Makalah Filsafat Manusia - Filsafat UIN Ar-Raniry
Makalah Filsafat Manusia - Filsafat UIN Ar-Raniry
Makalah Filsafat Manusia - Filsafat UIN Ar-Raniry
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia selalu mencari kebenaran dengan menggunakan akal
sehat maupun dengan ilmu pengetahuan dan sepanjang sejarahnya
manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang
sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan
dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan
mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengah dinamika perubahan
yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas
perubahan itu. Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan
kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang
manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final
dikarenakan realitas dalam kehidupan manusia selalu baru, meskipun
dalam subtansinya tidak berubah.
Sejak kecil manusia telah terbiasa dengan istilah roh, baik secara
lisan maupun di dalam batin. Di dalam perjalanan kehidupan sehari-hari,
efek tentang roh di dalam batin itu sangat kuat, bahkan sangat erat
kaitannya dengan perilaku orang itu dalam menghadapi setiap
aktivitasnya. Mengapa sejak kecil manusia telah terlekati oleh konsep
tentang roh tersebut. Secara sportif diakui bahwa pengaruh lingkungan
(keluarga, tetangga, dan seterusnya) begitu kuat. Kita semua menyadari
bahwa di sekitar kita penuh dengan pandangan sesat tentang roh yang
senantiasa ada di dalam tubuh, merasakan, melihat, serta dapat
'bertransmigrasi' ke surga atau ke neraka abadi. Spekulasi ini terus
berlangsung, bahkan para ilmuwan yang selalu berasaskan logika dan
sistematika berpikir masih terus berspekuIasi dalam usahanya
menelanjangi misteri roh.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani
dan ruhani. Manusia lahir dengan membawa potensi fitrah. Potensi-potensi
yang dimiliki oleh manusia tersebut dapat dikembangkan dengan baik dan
produktif melalui proses pendidikan. Selain itu, manusia dalam pertumbuhan
dan perkembangannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas dan
lingkungan.
1
Baharudin. 2005. Aktualisasi Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas
perubahan itu. Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan
kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang
manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final
dikarenakan realitas dalam kehidupan manusia selalu baru, meskipun
dalam subtansinya tidak berubah.
Sejak kecil manusia telah terbiasa dengan istilah roh, baik secara
lisan maupun di dalam batin. Di dalam perjalanan kehidupan sehari-hari,
efek tentang roh di dalam batin itu sangat kuat, bahkan sangat erat
kaitannya dengan perilaku orang itu dalam menghadapi setiap
aktivitasnya. Mengapa sejak kecil manusia telah terlekati oleh konsep
tentang roh tersebut. Secara sportif diakui bahwa pengaruh lingkungan
(keluarga, tetangga, dan seterusnya) begitu kuat. Kita semua menyadari
bahwa di sekitar kita penuh dengan pandangan sesat tentang roh yang
senantiasa ada di dalam tubuh, merasakan, melihat, serta dapat
'bertransmigrasi' ke surga atau ke neraka abadi. Spekulasi ini terus
berlangsung, bahkan para ilmuwan yang selalu berasaskan logika dan
sistematika berpikir masih terus berspekuIasi dalam usahanya
menelanjangi misteri roh.2
2
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Jakarta: Gaya Media Pratama.
senyawa tersebut berasal dari oksigen. karbondioksida, nitrogen, garam
organik, dan ion logam yang umum dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Masalahnya, apakah perbedaan antara zat hidup dan tak hidup. Ciri
utama pembeda zat hidup dan tak hidup adalah kemampuan mereplikasi
diri menghasilkan zat yang memiliki bentuk, struktur molekul, dan massa
yang identik dengan zat asal. Kemampuan ini dimiliki oleh makromolekul
DNA RNA. Melihat hal ini, di dalam sebuah surat kabar ibukota
diberitakan bahwa ada pendapat dari ahli filsafat biokimia yang
mengatakan kalau roh itu ada. maka ada di dalam DNA bahkan
menyamakan DNA dengan roh! Agaknya terlalu pagi untuk memberi
jawaban 'ya' bagi pernyataan tersebut, sebagai sarana mengubah sistem
hidup melalui rekayasa genetika. Pengalaman-pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari secara global dapat dikelompokkan menjadi enam,
yaitu pengalaman melihat, mencium, merasa kecapan, mendengar,
pengalaman sentuhan badan, dan pengalaman melalui pikiran.
