Tingkahlaku Reproduksi Ternak
Tingkahlaku Reproduksi Ternak
Tingkahlaku Reproduksi Ternak
Oleh:
Agustaf Umbu Hina Mbaradita
Trisela Orance Taneo
Iwanti Eno
Adriana Mea Lau
Pinky Adelina Nina Bria Seran
Yohanes Ady Setiawan
Theresia Priska Woka
Maria Christine tasya
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa
prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat
untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para ilmuwan
di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis
sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
Banyak penelitian yang pada mulanya telah dilakukan memuat deskripsi mengenai aspek-
aspek tingkah laku yang telah didefinisikan dengan baik. Para ilmuwan yang mempelajari
hewan dalam lingkungan asalnya disebut ethologist.Beberapa sumbangan pemikiran dibuat
oleh para ilmuwan psikologi yang mempelajari hewan dalam lingkungan laboratorium yang
terkontrol, yang kemudian mengubah factor-faktor lingkungannya satu demi satu dan
mencatat pengaruh tersebut pada tingkah laku hewan.
Sapi merupakan jenis ternak yang tergolong dalam famili Bovidae atau ruminansia, yang
memiliki sistem pencernaan dan siklus reproduksi kompleks dan terintegras. Pemahaman
perilaku sapi dan respon perilaku terhadap perubahan apapun yang terjadi sangat penting
untuk mengetahui dampak yang akan ditimbulkan akibat perubahan tersebut, baik dari segi
kesehatan maupun tingkat produksinya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai perilaku
dan perubahan perilaku pada hewan ruminansia tersebut.
2. rumusan masalah
Apa yang dimaksud dengan tingkah laku reproduksi dan cakupannya?
3. tujuan
Agar pembaca memahami Apa yang dimaksud dengan tingkah laku reproduksi dan
cakupannya
BAB II
PEMBAHASAN
REPRODUKSI SAPI
Reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak vital bagi
kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan
(Toelihere, 1994).Proses reproduksi baru dapat berlangsung setelah hewan mencapai masa
pubertas atau dewasa kelamin, dimana proses ini diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan
hormon-hormon yang dihasilkannya (Cole dan Cupps, 1980). Saluruh aktivitas reproduksi
baik hewan jantan maupun betina dipengaruhi oleh kerja hormon. Kerja hormon ini secara
langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh pada proses reproduksi. Pada hewan
betina makanisme hormon reproduksi sangat penting untuk siklus reproduksi.Siklus
reproduksi adalah rangkain seluruh kejadian biologi kelamin mulai dari terjadinya
perkawinan hingga lahirnya generasi baru suatu makhluk hidup. Proses biologi ini
berlangsung secara berkesenambungan termasuk aktivitas reproduksi baik pada hewan jantan
maupun hewan betina (Partodiharjo, 1992). Reproduksi merupakan suatu bagian penting
dalam usaha memajukan peternakan.Kedudukan reproduksi makin dilalaikan karena secara
fisik tidak menunjukkan gejala yang merugikan.Mengetahui mekanisme reproduksi
merupakan hal yang penting untuk meningkatkan efisiensi reproduksi. Pada dasarnya tanpa
reproduksi tidak akan ada produksi serta tingkat dan efisensi reproduksi akan menentukan
tingkat efisiensi reproduksi (Feradis, 2010).
1. Pubertas
Pubertas atau dewasa kelamin adalah umur atau waktu dimana organ- organ reproduksi mulai
berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi (Toelihere, 1994). Pada hewan jantan pubertas
ditandai dengan kemampuan hewan untuk berkopulasi dan menghasilkan sperma disamping
perubahan-perubahan kelamin sekunder lain, sedangkan pada hewan betina ditandai dengan
terjadinya estrus dan ovulasi. Umur sapi dara saat pubertas dapat beragam dari 8 sampai 18
bulan atau 9-13 bulan dengan bobot badan sekitar 260 kg (Dziuk 1973 dalam Hunter, 1980).
Hewan betina muda tidak boleh dikawinkan sampai pertumbuhan badannya memungkin
untuk suatu kebuntingan dan kelahiran normal.Hal ini karena dewasa kelamin terjadi sebelum
dewasa tubuh tercapai.Sapi-sapi dara sebaiknya dikawinkan menurut ukuran dan berat
badannya bukan menurut umur (Toelihere, 1994).Terjadinya fubertas yang lebih awal dapat
menguntungkan karena dapat menguragi masa tidak produktif dan tidak menguntungkan
selama masa hidup ternak.
