Askep Medula Spinalis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

PENGERTIAN

Medula spinalis (spinal cord ) merupakan bagian dari susunan


saraf pusat yang terletak didalam kanalis vertebralis dan
menjulur dari foramen magnum kebagian atas religion lumbalis
(dapat dilihat pada figurm3-1 dan 3-2). Trauma pada medula
spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang
terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang
menyebabkan trankseksi lengkap dari medulla spinalis dengan
quadriplegia.

ETIOLOGI
 Kecelakaan dijalan raya (penyebab palng sering)
 Olahraga
 Menyelam pada air yang dangkal
 Luka tembak atau luka tikam
 Gangguan lain yang dapat menyebabkan cederah medulla
spinalis seperti spondiliosis servikal dengan mielopati,
yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cederah progresif terhadap medulla spinalis dan akar ,
myelitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi
. osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada
vertebra, siringmielia, tumor, infiltrasi maupun kompresi
dan penyakit vascular .
PATOFISIOLOGI
Cedera medula spinalis kebanyakan terjadi sebagai akibat
cedera pada vertebra. Medulla spinalis yang mengalami
cedera biasanya berhubungan akselerasi, deselerasi, atau
kelainan yang dsebabkan oleh berbagai tekanan yang
mengenai tulang belakang. Tekanan cedera pada medulla
spinalis mengalami kompresi , tertarik, atau merobek
jaringan . lokasin cedera umumnya mengenai C1 dan C2, C4,
C6 dan T11 atau L2. Mekanisme terjadinya medula spinalis
dapat dilihat pada figure 3-3.
Fleksi –rotasi ,dislokasi, dislokasi fraktur , umumnya
mengenai servical pada C5 dan C6. Jika mengenai spina
torakolumbal, terjadi pada T12-L1. Fraktur lumbal adalah
fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian
bawah . bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur
bertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan
iskemia pada medulla spinalis,
Hiperekstensi . jenis cedera ini umumnya menganai klien
diusia dewasa yang memiliki perubahan degneratif vertebra,
usia mudah yang mendapat kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai kenderaan, dan usia mudah yang mengalami
cederah leher saat menyelam. Jenis cedera ini menyebabkan
medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan
mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebrata.
Transeksi lengkap dari medulla spinalis dapat mengikuti
cedera hiperektensi. Lesi lengkap dari medula spinalis
mengakibatkan kehilangan pergerakan volunteer menurun
pada daerah lesi dan kehilangan fungsi reflex pada isolasi
bagian medula spinalis.

Kompresi. Cederah kompresi sering disebabkan karena jatuh


atau melompat dari ketinggian ,dengan posisi kaki atau
bokong (duduk).tekanan mengakibatkan fraktur vertebra dan
menekan medulla spinalis. Lumbal dan toraks vertebra
umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan
edema dan perdarahan . edema pada medula spinalis
mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.

KLASIFIKASI
1.cedera tulang
A. stabil. Bila kemampuan fragmen tulang tidak
mempengaruhi kempuan tulang untuk bergeser lebih jauh
selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak
serta ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang,
terutama ligament longitudianal posterior tidak robek.
Cedera stabil disebabkan oleh tenaga fleksi, ekstensi, dam
komprensi yang sederhana terhadap kolumna tulang
belakang dan paling sering tampak pada daerah toraks
bawah serta lumbal ( fraktur baji badan ruas tulang belakang
sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang .
b. Tidak stabil. Fraktur memengaruh kemampuan untuk
bergeser lebih jauh. Hal ini di sebabkan oleh adanya elemen
rotasi terhadap cidera flekasi atau ekstensi yang cukup
merobek ligament longitudinal posterior serta merusak
keutuha arkus neural, baik akibat fraktur pada fedkel dan
lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.

2. Cedera neurologis
a. Tanpa deficit neurologis.
b. Disertai deficit neurologis, dapat terjadi di daerah
pungung karena kanal spiral terkecil terdapat di daerah
ini.

GEJALA KLINIS
Cedera tulang belakang harus selalu di duga pada kasus di
mana setelah cidera klien mengeluh nyeri serta terbatasnya
pergerakan klien da punggung.

PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi di lakukan untuk mempertahankan fungsi
neurologis yang masih ada, memaksimalkan pemulihan
neurologis, tindakan atas cedera lai yang menyertai,
mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan
neural lebih lanjut. Reabduksi atas subluksasi (dislokasi
sebagian pada sendi di salah satu tulang.) Untuk
mendekompresi koral spiral dan tinakan imobilisasi tulang
belakang untuk melindungi koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural,
fiksasi internal, atau debridemen luka terbuka.
3. Fiksasi internal elektif di lakukan pada klien dengan
ketidakstabilan tulang belakag, cedera ligament tanpa
fraktur, deformitas tulang belakang progresif, cedera yang
tak dapat di reabduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine, untuk perbaiki
aliran darah koral spiral. Dosis tertinggi metil
prenisolon,/bolus adalah 30 mg/kgBB di ikuti 5,4
mh/khBB/jam untuk 23 jam berikutnya. Bila di berikan
dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan
neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki
pemulihan setelah cedera koral spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk
pengamatan fungsi sensorik, motoric, dan penting untuk
melacak deficit yang progresif atau asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi
ventilasi, dan melacak keadaan dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa deficit neurologi seperti
angulasi atau baji dari bahan ruas tulang belakang, fraktur
proses tranversus, spinosus, dan lainnya.Tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang),
imobilisasi dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan
otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil di sertai deficit neurologis. Bila terjadi
pergeseran, fraktur memerlukan reabduksi dan posisi
yang sudah baik harus di pertahankan.
a. Metode reabduksi antara lain:
 Traksi memakai sepit (tang) metal yang di pasang
pada tengkorak. Beban 20 kg tergantung dari tingkat
ruas tulang belakang, mulai sekitar 2,5 kg pada
fraktur C1.
 Manipulasi dengan anastesi umum.
 Reabduksi terbuka melalui operasi.
b. Metode imobilisasi antara lain:
 Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester.
 Traksi tengkorak perlu beban sedang untuk
mempertahankan cedera yang sudah di reabduksi.
 Plester paris dan splin eksternal lain.
 Operasi.
9. Cedera stabil disertai deficit neurologis. Bila fraktur stabil,
kerusakan neurologis di sebabkan oleh:
a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera
menyebabkan trauma langsung terhadap koral spiral
atau kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat
penyakit sebelumnya seperti spindiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau duksus terdorong ke kanal spiral.
Pengelolan kelompok ini tergantung. Derajat kerusakan
neurologis yang tampak pada saat pertama kali di periksa:
 Transeksi neurologis lengkap terbaik di rawat konservatif
 Cederah di daerah servikal, leher di mobilisasi dengan
kolar atau spit (caliper) dan di beri metil prednisolone
 Pemeriksaan penunjang MRI
 Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
 Bila terdapat atau di dasari kerusakan adanya spondiliosis
servikal, traksi tengkorak dan metil prednisolon.
 Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.
 Bila taka da perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan
terburuk maka lakukan mielografi.
 Cedera tulang tak stabil
 Bila lesinnya total, di lakuka reabduksi yang di ikuti
imobilisasi seperti penambahan perawatan paraplegia.
 Bila deficit neurologis tak lengkap, di lakukan reabduksi,di
ikuti imobilisasi untuk sesuai jenis cedera.
 Biladiperlukan oprasi dekompresi kanal spiral di lakukan
pada saat yang sama.
 Cedera yang menyertakan komplikasi :
 Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak,
toraks, berhubungan dengan ominal, dan vascular.
 Cedar berat yang dapat menyebabkan kematian
aspirasi, dan syok
PENGELOLAAN CEDERA
1. Pengelolaan hemodinamik
a. Bila terjadi hipotensi, cari sumber perdarahan dan atasi
syok neurogenic akibatnya hilangnya aliran adernegik dari
system syaraf simpatis pada jantung dan vascular perifer
setelah cedera di atasi tingkat T6. Terjadi hipotensi,
brakdikardia, dan hipotermi,. Syok neurogenic lebih
mengganggu distribusi volume intravascular daripada
menyebabakan hipovalansi sejati sehingga perlu
pertimbangan pemerian trapi, atropine, dopamine, atau
felnilefrin jika penggantian volume intravascular tidak
bereaksi.
b. Pada fase akut setelah cedera, di pasang beberapa jalur
intravena perifer dan pengamatan tekanan darah melalui
jalur arteri di pasang, dan resusitasi cairan di mulai.
c. Bila hipotensi tak bereaksi atas cairan dan pemberian
tranfusi, lakukan kateterisasi pada arteri pulmonal untuk
mengarah kan ke perbedaan mekanisme hipvolemik,
kardiogenik, neurogenic.
2. Pengelolaan system pernapasan
a. ganti posisi tubuh berulang
b. perangsangan batuk
c. pernafasan dalam
d. spirometry intensif
e. pernafasan tekanan (+) yang berkesinambungan dengan
masker.adalah cara mempertahankan ekspansi paru
atau kapasitas residual fungsional.
f. Klien yang mengalami gangguan fungsi ventilasi di
lakukan trakeostomi

