Makalah Harimau Sumatra Candra Vega E1b017005
Makalah Harimau Sumatra Candra Vega E1b017005
Makalah Harimau Sumatra Candra Vega E1b017005
MARGASATWA
TUGAS MAKALAH
Oleh :
CANDRA VEGA
PERNANDO NPM.
E1B017005
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Status harimau Sumatera menurut IUCN Red List (2015), tergolong Critically
Endangered atau spesies yang kritis. Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup harimau
Sumatera terganggu oleh berbagai macam ancaman. Ancaman yang dihadapi seperti
perburuan ilegal untuk perdagangan, kerusakan habitat dan konflik dengan manusia.
Harimau Sumatera merupakan sub spesies dengan ukuran tubuh rata-rata terkecil di
antara sub spesies harimau yang ada saat ini. Harimau sumatera jantan memiliki rata-rata
panjang dari kepala hingga ekor 240 cm dan berat 120 kg. Sedangkan betina memiliki rata-rata
panjang dari kepala hingga ekor 220 cm dan berat 90 kg. (Dephut, 2007)
2
Dalam Dinata Y, Sugardjoto J. 2008 bahwa Harimau sumatra hanya dijumpai di pulau
Sumatera, terutama di hutan-hutan dataran rendah sampai dengan pegunungan. Wilayah
penyebarannya pada ketinggian 2.000 m dpl (O’Brien dkk, 2003), tetapi kadang-kadang juga
sampai ketinggian lebih dari 2.400 m dpl (Linkie etal., 2003). Satwa predator ini setiap hari
harus mengkonsumsi 5-6 kg daging yang sebagian besar (75%) terdiri atas hewan-hewan
mangsa dari golongan rusa (Sunquist, dkk 1999).
Harimau Sumatera memiliki karakteristik yaitu bersifat kriptif/ menyamar dengan ciri
khas loreng kuning keemasan dan garis hitam, bersifat elusive/ sukar dipahami lebih
cenderung menghidar dari perjumpaan langsung dengan manusia, bersifat memiliki kepadatan
populasi rendah yang tergantung dengan kelimpahan mangsa, perilaku soliter dan daerah
jelajah luas, bersifat tergantung satwa mangsa (rusa, babi, kijang atau jenis ungulata), bersifat
memiliki daerah jelajah yang luas (home range) tergantung dari jenis umur dan jenis kelamin
dan memiliki sifat teritorial yaitu daerah kekuasaan untuk bertahan hidup dan berkembang
biak dengan luas minimal 15-20 Km² (Haidir, dkk. 2017).
Hal ini sesuai dengan program pemerintah telah meningkatkan pengamanan dan
pengelolaan harimau sumatera di beberapa kawasan konservasi seperti Taman Nasional
Gunung Leuser (TNGL), Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS), Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Taman Nasional Tesso
Nilo (TNTN),
Taman Nasional Berbak & Sembilang (TNBS) dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)
(Dephut, 2007)
Ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau sumatera adalah aktivitas manusia,
terutama konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan seperti perkebunan,
pertambangan, perluasan pemukiman, transmigrasi dan pembangunan infrastruktur lainnya.
