Laporan Pendahuluan Winda Aprilia
Laporan Pendahuluan Winda Aprilia
Laporan Pendahuluan Winda Aprilia
ISOLASI SOSIAL
A. DEFINISI
1. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan
segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam
(Nanda, 2006)
Isolasi sosial adalah Suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan
perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang
mengancam (Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, 2006).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,
2000).
Pengalaman menyendiri seseorang individu dan dirasakan dipaksa karena
orang lain dan keadaan yang negative atau mengancam (Nanda 2012-2014).
B. RENTANG RESPON
Respon Adaptif Respon Maladaptif
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan
perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak
percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang
lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan
meresa tertekan. Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio - kultural karena
menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto
psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain
untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan
klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and
Sundeen, 2004).
a. Faktor Predisposisi
1) Teori Biologikal dan hubungannya dengan menarik diri
a) Genetik
Transmisi gangguan alam perasaan yang membuat perasaan sedih dan
individu merasa tak pantas berada ditengah lingkungan sosialnya.
Keadaan ini diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan
alam perasaan meningkat pada kembar monozigot dibanding dizigot
walaupun diasuh secara terpisah
b) Neurotransmitter
(1) Katekolamin : Penurunan relatif dari katekolamin otak atau
aktifitas sistem katekolamin menyebabkan timbulnya depresi dan
berusaha menghindari lingkungan sosial;
(2) Asetilkolin : Suatu peningkatan aktifitas kolinergik dapat menjadi
faktor penyebab dan berusaha menghindasi lingkungan sosial.;
(3) Serotonin : Suatu defisit pada sistem serotoninergik dapat
merupakan faktor penyebab dari depresi dan berusaha
menghindasi lingkungan sosial.
c) Endokrin
Keadaan sedih berkaitan dengan gannguan hormon seperti pada
hipotiroidisme dan hipertirodisme, terapi estrogen eksogen, dan post
partum.
d) Kronobiologi
Gangguan dari ritme sirkadian.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Adapun empat sumber utama stessor yang dapat menentukan gangguan
alam perasaan.
1) Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dilayangkan, termasuk
kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karena
elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka peresepsi
pasien merupakan hal yang sangat penting.
2) Peristiwa besar dalam kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahulu
episode defresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang
dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
3) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan
defresi, terutama pada wanita.
4) Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit
fisik, seperti : infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik,
dapat mencetuskan gangguan alam perasaan diantara obat-obatan tersebut
terdapat obat antihipertensi dan penyalah gunaan zat yang menyebabkan
kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga
sering disertai dengan defresi. Defresi yang terdapat pada usia lanjut
biasanya bersifat kompleks, karena untuk menegakkan diagnosisnya sering
melibatkan evaluasi dari kerusakan otak organik, dan defresi klinik.
(Stuart & Sundeen, 2004)
E. MEKANISME KOPING
Menurut Tim keperawatan Jiwa FIK-UI (2002), klien menarik diri
cenderung menggunakan mekanisme koping : Regresi, represi dan isolasi.
a. Regresi :
Menghindari stress kecemasan dan menampilkan perilaku kemabli setelah
kemabli pada perkembangan
b. Represi :
Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan atau konflik atau
ingatan dari kesadaran yang cenderung memperkuat mekanisme ego laiinya.
c. Proyeksi :
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang
lain karena kesalahan yang diakukan sendiri.
F. POHON MASALAH
1. Kebersihan Diri :
Misalnya mandi adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi / kebersihan diri.
2. Kebersihan Pakaian :
Klien memiliki gangguan kemampuan memakai pakaian dan
aktivitas berdandan
B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan
diri adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri
adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola
personal hygiene.
E. Penatalaksanaan
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
b. Membimbing dan menolong klien merawatan diri
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Hospitalisasi perawatan rumah sakit
b. Psikotrapi (menurut Dadang Hawari,2001)
C. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan pada klien defisit
perawatan diri:
a. Isolasi sosial
b. Harga Diri Rendah
a. Identitas Klien
Biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan Utama
Klien dibawa kerumah sakit pada umumnya karena Defisit dalam
merawat diri, dari perawatan -perawatan diri yang biasa dilakukan, dan
sekarang jarang dilakukan dengan diawali masalah seperti senang
menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan orang lain, terlihat
murung.
c. Faktor Predisposisi
1) Pada umumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk merawat
diri
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya, dan saksi penganiyaan
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
7) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu kegagalan
yang dapat menimbulkan frustasi.
d. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada system dan fungsi organ; yang
meliputi:
b. Bentuk pikiran
Klien lebih sering diam dan larut dengan menyendiri, bersikap
seperti malas-malasan
c. Isi pikiran
Klien merasa lebih senang menyendiri daripada berkumpul
dengan orang lain. Klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah, klien biasanya
waham curiga atau phobia.
2. Diganosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000:32) diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien defisit perawatan diri yaitu :
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon
Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
A. Masalah Utama
Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
B. Pengertian
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain
atau lingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (NANDA,
2016). Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu risiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan risiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).
NANDA (2016) menyatakan bahwa risiko perilaku kekerasan terhadap diri
sendiri merupakan perilaku yang rentan dimana seseorang individu bisa
menunjukkan atau mendemontrasikan tindakan yang membahayakan dirinya
sendiri, baik secara fisik, emosional, maupun seksual. Hal yang sama juga
berlaku untuk resiko perilaku kekerasan tehadap orang lain, hanya saja
ditunjukkan langsung kepada orang lain.
D. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan
oleh adanya faktor predisposisi (fakto yang (melatar belakang) munculnya
masalah dan faktor prepitasi (faktor yang memicu adanya masalah).
Di dalam faktor presdisposisi, terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya masalah perilaku kekerasan, seperti faktor biologis,
psikologis, dan sosiokultural.
1. Faktor biologis
a. Teori Dorongan Naluri (Instinctual Drive Theory)
Teori ini menyatakan bahwa prilaku kekerasan disebabkan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
b. Teori Psikomatik (Psycomatic Theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oehrespons Psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun internal. Sehingga, sistem limbik
memiliki peran sebagai pusat untuk mengespresikan maupun
menghambat rasa marah.
2. Faktor Psikologis
a. Teori Agresif Frustasi (Frustasion Aggresion Theory)
Teori ini menerjemahkan prilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau lambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong individu untuk berprilaku agresif karena perasaan frustasi
akan berkurang melalui prilaku kekerasan
b. Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Kemarahan merupakan bagian dari prose belajar. Hal ini dapat
dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi atau situasi yang
mendukung. Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan
sering menimbulkan kekerasan didalam maupun diluar rumah.
c. Teori Eksitensi (Exitential Theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak Sesuai
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui prilaku
konstuktif, maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui
perilaku destruktif.
E. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh steresor yang
mencetuskan prilaku kekerasan bagi setiap individu. Steresor dapat
disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stresor yang berasal dari dalam
dapat berupa, kehilangan keluarga atau Sahabat yang dicintai, ketakutan
tehadap penyakit fisik, penyakit dalam dan lain lain. Selain itu, lingkungan
yang kondusif, seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan, dapat memicu
perilaku kekerasan.
F. Manifestasi Klinis
1. Data Subjektif
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul atau melukai
2. Data Objektif
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengapit rahang dengan kuat
d. Mengepal tangan
e. Bicara kasar
f. Suara tinggi, mejerit, atau berteriak
g. Mondar-mandir
h. Melempar atau memukul benda atau orang lain
G. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
kontruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,
sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi
penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan medis.
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini
dalam perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua
area kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait.
Bagian ini secara singkat menjelaskan modalitas terapi yang saat ini
digunakan baik pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan
(Videbeck, 2001, hlm. 69).
b. Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau
menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang direncanakan
seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film,
atau diskusi informal memberikan klien kesempatan untuk
membicarakan peristiwa atau isu ketika klien tenang. Aktivitas juga
melibatkan klien dalam proses terapeutik dan meminimalkan
kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan
perhatian perawat yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk
mendengarkan masalah, pikiran, serta perasaan klien. Mengetahui apa
yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman klien (Videbeck,
2001, hlm. 259).
c. Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama
kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan
diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu
yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan
kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota
kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok klien dapat,
mempelajari cara baru memandang masalah atau cara koping atau
menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari
keterampilan interpersonal yang penting (Videbeck, 2001, hlm. 70).
d. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah
memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi
klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga,
merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan
menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga (Steinglass, 1995
dalam Videbeck, 2001, hlm. 71).
e. Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara
pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara
ahli terapi dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri
dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal,
memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit
hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap yang
sama dengan tahap hubungan perawat-klien: introduksi, kerja, dan
terminasi. Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan oleh organisasi
pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain mendorong upaya
mempercepat klien ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat
maksimal yang mungkin dari terapi (Videbeck, 2001, hlm. 69).
2. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu
metode psikofarmakologi dan metode psikososial.
a. Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan
medis klien dengan perilaku kekerasan yaitu:
1) Psikofarmakologi
Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang
dari penemuan neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi
sistem saraf pusat (SSP) secara langsung dan selanjutnya
memengaruhi perilaku, persepsi, pemikiran, dan emosi. (Videbeck,
2001, hlm. 22).
Menurut Stuart dan Laraia (2005, hlm. 643), beberapa
kategori obat yang digunakan untuk mengatasi perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut.
a) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering
digunakan didalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan
perlawanan klien.
b) Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
I. Pengkajian
1. Identitas klien
Resiko Perilaku kekerasan jenis kelamin terbanyak dominan laki-
laki, usia rata-rata yang melakukan perilaku kekerasan 30 sampai 50 tahun
dengan jenjang karir rata-rata lulusan sd.
2. Alasan Masuk
Marah-marah, memukul orang lain, membanting suatu benda,
bertengkar dengan orang lain.
3. Faktor presdeposisi
Mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal. Menanyakan kepada
klien tentang faktor predesposisi, faktor predesposisi klien dari
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, adanya riwayat anggota
keluarga yang gangguan jiwa dan adanya riwayat penganiayaan.
4. Pemeriksaan Fisik
Klien dengan perilaku kekerasan pemeriksaan fisik biasanya tekanan
darah naik, nadi naik, dan dengan kondisi fisik muka merah, otot wajah
tegang.
5. Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari
pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh. Pada klien
risiko perilaku kekerasan perlu dikaji pola asuh keluarga dalam
menghadapi klien.
b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Klien dengan risiko perilaku kekerasan mengenai gambaran dirinya
ialah pandangan tajam, tangan mengepal dan muka merah.
2) Identitas Diri
Klien dengan RPK baisanya identitas dirinya ialah moral yang
kurang karena menujukkan pendendam, pemarah dan bermusuhan.
3) Fungsi Peran
Fungsi peran pada klien risiko perilaku kekerasan terganggu karena
adanya perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4) Ideal diri
Klien dengan perilaku kekerasan jika kenyataannya tidak sesuai
dengan harapan maka ia cenderung menunjukkan amarahnya.
5) Harga diri
Harga diri yang dimiliki oleh klien risiko perilaku kekerasan ialah
harga diri rendah karena penyebab awal RPK marah yang tidak
biasa menerima kenyataan dan memiliki sifat labil yang tidak
terkontrol beranggapan dirinya tidak berharga.
c. Hubungan sosial
Hubungan sosial pada risiko perilaku kekerasan terganggu karena
adanya resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan serta
memiliki amarah yang tidak dapat terkontrol.
d. Spiritual
Nilai dan kenyakinan dan ibadah pada pasien perilaku kekerasan
mengangap tidak ada gunanya menjalankan ibadah.
6. Status mental
a. Penampilan
Pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya klien tidak
mampu merawat penampilannya, biasanya penampilan tidak rapi,
penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti
biasanya, rambut kotor, rambut tidak seperti biasanya, rambut kotor,
rambut seperti tidak pernah disisir, gigi kotor dan kuning, kuku
panjang dan hitam.
b. Pembicaran
Pada klien perilaku kekerasan cara bicara klien kasar, suara
tinggi, membentak, ketus, berbicara dengan kata-kata kotor.
c. Aktivitas Motorik
Klien perilaku kekerasan terlihat tegang dan gelisah, muka merah
dan jalan mondar mandir.
d. Afek dan Emosi
Untuk klien perilaku kekerasan efek dan emosinya labil, emosi
klien cepat berubah–ubah cenderung mudah mengamuk, membating
barang-barang/melukai diri sendiri, orang lain maupun sekitar dan
berteriak-teriak.
e. Interaksi selama wawancara
Klien perilaku kekerasan selama interaksi wawancara biasanya
mudah marah, defensive bahwa pendapatnya paling benar, curiga, sinis
dan menolak dengan kasar. Bermusuhan: dengan kata-kata atau
pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah. Curiga dengan
menunjukkan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau
orang lain.
f. Persepsi/sensori
Pada klien perilaku kekerasan resiko untuk mengalami presepsi
sensori sebagai penyebabnya.
g. Proses pikir
a) Proses pikir (arus pikir)
Proses pikir klien perilaku kekerasan yaitu hidup dalam
pikirannya sendiri, hanya memuaskan keinginannya tanpa peduli
sekitarnya, menandakan ada distorsi arus asosiasi dalam diri klien
yang dimanifestasikan dengan lamunan, fantasi, waham dan
halusinasinya yang cenderung menyenangkan dirinya
b) Isi pikirannya
Pada klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki
pemikiran curiga, dan tidak percaya dengan orang lain dan merasa
dirinya tidak aman.
h. Tingkat Kesadaran
Tidak sadar, bigung, dan apatis. Terjadi disorientasi orang, tempat
dan waktu. Klien perilaku kekerasan tingkat keasadarannya bigung
sendiri untuk menghadapi kenyataan dan mengalami kegelisahan.
i. Memori
Klien dengan perilaku kekerasan masih mengingat kejadian
jangka pendek dan panjang.
j. Tingkat Konsentrasi
Tingkat konsentrasi klien perilaku kekerasan mudah beralih dari
satu objek ke objek lainnya. Klien selalu menatap penuh kecemasan,
tegang dan kegelisahan.
k. Kemampuan Penilaian/Pengambilan Keputusan
Klien dengan perilaku kekerasan tidak mampu mengambil
keputusan yang kontruktif dan adaptif.
l. Daya Tilik
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya mengingkari penyakit
yang diderita klien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik
dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta
pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya. Menyalahkan hal-
hal diluar dirinya yang menyababkan timbulnya penyakit atau masalah.
m. Mekanisme koping
Klien dengan perilaku kekerasan menghadapi suatu
permasalahan, dengan menggunakan cara maldatif seperti minum
alkhol, merokok reaksi lambat/berlebihan ,menghindar, mencederai
diri atau lainnya.
J. Analisa Data
No. Data Senjang Masalah
1. Ds: Risiko perilaku kekerasan
Klien mengatakan ucapan berupa ancaman
Klien mengucapkan kata-kata kasar
Klien mengatakan ingin memukul/melukai diri
sendiri dan orang lain
Do:
Wajah memerah dan tegang
Pandangan tajam
Mengatupkan rahang dengan kuat
Mengepalkan tangan
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mondar-mandir
Melempar atau memukul benda/orang lain
2. Ds: Gangguan sensori persepsi:
Klien mengatakan mendengar suara-suara atau halusinasi
kegaduhan
Klien mengatakan mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
Klien mengatakan mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya
Klien mengatakan melihat bayangan, sinar, bentuk
geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster
Klien mengatakan mencium bau-bauan seperti bau
darah, urine, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan
Klien mengatakan merasakan rasa seperti darah,
urine atau feses
Klien mengatakan merasa takut atau senang
dengan halusinasi
Do:
Bicara atau tertawa sendiri
Marah-marah tanpa sebab
Mengarahkan telinga ke arah tertentu
Menutup telinga
Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-
bauan tertentu
Menutup hidung
Sering meludah
Muntah
Menggaruk-garuk permukaan kulit
3. Ds: Gangguan konsep diri: harga
Klien mengatakan tidak berguna lagi diri rendah kronik
Klien mengatakan merasa malu
Klien mengatakan tidak mampu melakukan
apapun
Klien menolak penilaian positif tentang diri sendiri
Klien melebih-lebihkan penilaian negative tentang
diri sendiri
Do:
Klien tampak menunduk
Kontak mata berkurang
Bergantung pada pendapat orang lain
Sulit membuat keputusan
Klien tampak menghindari orang lain
4. Ds: Risiko Bunuh Diri
Klien mengatakan hidupnya tidak berguna lagi dan
ingin mati
Klien mengancam bunuh diri
Klien mengatakan merasa bersalah, sedih, marah,
putus asa, tidak berdaya
Do:
Ekspresi murung
Tak bergairah
Banyak diam
Ada bejas percobaan bunuh diri
K. Pohon Masalah
TUK 1: Klien menunjukkan tanda- 1.1. Bina hubungan saling percaya Kepercayaan dari klien
1. tanda percaya kepada dengan mengemukakan prinsip merupakan hal yang akan
hubungan saling perawat melalui: komunikasi terapeutik: memudahkan perawat
percaya a. Ekspresi wajah cerah, a. Mengucapkan salam dalam melakukan
tersenyum, terapeutik. Sapa klien pendekatan keperawatan
b. Mau berkenalan dengan ramah, baik verbal atau intervensi selanjutnya
c. Ada kontak mata maupun non verbal terhadap klien.
