Pembuatan Pupuk Organik Cair

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS KANDUNGAN NPK PUPUK ORGANIK CAIR DARI SABUT

KELAPA DAN AIR BEKAS CUCIAN BERAS

PROPOSAL

OLEH
MAYANG REUBUN
NIM. 2016 41 065

UNIVERSITAS PATTIMURA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
AMBON
2020
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kelapa merupakan tanaman perkebunan yang potensial untuk dikembangkan. Bagi

masyarakat Indonesia, kelapa mempunyai peran dalam kehidupan baik secara ekonomi, sosial

dan budaya. Hingga tahun 2010 luas areal tanaman kelapa tercatat 3.739,35 ribu hektar dan

didominasi oleh perkebunan rakyat (BPS, 2012). Upaya pengembangan pemanfaatan produk

sampingan dan limbah kelapa masih sangat sedikit, padahal hasilnya mampu meningkatkan nilai

jual yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan petani kelapa. Insustri pengolahan

buah kelapa umumnya masih terfokus kepada pengolahan daging, buah sebagai hasil utama,

sedangkan industry yang mengolah hasil samping buah (by-product) seperti: air, sabut,

tempurung kelapa masih secara tradisional dan berskala kecil padahal potensi kesediaan bahan

baku untuk membangun industri pengolahannya masih sangat besar.

Menurut berita hariankompas, catatan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI),

Indonesia merupakan negara penghasil buah kelapa terbesar di dunia. Masyarakat menganggap

sabut kelapa sebagai limbah. Limbah tersebut tidak di olah secara optimal. Komposisi kimia

sabut kelapa menurut Santoso (2016), sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyrolyneous acid,

gas, arang, ter, tannin, dan kalium. Oleh karena itu, sabut kelapa dijadikan alternative bahan

pembuatan pupuk organic cair.

Sabut kelapa merupakan salah satu limbah dari tanaman kelapa. Limbah sabut kelapa

biasanya hanya dimanfaatkan untuk pembuatan sapu, kaset, dan produk kerajinan. Namun

kebanyakan dari sabut kelapa hanya dibuang dan kurang dimanfaatkan. Sabut kelapa

mengandung unsur C sebagai bahan karbon aktif (Pertiwi dan Herumurti, 2009). Indonesia kaya
akan limbah sabut kelapa namun tidak dimanfaatkan secara optimal. Sehubungan dengan realita

yang terjadi saya mencoba memanfaatkan sabut kelapa untuk di olah sebagai pupuk organic cair.

Pupuk organik adalah pupuk yang berperan meningkatkan aktivitas biologi, kimia, dan

fisik tanah sehingga tanah menjadi subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman, tanaman tumbuh

lebih besar, lebih ramah lingkungan dengan proses daur ulang, mengurangi penumpukan limbah,

meminimalkan emisi gas, melindungi tanaman dari penyakit tertentu, aman dan lebih murah

daripada pupuk kimia. Pupuk organik terdapat dalam bentuk padat dan cair. Kelebihan pupuk

organic cair adalah unsur hara yang terdapat didalamnya lebih mudah diserap tanaman

(Murbandono, 1990).

Pupuk organik cair adalah larutan hasil dari pembusukan bahan-bahan organik yang

berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari

satu unsur. Pada umumnya pupuk organik cair tidak merusak tanah dan tanaman meski

digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk cair juga dapat dimanfaatkan sebagai aktivator

untuk membuat kompas (Lingga dan Marsono, 2003).

Pupuk organik cair kebanyakan di aplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk

cair foliar yang mengandung unsurhara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo,

Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cairmempunyai beberapa manfaat diantaranya

dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar

pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan

penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi

kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cengkaman cuaca dan

serangan pathogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta


meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan

bakal buah (Anonim, 2004).