Pengalaman-pengalaman itu menyangkut segi batiniah dan kesadaran
yang mengalami tersebut memiliki fungsi yang unik (khas). Munculnya
kesadaran tersebut sepenuhnya tergantung pada kondisi. Sebagai contoh,
kesadaran melihat adalah hasil. Objek penglihatan mengkondisikan
'melihat' sebagai kesadaran melihat. Apabila tidak ada objek penglihatan,
tidak muncul kesadaran melihat. Indera mata, sejenis rupa di dalam mata
yang mampu menerima objek penglihatan, merupakan kondisi lain bagi
proses melihat. Jadi, kesadaran melihat berbeda dengan kesadaran
mendengar, juga berbeda dengan kesadaran lain. Fenomena di atas sangat
berbeda pula dengan anggapan 'umum' yang menyatakan bahwa setiap
kesadaran mengalami objek yang berbeda itu dialami oleh satu 'roh'.
Yang terang buat semua orang ialah, bahwa manusia itu adalah
makhluk yang berbadan. Lihatlah saja, bagaimanakah manusia itu
menjadi sadar, karena badan nya bersatu dengan realitas sekitar sehingga
dia bisa bangkit, menempatkan diri, mengerti sana dan sini, bisa berjalan,
bertindak dsb. Contohnya saja bila manusia cacat badannya mengurangi
kesadarannya dan apalagi jika cacat itu merusak semua keinderaan, maka
manusia juga tidak bisa mengerti dunia, jadi berkat badannyalah dia bisa
menjalankan dirinya.
3
Dr.K.Bertens & Drs.A.A.Nugroho. 1989. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: PT.
Gramedia
Dalam filsafat islam telah terbukti bahwa badan berperan sebagai
perantara bagi aktivitas ruh. Aktivitas yang dilakukan oleh anggota badan
pada hakekatnya sumbernya adalah ruh. Yakni melihat, mendengar,
mencium dan berbicara semuanya terkait dengan ruh. Mata, telinga,
hidung dan lidah hanya sekedar perantara untuk mengetahui segala
masalah-masalah ini. Misalnya sebuah kacamata, orang yang
penglihatannya lemah, ia menggunakan kacamata, lantas apakah
kacamata itu sendiri yang melihat atau kacamata hanya sekedar perantara
bagi mata? Jelas kacamata dengan sendirinya tidak bisa melihat akan
tetapi ia harus diletakkan di depan mata sehingga mata yang kerjanya
adalah melihat dengan menggunakan kacamata ia bisa melihat sesuatu.
Pada hakekatnya mata dalam contoh tersebut sama seperti ruh, dan
telinga, mata dengan lidah seperti kacamata tanpa perantara. Ruh dengan
perantara anggota badan bisa melakukan aktivitasnya dan sebaliknya
tanpa ruh anggota tersebut tidak bisa berbuat apa-apa.
C. Siapakah Manusia
4
Prof. Dr. N. Drijarkara S.J.. 1969. Filsafat manusia. Jakarta: Pustaka Filsafat.
produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari kebutuhannya.
Manusia berhadapan bebas dari produknya dan binatang berproduksi
menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia berproduksi
mnurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang inheren, dikarenakan
manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam
bekerja secara bebas dan universal, bebas I dapat bekerja meskipun tidak
merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai
beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat
menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh
sebab itu menurut Marx manusia hanya terbuka pada nilai-nilai estetik dan
hakekat perbedaan manusia dengan binatang adalah menunjukan hakekat
bebas dan universal.(Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, 1999).
5
Zuhairini, dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
6
Nata, Abuddin. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. IV, Jakarta: Logos
Badan yang menyatu dengan rohani dan rohani yang menyatu dengan
badannya ini membentuk suatu konsep tentang aku. Jadi, kalau manusia
berbicara tentang aku, maka hal ini menunjuk pada aspek bdan dan
rohaninya. Aku bukanlah bdan dan bukanlah jiwa. 7
Aliran ini dapat disebut juga aliran materealisme. Menurut aliran ini
bahwa yang sungguh-sungguh ada itu adalah zat atau materi. Zat atau materi
itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia itu
adalah unsur dari alam. Oleh sebab itu hakikat manusia adalah zat atau materi
7
Drijakarta (1978), Filsafat manusia. Kanisius. Yogyakarta
8
Ki Hajar Dewantara (1977). Tentang Pendidikan. Majelis Luhur Taman Siswa.
Yogyakarta.
(Zuhairini, dkk.,1995: 71). Karena materi berada di dunia, maka pandangan
materialisme cenderung identik dengan sifat duniawi tidak percaya pada sifat
rohani.
