perubahan yang menyebabkan herniasi nucleus pulposus melalui
annulus disertai penekanan akar saraf spinal. Umumnya herniasi kemungkinan
paling besar terjadi didaerah kolumna vertebralis tempat terjadinya transisi dari
segmen yang lebih banyak bergerak ke yang kurang bergerak (hubungan
lumbosakral dan servikotorakalis) (Nurarif: 2015).

1. Skenario lain dapat terjadi seining dengan waktu ketika nukieus Paposus
menonjol keluar menembus tempat yang lemah di anulus untuk memberikan
tekanan ke sarat spinal sebelum akhirnya mengalami herniasi
2. Trauma akut akibat jatuh atau pukulan ke punggung atau leher juga
menyebabkan herniasi mendadak
3. Setelah peristiwa pertama yang melukai anulus, gejala dapat reda dan
kemudian kembali terjadi dalam beberapa bulan atau beberapa tahun
berikutnya di sertai herniasi di tempat cedera sama yang melemahkan cincin
suportif
4. Karena HNP cenderung terjadi di dalam keluarga, anulus fibrosus diyakini
lemah secara kongenital, yang merupakan alasan terjadinya herniasi dengan
peningkatan tekanan intradiskus (Hurst, Marlene. 2011: 321).

D. Klasifikasi

Herniasi nukleus pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan


herniasinya, dimana ekstrusi dan seguestrasi merupakan hernia yang
sesungguhnya, yaitu:

14
1. Protusi diskus intervetebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakan anulus fibrosus.
2. Prolaps diskus intervetebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam
lingkaran anulus fibrosus.
3. Extrusi diskus intevetebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada
di bawah ligamentum, longamentum
4. Sequstrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum
longitudinalis posterior.

E. PATOFISIOLOGI
Pada tahap pertama robeknya anulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Oleh karena adanya gaya traumatis yang berulang, robekan itu
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Jika hal ini telah terjadi, maka
risiko herniasi nuklkus pulposus hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya
saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatis ketika
hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan
sebagainya. Penonjolan (herniasi) nukleus pulposus dapat ke arah korpus
vertebra diatas atau di bawahnya. Dapat juga menonjol langsung ke kanalis
vertebralis. Penonjolan sebagian nukleus pulposus ke dalam korpus vertebra
dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl.
Robekan sirkumferensial dan radial pada anulus fibrosus diskus intervertebralis
berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl merupakan kelainan yang
mendasari low back pain subkronik atau kronik yang kemudian disusul oleh
nyeri sepanjang rungkai yang dikenal schagai iskialgia atau skiatika. Penonjolan
nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus
menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada
dalam bungkusan dura. Hal itu terjadi kalau tempat penjebolan di sisi lateral.
Jika tempat herniasinya ditengah-tengah, tidak ada radiks yang terkena. Selain
itu, karena pada tingkat L2 dan terus ke bawah sudah tidak terdapat medula
spinalis lagi, herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
kolumna anterior. Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa diskus

15
intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang
rindih ranpa ganjalan. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP
sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine.
Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri yang terletak pada
punggung bawah, di tengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit, dan
telapak kaki. Di tempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari
ke V kaki berkurang dan retlcks achiles negatif. Pada HNP lateral I. 4 – 5 rasa
nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai
bawah ( Muttaqin. 2008 : 192 - 193).

F. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dapat memberikan riwayat cedera punggung atau leher (baru atau
lama) dan akan memiliki keluhan yang akan di jelaskan berikut ini. Munculnya
keluhan inı bergantung pada seberapa cepat kerusakan terjadı (akur atau kronis)
dan sarat spinal mana yang tertekan oleh tonjolan atau hernasi nukleus pulposus
(Hurst, Marlene. 2011: 322) :
a. Nyeri di area lokal (lumbal atau servikal)
b. Kelemahan dan atrohi otor (keduanya)
c. Nyeri alih ke sendi sakroiliaka, paha, dan turun ke kedua kaki (lumbal)
d. Skiatika ketika diskus bersentuhan dengan akar saraf di punggung (lumbal)
e. Kesemutan, kebas, atau sensasi terbakar pada lengan dan tangan (servikal)
f. Nyeri yang memburuk ketika duduk, menekuk, memelintir, atau
mengangkat (lumbal)
g. Memilih untuk berjalan, berdiri, atau berbaring daripada duduk (lumbal)
h. Perubahan kontrol kandung kemih atau usus ketika saraf spinal teriritasi
atau terkompresı (lumbal) (Hurst, Marlene. 2011: 322).