Air cucian beras merupakan limbah yang berasal dari pembersihan beras yang akan

dimasak. Limbah air ini biasanya dibuang percuma, padahal kandungan senyawa organik dan

mineral yang dimilik sangat beragam. Kandungannya antara lain karbohidrat, nitrogen, fosfor,

kalium, magnesium, sulfur, besi, Vitamin B1 (G.M dkk, 2012). Pemanfaatan air cucian beras

beberapa industri dan peningkatan hasil pertanian telah dilaporkan. Limbah ini telah digunakan

dalam pembuatan sirup melalui fermentasi dengan tanaman rosella sebagai pewarna alami

(Handiyanto dkk, 2013)

Limbah air cucian beras telah digunakan sebagai pupuk organik cair pengganti pupuk

kimia pada beberapa tumbuhan. Pupuk organik cair dapat meningkatkan pertumbuhan akar

tanaman selada pada jenis dan kadar air cucian beras yang berbeda. Selanjutnya, pemberian air

limbah ini juga meningkatkan pertumbuhan dan berat kering tanaman pacar air (Ratnadi dkk,

2014).

B. Perumusan Masalah
1. Bagaiman pembuatan pupuk organic cair (POC) dari sabut kelapa dan air cucian

beras.

2. Bagaimana efisiensi pupuk organik cair dalam pengaplikasiannya pada tanaman.

C. Tujuan

1. Mengetahui pembuatan pupuk organik cair dari limbah sabut kelapa dan air cucian

beras.

2. Mengetahui efisiensi dari pupuk organik cair dalam pengaplikasiannya pada tanaman.

D. Manfaat

a. Untuk Ilmu Pengetahuan

Memperkaya data ilmiah tentang pupuk organic cair yang dihasilkan dari limbah

sabut kelapa dan air cucian beras yang memiliki banyak kandungan hara.

b. Untuk Masyarakat

Memberikan data dan informasi pembuatan dan penggunaan pupuk organik cair dari

limbah sabut kelapa dan air cucian beras dalam proses bercocok tanam dan agar

limbah yang dihasilkan dari pabrik tidak terbuang percuma.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan 35% dari total berat buah kelapa yang berarti ada potensi

sabut kelapa Indonesia lebih dari 7,5 juta ton sabut kelapa tahun -1. jumlah tersebut cukup

berat dan menunjukkan bahwa sabut kelapa merupakan bahan yang memiliki potensi yang

harus terus digali. Menurut Tejano (1985), sabut kelapa mengandung selulosa 19,26-23,87%,

lignin 29,33-31,64%, hemiselulosa 8,15-8,50%, serta pectin, tannin dan bahan lain sebanyak

14,25-14,85%. Sabut kelapa di Indonesia belum di pergunakan secara optimal, padahal sabut

kelapa berpotensi untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna, salah satunya

menjadi bahan baku pembuatan pupuk organik cair.

Gambar 1. Sabut Kelapa

Sabut kelapa mengandung serat yang merupakan material serat alami alternatif dalam

pembuatan komposit. Serat kelapa ini mulai dilirik penggunaannya karena selain mudah

didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga

penggunaan sabut kelapa sebagai serat dalam komposit akan mampu mengatasi

permasalahan lingkungan yang mungkin timbul dari banyaknya sabut kelapa yang tidak

dimanfaatkan. Komposit ini ramah lingkungan serta tidak membahayakan kesehatan


sehingga pemanfaatannya terus dikembangkan agar dihasilkan komposit yang lebih

sempurna dan lebih berguna (Dwiprasetio, 2010).

Table 1. Komposisi Sabut Kelapa

Sumber: Muh Taufiq Munawir

B. Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair adalah jenis pupuk berbentuk cair yang tidak mudah

sekali larut pada tanah, dan membawa unsur-unsur penting untuk pertumbuhan

tanaman. Pupuk organic cair mempunyai banyak kelebihan diantaranya, pupuk

tersebut mengandung zat tertentu seperti mikroorganisme yang jarang terdapat

dalam pupuk organic padat dalam bentuk kering. Pupuk organic cair apabila

dicampurkan dengan pupuk organic padat, maka akan mengaktifkan unsur hara

dalam pupuk organic padat. (syefani dan Lilia, 2003)

Ketersediaan hara dalam tanah dipengaruhi oleh banyak factor, factor

pemberian konsentrasi pupuk tepat akan mempengaruhi hasil tanam suatu

tanaman. Upaya-upaya untuk menjaga ketersediaan hara dalam tanah selain

pemberian konsentrasi pupuk, dapat juga melalui frekuensi pemberian pupuk,

cara pemberian dan bentuk pupuk digunakan secara tepat. (Bastari, 1996)
Pupuk organic cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut

sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro essensial (N,

P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organic). Pupuk organic cair

mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan

pembentukan klorofil daun sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis

tanaman dan penyerapan nitrogen di udara dapat meningkatkan vigor tanaman

menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan,

cekaman cuaca dan serangan pathogen penyebab penyakit. (Susanto, 2002).

