Tugas Makalah Kelompok 7
Tugas Makalah Kelompok 7
Tugas Makalah Kelompok 7
Nama Kelompok 7:
HASNIATIN L (P00324019017)
Hastriana Rahmi Jafar (P00324019018)
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha esa karena
berkat rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“penatalaksaan kegawatdaruratan masa persalinan kala III dan IV”
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………..……4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………...…..4
C. Tujuan………………………………………………………………...…4
BAB II. PEMBAHASAN
A. Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Masa Persalinan Kala III dan IV
1. Atonia uteri……………………………………………………………………………4
2. Gejala………………………………………………………………………………………4
3. Pengaruh terhadap maternal……………………………………………………5
4. Retensio Plasenta…………………………………………………………………….6
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2. Bagaimana cara penatalaksanaan kegawatdaruratan masa persalinan kala III dan IV?
3. Langkah-langkah apa sajakah yang dilakukan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan
masa persalinan?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini, sebagai berikut :
1. Menyebutkan jenis-jenis penyulit pada persalinan kala III dan IV
3. Menguraikan gejala yang menyertai berbagai jenis penyulit kala III persalinan
4. Menjelaskan pengaruh berbagai jenis penyulit kala III persalinan pada ibu hamil
PEMBAHASAN
A. Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Masa Persalinan Kala III dan IV
1. Atonia uteri
2. Retensio Plasenta
5. Syok Obstetrik
memahami kasus kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala III dan IV yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
3. Menguraikan gejala yang menyertai berbagai jenis penyulit kala III persalinan
4. Menjelaskan pengaruh berbagai jenis penyulit kala III persalinan pada ibu hamil
1. Atonia uteri
2. Retensio Plasenta
5. Syok Obstetrik
Atonia uteri
Atonia uteri terjadi jika miometroium tidak berkontraksi. Dalam hal ini uterus menjadi
lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta menjadi terbuka lebar.
Penyebab perdarahan post partum ini lebih banyak (2/3 dari semua kasus perdarahan
post partum) oleh Atonia Uteri. Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan
berkontraksi dengan baik setelah persalinan (Saifudin AB, 2002). Sedangkan dalam sumber
lain atonia didefinisikan sebagai hipotonia yang mencolok setelah kelahiran placenta
(Bobak, 2002). Dua definisi tersebut sebenarnya mempunyai makna yang hampir sama,
intinya bahwa atonia uteri adalah tidak adanya kontraksi segera setelah plasenta lahir.
Pada kondisi normal setelah plasenta lahir, otot-otot rahim akan berkontraksi secara
sinergis. Otot – otot tersebut saling bekerja sama untuk menghentikan perdarahan yang
berasal dari tempat implantasi plasenta. Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot –
otot rahim tersebut tidak mampu untuk berkontraksi/kalaupun ada kontraksi kurang kuat.
Kondisi demikian akan menyebabkan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi
plasenta tidak akan berhenti dan akibatnya akan sangat membahayakan ibu.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan
adalah 500 – 800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak
berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang
sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.
Gejala
Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas
atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
Perdarahan terjadi segera setelah anak lahir Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia
sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi pada kondisi ini adalah
darah keluar disertai gumpalan. Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu
lagi sebagai anti pembeku darah.
Tanda dan gejala lainnya adalah terjadinya syok, pembekuan darah pada serviks/posisi
telentang akan menghambat aliran darah keluar
Pucat
Pernapasan cepat
Hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal antara lain :
Persalinan lama. Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-
otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
Infeksi intrapartum
Paritas tinggi. Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan
berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus
segera setelah plasenta lahir.
1. Retensio Plasenta
Retensio plasenta merupakan sisa plasenta dan ketuban yang msih tertinggal dalam
rongga rahim. Hal ini dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan
pospartum lambat (6-10 hari) pasca postpartum.
Penyebab
Menurut Rustam Muchtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri (1998) penyebab rentensio
plasenta adalah :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh terlalu melekat lebih dalam,
berdasarkan tingkat perlekatannya dibagi menjadi :
Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. Kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta.
Plasenta normal biasanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan miometrium.
Atonia uteri adalah ketidak mampuan uterus untuk berkontraksi setelah bayi lahir. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan yang banyak
Adanya lingkaran kontriksi pada bagian rahim akibat kesalahan penanganan kala III
sehingga menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata)
Manipulasi uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan plasenta dapat
menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonika tidak tepat pada
waktunya juga akan dapat menyebabkan serviks berkontraksi dan menahan plasenta.
Selain itu pemberian anastesi yang dapat melemahkan kontraksi uterus juga akan
menghambat pelepasan plasenta.
Pembentukkan lingkaran kontriksi ini juga berhubungan dengan his. His yang tidak
efektif yaitu his yang tidak ada relaksasinya maka segmen bawah rahim akan tegang terus
sehingga plasenta tidak dapat keluar karena tertahan segmen bawah rahim tersebut.
c. Penyebab lain :
Kandung kemih penuh atau rectum penuh Hal-hal diatas akan memenuhi ruang pelvis
sehingga dapat menghalangi terjadinya kontraksi uterus yang efisien. Karena itu keduanya
harus dikosongkan. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan,
tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi
untuk segera dikeluarkan.
Gejala
Perdarahan lanjutan
Serviks mengalami laterasi pada lebih dari separuh pelahiran pervaginatum, sebagian
besar berukuran kurang dari 0.5 cm. Robekan yang dalam dapat meluas ke sepertiga atas
vagina. Cedera terjadi setelah setalah rotasi forceps yang sulit atau pelahiran yang
dilakukan pada serviks yang belum membuka penuh dengan daun forseps terpasang pada
serviks. Robekan dibawah 2 cm dianggap normal dan biasanya cepat sembuh dan jarang
menimbulkan kesulitan.
Gejala :
Berdasarkan tingkat robekan, maka robekan perineum, dibagi menadi 4 tingkatan yaitu:
Tingkat I : Robekan hanya terdapat pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi
tidak mengenai sfringter ani
Tingkat III : Robekan menganai seluruh perineum dan otot sfringter ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum
Perdarahan kala IV atau primer adalah perdarahan sejak kelahiran sampai 24 jam
pascapartum.atau kehilangan darah secara abnormal, rata-rata kehilangan darah selama
pelahiran pervaginam yang ditolong dokter obstetrik tanpa komplikasi lebih dari 500 ml.
a. Atonia uteri
b. Retensio plasenta
Gejala Syok :
Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut)
Ibu yang mengalami perdarahan post partum jenis ini ditangani dengan :
1. Pemberian suntikan Oksitosin
Suntikan Oksitosin 10 IU IM
Tangan kiri di atas simfisis menahan bagian bawah uterus, tangan kanan meregang tali
pusat 5-10 cm dari vulva
Saat uterus kontraksi, tegangkan tali pusat sementara tangan kiri menekan uterus dengan
hati-hati arah dorso-kranial.
3. Mengeluarkan Plasenta
Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta
ibu meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian
keatas dengan kurve jalan lahir
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi belum lahir, dekatkan klem ± 5-10 cm dari vulva
Bila plasenta belum lepas setelah langkah diatas, selama 15 menit lakukan suntikan
ulang 10 IU oksitosin i.m, periksa kandung kemih lakukan katerisasi bila penuh, tunggu 15
menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual.
4. Massase Uterus
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok
fundus secara sirkular mengunkan bagian palmar 4 jam tangan kiri hingga kontraksi uterus
baik (fundus terasa keras).
2. Penatalaksanaan Retensio
Dengan narkosis
Tangan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas
1. Robekan perineum tingkat I : Dengan cut gut secara jelujur atau jahitan angka delapan
(figure of eight)
Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, harus diratakan lebih
dahulu
Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem kemudian digunting
Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut secara terputusputus atau
jelujur. Jahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
Fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik
Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem,
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
Robekan perineum tingkat IV (Kewenangan dokter)
Ingatlah bahwa robekan perineum tingkat III dan IV bukan kewenangan bidan untuk
melakukan penjahitan.