1. HNP Lumbal

a. Terjadi pada area L5-S1 dan L4-L5 dan yang jarang terjadi pada L3-L4.

16
b. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam periode beberapa minggu
sampai beberapa tahun).

c. Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skhiatik (saraf iskhiadikus)

d. Sifat nyeri biasanya menghebat karena faktor-faktor pencetus seperti


gerakan pinggang, batuk, mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka
waktu yang lama.

e. Nyeri berkurang bila istirahat berbaring.

f. Sering mengeluh kesemutan (parestesia), baal, atau bahkan kekuatan otot


menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.

g. Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda: spasme otot paravertebra


lumbal dan terbatasnya gerakan pinggang.

h. Tes laseque (mengangkat tungkai lurus keatas) dan tes kompresi poplitea
umumnya akan positif.

i. Defisit neurologis: penurunan atau hilangnya reflek akhiles dan lutut,


menurunnya sensasi raba atau tusuk pada distribusi dermatom, penurunan
atau hilangnya kekuatan motorik kelompok otot-otot tertentu (Nurarif:
2015).

2. HNP Servikal

a. Umumnya terjadi pada usia decade 3 dan 4

b. Lokasi diarea parasentral unilateral karena pada area tersebut annulus


fibrosus adalah yang terlemah serta ligamennya tipis.

c. Pada C6 akan menimbulkan parestesia serta baal pada daerah distribusi


persarafan juga dapat kelemahan otot bisebs dan penurunan reflek bisebs.

d. Pada C6-C7 menyebabkan iritasi radiks C7 dan menampilkan gejala


hiperalgesia serta parestesia jari tengah.

17
e. Penurunan reflex triseps.

f. Central cord sindrom ditandai kelumpuhan akut atau tidak nyeri terutama
pada ekstremitas atas dimana bagian distal lebih berat daripada bagian
proksimal

g. Brown sequard syndrome yang menampilkan hemiseksi medual spinalis,


dimana terjadi kelemahan motorik serta sensorik (proprioseptif) ipsilateral
dengan gangguan sensorik (protopasi) kontralateral.

h. Anterior cord syndrome yang menampilkan gejala gangguan 2/3 bagian


anterior medula spinalis (Nurarif: 2015).

G. PENATALAKSAAN

Penanganan konservatif

1. Bila tidak dijumpai defisit neurologik:

a. Tidur selama 1-2 jam diatas kasur yang keras

b. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.

c. Terapi obat-obatan: musclem relaxant, nonsteroid, anti inflamsi drug dan


analgetik.

d. Terapi panas dingin.

e. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau


korset

f. Terapi diet untuk mengurangi berat badan

g. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides

h. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).

18
2. Pembedahan

Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri


menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan
adanya gangguan neurologik utama seperti inkontinensia usus dan kandung
kemih serta foot droop. Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau
pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan
untuk memperbaiki luka pada spinal (Nurarif: 2015).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Terapi konservatif
a) Tirah Baring

Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa


hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk,
yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu.
Tempat tidur tidak boleh memakai pegas sehingga tempat tidur harus dari
papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring
bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring
bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada
HNP memerlukan waktu yang lebih lama. Sctclah berbaring dianggap
cukup maka dilakukan latihan/ dipasang korset untuk mencegah terjadinya
kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot ( Muttaqin. 2008 :
200).

b) Medikamentosa
1) Simtomatik
2) Kausal; kolagen ( Muttaqin. 2008 : 200).