Aliran ini disebut juga dengan aliran idealisme. Menurut aliran ini
bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di di dunia ini adalah ruh. Juga hakikat
manusia adalah ruh. Adapun zat itu adalah manifestasi dari ruh di atas dunia
ini. Aliran ini menganggap bahwa ruh itu adalah hakikat manusia, sedang badan
hanyalah bayangan saja. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempatai ruang,
sehingga tidak dapat disentuh dan dilihat oleh pancaindra, sedangkan materi
adalah penjelmaan ruh.
Dasar aliran ini adalah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi
nilainya daripada badan atau materi. Sebagai contoh seseorang yang
meninggal artinya ia tanpa ruh akan dikatakan “Dia telah pergi, dia sudah
tidak ada, dan lain sebagainya. Hubungannya dengan aliran ini maka pendidikan
harus dilaksanakan berdasarkan kodrat kebutuhan rohaniah, terutama untuk
membina rasio, perasaan, kemauan dan spirit (Mohammad Noor Syam, 1988:
163-165).
Aliran Dualisme
Aliran Eksistensialisme
Mereka ini pada hakikatnya mengkaji manusia dari segi apa yang
menguasai manusia secara menyeluruh. Dengan demikian aliran ini
memandang manusia secara menyeluruh tentang cara beradanya manusia di
dunia ini (Zuhairini, dkk., 1995: 71-73). Mereka dihadapkan pada persoalan-
persoalan seperti “Sipakah saya?” dan “Apa makna eksistensi itu?”. Tindakan
kehidupan sehari-hari adalah sebuah proses perumusan esensinya. Setelah ia
mengalami hidup, ia membuat pilihan-pilihan dan mengembangkan kesenangan
dan ketidaksenangannya.9 Melalui tindakan ini ia merumuskan siapa dirinya
sebagai seorang individu. Lewat proses ini ia sampai pada kesadaran bahwa ia
9
Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya
adalah apa yang ia pilih untuk ada dan mempertanggungjawabkan pilihan-
pilihannya. Manusia dihadapkan pada realitas-realitas senyatanya dari
kehidupan, kematian dan makna, dan ia mempunyai kebebasan yang tak
terucapkan untuk bertanggung jawab atas esensi dirinya (George R. Knight,
2007: 129- 13010
10
Arifin, M. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan ruhani.
Manusia lahir dengan membawa potensi fitrah. Potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia
tersebut dapat dikembangkan dengan baik dan produktif melalui proses pendidikan. Selain itu,
manusia dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
hereditas dan lingkungan.
Manusia juga makhluk yang unik. Berkat daya psikis cipta, rasa dan karsanya,
manusia bisa tahu bahwa ia mengetahui dan juga ia tahu bahwa ia dalam keadaan tidak
mengetahui. Manusia mengenal dunia sekelilingnya dan lebih daripada itu, mengenal dirinya
sendiri. Tetapi, manusia selain bisa jujur juga bisa berbohong atau berpura-pura.
Dan dalam bahasa filosofi barat bagaimana antara hubungan fisik dengan mental,
yang jelas pertemuan antara badan dan ruh, merupakan pertemuan dua hakekat yang sama,
yaitu hakekat spiritual. Keduanya larut dalam alam kesatuan yang utuh. Apa yang terjadi
dalam diri manusia, baik yang tampak fisik atau mental, adalah suatu kejadian yang tunggal
yaitu diri manusia itu sendiri. Setiap kejadian yang terjadi pada diri manusia pasti serentak
antara fisik dan mental. Ruh adalah energi kehidupan yang mengandung fungsi dasar
kehidupan itu sendiri. Badan manusia secanggih apapun dan sesempurna apapun, jika tidak
dialiri ruh hanya benda mati belaka. Jiwa adalah program aplikasi yang bisa menyebabkan
seorang manusia memeiliki program dan fungsi sentral. Jiwa inilah yang menyebabkan
seseorang berfungsi sebagai manusia seutuhnya. Badan manusia menjadi tempat dimana jiwa
dan ruh berkumpul dan membuatnya terwujud sebagai makhluk manusia. Semua makhluk
yang berbadan sudah pasti ber-ruh. Ruh yaitu potensi spiritual yang diberikan kepada
manusia untuk meningkatkan kreativitas hidup dan melahirkan kebudayaan.
DAFTAR ISI
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Dr.K.Bertens & Drs.A.A.Nugroho. 1989. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: PT. Gramedia
Prof. Dr. N. Drijarkara S.J.. 1969. Filsafat manusia. Jakarta: Pustaka Filsafat.
Nata, Abuddin. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. IV, Jakarta: Logos
Ki Hajar Dewantara (1977). Tentang Pendidikan. Majelis Luhur Taman Siswa. Yogyakarta.
Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan