Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak Dikonversi
Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak Dikonversi
Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak Dikonversi
KONSENSUS
TATA LAKSANA
SINDROM NEFROTIK
IDIOPATIK
PADA ANAK
Edisi kedua
Cetakan kedua 2012
Disusun oleh:
DR. Partini Pudjiastuti Trihono, Dr. Sp.A(K), MM(Paed)
Prof. Husein Alatas, Dr. Sp.A(K)
Prof. Taralan Tambunan, Dr. Sp.A(K)
Sudung O Pardede, Dr. Sp.A(K)
i
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau
seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seizin
penulis dan penerbit.
Diterbitkan oleh:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
ISBN 978-979-8421-37-2
ii
Peserta DiskUsi konsensUs:
Konsensus ini disusun oleh UKK Nefrologi IDAI berdasarkan telaah literatur
mutakhir dan diskusi bersama anggota UKK Nefrologi IDAI. Tujuan pembuatan
Konsensus adalah untuk digunakan sebagai pedoman, baik untuk dokter spesialis
anak maupun spesialis anak konsultan nefrologi. Dokter spesialis anak diharapkan
dapat menanggulangi penderita sindrom nefrotik idiopatik pada pengobatan inisial
atau sindrom nefrotik relaps jarang. Untuk sindrom nefrotik relaps sering dan
dependen steroid, apalagi resisten steroid, diharapkan dirujuk kepada dokter nefrologi
anak atau ditanggulangi bersama.
iii
iv
SAMBUTAN KETUA UMUM PENGURUS PUSAT
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
vi
SAMBUTAN KETUA
UNIT KERjA KOORDINASI NEFROLOGI-IDAI
vii
viii
Kata pengantar
Penyusun
Partini Pudjiastuti Trihono
Husein Alatas
Taralan Tambunan
Sudung O Pardede
ix
Daftar Singkatan
x
RDA : recommended daily allowances
SN : sindrom nefrotik
SNKM : sindrom nefrotik kelainan minimal
SNSS : sindrom nefrotik sensitif steroid
SNRS : sindrom nefrotik resisten steroid
Tap. Off : tapering off
uL : mikroliter
VLDL : very low density lipoprotein
xi
xii
Daftar isi
xiii
xiv
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per
tahun,1dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. 2 Di
negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per
100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.3 Perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2:1.
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan
sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus
sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini
hanya akan dibicarakan SN idiopatik.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.
Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia.
Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang,
dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan
terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC
(International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom
nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria
mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.4
Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran
patologi anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi ana- tomi
lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial
proliferatif difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membrano- proliferatif
(GNMP) 4-6%, dan nefropati membranosa (GNM) 1,5%.5,6,7 Pada
pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%) mengalami
remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif
(resisten steroid).8
Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun
menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada
GSFS 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian
besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.9 Pada berbagai
REKOMENDASI
TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK
IDIOPATIK PADA ANAK
DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik
≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
PEMERIKSAAN PENUNJANG
BATASAN
. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
. Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m 2 LPB/jam) 3 hari berturut-
turut dalam 1 minggu
. Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
. Relaps sering (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
. Dependen steroid: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid
diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan
. Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
. Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit
rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein
normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2
g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya
diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat
kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), bia- sanya
terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat
diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb se- lama 2-4 jam
untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian
furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya,
dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit
untuk mencegah terjadinya komplikasi de- kompensasi jantung. Bila
diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi
kesempatan pergeseran cairan dan mence- gah overload cairan. Bila asites
sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi
asites berulang. Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema tampak
pada Gambar 1.
Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari
+ spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari
Respons (-)
Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam
Respons (-)
Respons (-)
Respons (-)
A. TERAPI INSIAL
B. PENGOBATAN SN RELAPS
Imunosupresan lain
SN relaps
Remisi
FD AD 4 minggu
◆ Prednison FD: 60 mg/m2 LPB/hari
Prednison AD: 40 mg/m2 LPB/hari
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.13 Levamisol
diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12
bulan. Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik,
vasculitic rash, dan neutropenia yang reversibel.
3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak
adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.
Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/ hari
dalam dosis tunggal (Gambar 4), maupun secara intravena atau puls
(Gambar 5). CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/ m 2 LPB,
yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam.
CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi
pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual,
muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia,
dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu
perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit,
trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin
<8 g/dL, hitung trombosit
<100.000/uL, obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah
leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total
kumulatif mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral se- lama 3
bulan mempunyai dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak.14
Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8
minggu. Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek
toksik berupa kejang dan infeksi.14
SN relaps sering
Remisi
Prednison FD: 60 mg/m2 LPB/hari
FD Prednison AD 40 mg/m2 LPB/hari CPA oral: 2-3 mg/kgbb/hari
AD 8 minggu
Pemantauan Hb, leukosit, trombosit setiap minggu Leukosit < 3000/L € stop dulu Leukosit > 5000/L € terapi dimula
8 minggu
SN dependen steroid
Remisi
FD AD 12 minggu
tap. off
1 2 3 456 7
CPA puls
FD Remisi atau
AD 12 minggu
tap. off
Ringkasan tata laksana anak dengan SN relaps sering atau dependen steroid
dapat dilihat pada Gambar 6.
SN relaps sering / dependen steroid
Prednison FD € Remisi
(1) Prednison AD + CPA
Diturunkan sampai dosis threshold
0,1 – 0,5 mg/kgbb AD
6 – 12 bulan (2)
(3)
Siklosporin 5 mg/kgbb/hari
selama 1 tahun
D. PENGOBATAN SN DENGAN
KONTRAINDIKASI STEROID
CPA oral
atau
3 - 6 bulan
AD 6 bulan Tapering
off
6 bulan
CPA puls
Keterangan:
• Sitostatik oral: siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 3-6 bulan
• Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian siklofosfamid oral.
Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan,
dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).
atau
• Siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui infus satu kali
sebulan selama 6 bulan yang dapat dilanjutkan tergantung keadaan pasien.
• Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian siklofosfamid puls (6
bulan). Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan,
dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).
3. Metilprednisolon puls
Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil
prednisolon puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau
klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum
1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%,
diberikan dalam 2-4 jam.19 (Tabel 1)
Tabel 1. Protokol metilprednisolon dosis tinggi.19
Minggu Metilprednisolon Jumlah Prednison oral
ke-
1–2 30 mg/kgbb, 3 x seminggu 6 Tidak diberikan
3 – 10 30 mg/kgbb, 1 x seminggu 8 2 mg/kgbb, dosis tunggal
11 – 18 30 mg/kgbb, 2 minggu sekali 4 Dengan atau tanpa taper off
19 – 50 30 mg/kgbb, 4 minggu sekali 8 Taper off pelan-pelan
51 – 82 30 mg/kgbb, 8 minggu sekali 4 Taper off pelan-pelan
Keterangan:
Dosis maksimum metilprednisolon 1000 mg; dosis maksimum prednison oral 60 mg. Siklofosfamid (2-2,5
mg/kgbb/hari) atau klorambusil (0,18-0,22 mg/kgbb/hari) selama 8-12 minggu dapat diberikan
bila proteinuria masif masih didapatkan setelah pemberian metilprednisolon selama 10 minggu.
Prednison 2 mg/kgbb setiap hari Dirujuk untuk evaluasi lanjutan Dirujuk untuk evaluasi lanjutan
sampai remisi, kemudian 1,5 mg/kgbb Steroid jangka panjang (tentukan dan biopsi
alternating selama 4 minggu dosis threshold)
Dosis threshold < 0,5 mg/kgbb Dosis threshold > 0,5 mg/kgbb
atau efek samping steroid yang berat
16
dengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai risiko untuk
terjadi glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS. 23 Dalam kepustakaan
dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil
penurunan proteinuria lebih banyak.24,25
Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS
dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB,
bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa
digunakan adalah:
1. Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari,
enalapril 0.5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, 26 lisinopril 0,1 mg/ kgbb
dosis tunggal
2. Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal
1. INFEKSI
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat infeksi
perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama
adalah selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer
(biasanya disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus
pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson
selama 10-14 hari.12 Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak dengan
SN adalah pnemonia dan infeksi saluran napas atas karena virus.27
Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien
varisela. Bila terjadi kontak diberikan profilaksis dengan imu- noglobulin
varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 96 jam. Bila tidak memungkinkan
dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena
(400mg/kgbb).28 Bila sudah terjadi infeksi perlu diberi obat asiklovir
intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis
80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 – 10 hari, 9 dan pengobatan steroid
sebaiknya dihentikan sementara.
3. HIPERLIPIDEMIA
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan
VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol
HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan
trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan
progresivitas glomerulosklerosis.30
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten ste- roid, dianjurkan untuk
mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah
lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti
inhibitor HMgCoA reduktase (statin).31
4. HIPOKALSEMIA
Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama
(lebih dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500
mg/hari dan vitamin D (125-250 IU). 32 Bila telah terjadi tetani, diobati
dengan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena.
5. HIPOVOLEMIA
6. HIPERTENSI
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan
inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor
blocker) calcium channel blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai
tekanan darah di bawah persentil 90.10