Perdarahan harus minimal jika uterus wanita berkontraksi dengan baik setelah kelahiran
plasenta. Jika ada aliran menetap atau pancaran kecil darah dari vagina, maka bidan harus
mengambil langkah berikut :
a. Periksa konstensi uterus yang merupakan langkah pertama yang berhubungan dengan
atonia uterus
b. Jika uterus bersifat atonik, massase untuk menstimulasi kontraksi sehingga pembuluh
darah yang mengalami perdarahan
c. Jika perdarahan tidak terkendali minta staf perawat melakukan panggilan ke dokter
d. Jika rest plasenta atau kotiledon hilang lakukan eksplorasi uterus, uterus harus benar-
benar kosong agar dapat berkontraksi secara efektif.
e. Jika uterus kosong dan berkontraksi dengan baik tetapi perdarahan berlanjut periksa
pasien untuk mendeteksi laserasi serviks, vagina dan perineum, karena mungkin ini
merupakan penyebab perdarahan (ikat sumber perdarahan dan jahit semua laserasi).
f. Jika terjadi syok (penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, pernafasan cepat
dan dangkal, kulit dingin lembab) tempatkan pasien dalam posisi syok posisi
trendelemburg, selimuti dengan selimut hangat. Beri oksigen dan programkan darah ke
ruangan.
g. Pada kasus ekstreem dan sangat jarang ketika perdarahan semakin berat, nyawa pasien
berada dalam bahaya dan dokter belum datang, lakukan kompresi autik dapat dilakukan
pada pasien yang relatif kurus (kompresi aorta perabdomen terhadap tulang belakang).
Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan khusus untuk
hal-hal berikut ini.
Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat.
Lakukan pemeriksaan keadaan umum ibu secara cepat dan harus dipastikan bahwa jalan
nafas bebas.
Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu tubuh).
Bila ibu muntah, baringkan posisi ibu dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko
terjadinya aspirasi dan untuk memastikan jalan nafasnya terbuka.
Jagalah ibu agar tetap hangat, tetapi jangan terlalu panas karena akan menambah
sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika
memungkinkan, tinggikan tempat tidur pada bahian kaki).
Beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada syok adalah sebagai berikut:
a. Mulailah infus intravena (2 jalur jika memungkinkan) dan berikan cairan infus (garam
fisiologis atau RL) awal dengan kecepatan 1 liter 15-20 menit (40-50 tetes/menit).
b. Berikan paling sedikit 2 liter cairan pada 1 jam pertama. Jumlah ini melebihi cairan yang
dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan. Pemberian infus dipertahankan dalam
kecepatan 1 liter per 6-8 jam.
c. Setelah kehilanggan cairan, sebaiknya dikoreksi, pemberian cairan infus dipertahankan
dalam kecepatan 1 liter per 6-8 jam (16-20 tetes per menit).
Ingat, Jangan berikan cairan melalui mulut pada ibu yang mengalami syok
a. Pantau terus tanda - tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang. Nafas pendek
dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan cairan.
b. Lakukan katetrisasi kandung kemih dan pantau jumlah urin yang keluar.
Penilaian Ulang
a. Nilai ulang keadaan ibu 20-30 menit setelah pemberian cairan. Lakukan penilaian selama
20 menit. Penilaian keadaan umum ibu tersebut untuk menilai adanya tanda - tanda
perbaikan.
Produksi urine bertambah. Diharapkan produksi urine paling sedikit 100 ml/4jam atau
30 ml/jam c. Jika kondisi ibu membaik :
d. Jika kondisi ibu tidak membaik, berarti ibu membutuhkan penanganan selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya
yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamatkan jiwa/ nyawa pasien. Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi
potensial yang mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria.
Melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan pada masa persalinan kala III dan IV:
1. Penatalaksanaan Atonia uteri
2. Penatalaksanaan retensio
3. Penatalaksanaan Robekan jalan lahir
4. Penatalaksanaan Perdarahan Kala IV Primer
5. Penatalaksanaan Syok Obstetrik
B. Saran
Selain menarik kesimpulan di atas, kami juga memeberikan saran sebagai berikut :
1. Adanya makalah ini diharapkan pembaca agar mempelajari isi dari makalah tersebut.
2. Agar lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai kegawatdaruran
Maternal Neonatal masa persalinan yang terbagi atas empat kala.
3. Sebaiknya pembaca mencari buku ataupun mencari di internet mengenai
penatalaksanaan kegawatdaruratan masa persalinan agar lebih memehami asuhan
persalinan.