Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Pidana

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Ilmu Hukum ISSN 2302-0180

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp. 25- 31

BUKTI ELEKTRONIK DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA

Syaibatul Hamdi1, Suhaimi2, Mujibussalim3


1)
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
e-mail : [email protected]
2,3)
Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala

Abstrak: Kemajuan teknologi membuat perkembangan terhadap tindak pidana, seperticyber crime,menggunakan
media komunikasi dan komputer, kendati berada di dunia maya tetapi memiliki dampak nyata dalam menjalankan
suatu perbuatan hukum. Pengaturan alat elektronik diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, Namun aturan
tersebut belum menuntaskan suatu tindak pidana elektronik,karna alat elektronik sebagai alat bukti belum tercantum
dalam KUHAP yang merupakan payung hukum utama dalam pidana, sehingga masih beragam penafsiran aparat
penegak hukum terhadap bukti elektronik.Penelitian ini menjelaskan pengaturan bukti elektronik dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang menjadi multi tafsir aparat penegak hukum dan menjelaskan kekuatan
pembuktian alat bukti elektronik dalam persidangan serta kendala dalam menggunakan alat bukti elektronik pada
pembuktian pidana.Metode dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis emperis. Spesifikasi penelitian
adalah deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder dan primer,Hasil penelitian menunjukkan pengaturan
bukti elektronik belum maksimal, sungguhpun telah terdapat payung hukum yaitu UU No. 11 Tahun 2008 tentang
ITE,Juga pengaturan bukti elektronik dicantumkan dalam beberapa perundang-undangan terkait seperti dokumen
perusahaan, tindak pidana pencucian uang, kearsipan, dan perbankan serta aturan lainya,dan di tambah dengan masih
minimnya sumber daya manusia aparat penegak hukum tentang IT sehingga mempunyai penafsiran yang berbeda
terhadap alat elektronik sebagai alat bukti. Kekuatan pembuktian dengan alat bukti elektronik masih belum kuat, oleh
karena itu keterangan ahli sangat dibutuhkan untuk menguatkan alat elektronik menjadi alat bukti. Kendala yang
terjadi adalah masih kurangnya SDM aparat penegak hukum, belum meratanya polisi cyber, jaksa cyber, hakim dan
sarana pendukung yang belum memadai diseluruh Indonesia.Disarankan kepada pemerintah agar memperhatikan
secara khusus terhadap pengaturan alat elektronik sebagai alat bukti untuk diatur secara rinci dalam RKUHAP dan
RKUHP. Sehingga dalam penegakan hukum tindak pidana cyber crime kedepandapat diselesaikan secara hukum dan
penegak hukum dalam penanganan kasus cyber crime, agar mendengarkan keterangan ahli supaya mendapatkan
petunjuk yang jelas untuk menguatkan alat elektronik sebagai alat bukti yang sah dan kepada Mabes Polri, Kejaksaan
Agung dan Mahkamah Agung agar dapat memberikan fasilitas yang memadai kedaerah-daerah supaya aparat penegak
hukum diseluruh Indonesia dapat memutuskan kasus yang terdapat bukti elektronik secara tepat dan adil.

Kata Kunci: Bukti Elektronik dan Pembuktian Pidana

PENDAHULUAN yang bersifat materiil, yaitu alat bukti yang dapat


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dilihat dan diraba. Di Indonesia, alat bukti yang
yang sangat pesat di bidang telekomunikasi, diperkenankan dan sah diatur dalam Pasal 184
informasi dan komputer telah menghasilkan ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
konvergensi dalam aplikasinya(Sudarsono, tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu alat
2007:234) Konsekuensinya,terjadi pula bukti keterangan saksi, keterangan ahli,surat,
konvergensi dalam peri kehidupan manusia, petunjuk dan keterangan terdakwa. Seluruh alat
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan bukti yang disebutkan dalam KUHAP tersebut
teknologi, semakin lama manusia semakin banyak tidak mengakomodir alat bukti elektronik.
menggunakan alat teknologi digital, termasuk Kasuspidanamulaiterjadi di dunia maya.
dalam berinteraksi antara sesamanya. Oleh karena Ketikakasusdalamdunia maya
itu, semakin lama semakin kuat desakan terhadap tersebutdibawakepengadilanhampirdapatdipastika
hukum, termasuk hukum pembuktian, untuk ntindakpidanadalamdunia maya (cybercrime)
menghadapi kenyataan perkembangan masyarakat. initidakdapatdibuktikankarenatidakadaalatbukti
Pada masa lalu alat bukti yang dapat yang sah menurutundang-undang.
diterima di pengadilan terbatas pada alat-alat bukti sehinggalahirlahUndang-Undang No. 11 Tahun