19
c) Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis ( Muttaqin. 2008 : 200).
2) Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan jika dengan tindakan konscrvatif tidak
mcmberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit
neurologis ( Muttaqin. 2008 : 200).
3) Rehabilitasi
Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula agar tidak
menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari
(activity of daily lhving) scrta klien tidak mengalami komplikasi
pneumonia, infcksi saluran kemih, dan sebagainya ( Muttaqin. 2008 : 200).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan klinik, pada punggung, tungkai dan abdomen. Pemeriksaan


rektal dan vaginal untuk menyingkirkan kelainan pada pelvis.

2. Pemeriksaan radiologis

a. Foto polos

Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul
(sendi sakroiliaka). foto polos bertujuan untuk melihat adanya
penyempitan diskus, penyakit degeneratif, kelainan bawaan dan vertebra
yang tidak stabil (spondililistesis).

b. Pemakaian kontras, foto rontgen dengan memakai zat kontras terutama


pada pemeriksaan miolegrafi radikuografi, diskografi serta kadang-kadang
diperlukan venografi spinal.
c. MRI : merupakan pemeriksaan non-invasif, dapat memberikan gambaran
secara seksional pada lapisan melintang dan longitudinal.

20
d. Scanning : scanning tulang dilakukan dengan menggunakan bahan
radioisotop (SR dan F) > pemeriksaan ini terutama untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit paget (Nurarif: 2015).

Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan urine untuk menyingkirkan kelainan-kelainan pada saluran


kencing

b. Pemeriksaan darah yaitu laju endap darah dan hitung diferensial untuk
menyingkirkan adanya tumor ganas, infeksi dan penyakit reumatik
(Nurarif: 2015).

Discharge planning

1. Hindari teknik pengangkatan yang salah karena dapat menyebabkan spasme


pada otot para spinal dan batasi tindakan tersebut.

2. Hindari mengendarai mobil saat proses pemulihan

3. Menghindari kerja berat selama 2 sampai 3 bulan setelah operasi

4. Makan makanan yang banyak mengandung nutrisi dan vitamin dan kalsium
untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

5. Periksa kedokter jika gejala kambuh atau semakin parah.

6. Tirah baring singkat diatas kasur yang keras dan rata serta OAINS untuk nyeri
diikuti oleh terapi fisik.

7. Tirah baring yang berkepanjangan tidak dianjurkan karena menimbulkan efek


merugikan baik secara fisik maupun psikologis.

8. Fisioterapi

9. Konsultasikan jika memerlukan terapi lebih lanjut (pembedahan).

21
10. Pemakaian alat bantu lumbo-sakral berupa korset dan penyangga jika nyeri
menetap pada bagian belakang (punggung).

11. Olah raga secara bertahap jika nyeri punggung sudah mereda untuk
memperkuat otot punggung dan abdomen

WOC

TRAUMA Stress fisik

Cincin konsentrik Nukleus pulposus Protrusio diskus


anulus fibrosus mengalami (intake
robek herniasi (HNP) menonjol)

Materi nukleus
Rencana tindakan Menjepit akar menyusup keluar
pembedahan saraf ipsilateral dari diskus
kedalam kanalis
spinalis

Kurangnya
informasi Nyeri

Ansietas defisit
- perubahan sensasi Ganngguan rasa
pengetahuan
- penurunan kerja nyaman
reflek

Hambatan mobilitas fisik

22
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

HERNIASI NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis
medis. HNP terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin
pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengngkat barang berat atau
mendorong benda berat).
2. KELUHAN UTAMA
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian nyeri
dengan pendekatan PQRST.
1. Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau
mendorong benda berat)
2. Quality and Quantity. Sifat nyari seperti ditusuk-tusuk atau seperti
disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemang yang
terus-menerus.
3. Region, Radiating, and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan
nyeri dengan tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
4. Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan
dengan aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan
memperberat nyeri.
5. Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri.

23
3. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang
berat. Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis flasid,
parestesia, dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di
tengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki.
Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal bahkan kekuatan
otot menurun sesuai dengan distribusi persyaratan yang terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adncksitis dupleks kronik, yang juga dapat
menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhan hampir mirip dengan
keluhan nyeri HNP sangat diperlukan agar penegakan masalah klien lebih
komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan
selanjutnya ( Muttaqin. 2008 : 196).
4. Riwayal penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita
TB tulang, osteomalitis, keganasan (mieloma multiplcks), metabolik
(osteoporosis) yang sering berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya herniasi nukleus pulposus (HNP). Pengkajian lainnya untuk
mendengar adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera tulang belakang
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung yang berguna sebagai
tindakan lainnya untuk menghindari komplikasi ( Muttaqin. 2008 : 196).
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi
dan diabetes melitus. Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari- harinya, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota

24
gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada seriap klien yang
mengalami gangguan tulang belakang dari HNP. Semakin lama klien
menderita paraparese tersebut bermanifestasi pada koping yang tidak
efektif ( Muttaqin. 2008 : 196).
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan
hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese (
Muttaqin. 2008 : 196).
b. Pemeriksaan fungsi serebri

Status mental: biasanya mengalami perubahan yang berhubungan dengan


penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori baik jangka
pendek dan memori jangka panjang.

c. Pemeriksaan saraf kranial

Saraf I. Biasanya pada klien cedera tulang belakang tidak ditemukan kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.

Saraf II. Hasil uji ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia,
biasanya klien lanjut usia dengan penyakit Parkinson mengalami penurunan
ketajaman penglihatan.

Saraf III, IV, dan VI Gangguan saraf okulomotorius: sewaktu melakukan


konvergensi penglihatan menjadi kabur karena tidak mampu mempertahanka
kontraksi otot-otot bola mata.

Saraf V. Pada klien dengan penyakit Parkinson umumnya ditemukan perubahan


pada otot wajah. Adanya keterbatasan otot wajah menyebabkan ekspresi wajah
klien mengalami penurunan, saat bicara wajah seperti topeng (sering mengedipkan
mata).

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.

25
Seraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi yang berhubungan dengan
proses senilis dan penurunan aliran darah regional.

Saraf IX dan X. Ditemukan kesulitan dalam menelan makanan (Muttaqin, Arif.


2008: 340)

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoidcus dan trapezius.

d. B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasanya didapatkan: pada
inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan frekuensi
pernapasan normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada perkusi,
terdapat suara resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak terdengar bunyi
napas tambahan.
e. B2 (Blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi kualitas
dan frekuensi nadi normal, dan ada auskultasi tidak di temukan bunyi jantung
tambahan.
f. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di
bandingkan pengkajian pada sistem lainnya

g. B4(Bladder)

Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berar
jenis urine. Penurunan jumlah urinc dan peningkatan retensi cairan dapar terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal ( Muttaqin. 2008 : 199).

h. B5 (Bowel)

Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang kurang
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi ada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi ( Muttaqin. 2008 :
199).

26
i. B6 (Bone)

Adanya kesulitan untuk beraktivitas dan menggerakkan badan karena adanya nyeri,
kelemahan, kehilangan sensori, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat ( Muttaqin. 2008 : 199).

a. Look. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis
yang miring / asimetris, muskulatur paravertebral atau pantat yang asimetris, dan
postur tungkai yang abnormal.

b. Feel. Ketika meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke


lateral atau antero-posterior. Palpasi dari area dengan rasa nyeri ringan ke arah yang
paling terasa nyeri. .

c. Move. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung,


pelvis, dan tungkai selama bergerak.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien dengan HNP


antara lain:

a. Nyeri akut b.d penjepitan saraf pada diskus intervetebralis


b. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparese / hemiplegia
c. Ansietas b.d prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya
fungsi
d. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit

27
Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan adalah adalah segala Teatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan
dan pernilaian klinis untuk mencapai luaran (Outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, hal. 8 : 2018).