3. Pengelolaan nutrisional dan system pencernaan


a. Lakukan pemeriksaan CT-Scan berhubungan dengan
omen atau lavasi peritoneal bila diduga ada
perdarahaan atau cedera berhubungan dengan ominal .
b. Bila ada ileus lakukan pengisapan (suction)
nasogostrik,penggantian elektrolit dan pengamatan
status cairan.
c. Terapi nutrisional awal yang harus di metabolisme (50
-100% diatas batas normal)
d. Bila ada hiperalimentasi internal elemental , pasang
Duoclenol yang fleksibel melalui atau bantuan
fluoroskopi (ileus).
e. Pencegahaan ulkus dengan antagonis Hz ( simetidin,
ranitidine) atau antacid.
f. Bila mendapat gastric feeding , pasang duodenal
Feeding (NGT).
g. Beri difonoksilat hidroklorida dengan atropine sulfat bila
mendapat NGT untuk mencegah diare.
h. Jika terjadi kehilangan fungsi sfingter anal beri Dulcolax.

4. pengolaan gangguan koagulasi


a. untuk mencegah terjadinya trombosit vena dan emboli
paru beri heparin dosis minimal ( 500 untuk subkutan 2-
3 x sehari).
b. Ranjang yang berosilasi
c. Ekpansi volume
d. Strokeing elastis setinggi paha.
e. Strokeing prenmatis anti emboli
f. Antiplatelet serta antikoagulasi untuk pencegahan.
5. Pengelolaan Genitourinaria
a. Pasang kateter Dower ( Dower catheter- DC)
b. Amati urine output (UO)
6. Pengelolaan ulkus decubitus
a. Untuk cegah tekanan langsung pada kulit, kurang
berfungsi jaringan, dan kurangnya mobilitas, gunakan
busa atau kulit kambing penyangga tonjilan tulang.
b. Putar atau ganti posisi tubuh berulang.
c. Perawatan kulit yang baik.
d. Gunakan ranjang berosilasi.
7. Pengelolaan klien pataplegia
a. Respirasi dengan pemasangan endotrakea, kemudia
trakeostomi serta perbaikan keadaan neurologi
dengan menutup trakeostomi.
b. Perawatan kulit dengan mengubah posisi tidur klien
setiap 2 jam.
c. Kandung kemih
 Lakukan kompresi manual untuk menosongkan
kandung kemih secara teratur agar mencegah
terjadinya inkontensia overflow dan dribbling.
 Kateterisasi intermitten.
 Kateterisasi Indwelling.
 Tindakan bedah jika cara-cara tersebut gagal.
d. Buang iar besar (BAB)
Untuk mendapatkan pengosongan rectum
menddadak di lakukan dengan cara:
 Tambahkan diet serat.
 Gunakan laksatif.
 Pemberian supositoria.
 Enema untuk BAB atau pengosongan rectum
teratur tanpa inkontensia mendadak.
e. Anggota gerak
 Cegah kontraktur akibat pembedahan spastisitas
kelompok otot berlawanan dengan latihan
memperbaiki medikasi dan mencegah pemisahan
tendon tertentu.
 Nutrisi umum tinggi kalori.
Rehabilitasi Klien yang Mengalami Paraplegia
1. Rehabilitasi fisik
 Fisioterapi dan latihan peregangan
otot yang masih aktif pada lengan atas
dan tubuh bagian bawah.
 Pembiasaan terhadap alat dan
perangkat rumah tangga.
 Perlengkapn splint dan kapiler.
 Transplantasi tendon.
2. Perbaikan mobilisasi
 Latihan denga kapiler dan kruk untuk
klien cedera tulang belakang bawah.
 Latihan kursi roda untuk klien dengan
otot tulang belakang dan tungkai yang
tak berfungsi.
 Kendaraan khusus untuk di jalan raya.
 Rehabilitasi psikologis.
 Penerimaan di rumah.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Aktivitas dan Istirahat
Tanda:

Anda mungkin juga menyukai