Selain mengakibatkan fragmentasi habitat, berbagai aktivitas tersebut juga sering memicu
konflik antara manusia dan harimau, perburuan serta perdagangan ilegal harimau sumatera dan
produk turunannya. Kemiskinan masyarakat di sekitar hutan dan tingginya permintaan
komersial dari produk-produk ilegal harimau mulai dari kulit, tulang, taring, serta daging
mendorong meningkatnya perburuan satwa tersebut. Upaya menyelamatkan harimau sumatera
dari kepunahan, untuk pertama kalinya pada tahun 1994 pemerintah bersama para pihak terkait
menerbitkan dokumen Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (DITPHKA, 1994)
b. Rumusan Masalah
Dalam struktur piramida makanan, harimau sumatera merupakan top predator pada
posisi puncak piramida. Kondisi tersebut keberadaannya sangat rentan terhadap kepunahan
dibandingkan jenis satwa lainnya. Keberadaan Harimau Sumatera dari tanda-tanda bekasnya
dapat di jumpai habitat hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan (Dinata, 2008)
Harimau sumatera dapat ditemui keberadaannya di hutan sekunder Taman Nasional
Tesso Nila dan Hutan Tanaman Industri (HTI), dan tidak ditemukan di perkebunan Kelapa
Sawit karena aktifitas manusua yang lebih tinggi. Sedangkan populasi satwa mangsanya di
temukan di 3 (tiga) habitat tersebut (Sumitran, 2013)
Taman Nasional Way Kambas memiliki tipe habitat hutan daratan rendah, hutan rawa
dan hutan bekas terbakar (padang alang-alang). Keberadaan Harimau Sumatera dan satwa
mangsa di temukan di 3 (tiga) habitat tersebut (Lestari, 2006)
Populasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis sagat rendah,
sedangkan satwa mangsa seperti babi dan rusa melimpah. Hal ini diperlukan pengaturan
jumlah populasi, jika tidak dilakukan pengaturan akan sangat rentan terjadi ledakan populasi
pada satwa mangsa yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan potensi terjadinya
konflik dengan lahan pertanian masyarakat yang berada di sekitar hutan. (Kuswanda, dkk,
2010)
Kesesuaian habitat Harimau Sumatera di Taman Nasioal Bukit Barisan Selatan di
pengaruhi menggunakan teknologi pengindaraan jauh dan hasil survey lapangan yang
dihubungkan dengan faktor manusia dan lingkungan. Faktor manusia sangat dipengaruhi oleh
jarak dari jalan dan jarak dari tepian area deforestasi dan factor lingkungan di pengaruhi oleh
jumlah satwa mangsa Harimau Sumatera (Suyadi, dkk, 2012)
Kepadatan harimau sumatera di kawasan hutan lindung Batang Hari dalam luas 351,25
Km² adalah 4 (empat) ekor dengan perbangdingan jenis kelamin jantan dan betina sebanyak
1 : 3. Habitat tersebut terdiri dari hutan perbukitan dan hutan sub pegunungan dengan
memiliki fungsi yang sama yaitu penyedia satwa mangsa, penutupan lahan (cover) dengan
bentuk tajuk berlapis dan terdapatnya sumber air yang cukup (Budhiana, R. 2009)
Di Taman Nasional Berbak, populasi Harimau Sumatera teridentifikasi menggunakan
camera trap terdapat 7 ekor individu Harimau Sumatera dengan waktu penelitian selama 4
bulan (Olviana, 2011)
Jumlah populasi Harimau Suatera di alam yang pasti dengan metode ilmiah masih
terus di lakukan kajian oleh para pihak. Dokumen SRAKHS menunjukan hasil penelitian
bahwa estimasi Harimau Sumatera dalam pengelolaan in situ sekitar 400 ekor, pengelolaa ex
situ yaitu
terdapat 127 ekor di Lembaga Konservasi Dalam Negeri dan 244 ekor di Lembaga
Konservasi tersebar di seluruh dunia (Dephut, 2007)
Dalam rangka pemantauan populasi harimau yang dilakukan secara berkelanjutan,
menggunakan metode penelitian secara ilmiah, dapat digunakan oleh seluruh pihak yang
konsentrasi dalam konservasi Harimau Sumatera dan menggunakan metode yang telah di
gunakan di seluruh negara yang memiliki Harimau. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menerbitkan panduan dalam pemantauan dan analisis populasi Harimau
Sumatera yang terstruktur (Haidir dkk, 2017)
b. Pengelolaan habitat Harimau Sumatera
Belum terpadunya upaya konservasi dan eksploitasi sumberdaya alam pada areal yang
berfungsi sebagai habitat harimau di luar Kawasan Konservasi telah menyebabkan habitat dan
populasi harimau di alam menurun secara cepat.
Pola penyebaran harimau sumatera di pengaruhi oleh factor ketinggian, letak sungai,
aktifitas manusia dan ketersediaan satwa mangsa. Home range harimau jantan tumpeng tindih
dengan harimau betina dan ukuran luas home range dipengaruhi ketersediaan mangsa, luas dan
kuliatas habitat dan kepadatan populasi. Perluasan kawasan hutan konservasi di lansekap Teso
Nilo – Bukit Tigapuluh sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian Harimau Sumatera
(Hutajulu, 2007)
Dalam upaya konservasi harimau Sumatera, Kementerian LHK dan para pihak
memberikan dukungan untuk kegiatan-kegiatan berupa peningkatan kualitas SDM, patroli
perlindungan habitat dengan skema RBM (Resort Base Management), restorasi dan
pengembangan koridor, monitoring populasi, dan mitigasi konflik di bentang alam Bukit Tiga
Puluh, Berbak- Sembilang, Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan dan Way Kambas yang
manfaat secara tidak langsung akan melindungi kawasan konservasi habitat dan populasi
Harimau Sumatera serta aktif dalam pengembangan skema PHBM (Pengelolaan Hutan
Berbasis Masyarakat) (Imansyah, dkk. 2015)
Harimau Sumatera yang hidup di Lembaga Konservas di Indonesia tidak memiliki
Musim kawin atau waktu tertentu untuk melakukan perkawinan karena perkawinan terjadi
sepanjang tahun. Untuk menyelamatkan populasi harimau Sumatera yang diambang
kepunahan dapat dilakukan dengan penangkaran secara ex-situ melalui program pengelolaan
penangkaran yang baik seperti perawatan kesehatan harimau Sumatera, pencatatan studbook
dan penyimpanan plasma nutfah (Putra, 2011)
Lembaga Konservasi TMR memiliki lokasi yang cukup luas untuk perkembangbiakan, dan
peningkatan populasi sejak pendirian 1980 hanya memiliki sepasang Harimau Sumatera
mengalami kedatangan 1 ekor, kelahiran 52 ekor, pindah 8 ekor dan mati 19 ekor dan kondisi
tersisa pada tahun 2016 memiliki jumlah total hidup sebanyak 28 Ekor (Yultisman, 2019)
Edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap kelestarian satwa
liar termasuk harimau sumatera. Lembaga Konservasi telah memiliki payung hukum dalam
upaya pelestarian ex situ yang berfungsi dan bertujuan sebagai tempat pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan (Dewi, 2016)
Dalam paparan Direktur KKH KLHK bahwa Strategi dan solusi yang akan ditawarkan
harusnya menjawab semua tantangan. Strategi peningkatan populasi yaitu penyadartahuan
(disadarkan dan disejahterakan harus sinkron), pembinaaan populasi dan habitat,
penanggulangan konflik, perlindungan dan pengamanan, rehabilitasi dan pelepasliaran,
program konservasi ek-situ yang mendukung in-situ (dalam ketentuan 10% harus program ek-
situ harus kembali ke alam) (Imansyah, 2015)
d. Penegakan hukum terhadap perlindungan Harimau Sumatera
Forum HarimauKita menyatakan bahwa permasalahan utama penurunan populasi
Harimau Sumatera adalah perburuan dan perdagangan illegal, konflik dengan manusia,
deforestrasi dan fragmentasi habitat dan kemiskinan. Selain itu ada permasalahan yang lain
yang mendukung penurunan populasi tersebut, antara lain tata kelola SDA yang lemah,
terbatasnya kapasiatas pengelolaan kawasan, kurangnya koordinasi antar instansi di luar
kawasan konservasi, kurangnya kesadaran dalam pengelolaan hutan dan satwa liar
berkelanjutan, lemahnya penegakan hukum, serta kurangnya sistem penglolaan data
(Imansyah, 2015)
Perburuan harimau Sumatera yang terjadi di kawasan hutan konservasi Taman
Nasional Bukit Tigapuluh dilatarbelakangi berbagai macam kepentingan, antara lain yaitu
factor ekonomi (kebutuhan uang untuk mata pencaharian), terjadinya konflik antara manusia
dan harimau, kurangnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan dan satwa
langka yang dilindungi, belum tegasnya penegakan hukum terhadap pencegajan dan tindak
pidana yang terjadi terhadap perburuan dan perdagangan satwa Harimau Sumatera (Irawan,
2014)
Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistemnya, menyatakan bahwa setiap orang dilarang melanggar pasal 19 dan 21 ayat (1)
dan (2) jo. Pasal 40 yang barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran tersebut akan
dipidana kurungan dan denda. Harimau Sumatera adalah satwa liar yang di lindungi oleh
Undang-Undang sehingga setiap orang wajib untuk menjaga kelestariannya (UU.No.5, 1990).