No Diagnosa Intervensi Keperawatan Luaran Keperawatan


1 Nyeri akut b.d penjepitan saraf Observasi 1. Keluhan nyeri menurun
pada diskus intervetebralis 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 2. Meringgis menurun
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 3. Sikap protektif menurun
2. Identifikasi skala nyei 4. Gelisah menurun
3. Identifikasi respons nyeri non verbal 5. Kesulitan tidur menurun
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan 6. Frekuensi nadi membaik
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
6. Identiikasi pengaruh budaya terthadap
respon nyeri
7. Identifikasi penganuh nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan terapi kornplementer
yang sudah diberikan

28
9. Monitor efek samping peJgunaan anaigetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfammakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
axupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, Kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu uangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasitasi istirahat dan tidur
4. Perimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

29
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jike perlu

2 Hambatan mobilitas fisik b.d Dukungan Ambulasi 1. Pergerakan ekstremitas


hemiparese / hemiplegia Observasi meningkat
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik 2. Kekuatan otot meningat
lainnya 3. Rentang gerak (ROM)
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan meningkat
ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi

Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat

30
bantu (mis. tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari temapt tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

Dukungan Mobilisasi
Observası
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan

31
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi

Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika pertu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)

3 Ansietas b.d prosedur operasi, Observasi 1. Vebralisasi kebingungan

32
diagnosis, prognosis, anestesi, 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah menurun
nyeri, hilangnya fungsi (mis. kondisi, waktu, stresor) 2. Verbelisasi khawatir
2. Identifikasi kemampuan mengambil akibat kondisi yang
keputusan dihadapi menurun
3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan 3. Perilaku gelisah menurun
nonverbal) 4. Perilaku tegang menurun
Terapeutik 5. Konsentrasi membaik
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk 6. Pola tidur membaik
menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkaan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang

33
peristiwa yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, temmasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Infomasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika pertu
4. Anjurkan umelakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan
diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu

34
4 Defisiensi pengetahuan b.d Observasi 1. Perilaku sesuai anjuran
kurangnya informasi tentang 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan meningkat
penyakit menerima informasi 2. Verbalisasi minat dalam
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat belajar meningkat
meningkatkan dan menurunkan motivasi 3. Kemampuan
perilaku hidup bersih dan sehat menjelaskan
Terapeutik pengetahuan tentang
1. Sediakan materi dan media pendidikan suatu topik meningkkat
kesehatan 4. Kemampuan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai mengambarkan
kesepakatan pengalaman sebelumnya
3. Berikan kesempatan untuk bertanya sesuai dengan topik
Edukasi 5. Perilaku sesuai dengan
1. Jekaskan faktor risiko yang dapat pengetahuan meningkat
mempengaruhi kesehatan 6. Pertanyaan tentang
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat masalah yang dihadapi
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menurun
meningkatkan perilaku hidup bersih dan 7. Perasaan yang keliru

35
sehat. terhadap masalah
menurun

Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktifitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, hal. 8 : 2018).

No Diagnosa Luaran Keperawatan Implementasi Keperawatan


1 Nyeri akut b.d penjepitan saraf 1. Keluhan nyeri Observasi
pada diskus intervetebralis menurun 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
2. Meringgis menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
3. Sikap protektif 2. Mengidentifikasi skala nyei
menurun 3. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
4. Gelisah menurun 4. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
5. Kesulitan tidur memperingan nyeri
menurun 5. Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan
6. Frekuensi nadi tentang nyeri
membaik 6. Mengidentiikasi pengaruh budaya terthadap
respon nyeri

36
7. Mengidentifikasi penganuh nyeri pada kualitas
hidup
8. Memonitor keberhasilan terapi kornplementer
yang sudah diberikan
9. Memonitor efek samping peJgunaan anaigetik
Terapeutik
1. Memberikan teknik nonfammakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
axupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
Kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Mengkontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu uangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Menfasilitasi istirahat dan tidur
4. Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi
5. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu

37
nyeri
6. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
7. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
8. menganjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
9. Mengajarkan teknik nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
10. Berkolaborasi pemberian analgetik, jike perlu
2 Hambatan mobilitas fisik b.d 1. Pergerakan ekstremitas Dukungan Ambulasi
hemiparese / hemiplegia meningkat Observasi
2. Kekuatan otot 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
meningat lainnya
3. Rentang gerak (ROM) 2. Mengientifikasi toleransi fisik melakukan
meningkat ambulasi
3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai ambulasi
4. Memonitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi

38
Terapeutik
4. Mefasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
5. Mefasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
perlu
6. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
5. Menganjurkan melakukan ambulasi dini
6. Mengajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari temapt tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai toleransi)

Dukungan Mobilisasi
Observası
7. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya

39
8. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
9. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
10. Memonitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi

Terapeutik
1. Menfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat tidur)
2. Memfasilitasi melakukan pergerakan, jika pertu
3. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
5. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
6. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

40
3 Ansietas b.d prosedur operasi, 1. Vebralisasi Observasi
diagnosis, prognosis, anestesi, kebingungan menurun 1. Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah
nyeri, hilangnya fungsi 2. Verbelisasi khawatir (mis. kondisi, waktu, stresor)
akibat kondisi yang 2. Mengidentifikasi kemampuan mengambil
dihadapi menurun keputusan
3. Perilaku gelisah 3. Memonitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
menurun nonverbal)
4. Perilaku tegang Terapeutik
menurun 4. Menciptakan suasana terapeutik untuk
5. Konsentrasi membaik menumbuhkan kepercayaan
6. Pola tidur membaik 5. Menemani pasien untuk mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
6. Memahami situasi yang membuat ansietas
7. Mendengarkan dengan penuh perhatian
8. Mengunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkaan
9. Menempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan

41
10. Memotivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
11. Mendiskusikan perencanaan realistis tentang
peristiwa yang akan datang
Edukasi
12. Menjelaskan prosedur, temmasuk sensasi yang
mungkin dialami
13. Menginfomasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
14. Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika pertu
15. Menganjurkan umelakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
16. Menganjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
17. Melatih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
18. Melatih penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat
19. Melatih teknik relaksasi

42
Kolaborasi
20. Berkolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu

4 Defisiensi pengetahuan b.d 1. Perilaku sesuai anjuran Observasi


kurangnya informasi tentang meningkat 1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan
penyakit 2. Verbalisasi minat dalam menerima informasi
belajar meningkat 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
3. Kemampuan meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
menjelaskan hidup bersih dan sehat
pengetahuan tentang Terapeutik
suatu topik meningkkat 3. Mensediakan materi dan media pendidikan
4. Kemampuan kesehatan
mengambarkan 4. Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
pengalaman sebelumnya kesepakatan
sesuai dengan topik 5. Memberikan kesempatan untuk bertanya
5. Perilaku sesuai dengan Edukasi
pengetahuan meningkat 6. Menjelaskan faktor risiko yang dapat
6. Pertanyaan tentang mempengaruhi kesehatan

43
masalah yang dihadapi 7. Mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
menurun 8. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan
7. Perasaan yang keliru untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
terhadap masalah sehat.
menurun

44
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Herniasi nukleus pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nukleus
pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis
melalui anulus fibrosis yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang
disebabkan oleh proses apatologik di kolumna vertebralis pada diskus
intervertebralis / diskogenik ( Muttaqin. 2008: 192).

Pada tahap pertama robeknya anulus fibrosus itu bersifat


sirkumferensial. Oleh karena adanya gaya traumatis yang berulang, robekan
itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Jika hal ini telah terjadi,
maka risiko herniasi nukleus pulposus hanya menunggu waktu dan trauma
berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatis
ketika hendak menegakkan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat,
dan sebagainya. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. Anamnesis
pada HNP meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.

B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

45
DAFTAR PUSTAKA

Hurst, Marlene. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal - Bedah. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 2. Jogjakarta : Mediaction.

Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Cetakan Kedua. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

46

Anda mungkin juga menyukai