2. Siklus Berahi
Berahi atau disebut juga estrus adalah dimana hewan betina bersedia menerima pejantan
untuk kopulasi, sedangkan siklus berahi merupakan jarak atau interval antara berahi yang
satu sampai berahi berikutnya (Hafez, 2000).Salisbury and VanDemark (1985) membagi
siklus berahi ini menjadi empat periode menurut perubahan-perubahan yang tampak maupun
tidak tampak yang terjadi selama siklus berahi tersebut, yaitu fase proestrus, estrus,
metestrus, dan diestrus.Fase 1.yaitu :Proestrus merupakan periode persiapan yang
berlangsung selama 2-3 hari. Pada fase ini akan terlihat perubahan pada alat kelamin luar
dengan terjadi perubahan-perubahan tingkahlaku dimana hewan betina gelisah dan sering
mengeluarkan suara yang tidak terdengar (Partodihadjo, 1992). Fese 2.yaitu :Estrus adalah
periode yang ditandai oleh keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina
untuk berkopulasi. Pada fase ini betina siap menerima pejantan untuk berkopulasi dan juga
memperlihatkan tanda-tanda khusus yaitu hewan gelisa, nafsu makan berkurang,
menghampiri pejantan, dan tidak lari bila dinaiki pejantan.Fase 3.yaitu : Metestrus terjadi
setelah fase estrus berakhir. Pada periode ini terjadi pertumbuhan corpus luteum, sehingga
fase ini sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan corpus luteum
(Guyton, 1994).Fase 4.adalahDiestrus dalah periode terakhir dan terlama dari siklus berahi
dimana corpus luteum telah menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran
reproduksi menjadi nyata (Toelihere, 1994).
3. Lama Berahi
Periode estrus pada sapi dapat dinyatakan sebagai saat dimana sapi betina siap sedia dinaiki
oleh pejantan. Periode ini rata-ratanya adalah 18 jam untuk sapi induk dan sedikit lebih
pendek pada sapi dara dengan kisaran normal 12-24 jam (Frandson, 1992). Lama waktu
berahi sangat bervariasi diantara spesies. Lama berahi pada sapi potong rataannya 20 jam
dengan selang waktu 12-30 jam, sedangkan pada sapi perah rataannya 15 jam dengan selang
waktu 13-17 jam. Menurut Trimberger dalam Salisbury dan VanDemark (1985), sapi dewasa
maupun sapi dara memulai berahi pada waktu siang hari atau malam haridengan waktu yang
hampir sama. Kebanyakan periode estrus terjadi cukup lama, sehingga betina yang mulai
berahi malam hari masih tetap berahi pada hari berikutnya di siang hari.
4. Ovulasi
Ovulasi adalah saat pecahan folikel de Graaf dan keluarnya ovum bersama-sama isi folikel
(Partodihadjo, 1992).Ovulasi terjadi dengan pecahnya folikel dan rongga folikel segera
mengecil secara berangsur-angsur diikuti dengan berhentinya pengeluaran lendir. Menurut
Salisbury dan VanDemark (1985), ovulasi pada sapi dewasa dapat terjadi dari 2 jam sebelum
akhir berahi sampai 26 jam sesudah akhir berahi, dengan rata-rata waktu 12,5 jam. Menurut
Salisbury dan VanDemark (1985), salah satu cara untuk menentukan waktu ovulasi pada sapi
yaitu dengan palpasi ovarium sehinga dapat dirasakan adanya penampilan corpus
luteum(CL). Ovulai pada sapi lebih sering terjadi pada ovarium kanan dapi pada ovarium
kiri.Penyebabnya mungkin karena secara otonomi remen berada disebelah kiri dan
penekanannya membatasi aktivitas ovarium kiri tetapi penyebaba pasti belum diketahui.