Hal ini juga sesuai dengan PP Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan
satwa liar, harimau Sumatera adalah satwa yang tidak boleh di perjualbelikan. (PP.No.7, 1999)
Harimau sumatera menjadi objek perdagangan bagian tubuhnya, baik diperjualbelikan
di dalam negeri maupun perdagangan gelap di luar negeri. Seluruh bagian tubuh Harimau
memiliki harga jual yang tinggi sangat diminati bagi para pelaku perdagangan illegal.
Persoalan perdagangan ilegal Harimau Sumatera kemudian menjadi perhatian daei berbagai
pemangku kepentingan (stakeholder), bukan hanya pemerintah, namun juga organisasi
internasional, salah satunya adalah WWF (World Wide Fund) Dalam menangani masalah
tersebut WWF secara pro-aktif menjalankan berbagai upaya untuk menangani perdagangan
ilegal harimau diantaranya melalui fungsi informasi, kolaborasi dengan organisasi lain dan
pemerintah, serta membangun fungsi monitoring dan membangun saluran komunikasi.
(Ramadhanthy, 2018)
Sejak 2018, Ditjen KSDAE, KLHK telah menyusun Dokumen Strategi dan Rencana
Aksi Konservasi Harimau Sumatera (SRAK) 2019 – 2029. Saat ini masih dilakukan konsultasi
public I dan II di Kota Jambi dan Kota Padang. Sinergi dengan para pemangku kepentingan
sangat dibutuhkan dalam menyempurnakan Strategi Konservasi harimau Sumatera 10 Tahun
mendatang. Pelestarian harimau sumatera menitikberatkan sebagai bagian dari pembangunan
berkelanjutan di Indonesia. Semoga visi tersebut terwujud dan tertuang dalam tiga misi utama
yakni memastikan keberadaan harimau sumatera, meningkatkan populasi dan habitat, dan
meningkatkan investasi konservasi keanekaragaman hayati yang berkelanjutan (HarimauKita,
2019)
III. KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Harimau sumatra adalah satu-satunya anak jenis harimau endemik Indonesia yang
tersisa. Harimau sumatra kini tersebar di kantong-kantong kawasan hutan konservasi yang
menjadi habitat di Pulau Sumatera. Daya Dukung habitat merupakan salah satu ukuran ukuran
populasi yang sangat penting dalam menentukan kelestarian populasi dalam jangka panjang.
Dalam strategi konservasi harimau sumatera ini dapat disimpulkan, bahwa :
1. Populasi Harimau Sumatera dan satwa mangsanya, memerlukan data yang akurat dan
menggunakan metode ilmiah dapat membantu dalam pengelolaan populasi Harimau
Sumatera dan satwa mangsanya.
2. Pengelolaan habitat Harimau Sumatera, harus ditingkatkan baik luasan dan daya dukung
habitat pengelolaan di dalam kawasan hutan konservasi dan di luar kawasan konservasi.
3. Manajemen pengelolaan instu dan exsitu, kegiatan pengelolaan in situ antara lain
peningkatan kualitas SDM, patroli perlindungan habitat dengan skema RBM (Resort Base
Management), restorasi dan pengembangan koridor, monitoring populasi, dan mitigasi
konflik. Sedangkan pengelolaan ex situ dengan kerjasama pengelolaan bersama Lembaga
Konservasi dengan para pihak sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Adnan, A. 2016. Prediksi Kehadiran dan Koridor Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae, Pocock, 1929) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. UGM.
Yogyakarta.
Budhiana, R. 2009. Karakteristik Habitat dan Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae, Pocock, 1929) di Kawasan Hutan Lindung Batang Hari. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
DEPHUT, 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatra (Panthera tigris
sumatrae) 2010 – 2017. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Dewi, I.G.A.P.S.. 2016. Lembaga Konservasi Satwa dalam Perspektif Perdagangan Satwa
Illegal. Jurnal Magister Hukum Udayana. Vol. 5. No. 2. ; 406-419
DITPHKA, 1994. Strategi Konservasi Harimau Sumatera. Departemen Kehutanan. Jakarta.
KLHK, 2018. Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018. Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. Jakarta
Kuswanda, W. dkk, 2010. Pengelolaan Populasi Mamalia Besar Terestrial di Taman Nasional
Batang Gadis, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol.
VII No. 1: 59-74
Lestari, N.S. dkk, 2006. Studi Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock,
1929) di Taman Nasional Way Kambas. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Olviana, E.A. 2011. Pendugaan Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae,
Pocock 1929) Menggunakan Kamera Jebakan di Taman Nasional Berbak.IPB.
Bogor
Paiman, A. dkk. 2018. Faktor Kerusakan Habitat dan Sumber Air Terhadap Populasi
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae, Pocock, 1929) di Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah III, Taman Nasional Sembilang. Universitas Jambi. Jurnal
Silvika Tropika Vol. 2. No. 2 Juni 2018 : 22-28
Putra, A.E. 2011. Kajian Musim Kawin Harimau Sumatera pada Lembaga Konservasi di
Indonesia. IPB. Bogor
PP Nomor 7 tahun 1999. Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar. Pemerintah Republik
Indonesia. Jakarta
Ramadhanthy, S. 2018. Peran World Wide Fund dalam Menanggulangi Perdagangan Illegal
Harimau Sumatera di Riau. Jurnal of International Relations, Volume 4, Nomor 2,
2018, hal 155-164.
Sunarto, dkk. 2008. Rajut Belang : Panduan Perbaikan Praktik Pengelolaan Perkebunan
Sawit dan Hutan Tanaman Industri dalam Mendukung Konservasi Harimau
Suatera. PHKA, WWF, ZSL dan Forum HarimauKita. Jakarta
Sumitran, R. dkk. 2013. Keberadaan Harimau Sumatera dan Satwa Mangsanya di Berbagai
Tipe Habitat pada Taman Nasional Tesso Nila. Universitas Riau. Pekanbaru
Suyadi, dkk, 2012. Model Spasial Kesesuaian Habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal Berita Biologi. Vol. 11
No. 1 April 2012 : 93-104
Tilson, R., Sriyanto, E.L. Rustiati, Bastoni, M. Yunus, Sumianto, Apriawan, dan N. Franklin
(ed.). Proyek Penyelamatan Harimau Sumatra: Langkah-langkah konservasi dan
Manajemen In-situ dalam Penyelamatan Harimau Sumatra. Jakarta: LIPI.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419).
Yultisman, dkk. 2019. Konservasi Ex Situ Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di
Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa
Bangsa. Vol. 9. No. 1. Januari 2019. ; 29-36.
Wibisono, H. T. 2006. Population Ecology of Sumatran Tigers (Panthera tigris sumatrae)
and Their Prey in Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra, Indonesia. Thesis
Master. The Department of Natural Resources Conservation, University of
Massachusetts, Amherst, MA, USA.
https://www.harimaukita.or.id/siaran-pers-konsultasi-publik-i-region-sumatera-bagian-utara-
strategi-rencana-aksi-konservasi-harimau-sumatra-2019-2029/
https://www.harimaukita.or.id/siaran-pers-konsultasi-publik-ii-region-sumatera-bagian-utara-
strategi-rencana-aksi-konservasi-harimau-sumatra-2019-2029/
16