Refleksi Kasus Jiwa
Refleksi Kasus Jiwa
Refleksi Kasus Jiwa
1
PENDAHULUAN
2
campuran. Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2 % di amerika serikat
dari populasi umum sampai sebanyak 9 % orang dirawat di rumah sakit karena
gangguan ini. (World Health Organization. World suicide prevention day 2012)
Gangguan skizoafektif diperkirakan lebih sering terjadi daripada gangguan
bipolar. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat
yang bersamaan atau simultaneously, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah
yang lain, dalam episode penyakit yang sama, bilamana, sebagai konsekuensi dari
ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria. baik skizofrenia episode manik atau
depresi4.
3
KASUS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn A A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 07 Oktober 2002
Usia : 18 tahun
Agama : Islam
Tanggal masuk : 12 April 2020
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gelisah dan bicara tidak nyambung
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan gelisa dan
bicara tidak nyambung telah dialami sejak 2 tahun SMRS, namun
memberat ±1 minggu SMRS. Pasien sering merasa sendiri di dunia ini,
dan merasa dirinya jelmaan “poenggiso” (mahluk halus yang di tuakan di
kampung halamannya), pasien juga merasa terkena corona dan merasa
takut . Sebelumnya pasien memiliki riwayat patah hati 3 tahun yang lalu,
setelah itu mulai terjadi perubahan perilaku, pasien jadi lebih sering
murung, berkurung diri di dalam kamar, tidak mau makan bahkan pernah
memiliki keinginan bunuh diri. Pasien juga ingin menyetubuhi semua
wanita di dunia ini karena merasa wanita akan menyakiti hatinya lagi.
Pasien juga mengalami sulit tidur sejak 3 hari SMRS, nafsu makan kurang,
demam (-), batuk (-), mual muntah (-), BAB dan BAK (+) seperti biasa.
Riwayat penyakit sebelumnya: -
Riwayat penyakit keluarga : -
4
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 44 Kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status IMT : 15,6 kg/m2 (kurang)
Tanda Vital
- Denyut nadi : 88 Kali/menit
- Suhu : 36, 4o C
- Respirasi : 20 kali/menit
- TD : 110/70 mmhg
Kulit : ruam (-), RLT (+), CRT > 2detik
Kepala : Normosefal, conjuntiva anemis (-/-), sclera kterik (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan normal, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi: Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V
linea parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, massa (-), distensi (-), cicatrix (-)
5
- Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : timpani di 4 kuadran abdomen
- Palpasi : Organomegali (-), nyeri tekan (-)
Genital : Tidak ditemukan kelainan
Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral dingin (-), edema (-)
Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
Otot-otot : Atrofi (-), Tonus otot baik
Refleks : Fisiologis (+), Patologis (-)
STATUS PSKIATRI
a.Keadaan umum :
Penampilan : Tampak seorang pria mengenakan pakaian kaos berwarna
merah dengan celana olahraga berwarna biru Perawatan diri
cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi : Baik (waktu/tempat/orang baik)
Sikap dan tingkah laku : Gelisah/ kooperatif
b. Gangguan berpikir :
Bentuk pikir : Berpikir lambat dan ragu – ragu
Isi pikir : Takut mati dan merasa sendiri
Arus pikir : Rambling
c. Alam perasaan :
Mood : Hipotimia
Afek : Datar
d. Persepsi
Halusinasi : Visual (-) Audiotorik ( -)
Ilusi : (-)
e. Fungsi Intelektual :
Daya Konsentrasi : Terganggu
Orientas : Waktu/Orang/Tempat Baik
Daya Ingat : Terganggu
6
Pikiran Abstrak : Terganggu
f. Pengendalian Impuls : Terganggu
g. Daya nilai : Terganggu
h. Tilikan/insight : Tilikan satu
i. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (IGD, tanggal 12 April 2020)
Darah Rutin
Red Blood Cell 4,3. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 31 % (35,0-55,0%)
Platelet 392.109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 11,8.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 10,4 g/dl (11,5-16,5 g/dl)
5. RESUME
6. Pasien datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan gelisah dan
bicara tidak nyambung telah dialami sejak 2 tahun SMRS, namun
memberat ±1 minggu SMRS. Pasien sering merasa sendiri di dunia ini,
dan merasa dirinya jelmaan “poenggiso” (mahluk halus yang di tuakan
di kampung halamannya), pasien juga merasa terkena corona dan
merasa takut . Sebelumnya pasien memiliki riwayat patah hati 3 tahun
yang lalu, setelah itu mulai terjadi perubahan perilaku, pasien jadi
lebih sering murung, berkurung diri di dalam kamar, tidak mau makan
bahkan pernah memiliki keinginan bunuh diri. Pasien juga ingin
menyetubuhi semua wanita. Pasien juga mengalami sulit tidur sejak 3
hari SMRS, nafsu makan menurun (+), demam (-), batuk (-), mual
muntah (-), BAB dan BAK (+) seperti biasa. Pemeriksaan umum
dalam batas normal. Laboratorium: HB : 10,4 mg/dl, leukosit : 11,8.109/L
7. DIAGNOSIS
Gangguan Depresi berat dengan gejala psikotik
7
8. DIAGNOSIS BANDING
Skizoafektif
Bipolar
9. TERAPI
Medikamentosa:
Stelosi5 mg 2 x 1/2 tab
Clozapin 25 mg 0-0-1
Rawat ruang sawo
Non medikamentosa
Cognitive Behavioral Terapi
Family support teraphy
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk teratur minum obat
Pada pasien tidak dilakukan follow up karena pasien pulang atas
permintaan sendiri.
8
PEMBAHASAN
Pendahuluan
9
day 2012) Gangguan skizoafektif diperkirakan lebih sering terjadi daripada
gangguan bipolar. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-
gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol
pada saat yang bersamaan atau simultaneously, atau dalam beberapa hari yang
satu sesudah yang lain, dalam episode penyakit yang sama, bilamana, sebagai
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria. baik skizofrenia
episode manik atau depresi4.
Definisi
Epidemiologi
10
tahun, dan puncaknya pada masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari masalah
keluarga dan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena harapan hidup pada wanita
lebih tinggi, kematian pasangan mungkin juga menyebabkan angka yang tinggi
untuk wanita tua mengalami depresi6.
Etiologi
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga
faktor-faktor dibawah ini berperan:6
11
Faktor Psikososial Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu
pengamatan klinis yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan
yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah
dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat. Data yang paling
mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan
dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua
sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan
dengan onset satu episode depresi adalah kehilangan pasangan. Beberapa
artikel teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan hubungan
fungsi keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat. Selain
itu, derajat psikopatologi didalam keluarga mungkin mempengaruhi
kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian pasca
pemulihan.4
Patofisiologi
12
berikut: 1.) Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya
kemampuan neurotransmisi serotogenik. 2.) Menurunnya pelepasan atau produksi
epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas
alfa 2 adrenoreseptor presinaptik. 3.) Menurunnya aktivitas dopamin. 4.)
Meningkatnya aktivitas asetilkolin5.
Diagnosis
13
gangguan depresi berat mencerminkan penyakit yang parah dan merupakan
indikator prognostik yang buruk. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan
prognosis yang buruk : durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara
gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian sosial pramorbid
yang buruk. Pasien dengan gangguan depresi berat dengan gejala psikotik hampir
selalu memerlukan obat antipsikotik disamping antidepresan atau mungkin
memerlukan terapi elektrokonvulsif (ECT) untuk mendapatkan perbaikan klinis.
Berikut kriteria diagnosis gangguan depresi berat yang disertai gejala psikotik
14
menurut DSMIV : KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN DEPRESI BERAT
MENURUT DSM IV7.
Penatalaksanaan
Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya
gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan
bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-
pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada
beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya
kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau
rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan
pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan
farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi
15
berat6. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi
interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam
pengobatan gangguan depresi berat. Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku6
16
psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan
pembentukan hubungan profesional antar terapis dengan penderita.
Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara
individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan
psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan
memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi
oleh penilaian dari dokter atau penderitanya
3. Terapi Farmakologi Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting
untuk menekankan kepada penderita bahwa ada beberapa fase
pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan depresi:
Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren
Prognosis
17
Daftar Pustaka
1. M Ismail, Irawati R dan Siste, Kristiana. 2013. Gangguan Depresi : Buku Ajar
Psikiatri UI.Edisi kedua. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
2. Kusumawardhani, AAA. (2010). Gangguan Mental Organik Lain. Buku Ajar
Psikiatri hal 106-111. FKUI.
3. Hawari D. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI; 2006.
4. Kaplan HI, Saddock BJ, Sinopsis Psikiatri: ed saddock BJ. Vol. 1. Edisi ke-6.
USA: William and Wilkins; 2010.
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2015.
6. Kaplan, Harorld I, Benjamin J, Sadock, Jack AG. Gangguan Delusional.
Jakarta: Binapura Aksara; 2010.
7. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika. Edisi ke-2. Jakarta;
2015.
8. World Health Organization. World suicide prevention day 2012. World Health
Organization [internet]. 2012. [disitasi pada 1 juli 2020]. Tersedia
dari:http://www.who.int/mediacentre/events/annual/
18