d. Bersedia b. Berjabat tangan dengan
menceritakan klien
perasaannya c. Perkenalan diri dengan
e. Bersedia sopan
mengungkapkan d. Tanyakan nama lengkap
masalah klien dan nama panggilan
yang disukai klien
e. Jelaskan tujuan pertemuan
f. Membuat kontrak topik,
waktu, dan tempat setiap
kali bertemu klien.
g. Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya
h. Beri perhatian kepada
klien dan perhatian
kebutuhan dasar klien
TUK 2: 1. 2.1 Bantu klien mengungkapkan Menentukan mekanisme
Klien dapat perilaku kekerasa perasaan marahnya: koping yang dimiliki oleh
mengidentifikasi penyebab yang dilakukanya a. Menggunakan komunikasi klien dalam menghadapi
perilaku kekerasan yang 2. Menceritakan terapeutik bersama klien masalah. Selain itu, juga
dilakukannya. penyebab perasaan untuk menceritakan sebagai langkah awal dalam
jengkel/kesal, baik penyebab rasa kesal atau menyusun strategi
dari diri sendiri rasa jengkelnya berikutnya.
maupun b. Dengarkan penjelasan
lingkungannya klien tanpa menyela atau
memberikan penilaian
pada setiap ungkapan
perasaan klien.
TUK 3: 1. Membantu klien mengungkapkan Deteksi dini dapat
Klien dapat menceritakan tanda- tanda-tanda perilaku kekersan yang mencegah tindakkan yang
mengidentifikasi tanda tanda perilaku dialami: diskusikan dan motivasi bisa membahayakan klien
perilaku kekerasan kekerasan secara: klien untuk menceritakan kondisi dan lingkungan sekitar
a. Fisik: mata merah, fisik saat perilaku kekerasan terjadi
tangan mengepal, 3.1 Diskusikan dan motivasi klien
ekspresi tegang, untuk menceritakan kondisi
dan lain-lain fisik saat perilaku kekerasan
b. Emosional: terjadi
oerasaan marah, 3.2 Diskusikan dan motivasi klien
jengkel, bicara untuk menceritakan kondisi
kasar emosinya saat terjadi perilaku
c. Sosial: kekerasan
bermusuhan yang 3.3 Diskusikan dan motivasi klien
dialami saat terjadi untuk menceritakan kondisi
perilaku kekerasan psikologis saat terjadi perilaku
kekerasan
3.4 Diskusikan dan motivasi klien
untuk menceritakan kondisi
hubungan dengan orang lain
saat terjadi perilaku kekerasan
TUK4: 1. Klien dapat Diskusikan dengan klien seputar Melihat mekanisme koping
Klien dapat menjelaskan: perilaku kekerasan yang selama ini klien dalam menyelesaikan
mengidentifikasi jenis a. Jenis-jenis ekspresi dilakukannya, masalah yang dihadapi
perilaku kekerasan yang kemarahan yang 4.1 Diskusikan dengan klien
pernah dilakukannya. selama ini seputar perilaku kekerasan
dilakukan nya yang dilakukannya selama ini
b. Perasaanya saat 4.2 Motivasi klien menceritakan
melakukan jenis-jenis tindak kekerasan
kekerasan yang selama ini pernah
c. Efektivitas cara dilakukannya.
yang dipakai 4.3 Motivasi klien menceritakan
dalam perasaan klien setelah tindak
menyelesaikan kekerasan terjadi
masalah. 4.4 Diskusikan apakah dengan
tindakkan kekerasan yang
dilakukannya, masalah yang
dialami teratasi
TUK 5: 1. Diskusikan dengan klien akibat Membantu klien melihat
Klien dapat akibat yang timbul negatif atau kerugian dari cara atau dampak yang ditimbulkan
mengidentifikasi akibat dari tindak kekerasan tindakkan kekerasan yang akibat perilaku kekerasan
dari perilaku kekerasan yang dilakukannya: dilakukan pada: yang dilakukan klien.
a. Diri sendiri: luka, a. diri sendiri
dijauhi teman, dll b. orang lain/ keluarga
b. orang lain/ c. lingkungan
keluarga: Luka,
tersinggung,
ketakutan, dll
c. Lingkungan:
barang atau benda-
benda rusak, dll
TUK 6: 1. Diskusikan dengan klien seputar: Menurunkan perilaku yang
Klien dapat cara-cara sehat dalam 6.1 Apakah klien mau destrultif yang berpotensi
mengidentifikasi cara mengungkapkan mempelajari cara baru menciderai klien dan
konstruktif atau cara-cara marah. mengungkapkan marah yang lingkungan
sehat dalam sehat
mengungkapkan 6.2 Jelaskan berbagai alternative
kemarahan pilihan untuk mengungkapkan
kemarahan selain perilaku
kekerasan yang diketahui
klien
6.3 Jelaskan cara-cara sehat untuk
megungkapkan kemarahan:
a. Cara fisik: terapi musik,
nafas dalam, pukul bantal
atau kasur, olah raga
a. Verbal: mengungkapkan
bahwa dirinya sedang
kesal kepada orang lain
b. Social: latihan asertif
dengan orang lain
c. Spiritual:
sembahyang/doa, zikir,
meditasi, dan sebagainya
sesuai dengan keyakinan
agamanya masing-masing.
TUK 7: 1. Klien dapat 7.1 Diskusikan cara yang mungkin Keinginann untuk marah
Klien dapat memperagakan cara dipilih serta anjurkan klien yang tidak bisa diprediksi
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku memilih cara yang mungkin waktunya serta siapa yang
mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, diterapkan untuk akan memicu nya
kekerasan verbal dan spiritual mengungkapkan kemaharannya meningkatkan kepercayaan
dengan cara berikut: 7.2 Latih klien memperagakan cara diri klien serta asertifitas
a. Fisik: tarik nafas yang dipilih dengan (ketegasan) klien saat
dalam, memukul melaksanakan cara yang dipilih marah/jengkel.
bantal/kasur 7.3 Jelaskan manfaat cara tersebut
b. Verbal/mengungka 7.4 Anjurkan klien menirukan
pkan perasaan peragaan yang sudah
kesal/jengkel pada dlikakukan
orang lain tanpa 7.5 Berikan penguatan pada klien,
menyakiti perbaiki cara yang masih
c. Spiritual: zikir/doa, belum sempurna
meditasi sesuai 7.6 Anjurkan klien menggunakan
agamanya cara yang sudah dilatih saat
marah/jengkel.
TUK 8: 1. Klien dapat 8.1 Jelaskan manfaat menggunakan Menyukseskan program
Klien menggunakan obat menjelaskan: obat secara teratur dan pengobatan
sesuai program yang telah a. Manfaat minum kerugian jika tidak
ditetapkan obat menggunakan obat.
b. Kerugian tidak 8.2 Jelaskan kepada klien: Obat dapat mengontrol
minum obat a. Jenis obat (Nama, warna, risiko perilaku kekerasan
a. Nama obat dan bentuk obat Klien dan dapat membantu
b. Bentuk dan warna b. Dosis yang tepat untuk penyembuhan klien
obat klien
c. Dosis yang c. Waktu pemakaian
diberikan d. Cara pemakaian
kepadanya e. Efek yang akan dirasakan
d. Waktu pemakaian klien
e. Cara pemakaian 8.3 Anjurkan klien untuk: Mengontrol kegiatan klien
f. Efek yang a. Minta dan menggunakan minum obat dan mencegah
dirasakan obat tepat waktu putus obat
g. Klien b. Lapor ke perawat/ dokter
menggunakan obat jika mengalami efek yang
sesuai program tidak biasa
8.4 Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat
TUK 9: 1. Keluarga mampu: 9.1 Diskusikan pentingnya peran Keluarga merupakan sistem
Klien mendapatkan a. Menjelaskan cara serta keluarga sebagai pendukung utama bagi klien
dukungan keluarga untuk merawat klien pendukung klien dalam dan merupakan bagian
mengontrol risiko perilaku dengan risiko mengatasi risiko perilaku penting dari rehabilitasi
kekerasan perilaku kekerasan kekerasan klien.
b. Mengungkapkan 9.2 Diskusikan potensi keluarga
rasa puas dalam untuk membantu klien
merawat klien mengatasi perilaku kekerasan
dengan risiko 9.3 Jelaskan pengertian, penyebab,
perilaku kekerasan akibat dan cara merawat klien
risiko perilaku kekerasan yang
dapat dilaksanakan oleh
keluarga
9.4 Peragakan cara merawat klien
(menangani PK)
9.5 Berikan kesempatan keluarga
untuk memperagakan ulang
cara perawatan terhadap klien
9.6 Beri pujian kepada keluarga
setelah peragaan
9.7 Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatihkan
DAFTAR PUSTAKA
A. Masalah Utama
Gangguan isi pikir: waham
B. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006).
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003)
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses
stimulus internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa
waham yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan
dengan realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan
alasan yang logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang kali
(Kusumawati, 2010).
C. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Ganguan proses pikir:
Persepsi akurat Ilusi waham
Emosi konsisten dengan Emosi tidak stabil Halusinasi
pengalaman Perilaku aneh Ketidakmampuan untuk
Perilaku sesuai Menarik diri mengalami emosi
Hubungan sosial Ketidateraturan
Isolasi sosial
D. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis: diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis: adanya gangguan pada korteks pre frontal dan
korteks limbic
c. Neurotransmitter: abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
d. Psikologis: ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu
E. Klasifikasi
Jenis Waham Pengertian Perilaku klien
Waham Kebesaran Keyakinan secara “Saya ini pejabat di
berlebihan bahawa dirinya kementerian semarang!” “Saya
memiliki kekuatan khusus punya perusahaan paling
atau kelebihan yang berbeda besar lho “.
dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
Waham Agama Keyakinan terhadap suatu “Saya adalah tuhan yang
agama secara berlebihan, bisa menguasai dan
diucapkan berulang-ulang mengendalikan semua
tetapi tidak sesuai dengan makhluk”.
kenyataan.
Waham Curiga Keyakinan seseorang atau “Saya tahu mereka mau
sekelompok orang yang mau menghancurkan saya, karena
merugikan atau mencederai iri dengan kesuksesan saya”.
dirinya, diucapkan berulang-
ulang tetapai tidak sesuai
dengan kenyataan.
Waham Somatik Keyakinan seseorang bahwa “ Saya menderita kanker”.
tubuh atau sebagian tubuhnya Padahal hasil pemeriksaan lab
terserang penyakit, diucapkan tidak ada sel kanker pada
berulang-ulang tetapi tidak tubuhnya.
sesuai dengan kenyataan.
Waham Nihlistik Keyakinan seseorang bahwa “Ini saya berada di alam
dirinya sudah meninggal kubur ya, semua yang ada
dunia, diucapkan berulang- disini adalah roh-roh nya”
ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
F. Fase-Fase Waham
1. Fase Lack of Human need (Fase Kurangnya Kebutuhan Manusia)
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi
pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat
tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span
history).
2. Fase Lack of Self Esteem (Fase Kurangnya Kepercayaan Diri)
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan
standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan
yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi
lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system
semuanya sangat rendah.
3. Fase Control Internal External (Fase Kendali Internal dan Eksternal
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan
tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar,
tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi
dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar
pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan
pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase Environment Support (Fase Dukungan Lingkungan)
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan
klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super Ego) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase Comforting (Fase Kenyamanan)
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindar interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase Improving (Fase Peningkatan)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham
bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
G. Manifestasi Klinis
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Takut dan sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersingung
H. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizoprenia paranoid mengacu pada
penatalaksanaan skizoprenia secara umum menurut Townsend (1998),
Kaplan dan Sadock (1998) antara lain:
a. Anti Psikotik
Jenis – jenis obat antipsikotik antara lain:
1) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premedikasi dalam anestesi, dan
mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal 3 x
25mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan
dosis tinggi 1000mg/hari secara oral.
2) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organic, dan gangguan psikotik
menarik diri, dosis awal 3 x 1mg, dan bertahap dinaikkan sampai
50mg/hari.
3) Haloperidol
Untuk ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis , dan mania,
dosis awal 3 x 0,5mg sampai 3mg.
b. Anti Parkinson
1) Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme dan untuk menghilangkan
reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan 1-
15mg/hari.
2) Difenhidramin
Dosis yang diberikan 10-400mg/hari.
c. Anti Depresan
1) Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan
somatic. Dosis 75-300mg/hari.
2) Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi
neurotic. Dosis awal 25mg/hari, dosis pemeliharaan 50-
75mg/hari.
d. Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengontrol ansietas, kelainan
somatroform, keluhan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk
meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat-
obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
1) Fenobarbital 16-320mg/hari
2) Meprobamat 200-2400mg/hari
3) Klordiazepoksida 15-100mg/hari
e. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan
hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif daripada
terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun
menentang waham, dan tidak boleh terus menerus membicarakan
tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur, dan membuat
perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah
hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Terapis perlu
menyatakan kepada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan
menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan
konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis
dapat meningkatkan tes realistis.
Terapis harus bersikap empati terhadap pengalaman internal
klien dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan
klien sehingga mampu menghilangkan ketegangan klien. Dalam hal
ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap
persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan
dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat
klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu
hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas
terapeutik dapat dilakukan.
f. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga
klien, sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan
memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu
perawatan klien.
I. Akibat Yang Sering Muncul
a. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
b. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
c. Fungsi emosi
Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
d. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik
gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus
yang jelas, katatonia.
e. Fungsi sosial : kesepian
Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.
J. Pengkajian
1. Faktor predisposisi
a. Biologi
Waham dari bagian dari manifestasi psikologi dimana
abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurologis yang
maladaptif yang baru mulai dipahami, ini termasuk hal-hal berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan
keterlibatan otak yang luas dan dalam perkermbangan
skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal dan limbik paling
berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil
penelitian sangat menunjukkan hal-hal berikut ini :
a) Dopamin neurotransmitter yang berlebihan
b) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter
lain
c) Masalah-masalah pada sistem respon dopamin
Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan
anak yang diadopsi telah diupayakan untuk mengidentifikasikan
penyebab genetik pada skizofrenia. Sudah ditemukan bahwa kembar
identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian
yang tinggi pada skizofrenia dari pada pasangan saudara kandung
yang tidak identik penelitian genetik terakhir memfokuskan pada
pemotongan gen dalam keluarga dimana terdapat angka kejadian
skizofrenia yang tinggi.
b. Psikologi
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik
yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya
teori psikologik terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab
gangguan ini sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya
(keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional).
c. Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan
skizofrenia dan gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai
penyebab utama gangguan.Seseorang yang merasa diasingkan dan
kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham (Direja, 2011).
2. Faktor Presipitasi
a. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik
yang maladaptif termasuk:
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
proses informasi
2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
b. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress
yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
a. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering
menunjukkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa
terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptif berhubungan
dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku individu
(Direja, 2011).
3. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif meliputi :
a. Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk mengatasi ansietas
b. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
c. Menarik diri
K. Analisa Data
No. Data Senjang Masalah
1. Ds: Gangguan sensori persepsi:
Mengungkapkan isi waham halusinasi
Merasa sulit berkonsentrasi
Merasa khawatir
Do:
Menunjukkan perilaku sesuai isi waham
Isi pikir tidak sesuai dengan realita
Isi pembicaraan sulit dimengerti
Curiga berlebihan
Bicara berlebihan
Sikap menentang atau bermusuhan
Wajah tegang
Pola tidur berubah
Tidak mampu mengambil keputusan
Flight of idea
Tidak mampu merawat diri
2. Ds: Gangguan konsep diri: harga
Klien mengatakan tidak berguna lagi diri rendah kronik
Klien mengatakan merasa malu
Klien mengatakan tidak mampu melakukan apapun
Klien menolak penilaian positif tentang diri sendiri
Klien melebih-lebihkan penilaian negative tentang
diri sendiri
Do:
Klien tampak menunduk
Kontak mata berkurang
Bergantung pada pendapat orang lain
Sulit membuat keputusan
Klien tampak menghindari orang lain
3. Ds: Risiko perilaku kekerasan
Klien mengatakan ucapan berupa ancaman
Klien mengucapkan kata-kata kasar
Klien mengatakan ingin memukul/melukai diri
sendiri dan orang lain
Do:
Wajah memerah dan tegang
Pandangan tajam
Mengatupkan rahang dengan kuat
Mengepalkan tangan
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mondar-mandir
Melempar atau memukul benda/orang lain
L. Pohon Masalah
M. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan isi pikir: waham
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Risiko perilaku kekerasan
N. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN (TUK/TUM)
Waham TUM : 1. Ekspresi wajah 1.1 Bina hubungan saling prcaya dengan Hubungan saling percaya
Klien secara bersahabat, menunjukkan mengemukakan prinsip komunikasi merupakan dasar untuk
bertahap mampu rasa senang, ada kontak terapeutik : memperlancar interaksi yang
berhubungan mata, mau berjabat a. mengucapkan salam terapeutik. selanjutnya akan dilakukan.
dengan realitas atau tangan, mau Sapa klien dengan ramah, baik Tindakan akan membina
kenyataan menyebutkan nama, verbal maupun non verbal. klien dalam berinteraksi
menjawab salam, klien b. berjabat tangan dengan klien secara baik dan benar,
TUK 1 : mau duduk berdampingan c. perkenalkan diri dengan sopan sehingga klien bersedia
1. Klien dapat dengan perawat, mau d. tanyakan nama lengkap klien dan mengungkapkan isi hatinya.
membina mengutarakan masalah nama panggilan yang disukai
hubungan yang dihadapinya, tidak klien
saling percaya menunjukkan tanda-tanda e. jelaskan tujuan pertemuan
kecurigaan, mau f. membuat kontrak topik, waktu
menerima bantuan dari dan tempat setiap kali bertemu
perawat klien
g. tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
h. beri perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
1.2Jangan membantah dan mendukung Meningkatkan orientasi klien
waham klien terhadap realita serta
a. Katakan bahwa perawat meningkatkan rasa percaya
menerima keyakinan klien klien kepada perawat
b. Katakan bahwa perawat tidak
mendukung keyakinan klien
1.3Yakinkan klien bahwa ia dalam Suasana lingkungan yang
keadaan aman dan terlindungi bersahabat turut mendukung
a. “Anda berada di tempat aman komunikasi terapeutik
dan terlindung”
b. Gunakan keterbukaan dan
kejujuran dan jangan
meninggalkan klien dalam
keadaan sendiri
1.4Observasi apakah waham Mengetahui penyebab
mengganggu aktivitas sehari hari waham curiga dan intervensi
dan perawatan diri klien yang selanjutnya akan
dilakukan oleh klien
TUK 2 : Kriteria evaluasi : 2.1Dsikusikan bersama dnegan klien Penguatan reinforcement
Klien dapat 1. Klien dapat mempertahankan mengenai kemampuan yang positif dapat meningkatkan
mengidentifikasi aktivitas sehari-hari dimilikinya dahulu dan saat ini kemampuan yang dimiliki
kemampuan yang 2. Klien dapat mengontrol 2.2Tanyakan apa yang bisa dilakukan oleh klien dan harga dii klien
dimilikinya wahamnya (kaitkan dengan hal seputar aktivitas
sehari hari dengan perawatan diri Klien terdorong untuk
klien), lalu anjurkan untuk memilih aktivitas, seperti
melakukannya saat ini sebelumnya tentang aktivitas
2.3Jika klien selalu berbicara tentang yang pernah dimiliki oleh
wahamnya, dengarkan sampai klien
kebutuhan waham tersebut tidak ada Dengan mendengarkan klien
atau klien berhenti membicarakan akan merasa lebih
wahamnya. Perawat perlu diperhatikan, sehingga klien
memperhatikan bahwa klien sangat akan mengungkapkan
penting perasaannya
TUK 3 : Kriteria evaluasi : 3.1Observasi kebutuhan klien sehari- Observasi dapat digunakan
Klien dapat 1. Kebutuhan klien terpenuhi hari untuk mengetahui kebutuhan
mengidentifikasi 2. Klien dapat melakukan 3.2Diskusikan kebutuhna klien waham klien
kebutuhan yang aktivitas secara terarah yang tidak terpenuhi selama dirumah
tidak dimiliki 3. Klien tidak menggunakan atau maupun di rumah sakit
membicarakan wahamnya 3.3Menghubungkan kebutuhan yang Dengan mengetahui keutuhan
4. perasaan marah, jengkel, tidak terpenuhi dengan timbulnya klien yang tidak terpenuhi,
bicara kasar. waham perawat dapat mengetahui
kebutuhan yang akan
diperlukan oleh klien waham
Dengan melakukan aktivitas,
3.4Tingkatkan aktivitas klien yang klien tidak akan lagi
dapat memenuhi kebutuhan klien menggunkan isi atau ide
serta aktivitas yang memerlukan wahamnya
waktu dan tenaga Dengan situasi tertentu, klien
3.5Mengatur situasi agar klien tidak akan dapat mengontrol
memiliki waktu untuk menggunakan wahamnya
wahamnya
TUk 4 : Kriteria evaluasi : 4.1Berbicara dengan klien dalam Penguatan (reinforcement )
Klien dapat 1. Klien dapat berbicara dengan konteks realita (realitas diri, realitas penting untuk meningkatkan
berhubungan realitas orang lain, serta realitas waktu dan kesadaran klien akan realitas
dengan realitas 2. Klien dapat menyebutkan tempat)
atau kenyataan atau perbedaan pengalaman nyata 4.2Ikut sertakan klien dalam terapi Pujian dapat meningkatkan
mampu berorientasi dan pengalaman wahamnya aktivitas kelompok dalam kaitannya harga diri klien dan
dengan realitas 3. Klien mengikuti Terapi dengan orientasi realitas memotivasi klien untuk
secara bertahap Aktivitas Kelompok (TAK) 4.3Berikan pujian pada tiap kegiatan meningkatkan kegiatan
positif yang dilakukan oleh klien positif nya
TUK 5 : Kriteria evaluasi : 5.1Diskusikan dengan keluarga tentang: Perhatian dan pengertian
Klien dapat 1. Keluarga dapat membina a. Gejala waham keluarga akan membantu
dukungan dari hubungan saling percaya b. Cara merawat klien dalam mengendalikan
keluarga dengan perawat c. Lingkungan keluarga wahamnya
2. Keluarga dapat menyebtkan d. Follow up dan obat
pengertian , tand adan 5.2Anjurkan keluarga melaksanakannya
tindakan perawatan klien dengan bantuan perawat
dengan wahamnya
TUK 6 : Kriteria evaluasi : 6.1Diskusikan dengan klien dan Obat dapat mengontrol
Klien dapat 1. Klien dapat mengetahui keluarga tentang obat, dosis, waham klien dan dapat
menggunakan obat manfaat minum obat, kerugian frekuensi, efek samping obat, dan membantu penyembuhan
dengan benar tidak minum obat akibat dari penghentian obat klien
2. Klien mengetahui nama, 6.2Diskusikan perubahan perasaan Mengontrol kegiatan klien
warna, dsis, efek samping, klien setelah minum obat minum obat dan mencegah
efek terapi 6.3Berikan obat dengan prinsip 5 benar klien putus obat
3. Klien mendemonstrasikan dan observasi setelah minum obat
penggunaan obat dengan
benar
4. Klien dapat
mendemonstrasikan akibat
berhenti minum obat tanpa
berkonsultasi pada dokter
5. Klien dapat
mendemonstrasikan prinsip 5
benar dalam penggunaan obat
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta :
FIK, Universitas Indonesia
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1.
Bandung, RSJP Bandung.
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN KASUS
RISIKO BUNUH DIRI
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidup nya dengan
cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan
tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat,
dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian, tiga tipe kepribadian yang erat hubungan nya
dengan besarnya risiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan
depresi.
3. Lingkungan Psikososial, faktor predisposisi terjadinya perilaku
bunuh diri, diantara nya adalah pengalaman kehilangan dukungan
sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit
krinis,perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan
sosial sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respon
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut,dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga, riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh
diri merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia, data menunjukkan bahwa pada klien dengan
resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di
dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan depomine. Peningkatan
zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman gelombang otak Electro
Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif ini dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian
hidup yang melakukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah
melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan
bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya
labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang
ini secara standar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor social maupun
budaya. Struktur sosial dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi sosial
dapat menyebabkan kesiapan dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
d. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme
koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan
koping alternatif.
3. Rentang Respon
Menurut Yosep (2009)
8. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan,
kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi
berhubungan eratdengan kriteria yang mencerminkan besarnya
kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat
diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Penting sekali dalam
pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien
dengan depresi dapat diberikan terapi elektro-konvulsi, obat-obatan
terutama anti depresan dan psikoterapi.
1. Keluhan utama......................................................................................
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan................................
3. Konsep Diri...........................................................................................
4. Alam Perasaan
( ) Sedih ( ) Putus Asa
( ) Gembira Berlebihan ( ) Ketakutan
(Klien umumnya merasakan kesedihan dan Keputusan yang sangat mendalam)
5. Interaksi selama wawancara
( ) bermusuhan ( ) Tidak Koperatif
( ) Defensif ( ) Kontak mata Berkurang
( ) Mudah Tersinggung ( ) Curiga
6. Afek
( ) datar ( ) Labil
( ) Tumpul ( ) Tidak Sesuai
( Klien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul)
7. Mekanisme Koping Maladaptif
( ) Minum Alkohol ( ) Bekerja Berlebihan
( ) Reaksi Lambat ( ) Mencederai Diri
( ) Menghindar ( ) Lainnya
( Klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan
mencederai diri)
8. Masalah Psikososial dan Lingkungan
( ) Masalah dengan dukungan keluarga
( ) Masalah dengan perumahan
Analisa Data:
Data Masalah Keperawatan
DS : Risiko Bunuh Diri
menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada
gunanya hidup.
DO :
• ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri
• Pernah mencoba bunuh diri.
• Menunjukkan perilaku yang mencurigakan
Pohon Masalah
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang diangkat berdasarkan pohon masalah adalah:
1. Risiko bunuh diri
2. Harga diri rendah kronik
3. Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal
PERENCANAAN
Diagnosis Perencanaan
Keperawatan Tujuan (TUK/TUM) Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
Dx 1 Resiko bunuh diri : TUM Pasien menunjukkan tanda Bina hubungan salaing percaya dengan Kepercayaan dari pasien
Ancaman atau percobaan bunuh Pasien tidak tanda percaya kepada perawat prinsip komunikasi terapeutik : merupakan hal yang akan
diri mencederai diri sendiri melalui: 1. Sapa pasien dengan nama baik memudahkan perawat dalam
atau tidak melakukan a. Ekpresi wajah bersahabat verbal maupun non verbal melakukan pendekatan
bunuh diri b. Menunjukan rasa senang 2. Perkenalkan diri dengan sopan keperawatan atau intervensi
c. Ada kontak mata 3. Tanya nama lengkap pasien dena selanjutnya terhadap pasien
TUK 1 : d. Mau bejabat tangan nama panggilan yang disukai
Pesien dapat membina e. Mau menyebutkan nama 4. Jelaskan tujuan pertemuan
hubungan saling f. Mau menjawab salam 5. Jujur dan menenpati janji
percaya. g. Mau duduk berdampingan 6. Tunjukan sikap empati dan
dengan perawat menerima pasien apa adanya
h. Mau mengutarakan 7. Berikan perhatian kepada pasien
masalah yang dihadapi dan perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2 : Kriteria evaluasi : 1. Jauhkan pasien dari benda benda Pasien tidak melakukan
Pasien dapat terlindng Pasien dapat terlindung dari yang membahayakan tindakan percobaan bunuh diri
dari perilaku bunuh diri prilaku bunuh diri, 2. Tempatkan pasien di ruangan yang
tenan dan selalu dilihat oleh perawat
3. Awasi pasien secara ketat setiap saat
Dx 2 : TUK 1 Pasien tetap dalam keadaan 1. Mendiskusikan cara mengatasi Pasien tidak melakukan
Resiko bunuh diri : isyarat Pasien perlindungan aman dan selamat keinginan bunuh diri, yaitu dengan tindakan percobaan bunuh diri
bunuh diri dari lingkungannya meminta bantuan dari keluarga atau
teman
TUK 2 Pasien mampu meningkatkan 1. Memberi kesempatan pasien untuk Penguatan (reinformence)
Pasien dapat harga dirinya mengungkapkan perasaan nya positif akan meningkatkan harga
meningkatkan harga 2. Berikan pujian bila pasien dapat diri pasien
dirinya meningkatkan perasaan positif
3. Meyakinkan bahwa pasien bahwa
dirinya penting
4. Merencanakan aktivitas yang pasien
dapat lakukan
TUK 3 Pasien mampu menggunakan 1. Mendiskusikan dengan pasien cara Pasien tidak mencoba
Meningkatkan cara penyelesaian yang baik menyelesaikan masalahnnya melakukan tindakan bunuh diri
kemampuan pasien 2. Mendiskusikan dengan pasien
dalam memecahkan tentang efektivitas tiap tiap cara
masalah penyellesaian masalah tersebut
3. Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalah yang lebih
baik
TUK 4 : Pasien mampu menyusun 1. Mendiskusikan dengan pasien Meningkatkan kepercayaan diri
Meningkatkan rencana masadepan tentang harapan pasien dan harapan pasien serta
kemampuan menyusun 2. Mendiskusikan cara cara mencapai mencegah perilaku destruktif
rencana masadepan masa depan diri
3. Melatih pasien langkah langkah
kegiatan mencapai masa depan
4. Mendiskusikan dengan pasien
efektifitas masing masing kegiatan
mencapai masa depan
TUK 5 : Keluaraga mengetahui tanda 1. Mengajarkan keluarga tentang tanda Meningkatkan peran keluarga
Meningkatkan dan gejala bunuhdiri serta dan gejala bunuh diri yang muncul dalam merawat pasien di rumah
pengetahuan dan perawatannya terhhadap pada pasien dan tanda gejala yang
kesiapan keluarga anggota keluarga denga resiko umunya muncul pada pasien
dalam merawat pasien bunuh diri beresiko bunuh diri
dengan resiko bunuh 2. Mengajarkan cara melindungi
diri pasien dari bunuh diri seperti :
a. Mendiskusikan cara yang dapat
dilakukan jika pasien
memperlihatkan tanda dan
gejala bunuh diri
b. Memberikan tempat aman
c. Menjauhkan barang barang
yang berpotensi digunakan
untuk bunuh diri
d. Senantiasa melakukan
pengawasan
3. Mengajarkan keluarga tentang hal
hal yang dapat dilakukan apabila
pasien melakukan percobaan bunuh
diri, yaitu :
a. Mencari bantuan pada tetangga
sekitar atau pemuka masyarakat
b. Segera membawa pasien
kerumah sakit atau puskesmas
untuk mendapatkan penanganan
medis
4. Membantu keluarga mencari rujukan
fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien dengan cara :
a. Memberikan informasi tentang
nomor telepon darurat tenaga
kesehatan
b. Menganjurkan keluarga untuk
mengantarkan pasien
berobat/control secara teratur
A. Masalah Utama
Gangguan sensori persepsi: halusinasi
B. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi atau gangguan dari panca indra tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart, 2009). Halusinasi merupakan suatu
gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecepan, perabaan
atau penciuman (Sutejo, 2017).
D. Tingkat Halusinasi
Tingkat Karakteristik Halusinasi Perilaku Klien
Tingkat I: Mengalami ansietas kesepian, Tersenyum
Comforting rasa bersalah dan ketakutan Menggerakkan bibir tanpa
Memberi rasa Mencoba berfokus pada suara
nyaman pikiran yang dapat Menggerakkan mata
Tingkat ansietas menghilangkan ansietas dengan cepat
sedang Pikiran dan pengalaman Respons verbal yang
Halusinasi sensori masih ada dalam lambar
merupakan kontrol kesadaran (jika Diam dan konsentrasi
suatu ansietas dikontrol)
kesenangan
Tingkat II: Pengalaman sensori mulai Peningkatan sistem saraf
Comdemning menakutkan otak, tanda-tanda ansietas
Menyalahkan Mulai merasa kehilangan seperti peningkatan denyut
Tingkat ansietas kontrol jantung, pernapasan dan
berat Merasa dilecehkan oleh tekanan darah
Halusinasi pengalaman sensori tersebut Rentang perhatian
menyebabkan Menarik diri dari orang lain menyempit
rasa antipati Konsentrasi dengan
NON PSIKOTIK pengalaman sensori
Kehilangan kemampuan
yang membedakan
halusinasi dari realita
Tingkat III: Klien menyerah dan menerima Perintah halusinasi ditaati
Controlling pengalaman sensorinya Sulit berhubungan dengan
Mengontrol Isi halusinasi menjadi atraktif orang lain
tingkat ansietas Kesepian bila pengalaman Rentang perhatian hanya
berat sensori berakhir beberapa detik atau menit
pengalaman Gejala fisika ansietas berat
sensori tidak PSIKOTIK berkeringat, tremor dan
dapat ditolak tidak mampu mengikuti
lagi perintah
Tingkat IV: Pengalaman sensori menjadi Perilaku panik
Conquering ancaman Berpotensi untuk
Menguasai Halusinasi dapat berlangsung membunuh atau bunuh diri
tingkat ansietas selama beberapa jam atau hari Tindakan kekerasan
panik yang agitasi, menarikdiri atau
diatur dan PSIKOTIK katatonia
dipengaruhi Tidak mampu merespons
oleh waham perintah yang kompleks
Tidak mampu merespons
terhadap lebih dari satu
orang
E. Faktor Predisposisi
1. Faktor Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Hal
yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma
kepala dan riwayat penggunaan NAPZA.
2. Faktor Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. Pada klien yang
mengalami halusinasi dapat ditemukan adanya kegagalan yang berulang,
individu korban kekerasan, kurangnya kasih sayang atau overprotektif.
3. Faktor Sosiobudaya dan Lingkungan
Klien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah, riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan
rendah dan kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri)
serta tidak bekerja (Stuart, 2009; Sutejo, 2017).
F. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
kekerasan dalam keluarga atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang
sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar masyarakat (Sutejo,
2017).
G. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien
serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi adalah:
1. Data Subjektif
Berdasarkan data subjektif, klien dengan gangguan sensori
persepsi: halusinasi mengatakan bahwa klien:
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
f. Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses
g. Merasa takut atau senang dengan halusinasi
2. Data Objektif
Berdasarkan data objektif, klien dengan gangguan sensori persepsi:
halusinasi melakukan hal-hal berikut:
a. Bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
d. Menutup telinga
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
h. Menutup hidung
i. Sering meludah
j. Muntah
k. Menggaruk-garuk permukaan kulit
H. Jenis Halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Mengarahkan telinga pada Mendengar suara atau
dengar/suara sumber suara bunyi gaduh
(auditory-hearing Marah-Marah tanpa sebab Mendengar suara yang
voices or sounds yang jelas menyuruh untuk
hallucinations) Bicara atau tertawa sendiri melakukan sesuatu yang
Menutup telinga berbahaya
Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
Mendengar suara orang
yang sudah meninggal
Halusinasi Ketakutan pada suatu atau Melihat makhluk tertentu,
penglihatan objek yang dilihat bayangan seseorang yang
(visual
hallucinations) Tatapan mata menuju sudah meninggal, sesuatu
tempat tertentu yang menakutkan atau
Menunjuk ke arah tertentu hantu, cahaya
Halusinasi Adanya tindakkan Klien seperti sedang
pengecapan mengecap sesuatu, gerakan merasakan makanan atau
(gustatory mengunyah, sering meludah rasa tertentu atau
hallucinations) atau muntah mengunyah sesuatu
Halusinasi Adanya gerakan cuping Mencium bau dari bau-
Pembau hidung karena mencium bauan tertentu seperti bau
(olfactory sesuatu atau mengarahkan mayat, masakan, fesek,
hallucinations) hidung pada tempat tertentu bayi atau parfum
Klien sering mengatakan
bahwa ia mencium suatu
bau
Halusinasi penciuman
sering menyertai klien
demensia, kejang atau
penyakit serebrovaskular
Halusinasi Menggaruk-garuk Klien mengatakan ada
perabaan (tactile permukaan kulit sesuatu yang
hallucinations) Klien terlihat menatap menggerayangi tubuh
tubuhnya dan terlihat seperti tangan, serangga
merasakan seusatu yang atau makhluk halus
aneh seputar tubuhnya Merasakan sesuatu di
permukaan kulit seperti
rasa yang sangat panas
dan dingin atau rasa
tersengat aliran listrik
I. Mekanisme Koping
1. Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya
untuk menjelaskan keracunan persepsi).
3. Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain, sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi dibagi menjadi dua, yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara
lain:
1) Golongan Butirefenon: Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi
akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im.
Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa
diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
2) Golongan Fenotiazine: Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x
100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100
mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi
kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan
dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik
4-5 joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita
untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi, yaitu: (Keliat, 2010)
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi
dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adatif.
Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan:
baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang
menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif,
misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative
pada orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien
terhadap stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien.
Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang
disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi
wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan
sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari. Jika hobby
klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya
lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
K. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, No. RM,
nama keluarga yang bertanggung jawab.
L. ANALISA DATA
No. Data Senjang Masalah
1. Ds: Gangguan sensori persepsi:
Klien mengatakan mendengar suara-suara atau halusinasi
kegaduhan
Klien mengatakan mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
Klien mengatakan mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya
Klien mengatakan melihat bayangan, sinar, bentuk
geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster
Klien mengatakan mencium bau-bauan seperti bau
darah, urine, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan
Klien mengatakan merasakan rasa seperti darah,
urine atau feses
Klien mengatakan merasa takut atau senang
dengan halusinasi
Do:
Bicara atau tertawa sendiri
Marah-marah tanpa sebab
Mengarahkan telinga ke arah tertentu
Menutup telinga
Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-
bauan tertentu
Menutup hidung
Sering meludah
Muntah
Menggaruk-garuk permukaan kulit
2. Ds: Gangguan konsep diri: harga
Klien mengatakan tidak berguna lagi diri rendah kronik
Klien mengatakan merasa malu
Klien mengatakan tidak mampu melakukan
apapun
Klien menolak penilaian positif tentang diri sendiri
Klien melebih-lebihkan penilaian negative tentang
diri sendiri
Do:
Klien tampak menunduk
Kontak mata berkurang
Bergantung pada pendapat orang lain
Sulit membuat keputusan
Klien tampak menghindari orang lain
3. Ds: Risiko perilaku kekerasan
Klien mengatakan ucapan berupa ancaman
Klien mengucapkan kata-kata kasar
Klien mengatakan ingin memukul/melukai diri
sendiri dan orang lain
Do:
Wajah memerah dan tegang
Pandangan tajam
Mengatupkan rahang dengan kuat
Mengepalkan tangan
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mondar-mandir
Melempar atau memukul benda/orang lain
M. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan
N. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronik
3. Risiko perilaku kekerasan
O. Perencanaan
Diagnosis Perencanaan
Keperawatan Tujuan (TUK/TUM) Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Gangguan TUM:
sensori persepsi: Klien tidak mencederai diri
halusinasi sendiri, orang lain
TUK 1: 1. Ekspresi wajah bersahabat, 1.1 Bina hubungan saling percaya Hubungan saling
Klien dapat membina menunjukkan rasa senang, ada dengan mengemukakan prinsip percaya merupakan
hubungan saling percaya kontak mata, mau berjabat komunikasi terapeutik dasar untuk
tangan, mau menyebutkan a. Sapa klien dengan ramah baik memperlancar interaksi
nama, mau menjawab salam, verbal maupun non verbal yang selanjutnya akan
klien mau duduk b. Perkenalkan diri dengan sopam dilakukan
berdampingan dengan c. Tanyakan nama lengkap klien
perawat, mau mengutarakan dan nama panggilan yang
masalah yang di hadapinya disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
f. Beri perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
TUK 2: 1. Klien dapat menyebutkan 1.1 Adakan kontak sering dan singkat Selain untuk membina
Klien dapat mengenal waktu, isi dan frekuensi secara bertahap hubungan saling
halusinasinya timbulnya halusinasi percaya, kontak sering
dan singkat akan
memutus halusinasi
TUK 4: 1. Keluarga dapat menyebutkan 1.1 Diskusikan dengan keluarga (pada Untuk meningkatkan
Keluarga dapat merawat pengertian, tanda dan saat berkunjung/pada saat kunjungan pengetahuan seputar
klien di rumah dan tindakan untuk rumah): halusinasi dan
menjadi sistem pendukung mengendalikan halusinasi a. Gejala halusinasi yang dialami perawatannya pada
yang efektif untuk klien klien pihak keluarga
b. Cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga
dengan gangguan halusinasi di
rumah: beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama,
berpergian bersama, jika klien
sedang sendiri dirumah, lakukan
kontak dengan dalam telepon
d. Beri informasi tentang tindak
lanjut (follow up) atau kapan
perlu mendapatkan bantuan:
halusinasi tidak terkontrol dan
risiko mencederai orang lain
2. Keluarga dapat menyebutkan 2.1 Disukusikan dengan keluarga tentang Dengan menyebutkan
jenis, dosis, waktu, jenis, dosis, waktu pemberian, dosis, frekuens dan
pemberian, manfaat serta efek manfaat dan efek samping obat caranya, keluarga
samping obat melaksanakan program
pengobatan
2.2 Anjurkan kepada keluarga untuk Dengan mengetahui
berdiskusi obat dengan dokter tentang efek samping, keluarga
manfaat dan efek samping obat akan tahu apa yang
harus dilakukan setelah
minum obat
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna., & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G. W. (2009). Prinsip dan Praktek Keperawatan Jiwa. Edisi 9. Jakarta:
ECG.
Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN KASUS
GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH
A. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
Adaptif Maladaptif
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan
menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.(Eko
P, 2014)
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia
tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain.(Eko P,2014)
2. Proses terjadinya masalah
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut
Herman (2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak
realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah :
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat
penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi
tubuh
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi.
Faktor predisposisi harga diri rendah adalah :
1) Penolakan
2) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak
konsisten,terlalu dituruti,terlalu dituntut
3) Persaingan antar saudara
4) Kesalahan dan kegagalan berulang
5) Tidak mampu mencapai standar.
Faktor predisposisi gangguan peran adalah :
1) Stereotipik peran seks
2) Tuntutan peran kerja
3) Harapan peran kultural.
Faktor predisposisi gangguan identitas adalah :
1) Ketidakpercayaan orang tua
2) Tekanan dari peer gruup
3) Perubahan struktur sosial ( Herman,2011)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri
kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana
situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri,
khususnya trauma emosi seperti penganiayaan seksual dan
phisikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau
tidak merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan
peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan
peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat
individu menghadapi dua harapan peran yang bertentangan dan
tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi
bila individu tidak mengetahui harapan peran yang spesifik atau
bingung tentang peran yang sesuai.
e. Aspek fisik
Mengukur dan mengobservasi TTV, ukur TB dan BB, aktivitas
sehari-hari, pola tidur, pola istirahat, rekreasi dan kaji fungsi organ
tubuh bila ada keluhan.
f. Aspek psikososial
Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi.
Konsep diri :
- Citra tubuh : Persepsi klien terhadap tubuhnya
- Identitas diri : Status dan posisi klien sebelum dirawat
- Peran diri : Tugas yang diemban dalam keluarga
- Ideal diri : Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas dll.
- Harga diri : Hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya.
Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat
Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
g. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir),
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses piker,
isi piker, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan
berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
h. Kebutuhan persiapan pulang
Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan
membersihkan alat makan
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC serta membersihkan dan merapikan pakaian
Mandi klien dan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh
klien
Istirahat dan tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan
setelah minum obat.
i. Mekanisme koping
Bila diberikan suatu pilihan dengan bantuan minimal klien dapat
menyelesaikan masalah dengan bantuan perawat atau
keluarga.Mekanisme koping pada HDR yaitu pertahanan jangka
pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan
ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri
yang meyakinkan.
j. Masalah psikosoial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien
k. Pengetahuan
Dapat didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap
bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
l. Aspek medic
Terapi yang diterima klien yaitu ECT, terapi lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual,
terapi okupasi, dan terapi lingkungan serta rehabilitasi
2. Analisa Data
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Harga Diri Rendah Subjektif :
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
Mengungkapkan tidak ada lagi yang perduli
Mengungkapkan tidak bias apa-apa
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
Mengkritik diri sendiri
Objektif :
Merusak diri sendiri
Merusak orang lain
Menarik diri dari hubungan sosial
Tampak mudah tersinggung
Tidak mau makan dan tidak tidur
Perasaan malu
Tidak nyaman jika jadi pusat perhatian
3. Pohon Masalah
4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Koping Individu tidak efektif
5. Perencanaan
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan (TUM/TUK) Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Gangguan TUM :
Konsep Diri : Klien dan keluarga
Harga Diri mampu mengatasi
Rendah Harga Diri Rendah
Pasien
TUK 1 : Klien menunjukkan tanda- 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan Kepercayaan dari klien
1. Klien dapat tanda percaya kepada mengemukakan prinsip komunikasi merupakan hal yang akan
membina perawat melalui : teraupetik : memudahkan perawat dalam
hubungan saling a. Ekspresi wajah cerah, a. Mengucapkan salam teraupetik. melakukan pendekatan
percaya tersenyum Sapa klien dengan ramah, baik keperawatan atau intervensi
b. Mau berkenalan verbal maupun nonverbal selanjutnya terhadap klien
c. Ada kontak mata b. Berjabat tangan dengan klien
d. Bersedia c. Perkenalan diri dengan sopan
menceritakan d. Tanyakan nama lengkap klien dan
perasaannya nama panggilan yang disukai klien
e. Bersedia e. Jelaskan tujuan pertemuan
mengungkapkan f. Membuat ontrak topik, waktu dan
masalah tempat setiap kali bertemu klien
g. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
h. Beri perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
TUK 2 : Setelah 2x interaksi, klien 2.1 Diskusikan dengan klien bahwa klien Diskusikan mengenai tingkat
Klien dapat dapat : masih memiliki sejumlah kemampuan kemampuan klien seperti menilai
mengidentifikasi Menyebutkan aspek positif yang dimiliki klien realitas, kontrol diri atau
kemampuan dan aspek yang dimiliki klien seperti 2.2 Bersama klien buat daftar tentang aspek integritas ego diperlukan sebagai
positif yang masih kegiatan klien dirumah, positif yang dimiliki klien seperti kegiatan asuhan keperawatan
dimiliki klien adanya keluarga dan klien dirumah, adanya keluarga dan
lingkungan terdekat dengan lingkungan terdekat dengan lingkungan
lingkungan klien klien Penguatan (reinforcement) positif
2.3 Hindarkan pemberian penilaian negatif akan meningkatkan harga diri
klien
2.4 Beri pujian yang realistis atas kemampuan Puji yang realistis tidak
klien menyababkan klien melakukan
kegiatan yang ingin mendapat
pujian
TUK 3 : Setalah 2x interaksi, klien 3.1 Diskusikan dengan klien tentang Keterbukaan dan pengertian
Klien dapat menilai dapat menyebutkan kemampuan yang masih dapat digunakan tentang kemampuan yang
kemampuan yang kemampuan yang selama sakit dimiliki adalah prasyarat untuk
dimiliki untuk dimilikinya yang dapat 3.2 Bantu klien menyebutkannya dan beri berubah. Pengertian tentang
dilaksanakan dilaksanakan penguatan terhadap kemampuan diri yang kemampuan yang dimiliki diri,
diungkapkan klien memotivasi klien untuk tetap
3.3 Perlihatkan respon yang kondusif serta mempertahankan penggunaannya
jadilah pendengar yang aktif
TUK 4 : Setelah 1x interaksi, klien 4.1 Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan Klien befikir positif sehingga
Membantu klien dapat merencanakan toleransi dan kondisi. membuat klien percaya diri
memilih kegiatan yang kegiatan yang sesuai 4.2 Rencanakan bersama klien suatu aktivitas contoh penurunan yang dilihat
akan dilatih sesuai dengan kemampuan yang yang dapat dilakukan setiap hari sesuai klien akan memotivasi klien
dengan kemampuanya. dimilikinya. dengan kemampuan klien (kegiatan untuk melaksanakan kegiatan.
mandiri dengan bantuan).
4.3 Beri contoh kegiatan yang boleh
digunakan.
TUK 5 : Setelah 1x intervensi, klien 5.1 Berdiskusi dengan klien untuk menetapkan Klien merupakan individu yang
Melatih klien sesuai dapat melakukan kegiatan urutan yang kegiatan ( yang telah dipilih bertanggung jawab terhadap
dengan kegiatan yang sesuai jadwal yang dibuat. klien) yang akan dilatih. dirinya.
dipilih berdasarkan 5.2 Anjurkan klien untuk melaksankan
rencana yang dibuat. kegiatan yang telah direncanakan. Kita perlu bertindak secara
realistas dalam kehidupanya.
5.3 Pantau kegiatan yang telah dilaksanakan. Kita terbiasa melakukan kegiatan
5.4 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan yang dipilihnya tersebut.
kegiatan setelah pulang.
5.5 Memotivasi klien untuk memasukan
kegiatan yang telah dilakukan kedalam
jedwal kegiatan hari.
TUK 6 : Kriteria Evaluasi : 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga Mendorong keluarga untuk
Keluarga menjadi Klien memanfaatkan sistem tentang cara merawat klien dengan harga mampu merawat klien secara
sistem pendukung yang yang ada di keluarga diri rendah mandiri di rumah
efektif bagi klien. 6.2 Diskusikan dengan keluarga tentang Keluarga sebagai support sistem (
kemampuan yang dimiliki klien dan sistem pendukung) akan sangat
anjuran memuji klien atas kemampuannya berpengaruh dalam mempercepat
secara realistis proses penyembuhan klien
Direja, Ade Herman Surya. 2011.Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Keliat, Anna Budi. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Sutejo. Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Stuart, G.W. 2006. Buku Saku KeperawatanJiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Townsend, M,C. 2008. Psychiatric Mental Health Nursing: Consepts of Care in Evidence-
Based Practice 6th ed. Philadelphia: F. A. Davis
Yosep,Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Revika Aditama