25 - Volume 1, No. 4, November 2013


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

2008 tentangInformasi dan TransaksiElektronik PENGATURAN BUKTI ELEKTRONIK


(UU ITE). Undang-undang ITE bertujuan DALAM PEMBUKTIAN PIDANA
memberikan kepastian hukum di bidang informasi
Pengaturan Bukti Elektronik dalam
dan transaksi elektronik. Undang-undang tersebut
Perundang-Undangan di Indonesia
mengatur materi-materi penting dalam lingkup
informasi dan transaksi elektronik, seperti Perkembangan teknologi tidak mengurangi
pengakuan asas extra teritorial jurisdiction, perkembangan tindak pidana. Justru dengan
penerapan asas netral teknologi, pengakuan adanya teknologi setiap tindak pidana dapat
Informasi dan Dokumen Elektronik termasuk dilakukan hampir disetiap kesempatan.
tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang Pengaturan regulasi hukum terkait tindak pidana
sah, pengaturan penyelenggaraan sertifikasi bidang elektronik atau yang disebut dengan cyber
elektronik (certification authorithy), Sistem crime, masih dirasa sangat minim. Bahkan
Elektronik, Agen Elektronik, dan nama domain, interpretasi dilakukan dengan mengaitkan
dan pengaturan perbuatan yang dilarang serta beberapa aturan hukum yang lama.
sanksi pidananya. Rapin Mudiardjo menyebutkan bahwa
Namun kehadiran Undang-udang ini belum penggunaan data elektronik sebagai alat bukti di
bisa menuntaskan semua tindak pidana elektronik, pengadilan nampaknya masih dipertanyakan
sehingga masih memunculkan beragam penafsiran validitasnya. Dalam praktek pengadilan di
terhadap bukti elektonik oleh aparat penegak Indonesia, penggunaan data elektronik sebagai
hukum, mulai dari penyedikan sampai ke alat bukti yang sah memang belum biasa
pengadilan. digunakan. Padahal di beberapa negara, data
TujuanpenelitianiniadalahUntuk elektronik dalam bentuk e-mail sudah menjadi
menjelaskan pengaturan bukti elektronik dalam pertimbangan bagi hakim dalam memutus suatu
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang perkara (perdata maupun pidana). Kiranya, tidak
terjadi multi tafsir oleh aparat penegak hukum perlu menunggu lama agar persoalan bukti
terhadap bukti elektronik, dan menjelaskan elektronik, termasuk e-mail, untuk mendapatkan
kekuatan pembuktian alat bukti elektronik dalam pengakuan secara hukum sebagai alat bukti yang
persidangan serta menjelaskan kendala dalam sah di pengadilan, (Rapin Mudiarjo, 2002:14)
menggunakan alat bukti elektronik pada Dalam penjelasan UUITE, paragraf kedua
pembuktian pidana. menegaskan:Saat ini telah lahir suatu rezim
hukum baru yang dikenal dengan hukum siber
METODE PENELITIAN atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber
Jenis dan Spesifikasi Penelitian law, secara internasional digunakan untuk istilah
Penelitian ini menggunakan metode hukum yang terkait dengan pemanfaatan
pendekatan yuridis normative dan yuridis teknologi informasi dan komunikasi. Demikian
empiris, Spesifikasi penelitian ini adalah pula, hukum telematika yang merupakan
deskriptif analitis. perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data informatika. Istilah lain yang juga digunakan
Sumber data yang digunakan dalam adalah hukum teknologi informasi (law of
penelitian ini yaitu data skunder, data skunder itu information technology), hukum dunia maya
sendiri dapat diperoleh dengan menelusuri (virtual world law), dan hukum mayantara.
beberapa bahan hukum, yaitu Bahan hukum Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan
primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer
tersier. Selain menggunakan data sekunder, dalam dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal
penelitian ini juga menggunakan data primer, maupun global (Internet) dengan memanfaatkan
yaitu dengan mengumpulkan data dari penelitian teknologi informasi berbasis sistem komputer
lapangan. yang merupakan sistem elektronik yang dapat
dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang
seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan
penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau
transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal

Volume 1, No. 4, November 2013 - 26


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan beberapa hal yang bersifat elektronik yang
hukum yang dilaksanakan melalui sistem menjadi hal utama dalam pembuktian, antara lain
elektronik. adanya informasi elektronik atau dokumen
Sebelum berlakunya UUITE, pemerintah elektronik, ketentuan hukum mengenai
telah mengesahkan beberapa peraturan pembuktian atas kasus cyber crime telah diatur
perundang-undangan terkait alat elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
sebagai salah satu alat bukti. Pengaturan tersebut Undang Nomor 11 Tahun 2008, yang
dituangkan dalam beberapa tindak pidana yang menyatakan bahwa informasi dan atau dokumen
diklasifikasi sebagai tindak pidana khusus. elektronik dianggap sebagai alat bukti yang sah
Beberapa regulasi tindak pidana khusus tersebut dalam proses pembuktian kasus cybercrimedan
meliputi UU No. 20 Tahun 2001 Tentang alat bukti elektronik tersebut dianggap pula
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. sebagai perluasan dari alat bukti yang berlaku
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan dalam hukum acara pidana yang berlaku di
Tindak Pidana Korupsi (yang telah dirubah Indonesia, dalam hal ini alat-alat bukti yang
berdasarkan UU No. 3 Tahun 2010 tentang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP.
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Namun dalam proses persidangan,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pengamatan hakim dianggap yang paling
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun potensial dalam rangka penemuan hukum untuk
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak perubahan hukum, dengan menggunakan alat
Pidana Korupsi), UU No. 24 Tahun 2003 tentang bukti petunjuk hakim dapat mendapatkan
Mahkamah Konstitusi serta UU No. 25 Tahun keyakinan dengan menghubungkan keterangan
2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang saksi, surat serta keterangan terdakwa untuk
(telah dirubah berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 memperoleh persesuaian. Hakim dapat
tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak menafsirkan segala keterangan yang diberikan
Pidana Pencucian Uang), UU No. 35 Tahun 2009 oleh masing-masing saksi, mengkonfrontasikan
tentang Narkotika dan juga dalam UU No. 24 dengan keterangan terdakwa serta menyesuaikan
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. dengan alat bukti lainnya yang ada. Namun
Sehingga pada tahun 2008lahirlahUndang- pengamatan hakim tidak serta merta memberikan
Undang No. 11 Tahun 2008 tentangInformasi dan keleluasaan hakim untuk mendapatkan keyakinan
TransaksiElektronik (UU ITE), Undang-undang tentang terjadinya tindak pidana dan menentukan
ITE tersebut bertujuan memberikan kepastian pelaku tindak pidana. Dalam melakukan
hukum di bidang informasi dan transaksi pengamatan, hakim dituntut untuk
elektronik. mengedepankan hati nuraninya dalam menilai
Brian A. Prastyo menegaskan UU ITE telah pemeriksaan secara cermat dengan arif dan
mempertegas print out sebagai alat bukti. Ia bijaksana untuk mendapatkan keyakinan tentang
menunjuk pada Pasal 5 ayat (1), dimana jalannya suatu perkara yang sedang diperiksa.
dirumuskan: informasi elektronik dan/atau Permasalahan alat bukti kerap membawa
dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya kesulitan baik lembaga Kepolisian selaku
merupakan alat bukti hukum yang sah. Selain itu, penyidik, lembaga Kejaksaan selaku penuntut
UU ITE telah mengatur tata cara perolehan maupun lembaga Peradilan dalam memeriksa dan
informasi elektronik sebagai alat bukti (pasal 43 memutus perkara. Alat bukti yang ada dalam
ayat 3) dan tata cara pengajuan informasi perundang-undangan sekarang dirasa masih
elektronik sebagai alat bukti (pasal 5 ayat 3 jo sangat terbatas mengingat perubahan yang cukup
pasal 16). Menurut Brian, UU ITE memiliki tiga pesat dalam masyarakat. Selain itu, dalam
keuntungan yaitu lebih memberikan kepastian lapangan hukum pidana penafsiran, baik tentang
hukum, lingkup keberlakuannya lebih luas, dan duduk perkara maupun tentang alat bukti hanya
lebih harmonis dengan lingkungan internasional. terbatas pada penafsiran ekstensif, yaitu
Proses pembuktian pada kasus cyber memberikan tafsiran dengan memperluas arti
crime pada dasarnya tidak berbeda dengan kata-kata dalam peraturan itu, (Edmon Makarim,
pembuktian pada kasus pidana konvensional, 2010:34)Keberadaan alat bukti pengamatan hakim
tetapi dalam kasus cyber crime terdapat ada dalam menggantikan alat bukti petunjuk dengan

27 - Volume 1, No. 4, November 2013


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

segala keterbatasannya dianggap cukup layak. pengadilan. Secara hukum, sepanjang tidak ada
Sebagaimana dibahas juga tentang keutamaan alat penyangkalan terhadap isi dari dokumen, surat
bukti pengamatan hakim dibandingkan alat bukti elektronik (e-mail) tersebut harusnya diterima
petunjuk, diharapkan alat bukti baru yang ada layak bukti tulisan konvensional,(Andi Hamzah,
dalam RUU-KUHAP nanti membawa banyak 2002:15)
perubahan dalam proses penegakan hukum di Untuk kesempurnaan pembuktian melalui
Indonesia. Hakim bukanlah corong undang- bukti elektronik (electronic evidence) sehingga
undang, melainkan sebuah lembaga independen hakim memiliki keyakinan atas terjadinya suatu
yang dapat membuat hukum melalui penafsiran tindak pidana dan seseorang adalah pelakunya,
dan menemukan hukum. hakim memerlukan bantuan seorang ahli
(keterangan ahli), kecuali pembicara dalam
Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Elektronik rekaman tersebut mengakuinya bahwa suara yang
Dalam Persidangan diperdengarkan di muka sidang pengadilan adalah
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 Ayat suara dirinya sendiri. Dalam praktik hukum,
(1) KUHAP, alat bukti yang sah ialahketerangan penggunaan alat perekam dan hasil rekaman telah
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan merupakan bagian dari proses projustisia perkara
keterangan terdakwa, dan dengan sistem pidana. Di dalam KUHAP tidak diatur mengenai
pembuktian negatife wetterlijke dalam hasil rekaman sebagai alat bukti (Pasal 184)
persidangan pidana. Maka, ketentuan tersebut kecuali keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
menempatkan hakim sebagai pemutus perkara petunjuk, dan keterangan terdakwa.
bahwa dalam membuktikan suatu tindak pidana Di dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang
diharuskan ada dua alat bukti yang disertai dengan Telekomunikasi ditegaskan, setiap orang dilarang
keyakinan hakim. melakukan kegiatan penyadapan atas informasi
Klasifikasi mengenai alat elektronik sebagai yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi
alat bukti dalam persidangan pidana telah dalam bentuk apa pun (Pasal 40) kecuali untuk
ditentukan muatannya dalam UU ITE. Kemudian keperluan proses peradilan pidana rekaman
dalam RUU-KUHAP juga direncanakan akan pembicaraan melalui jaringan telekomunikasi
diakomodirnya pengaturan alat elektronik sebagai tidak dilarang (Pasal 42 ayat [2]).
alat bukti dalam persidangan pidana. Menurut Dalam UU No. 20 Tahun 2001 Perubahan
penjelasan pasal 177 ayat (1) huruf c RUU atas UU No. 31 Tahun l999 tentang
KUHAP yang dimaksud dengan “bukti elektronik” Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hasil
adalah informasi yang diucapkan, dikirim, rekaman termasuk alat bukti petunjuk, Pasal 26 A
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan UU tersebut memperluas bukti petunjuk, termasuk
alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
setiap rekaman data atau informasi yang dapat dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik
dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, dan
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu dokumen, yaitu setiap rekaman data atau
sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau
fisik apapun selain kertas maupun yang terekam didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau
secara elektronik yang berupa tulisan, gambar, tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di
peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas
perforasi yang memiliki makna. maupun yang terekam secara elektronik, yang
Andi Hamzah menjelaskan bahwa yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
termasuk alat bukti surat, diantaranya yaitu pesan foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang
pendek melalui SMS (Short Message Services), memiliki makna.
surat elektronik (e-mail) dan data dalam VCD Pada perkara cybercrime alat bukti yang
serta CD, seperti halnya keterangan saksi, alat digunakan adalah
bukti surat tidak dapat berdiri sendiri kecuali alat bukti yang dihasilkan dan mengandung unsur
diperkuat dengan alat bukti lain. Jadi tidak serta teknologi informasi. Informasi dan atau
merta alat bukti surat elektronik (e-mail) karena dokumen elektronik dapat dianggap sebagai alat
tidak ditegaskan secara spesifik sehinggatidak bukti elektronik selain memang ditentukan
bisa diterima sebagai alat bukti yang sah di sebagai perluasan alat bukti pada hukum acara

Volume 1, No. 4, November 2013 - 28


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

yang berlaku berdasarkan Pasal 5 ayat (2) merupakan perluasan dari alat-alat bukti
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang sebagaimana diatur dan berlaku dalam hukum
ITE, juga terhadap alat-alat bukti tersebut dapat acara, khususnya hukum acara pidana, yakni
dilakukan penafsiran secara ekstensif/diperluas, sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP.
sehingga informasi dan atau dokumen elektronik Melihat ketentuan di atas, pada perkara
termaksud kekuatan hukum yang sama dengan cybercrime ini alat bukti yang digunakan adalah
alat bukti pada perkara pidana biasa sebagaimana alat bukti yang dihasilkan dan mengandung unsur
diatur dalam Pasal 184 KUHAP, Penilaian atas teknologi informasi. Informasi dan atau dokumen
kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk elektronik dapat dianggap sebagai alat bukti
sepenuhnya diserahkan kepada hakim setelah elektronik sebagaimana ditentukan sebagai
mengadakan pemeriksaan dengan penuh perluasan alat bukti pada hukum acara pidana
kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati yang berlaku berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) UU
nuraninya (Pasal 188 ayat 3). Pembentuk UU ITE tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
memasukkan ketentuan ayat (3) tersebut karena juga terhadap alat-alat bukti tersebut dapat
alat bukti petunjuk merupakan alat bukti yang dilakukan penafsiran secara ekstensif/diperluas,
masih memerlukan alat bukti lain untuk sehingga informasi dan atau dokumen elektronik
kesempurnaan pembuktian. Kesempurnaan termaksud kekuatan hukum yang sama dengan
pembuktian dimaksud tersirat dalam KUHAP alat bukti pada perkara pidana biasa sebagaimana
(Pasal 183) yang menegaskan bahwa hakim tidak diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali Berdasarkan analsisis di atas, maka alat-alat
apabila sekurang-kurangnya dari dua alat bukti bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu dapat diterapkan pada perkara cybercrime melalui
tindak pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa berbagai instrumen elektronik seperti informasi
terdakwalah yang bersalah melakukannya. elektronik dan atau dokumen elektronik. Alat-alat
Selain itu, terhadap alat bukti petunjuk bukti termaksud merupakan alat bukti yang sah
dituntut kecermatan dan ketelitian seorang hakim secara hukum dan dapat digunakan pada proses
di dalam memberikan penilaiannya, terutama pembuktian dalam perkara-perkara cyber crime,
terhadap ada atau tidak adanya persesuaian antara sesuai ketentuan Pasal 5 Ayat (1) dan (2) UU ITE,
suatu kejadian atau keadaan yang berkaitan sehingga tidak terjadi kekosongan hukum serta
dengan tindak pidana yang menjadi dasar diharapkan dapat mencapai kepastian hukum dan
dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). maka untuk rasa keadilan.
kesempurnaan pembuktian melalui bukti Pembuktian alat bukti elektronik dalam
elektronik (electronic evidence), hakim harus perkara pidana sering ditemui kendala ketika
memiliki keyakinan atas terjadinya suatu tindak memasukkan alat bukti elektronik ke dalam
pidana, dalam hal ini agar hakim memiliki ketentuan alat bukti KUHAP dan cara untuk
keyainan maka hakim memerlukan bantuan mengakui data elektronik sebagai alat bukti yang
seorang ahli (keterangan ahli), kecuali pembicara sah di dalam pengadilan.
dalam rekaman tersebut mengakuinya bahwa Namun kendala yang sangat nyata di alami
suara yang diperdengarkan di muka sidang oleh aparat penegak hukum, mulai dari penyidik,
pengadilan adalah suara dirinya. jaksa dan dan hakim adalah sumber daya manusia
Kendala dalam Menggunakan Alat Bukti yang masih kurang tentang elektronik, sehingga di
Elektronik Pada Pembuktian Pidana Indonesia masih jarang kita dapatkan polisi cyber,
jaksa cyber dan hakim, yang seharusnya para
Pada perkara cyber crime, alat bukti yang aparat hukum cyber ini harus merata diseluruh
sah dan dapat diungkapkan dalam proses wilayah hukum indonesia untuk memutuskan
pembuktian ditentukan berdasarkan Pasal 5 Ayat kasus cyber yang adil dan sah. Kendala lain yang
(1) dan (2) UU ITE, yang menegaskan bahwa dialami aparat penegak hukum adalah belum
informasi dan atau dokumen elektronik dapat memadanya fasilitas pelengkap untuk
dianggap sebagai alat bukti yang sah secara memudahkan alat elektronik dijadikan barang
hukum dalam proses pembuktian, khususnya pada bukti dalam persidangan.
perkara cybercrime. Alat-alat bukti tersebut

29 - Volume 1, No. 4, November 2013


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

KESIMPULAN DAN SARAN crime. Walau dalam mengungkapkan cyber crime


Kesimpulan tersebut para penyidik dan JPU telah mendapatkan
unsur konkret yang termuat dalam UU No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Pengaturan alat bukti elektronik di dalam
Elektronik, hakim sebagai pemutus perkara dalam
Hukum Acara Pidana secara spesifik belum dapat
persidangan dapat menetapkan keyakinan yang
ditemukan dalam KUHAP. Namun, terkait dengan
berbeda dengan penegak hukum lainnya.
berkembangnya zaman dan berkembangnya
Kendala dalam menetapkan alat elektronik
tindak pidana, maka pengaturan alat bukti
sebagai alat bukti dalam persidangan pidana
elektronik dinilai penting. Pengaturan alat
adalah cakupan pengaturan alat bukti elektronik
elektronik sebagai alat bukti mendapat perhatian
masih sangat minim, masih minimnya sumber
khusus dalam legislasi nasional pasca era
daya manusia aparat penegak hukum tentang IT,
reformasi, dimana alat elektronik tersebut
belum meratanya Polisi Cyber, Jaksa Cyber serta
dijadikan alat bukti dalam peraturan perundang-
Hakim, dan sarana pendukung yang belum
undangan yang mengatur tindak pidana khusus,
memadai diseluruh Indonesia.
seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana
pencucian uang, peradilan khusus seperti
Saran
Mahkamah Konstitusi, komisi khusus seperti
KPK, tindak pidana narkoba, serta pengaturan
Disarankan kepada pemerintah agar
dalam beberapa peraturan lainnya seperti
memperhatikan secara khusus terhadap
kearsipan, dokumen perusahaan, dan juga
pengaturan alat elektronik sebagai alat bukti untuk
perbankan. Dari beberapa pengaturan alat
diatur secara rinci dalam peraturan perundang-
elektronik yang dijadikan sebagai alat bukti dalam
undangan khusus, seperti dalam Rancangan Kitab
Hukum Acara Pidana tersebut merupakan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana maupun
pemaparan lebih lanjut dari UU No. 11 Tahun
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pidana. Sehingga dalam penegakan hukum tindak
sebagai payung hukum utama. Dan meskipun
pidana cyber crime dapat diselesaikan secara
sudah ada beberapa aturan tentang elektronik
hukum dan sah. Serta diberikan pelatihan atau
namun karna masih minimnya sumber daya
pembinaan yang merata terhadap aparat hukum
manusia tentang IT sehingga aparat penegak
tentang IT agar tidak terjadi multi tafsir terhadap
hukum dalam melakukan penafsiran hukum
bukti elektronik.
terhadap bukti elektronik mulai dari tingkat
Disarankan kepada setiap para penegak
kepolisian hingga hakim dalam persidangan
hukum dalam menentukan suatu tindak pidana
pidana mempunyai pandangan atau penafsiran
cyber crime agar dapat mendengarkan keterangan
yang berbeda terhadap alat elektronik sebagai alat
ahli mulai dari tingkat penyidikan hingga tingkat
bukti.
penyelesaian kasus di persidangan. Sehingga
Kekuatan hukum alat elektronik sebagai alat
argumentasi dan penafsiran yang digunakan tidak
bukti pada khususnya dalam Hukum Acara Pidana
berbeda serta hakim dalam memutuskan suatu
masih belum kuat, sebelum adanya keterangan
perkara pidana cyber crime, dapat berkeyakinan
dari pihak yang ahli atau pakar elektronik dan
sebagaimana norma hukum yang berlaku serta
telematika sendiri. Sehingga, sungguhpun para
memutuskan perkara dengan adil.
penegak hukum baik itu penyidik kepolisian dan
Disarankan kepada Mabes Polri, Kejaksaan
JPU telah menetapkan suatu kasus sah sebagai
Agung dan Mahkamah Agung agar dapat
tindak pidana cyber crime, namun, apa bila tidak
memberikan fasilitas yang memadai kedaerah-
dikuatkan oleh keterangan ahli maka hakim dapat
daerah supaya aparat penegak hukum diseluruh
memutuskan kasus tersebutbukanlah kasus cyber

Volume 1, No. 4, November 2013 - 30


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Indonesia dapat memutuskan kasus yang terdapat


bukti elektronik secara tepat dan adil. serta
membentuk tim polisi cyber, jaksa cyber dan
hakim yang mengusai tentang cyber di diseluruh
Indonesia.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Buku :
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,
Cetakan kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2002
Edmon Makarim, Tanggung Jawab Hukum
Penyelenggara Sistem Elektronik, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2010.
Sudarsono, Kamus Hukum, PT. Asdi Mahastya,
Jakarta, 2007
Web :
Brian A. Prastyo, UU ITE Jadi Payung Hukum
Print Out Sebagai Alat
Bukti,http://www.hukumonline.com/berita/b
aca/hol20772/uu-ite-jadi-payung-hukum-
iprint-outi-sebagai-alat-bukti-,diakses pada
tanggal 24 Juli 2012.
RapinMudiardjo, Legal Director ICT Watch dan
pengacara. Dapat dihubungi melalui e-mail
[email protected]. Tulisan ini pernah
dimuat oleh Hukumonline.com, 8 Juli 2002,
ftp://pandawa.ipb.ac.id/ictwatch/paper/pap
er022.htm, diakses pada tanggal 23 Juli
2012 .
http://rudini76ban.wordpress.com/2009/06/17/pe
mbuktian-data-elektronik-dalam-
pengadilan/.
http://www.endradharmalaksana.com/content/vie
w/119/46/lang,en/.

31 - Volume 1, No. 4, November 2013

Anda mungkin juga menyukai