Deteksi kebuntingan
Kebuntingan adalah suatu periode sejak terjadinya fertilisasi sampai terjadi kelahiran
(Frandson, 1992).Kebuntingan merupakan keadaan dimana anak sedang berkembang dalam
uterus seekor hewan betina (Illawati, 2009).Deteksi kebuntingan dini pada ternak ruminansia
menjadi penting bagi keberhasilan sebuah manajemen reproduksi sebagaimana ditinjau dari
segi ekonomi (Lestari, 2006). Menurut Jainudeen dan Hafez (2000), diagnosa kebuntingan
dini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi ternak yang tidak bunting segera setelah
perkawinan atau IB sehingga waktu produksi yang hilang kerena infetilitas dapat ditekan
dengan penanganan yang cepat, pertimbangan apabila ternak harus dijual, menekan biaya
breeding program yang menggunakan teknik hormonal yang mahal dan mambantu
manajemen ternak yang ekonomis.
2. Estrus
Pada fase ini folikel de graaf sudah matang, sekresi lendir serviks maksimal, dinding folikel
tipis sehingga ternak responsif terhadap pejantan dan ingin dikawini.
3. Metestrus
Fase Metestrus terjadi setelah estrus selesai, ternak menolak untuk kopulasi, ada korpus
haemoragicum pada ovarium, serviks sudah menutup, fase ini terjadi penurunan kadar
estrogen.
4. Diestrus
Fase diestrus tidak ada aktivitas kelamin, ovarium terdapat corpus luteum dan ternak dalam
keadaan tidak bunting, berakhir pada saat regresi corpus luteum.
Tanda-tanda birahi pada ternak ruminansia sebagai berikut :
1. Standing heat (diam saat dinaiki oleh ternak yang lain, yang menaiki juga perlu
diamati)
2. Gelisah
3. Nafsu makan menurun
4. Vulva bengkak dan berwarna merah
5. basah (keluar cairan lendir bening dari vagina)
6. Sering mengeluarkan suara
Deteksi birahi pada peternakan rakyat lebih mudah dilakukan karena pada peternakan rakyat
setiap hari ternak berada dalam pengawasan peternak, sedangkan pada perusahaan peternakan
sekala besar atau jumlah ternak betina yang banyak, pengamatan birahi dilakukan dua kali
sehari pagi dan sore hari, tanda yang lebih mudah diamati adalah pada saat ternak terjadi
standing heat. Tentunya seluruh ternak yang diamati sudah ada eartagnya. Setiap ada kejadian
standing heat dilakukan rekording untuk berikutnya dilakukan perkawinan.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Estrus pada Ternak Ruminansia
a. Kadar hormon dalam tubuh ternak
– Jika hormon-hormon reproduksi bekerja dengan baik maka akan terjadi estus
b. Kecukupan Nutrisi. Defisiensi nutrisi atau kekurangan kandungan nutrisi yang dikonsumsi
oleh ternak dapat mempengaruhi status reproduksi ternak.
c. Kondisi alat reproduksi : kondisi dimana alat reproduksi normal atau tidak. Kondisi ini
berpengaruh terhadap timbulnya estrus.
C. Siklus Birahi
Siklus birahi adalah jarak dari birahi yang satu ke birahi berikutnya. Siklus birahi diatur oleh
mekanisme endokrin dan neuroendokrin yaitu hormon-hormon dari hipotalamus, hipofisis
dan gonad. Siklus birahi pada ternak berbeda-beda tergantung jenis ternaknya. Berikut ini
tabel siklus birah, lama birahi dan ovulasi.
Siklus Birahi, Lama Birahi dan Ovulasi
Hewan Siklus Lama Ovulasi
D. Ovulasi
Salah satu yang sangat penting pada saat birahi adalah terjadinya ovulasi. Karena birahi tanpa
ovulasi tidak akan terjadi fertilisasi. Ovulasi adalah, pecahnya folikel yang telah matang
disertai keluarnya ovum dari folikel tersebut. Lapisan sel telur (ovum) terdiri dari memberan
vitelin, zona pelusida dan comulus oophorus. Ovulasi merupakan rangkaian mekanisme
fisiologis, biokemikal dan biofisikal (samik A, 2017)
REPRODUKSI BABI
Reproduksi hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan seluruh
tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup
khususnya hewan ternak dalam hal ini sudah memasuki sexual maturity atau dewasa kelamin.
Sistem reproduksi pada betina terdiri atas ovarium dan sistem duktus. Pada reproduksi
tersebut melibatkan organ kelamin jantan dan betina serta ditandai dengan peristiwa
pembuahan (fertilisasi). Pembuahan bisa terjadi di luar tubuh maupun di dalam tubuh. Peran
dari reproduksi adalah untuk memberi kelanjutan keberadaan suatu spesies. Karena hewan
bersaing dengan individu lain di lingkungan untuk mempertahankan diri. Definisi Reproduksi
Merupakan suatu proses untuk menghasilkan individu baru dari dirinya sendiri, hal inilah
yang membedakan makhluk hidup dengan yang lainnya. Reproduksi Pada Babi Reproduksi
pada babi dilakukan untuk mempetahankan keturunannya. Jumlah kelahiran (litter size) lebih
dari satu (polytocous) dan jarak perkelahiran pendek. Seekor induk dalam satu tahun dapat
menghasilkan dua kali melahirkan dan 20 ekor anak.
REPRODUKSI AYAM
Reproduksi Jantan
Organ reproduksi ayam jantan terdiri dari testes,Epididimis, ductus deferens, dan organ
kopulasi yang terdapat dalam kloaka. Unggas jantan berbeda dari ternak piaraan
lainnya karena testestidak terdapat dalam skrotum tetapi tetap berada dalam rongga
badan dan terletak didekat tulang belakang dekat bagian anterior.
Mekanisme Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel sperma yang terjadi di epitelium
(tubuli) seminiferi di bawh kontrol hormon gonadotropin dan hipofisis (pituitaria
bagian depan). Tubuli seminiferi ini terdiri atas sel sertoli dan sel germinalis.
Spermatogenesis terjadi dalam tiga fase, yaitu fase spermatogenial, fase meiosis,
dan fase spermiogenesis yang membutuhkan waktu 13 – 14 hari.
Pembentukan Sperma (Spermatogenesis)
Hampir semua spesies hewan tingkat tinggi terutama mamalia mempunyai proses
spermatogenesis yang hampir sama, dalam pembahasan ini akan di jelaskan
mengenai proses spermatogenesis pada manusia.Berikut adalah proses
pembentukan dari sperma itu sendiri.
1. Tempat spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi di testis. Didalam testis terdapat tublus seminiferus. Dinding
tubulus seminiferus terdiri dari jaringan epitel dan jaringan ikat, pada jaringan
epithelium terdapat sel – sel spermatogonia dan sel sertoli yang berfungsi memberi
nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferus terdapat pula sel
leydig yang mengsekresikan hormone testosterone yang berperan pada proses
spermatogenesis.
2. Proses Spermatogenesis
Pada masa pubertas, spermatogonia membelah diri secara mitosis sehingga
menghasilkan lebih banyak spermatogonia. Pada manusia,spermatogonia
mengandung 23 pasang kromosom atau 46 kromosom (diploid). Beberapa
spermatogonia membelah diri kembali, sedangkan lainnya berkembang menjadi
spermatosit primer yang juga mengandung kromosom sebanyak 46 kromosom. Sel
– sel spermatosit primer tersebut kemudian membelah secara meiosis nebjadi dua
spermatosit sekunder yang jumlah kromosomnya menjadi setengahnya
(23kromosom haploid). Selanjutnya spermatosit sekunder membelah lagi secara
meiosis menjadi empat spermatid. Jadi, spermatid.jadi, spermatosit primer
mengalami pembelahan meiosis I yang menghasilkan dua spermatosit sekunder.
Selama pembelahan meiosis II, kedua spermatosit sekunder membelah lagi
menghasilkan empat spermatid. Selanjutnya spermatid berdiferensi menjadi sel
kelamin dewasa(masak) yang disebut spermatozoa atau sperma. Ini juga memiliki
23 kromosom (haploid). Pada manusia proses spermatogenesis berlangsung setiap
hari. Siklus spermatogenesis berlangsung rata – rata 74 hari. Artinya ,
perkembangan sel spermatogonia menjadi spermatozoa matang memerlukan waktu
rata – rata 74 hari. Sementara itu pemasakan spermatosit menjadi sperma
memerlukan waktu dua hari.proses pemasakan spermatosit menjadi sperma
dinamakan spermatogenesis dan terjadi didalam epidemis..
3. Bagian – Bagian Sperma.
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor (flagelata.
Kepala sperma mengandung nucleus. Bagian ujung kepala ini mengandung
akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus lapisan –
lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung
mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energy untuk pergerakan
sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak.
REPRODUKSI KUDA
Reproduksi hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan seluruh
hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup khususnya hewan ternak
dalam hal ini sudah memasuki sexual maturity atau dewasa kelamin. Setelah mengalami
dewasa kelamin,alat-alat reproduksinya akan mulai berkembang dan proses reproduksinya
dapat berlangsung baik ternak jantan maupun betina. Sistem reproduksi pada betina terdiri
atas ovarium dan sistem duktus. Sistem tersebut tidak hanya menerima telur-telur yang
diovulasikan oleh ovarium dan membawa telur-telur ke tempat implantasi yaitu uterus,tetapi
juga menerima sperma dan membawanya ke tempat fertilisasi yaitu oviduk.
Alat-alat reproduksi betina terletak di dalam cavum pelvis (rongga pinggul). Cavum
pelvis dibentuk oleh tulang-tulang sacrum,vertebra coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh
dua os coxae. Os coxae dibentuk oleh ilium,ischium dan pubis. Secara anatomi alat
reproduksi betina dapat dibagi menjadi:ovarium,oviduct,uterus,cervix,vagina dan vulva.
1) Scrotum
Merupakan kantongan di daerah Inguinal (Selangkangan)
Fungsi:
Membungkus dan melindungi testis
Mengatur temperatur yang ideal bagi testis untuk spermatogenesis
Sifat:
Elastis
Peka terhadap temperatur lingkungan
Terdapat:
Tunica Dartos
Banyak kelenjar Keringat
Permukaan tidak rata/berkerut-kerut
Testis berada di kantong scrotum,untuk memperoleh temperatur yang lebih rendah dari
temperatur tubuh (-5ºC) untuk optimalisasi spermatogenesis.
Terletak dalam kantong scrotum
Jumlah sepasang/tunggal
Mengalami desensus testiculorum
Fungsi:
1. Gametogenesis/spermatogenesis. Dikendalikan oleh FSH/SSH
2. Steroidogenesis:sintesis hormon steroid/kelamin Androgen. Dikendalikan
oleh LH/ICSH
FSH dan LH: merupakan hormon Gonadotrofin dari Hipophisis pars Anterior
Kelenjar-kelenjar Aksesoris
Fungsi: menghasilkan medium sperma (cairan/plasma sperma)
Terdiri dari:
1. Gol.Vesicula seminalis/vesiculosa
Volume secresi:80% mengandung
o Prostaglandin ritmik otot polos
o Fruktosa sumber nutrisi spermatozoa
o PH basa
2. Gol. Prostata :Volume secresi:15%
o Sedikit Prostaglandin
o Enzim seminin-mengencerkan sperma
o PH basa
3. Gol. Bulbo Urethralis / Cowper’s
Volume secresi:5%
4. Gol. Littre
Cairan pembilas urethra (emisi)
1.1 Kesimpulan
Tingkah laku ternak merupakan tingkah laku untuk mencapai kenyamanannya dan
menambah perkembanganya. Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama
lain tergantung dari bangsa, umur, dan spesies. Interval antara timbulnya satu periode
berahi ke permulaan periode berikutnya disebut sebagai suatu siklus berahi. Siklus berahi
pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan
diestrus. Tingkah laku seksual pada ternak terlihat apabila dalam masa berahi maka
ternak tersebut akan tampak gelisah, sering berteriak, suka menaiki dan dinaiki
sesamanya, vulva bengkak, berwarna merah, dari vulva keluar lendir, nafsu makan
berkurang. Apabila hewan ternak tersebut pada saat berahi harus diperhatikan secara
khusus karena pada saat berahi ternak mengalami tingkah laku yang berbeda dari
biasanya dan harus segera dikawinkan. Pengaturan siklus birahi dipengarui oleh hormon
reproduksi di dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Suprijatna, Edjeng. 2008. Ilma Dasar Ternak Unggas. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sarengat, W. 1982. Pengantar Ilmu Ternak Unggas. Fakultas Peternakan dan Perikanan
Universitas Diponegoro. Semarang.Sarwono, B. 1993. Ragam Ayam Piaraan. Penebar
Swadaya. Jakarta.Soegiarsih, P. 1990. Diktat Ilmu Ternak Unggas. Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro. Semarang.Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Nalbandov. A.V.1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Jakarta. UI Press.
Rasyaf M., 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
James Blakely and David H. Bade, 1985. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono dan Soedarsono)
https://www.pertanianku.com/mengenal-tingkah-laku-kuda/
https://disnak.lebakkab.go.id/mengenal-estrus-birahi-pada-ternak-ruminansia/