Unsur hara makro dan mikro sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan

tanaman. Fungsi unsur hara makro diantaranya Nitrogen (N), yang berfungsi

merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, untuk sintesis asam

amino dan protein dalam tanaman, merangsang pertumbuhan vegetatif (warna

hijau daun, panjang daun, lebar daun) dan pertumbuhan vegetatif batang (tinggi

dan ukuran batang) (Kloepper, 1993). Phospat (P) berfungsi untuk

pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman, merangsang

pertumbuhan akar, merangsang pembentukan biji, merangsang pembelahan sel

tanaman dan memperbesar jaringan sel, merangsang pembungaan serta

pembuahan. Kalium (K) berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil

asimilasi, enzim dan mineral termasuk air. Meningkatkan kapasitas tukar kation

(KTK) tanah dan membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang

meracuni tanaman seperti aluminium, besi, dan mangan. Selain itu dapat

meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit (Kloepper,

1993). Selain unsur makro, tanaman juga memerlukan unsur mikro. Adapun
peranan Kalsium (Ca) dalam tanaman sebagai penguat dinding sel, memperbaiki

vigor tanaman dan kekuatan daun, mendorong perkembangan akar, berperan

dalam perpanjangan sel, sintesis protein dan pembelahan sel (Leiwakabessy dan

Sutandi, 2004). Magnesium merupakan bagian dari klorofil yang berfungsi

dalam proses fotosintesis, terlibat dalam pembentukan gula, mengatur serapan

unsur hara yang lain, sebagai carrier fosfat dalam tanaman, translokasi

karbohidrat, dan aktivator dari beberapa enzim transforforilase, dehidrogenase,

dan karboksilase (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

C. Air Cucian Beras

Air cucian beras merupakan limbah yang berasal dari pembersihan beras yang

akan dimasak. Limbah air ini biasanya dibuang percuma, padahal kandungan

senyawa organik dan mineral yang dimilik sangat beragam. Air cucian beras

mudah diperoleh dan setiap hari dihasilkan di setiap rumah tangga dan tidak

termanfaatkan. Air cucian beras mengandung banyak nutrisi yang terlarut

didalamnya diantaranya adalah 80% vitamin B1, 70% vitamin B3, 90% vitamin

B6, 50% mangan, 50% fosfor, 60% zat besi (Nurhasanah, 2011 dalam Bahar,

2016). Mengandung Ca 2,944%, Mg 14,252%, Fe 0,0247% dan B1 0,043%

(Wulandari, dkk. 2011). Hasil analisis kandungan air cucian beras adalah N

0,015%, P 16,306%, K 0,02%, Ca 2,944%, Mg 14,252%, S 0,027%, Fe 0,0427%

dan B1 0,043%. Air cucian beras memiliki kandungan unsur hara nitrogen,

fosfor, magnesium dan sulfur.

D. Effective Microorganisme 4 (EM4)


EM4 merupakan campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan. Jumlah

mikroorganisme fermentasi di dalam EM4 sangat banyak, sekitar 80 jenis.

Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam

menfermentasikan bahan organik. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada lima

golongan yang pokok yaitu bakteri fotosintetik, lactobacillus sp, streptomices sp,

ragi (yeast), dan actinomicetes.

Efective Microorganisme 4 (EM4) bagi tanaman tidak terjadi secara langsung.

Penggunaan EM4 akan lebih efisien bila terlebih dahulu ditambahkan bahan

organik yang berupa pupuk organik ke dalam tanah. EM4 akan mempercepat

fermentasi bahan organik sehingga unsur hara yang terkandung akan terserap dan

tersedia bagi tanaman, EM4 juga sangat efektif digunakan sebagai pestisida

hayati yang bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tanaman EM4 juga

bermanfaat untuk sektor perikanan dan peternakan.

Kelebihan dari EM4 ini adalah bahan yang mampu mempercepat proses

pembentukan pupuk organik dan meningkatkan kualitasnya. Selain itu, EM4

mampu memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik serta menyuplai unsur

hara yang dibutuhkan tanaman. Kegiatan atau manfaat masing-masing

mikroorganisme yang terkandung di dalam EM4 di dalam tanah adalah sebagai

berikut :

a. Bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp) b. Bakteri asam laktat

(lactobacillus) c. Streptomycetes s.p d. Actinomicetes e. Ragi/yeast.

b. Bakteri asam laktat (lactobacillus)

c. Streptomycetes s.p
d. Actinomicetes

e. Ragi/yeast

E. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya

berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi

atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri

Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang

pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang

tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et. al., 2000).

Sejarah SSA berkaitan erat dengan observasi sinar matahari. Pada tahun 1802

Wollaston menemukan garis hitam pada spektrum cahaya matahari yang

kemudian diselidiki lebih lanjut oleh Fraunhofer pada tahun 1820. Brewster

mengemukakan pandangan bahwa garis Fraunhofer ini diakibatkan oleh proses

absorpsi pada atmoser matahari. Prinsip absorpsi ini kemudian mendasari

Kirchhoff dan Bunsen untuk melakukan penelitian yang sistematis mengenai

spektrum dari logam alkali dan alkali tanah. Kemudian Planck mengemukakan

hukum kuantum dari absorpsi dan emisi suatu cahaya. Menurutnya, suatu atom

hanya akan menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu (frekwensi),

atau dengan kata lain ia hanya akan mengambil dan melepas suatu jumlah energi

tertentu, (ε = hv = hc/λ). Kelahiran SSA sendiri pada tahun 1955, ketika

publikasi yang ditulis oleh Walsh dan Alkemade & Milatz muncul. Dalam

publikasi ini SSA direkomendasikan sebagai metode analisis yang dapat

diaplikasikan secara umum (Weltz, 1976). Apabila cahaya dengan panjang


gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom

bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan

intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas

logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi

diturunkan dari:

1. Hukum Lambert : Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium

transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan

bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi.

2. Hukum Beer : Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial

dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Dari

kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:

It = Io.e-(εbc), atau

A = - Log It/Io = εbc

Dimana :

Io = Intensitas sumber sinar

It = Intensitas sinar yang diteruskan

ε = Absortivitas molar

b = Panjang medium

c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar

A = Absorbans.

Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding

lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).


Pada alat SSA terdapat dua bagian utama yaitu suatu sel atom yang

menghasilkan atomatom gas bebas dalam keadaaan dasarnya dan suatu sistem

optik untuk pengukuran sinyal. Suatu skema umum dari alat SSA adalah sebagai

berikut:

Gambar 1 Skema Umum Komponen pada Alat SSA (sumber: Haswel, 1991)

Dalam metode SSA, sebagaimana dalam metode spektrometri atomik yang lain,

contoh harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal

dengan istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan didekomposisi

untuk membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum pembentukan atom

bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan meninggalkan

residu padat.

b. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom

penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.

c. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi

dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu memancarkan

energi.
Sel Atom

Terdapat dua tahap utama yang terjadi dalam sel atom pada alat SSA

dengan sistem atomisasi nyala. Pertama, tahap nebulisasi untuk menghasilkan

suatu bentuk aerosol yang halus dari larutan contoh. Kedua, disosiasi analit

menjadi atom-atom bebas dalam keadaan gas. Berdasarkan sumber panas yang

digunakan maka terdapat dua metode atomisasi yang dapat digunakan dalam

spektrometri serapan atom :

a. Atomisasi menggunakan nyala.

b. Atomisasi tanpa nyala (flameless atomization).

Pada atomisasi menggunakan nyala, digunakan gas pembakar untuk memperoleh

energi kalor sehingga didapatkan atom bebas dalam keadaan gas. Sedangkan pada

atomisasi tanpa nyala digunakan energi listrik seperti pada atomisasi tungku grafit

(grafit furnace atomization). Diperlukan nyala dengan suhu tinggi yang akan

menghasilkan atom bebas. Untuk alat SSA dengan sistem atomisasi nyala

digunakan campuran gas asetilen-udara atau campuran asetilen-N2O. Pemilihan

oksidan bergantung kepada suhu nyala dan komposisi yang diperlukan untuk

pembentukan atom bebas.

Sumber Cahaya

Sumber cahaya yang digunakan dalam alat AAS ialah lampu katoda

berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri dari suatu katoda dan anoda

yang terletak dalam suatu silinder gelas berongga yang terbuat dari kwarsa.

Katoda terbuat dari logam yang akan dianalisis. Silinder gelas berisi suatu gas
lembam pada tekanan rendah. Ketika diberikan potensial listrik maka muatan

positif ion gas akan menumbuk katoda sehingga tejadi pemancaran spektrum garis

logam yang bersangkutan.

Monokromator dan Sistem Optik

Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah

sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.

Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol

intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa

digunakan ialah monokromator difraksi grating.

Detektor dan Sistem Elektronik

Energi yang diteruskan dari sel atom harus diubah ke dalam bentuk sinyal

listrik untuk kemudian diperkuat dan diukur oleh suatu sistem pemproses data.
Proses pengubahan ini dalam alat SSA dilakukan oleh detektor. Detektor yang

biasa digunakan ialah tabung pengganda foton (photomultiplier tube), terdiri dari

katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang

mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron

akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat

dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron

yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.

Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada

instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampler.


BAB III

METODE PENELITIAN

1. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah galon air, timbangan, pH meter, pipet

ukur, gelas ukur, sarung tangan, blender, hot plate, sepasang alat titrasi,

Erlenmeyer, labu ukur 500 ml, pipet tetes, labu ukur 50 ml.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunkana dalam penelitian ini adalah limbah

buahbuahan, EM4 (Effective Microorganisme), gula merah, air, H2SO4

pekat, indikator PP, NaOH 50 %, Ammonium molybadate vanadate.

 Variabel Penelitian

Variabel Bebas

1. Waktu fermentasi (hari) : 10 hari, 13 hari, 16 hari

2. Volume EM4 (ml) : 40 ml, 50 ml, 60 ml

Variabel Tetap

1. Limbah buah-buahan : 2000 gr

2. Air gula merah : 600 ml

Variabel Terikat

1. Uji kandungan Nitrogen

2. Uji kandungan Phosfor

3. Uji kandungan Kalium

4. Uji pH (derajat keasaman)


Prosedur Penelitian

Proses persiapan sampel pupuk organik cair berlangsung secara anaerob

persiapannya yang pertama yaitu menyiapkan limbah buah-buahan ditimbang

6000 gr, kemudian dipotong-potong untuk memperkecil ukuran agar

mempermudah saat diblender. Setelah halus kemudian dimasukkan masing

masing 2000 gr ke dalam 3 buah gallon air yang berukursan 5 liter. Galon

pertama ditambahkan EM4 40 ml dan air gula merah 600 ml, untuk galon ke dua

ditambahkan EM4 50 ml dan air gula merah 600 ml, dan untuk ke tiga

ditambahkan EM4 60 ml dan air gula merah 600 ml. Kemudian larutan diaduk

sampai campuran di dalam gallon homogeny, lalu ditutup masing-masing dengan

tutup plastik. Selanjutnya fermentasi dan lakukan pengamatan 10, 13, 16 hari

hingga diperoleh cairan kental atau pupuk organik cair, kemudian pupuk organik

cair disaring agar terpisah dari ampas buahnya. Sampel yang diperoleh,

kandungan N, P, K dan pH dianalisa, masing-masing menggunakan metode

mikro kjehdal (untuk N), spektrofotometer (untuk P), flamephotometer (untuk

K). pH meter (untuk pH).

Anda mungkin juga menyukai