Tugas Proposal Penelitian Kualitatif

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

DAMPAK PERMAINAN GADGET TERHADAP EKSISTENSI

PERMAINAN TRADISIONAL DI SD NEGERI


OESAPA KECIL 2 KOTA KUPANG

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH:
XANDRA FALDO RIBUT ALEXANDER
NIM: 190614755222

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kunci keberhasilan pembangunan disegala
bidang, maka upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan perlu ditingkatkan
melalui pendidikan dan proses belajar dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi. Dalam menjalankan proses pembelajaran siswa merupakan
salah satu komponen yang terlibat langsung. Siswa sangat menentukan
berhasil tidaknya proses tersebut. Disamping siswa, elemen lain yang menjadi
faktor pendukung adalah orang tua dan masyarakat atau lingkungan.
Pendidikan sangat penting untuk masa depan bangsa. Ketika semua
orang berpendidikan maka suatu negara tersebut akan dikatakan maju. Dalam
pendidikan guru sangat dibutuhkan untuk membantu proses belajar siswa dan
memberikan ilmu yang dibutuhkan oleh siswa dan siswa dituntut untuk
belajar. Maka apabila disimak konsep diatas dimana menunjukan pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan merupakan salah satu bentuk pendidikan
yang ada di Indonesia. Pendidikan jasmani merupakan bagian dari suatu
keseluruhan yang bertujuan dalam pembentukan koknitif, afektif, psikomotor.
Mutohir (2004) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani atau
penjas merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan
umum. Lewat program penjasorkes dapat diupayakan peranan pendidikan
untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjasorkes, proses
pendidikan disekolah akan pincang. Sumbangan nyata penjasorkes adalah
untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi
penjasorkes menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran
lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan
kelebihan penjasorkes dari pelajaran-pelajaran lainnya.
Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual,
maka melalui penjasorkes terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan
keterampilan. Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik; dari
pendidikan jasmani, yaitu:
1. Meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa.
2. Meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
3. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta
bagaimana menerapkannya dalam praktik.
Seperti kita ketahui bahwa penjasorkes merupakan bagian integral
dari pendidkan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek
kebugaran psikomotor, aspek sosial dan aspek koknitif dimana ketiga aspek
ini terabaikan dengan perkembangan teknologi yang kian menggelobal dalam
kehidupan manusia baik tingkat usia, jenis kelamin maupun status sosial
(Lutan., dkk 2017). Dimana perkembangan teknologi yaitu adanya handpone,
televisi, komputer, game online menyebabkan aktifitas anak untuk mengikuti
pembelajaran dirumah maupun pada saat proses pembelajaran penjasorkes
kurang diikuti secara baik sehingga terlupakan akan permainan- permainan
tradisional yang membutuhkan biaya sangat murah dan bahkan tanpa biaya.
Pada penelitan yang dilakukan oleh Khasanah dkk., (2011)
mengatakan bahwa permainan tradisional memiliki nilai kearifan lokal,
seperti keberanian, ketangkasan, keterampilan, kelincahan gerak, berfikir
strategis, feeling (naluri) yang terasah, persahabatan, kerja sama, gotong
royong, kasih sayang, menghargai orang lain, bersikap sportif, kepatuhan,
kesabaran, kehati-hatian, mengukur, membandingkan, menafsirkan,
berfantasi, dan lain sebagainya. Andriani & Riau (2012) dalam penelitianya
juga menegaskan bahwa alah satu cara untuk meningkatkan potensi anak di
usia dini adalah dengan bermain. Salat satu permainan yang bisa digunakan
dalam bermain anak usia dini adalah permainan tradisional, karena permainan
tradisional mengandung banyak unsur manfaat dan persiapan bagi anak
menjalani kehidupan bermasyarakat. Adapun manfaat permainan tradisonal
dalam membentuk karakter anak diantaranya yaitu kejujuran, sportivitas,
kegigihan dan kegotong royongan. Sehingga permainan tradisional memiliki
banyak manfaat dan kelebihan diantaranya tidak memerlukan biaya untuk
memainkannya, melatih kreativitas anak, mendekatkan anak-anak pada alam,
sebagai media pembelajaran nilai-nilai, mengembangkan kemampuan
motorik anak, bermanfaat untuk kesehatan, mengoptimalkan kemampuan
kognitif anak, memberikan kegembiraan dan keceriaan, dapat dimainkan
lintas usia, mengasah kepekaan seni anak, mengembangkan kecerdasan sosial
dan emosional anak. Karena ketika mereka melakukan permainan tradisional
yang menjadi lawan mainnya adalah manusia bukan benda mati seperti
gadget.
Berdasarkan penjelasan di atas, permainan tradisional memiliki begitu
banyak manfaat yang dapat dipetik oleh anak-anak untuk membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan agar berjalan dengan cepat dan tepat.
Menguatnya arus globalisasi di Indonesia yang membawa pola kehidupan dan
hiburan baru, mau tidak mau memberikan dampak tertentu terhadap
kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya
kelestarian berbagai ragam permainan tradisional anak-anak.
Menurut Yudiwinata & Handoyo (2014) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa kemajuan teknologi yang terjadi dengan cepat seperti
saaat ini, banyak hal-hal yang berubah, baik yang kita sadari maupun tidak.
Apalagi saat era komunikasi dan informasi menjadi suatu hal yang sangat
dibutuhkan oleh banyak orangt. Demikian pula yang terjadi pada permainan
tradisional yang kita ketahui sebagai salah satu bentuk budaya “lawas” yang
seiring dengan perkembangan waktu tergeser oleh sesuatu yang jauh lebih
modern. Teknologi seakan menjadi hal yang baru dan lebih menarik untuk
dimainkan karena tampilannya lebih menarik.Padahal permainan tradisional
memiliki sangat banyak manfaat untuk membantu tumbuh kembang anak
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional.
Berdasarkan hasil observasi sementara peneliti melihat kenyataan
dilapangan terlebih di SD Negeri Oesapa Kecil 2 Kupang terhadap
permainan-permainan tradisional tidak diikuti secara utuh, terlebih lagi
apabila guru juga tidak membelajarkan permainan tradisional pada saat
pembelajaran dalam bentuk pemanasan. Anak-anak cenderung tidak antusias
terhadap permainan tradisional dan permainan tradisional yang diajarkan oleh
guru membuat siswa-siswi merasa bosan.
Ketua Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia, menyatakan
sekitar 65% anak-anak di Indonesia sudah tidak lagi mengenal permainan
tradisional sebagai dampak dari perkembangan teknologi yang ada.
Perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini menghantarkan manusia
memasuki zaman era digital atau era cyber, dimana berbagai macam
teknologi digital dapat diakses dengan lancar dan bebas sehingga kita
dituntut untuk menjadi generasi yang melek teknologi.Generasi ini sejak kecil
sudah terpapar dengan teknologi sehingga diperkirakan ketergantungan
generasi ini pada teknologi lebih besar dari pada generasi Z.
Lunturnya permainan tradisional di kalangan anak-anak seperti yang
telah dipaparkan diatas menarik perhatian dari banyak pihak. Sebelum
teknologi berkembang, perminan modern lebih sulit untuk dijumpai
dikalangan masyarakat pedesaan dengan perkembangan zaman dan teknologi
semakin berkembang pertumbuhan, Dengan adanya permainan modern Krisis
karakter anak yang diakibatkan oleh kemajuan jaman semakin modern, semua
serba otomatis dan digital. Efek dari era modernisasi ini adalah perubahan
aktivitas bermain anak dari yang semula permainan tradisional beralih ke
permainan modern/digital yang identik dengan penggunaan teknologi seperti
games on-line, video game serta play station. Sehingga permainan tradisional
menjadi hal yang asing dan mulai terabaikan di kalangan anak-anak saat ini.
Ketertarikan terhadap permainan modern saat ini semakin akut, sehingga
sangat mempengaruhi tingkah lalu dan kebiasaan anak. Banyak yang tertarik
untuk meneliti tentang fenomena ini seperti penelitian yang dilakukan oleh
Saputra (2017) mengatakan bahwa dampak yang muncul karena fenomena itu
sangat memprihatinkan, berpengaruh pada prestasi belajar anak, krisis
karakter dan memiliki perilaku agresif, bahkan menjerumuskan anak dalam
tindak kriminal seperti pencurian dan pemerkosaan, serta menyebabkan anak
mengalami kepribadian ganda yang bias berujung pada kematian.
Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui ada atau
tidaknya dampak dari permainan gadget terhadap eksistensi permainan
tradisional di SD Negeri Oesapa Kecil 2 Kupang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas. Maka dapat
dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana Dampak Permainan Gadget
Terhadap Eksistensi Permainan Tradisional di SD Negeri Oesapa Kecil 2
Kupang?”.

C. Landasan Teori
1. Konsep Permainan
1) Pengertian permainan
Kurnati (2016) bermain adalah kegiatan yang terjadi secara
alamiahpada anak, anak tidak perlu dipaksa untuk bermain. Kurnati
(2016) kembali menegaskan bahwa bermain sebagai suatu kegiatan
yang dilakukan anak dengan atau tanpa sadar menggunakan alat yang
menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberikan
kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak.
Upton (2012) bermain telah didefinisikan sebagai perilaku yang
bergantung padakonsekuensi- konsekuensinya. Contohnya, suatu
perilaku dapat dikategorikan sebagai perkelahian main-main karena
anak-anak tetap bersama-sama sesudahnya, perilaku yang sama dapat
didefinisikan sebagai agresi jika anak-anak menjadi berpisah setelah itu.
Uraian pendapat di atas disimpulkan bermain merupakan kegiatan
yang dilakukan secara alamiah yang dilakukan anak-anak dengan
menggunakan alatatau tidakuntuk menghasilkan informasi, kesenangan
dan mengembangkan imajinasinya.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain
Rifa’i & Anni (2012) menyebutkan bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi kegiatan bermain antara lain sebagai berikut:
a. Kesehatan.
Anak yang memiliki fisik sehat akan mengikuti kegiatan bermain
dengan lebih aktif bila dibandingkan dengan anak yang tidak sehat.
b. Penerimaan sosial dari kelompok bermain.
Jika anak diterima kelompok bermainnya, maka ia cenderung akan
menyukai permainan ini.
c. Tingkat kecerdasan.
Kecerdasan setiap anak berbeda-beda, sehingga cenderung
menikmati permainan yang sesuai dengan tingkat kecerdasannya.
d. Jenis kelamin.
Umumnya, anak laki-laki menyukai kegiatan yang sifatnya aktif dan
membutuhkan gerak seluruh anggota tubuh, seperti berlari,
memanjat, berkejaran, dan lain sebagainya, anak perempuan
cenderung menyukai kegiatan yang konstruktif dan yang lebih
tenang.
e. Alat permainan.
Ketersediaan alat permainan juga penting agar kegiatan bermain
berjalan lancar dan tepat sasaran.
f. Lingkungan
Lingkungan yang mendukung membuat kegiatan bermain lebih
menyenangkan dan maksimal.
Faktor-faktor di atas kita bisa lihat bahwa anak tidak hanya bermain
begitu saja namun anak harus dituntun untuk bisa beradaptasi dengan
lingkungan dan sesuatu yang dimainkan agar anak tersebut bisa merasa
senang. Upton (2012) menambahkan beberapa faktor yang
mempengaruhi bermain, yaitu:
a. Pengaruh-pengaruh keluarga.
Persepsi orang tua tentang bahaya (contohnya, jumlah jalan raya
yang harus diseberangi, kepadatan lalulintas) juga ditemukan
mempengaruhi pengguna area-area bermain luar ruang oleh anak-
anak. Ibu memiliki peran suportif penting dalam perkembangan
interaksi-interaksi bermain pengandsian di usia dini.
b. Umur.
Permainan praktik paling sering terlihat dimasa
prasekolah.Sedangkan permainan konstruktif populer di masa
sekolah dasar.
Kesimpulan di atas maka orang tua sangat berperan dalam memilih
tempat dimana anak akan bermain karena orang tua akan merasa gelisah
ketika anak bermain di tempat-tempat yang berbahaya dan juga umur
anak harus kita lihat juga karena permainan anak masa prasekolah
berbeda dengan usia sekolah dasar. Anak usia prasekolah akan sering
bermain permainan praktik dan anak usia sekolah dasar akan bermain
permainan konstruktif .
3) Fungsi permainan
Bermain memiliki hubungan tak terpisahkan dengan perkembangan
sosial, kognitif, dan linguistik awal. Bermain digambarkan sebagai
sesuatu yang penting bagi kesehatan mental dan fisik serta
kesejahteraan sosial dan emosional.
a. Kesejahteraan psikologis.
Bermain membantu mengatasi kecemasan dan konflik.Bermain
melepaskan ketegangan, memungkinkan anak-nak mengatasi
masalah-masalah kehidupan.Terapi bermain didasarkan pada
gagasan ini dan memungkinkan anak mengatasi energi yang berlebih
dan melepaskan emosi-emosi yang terkungkum. Dalam terapi,
bermain juga memberikan kesempatan untuk menganalisis konflik-
konflik anak dan cara-cara menghadapinya. Anak-anak juga dapat
merasa tidak terancam dan lebih mungkin mengekspresikan
perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya.
b. Perkembangan kognitif.
Bermain simbolik menigkatkan perkembangan kognitif. Melalui
bermain, anak-anak mampu melatih kompetensi-kompetensi dan
keterampilan- keterampilan mereka secara rileks dan menyenangkan.
Sementara itu, konflik-konflik dalam bermain dan pembahasan serta
negosiasi aturan- aturan ketika melakukan permainan-permainan
dianggapmempengaruhi perkembangan penalaran moral Piaget,
(dalam Upton, 2012:133).
c. Perkembangan sosial dan emosional.
Bermain meningkatkan afiliasi dengan teman-teman sebaya dengan
meningkatkan kemungkinan anak-anak untuk berinteraksi dan
berkomunikasi, sehingga mendorong terbentuknya suatu
pertemanan. Hubungan dengan teman-teman sebaya dan afiliasi
kelompok juga penting bagi perkembangan identitas diri.Bermain
(terutama bermain sosiodrama) juga dikaitkan dengan perkembangan
pengaturan diri, yakni kemampuan mengendalikan pikiran-pikiran,
perasaan, dan perilaku-perilaku kita sendiri.
d. Perkembangan Fisik.
Bermain juga memungkinkan anak-anak melatih keterampilan-
keterampilan motorik mereka yang sedang berkembang.
Dari fungsi bermain diatas maka kita tahu bahwa bermain memiliki
hubungan tak terpisahkan dengan perkembangan sosial, kognitif dan
linguistik awal. Bermain digambarkan sebagai sesuatu yang penting
bagi kesejahteraan psikologis, perkembangn kognitif, perkembangan
sosial dan emosional dan perkembangan fisik.
Kurniati (2016) menjelaskan bahwa kontribusi bermain terhadap
perkembangan sejumlah fungsi mental yang tinggi. Berikut ini paparan
singkat mengenai pengaruh bermain terhadap perkembangan anak:
a. Pengaruh bermain terhadap nalar.
Bermain fantasi membantu perkembangan kemampuan anak untuk
bernalar. Bermain membantu anak untuk memisahkan makna dari
objek-objeknya.
b. Pengaruh bermain terhadap imajinasi dan kreativitas.
Dalam bermain imajinatif, anak dapat memasuki suatu dunia fantasi
dan melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya dalam
kehidupan nyata.
c. Pengaruh bermain terhadap memori.
Suasana bermain dapat menghasilkan ingatan yang lebih baik bagi
anak daripada sekedar dalam tugas menamai atau menyentuh objek.
Pada saat anak melekatkan objek dalam situasi representasional dan
bermakna, maka saat itu anak-anak menyediakan pondasi yang vital
untuk ingatan.
d. Pengaruh bermain terhadap bahasa.
Bermain fantasi yang melibatkan interaksi dengan orang lain, sangat
memfasilitasi perkembangan bahasa anak.
e. Pengaruh bermain terhadap perilaku sosial.
Dalam bermain anak melatih pengendalian diri yang merupakan
suatu prasyarat untuk dapat berperilaku sosial yang positif.
Bermain dapat berpengaruh pada sejumlah mental yang tinggi kerena
anak bermain maka pemikirannya mulai terlatih seperti pengaruh
bermain terhadap nalar, pengaruh bermain terhadap imajinsi dan
kreatifitas, pengaruh bermain terhadap memori, pengaruh bermain
terhadap bahasa dan pengaruh bermain terhadap perilaku sosial.
2. Konsep Permainan Tradisonal
1) Pengertian permainan tradisional
Permainan tradisional merupakan kegiatan bermain yang dilakukan
anak-anak yang berasal dari budaya Indonesia. Permainan ini
dimainkan oleh anak-anak secara bersamaan, berkelompok,
bekerjasama dalam mencapai tujuan permainan dengan aturan yang
telah ditetapkan. Tidak semua jenis permainan tradisional bisa
dimainkan anak semua usia (Wijayanti, 2016). Sedangkan Kurniati
(2016) menjelaskan bahwa pengertian permainan tradisional merupakan
suatu aktivitas permainan yang umbuh dan berkembang di daerah
tertentu, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan
masyarakat dan diajarkan secara turun-temurun satu generasi ke
generasi berikutnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional merupakan
permainan yang berasal dari budaya sendiri yang diajarkan secara
langsung yang dimainkan oleh anak-anak secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan yang sudah diterapkan dan permainan ini selalu
diajarkan secara generasi ke generasi berikutnya.
2) Jenis-jenis permainan tradisional
Permainan rakyat tradisional untuk bertanding terdiri dari tiga
kelompok, yaitu: (1) permainan yang bersifat strategis (game of
strategy), seperti permainan galah asin; (2) permainan yang lebih
mengutamakan kemampuan fisik (game of physical skill), seperti
bakiak; serta (3) permainan yang bersifat untung-untungan (game of
change). Kurniati (2016) menyebutkan tentang jenis-jenis permainan
tradisional yang mungkin masih banyak dilakukan oleh anak-anak,
yaitu: bebentengan, congklak, dogdog lojor, ecor gatrik, kobak, meong
bangkok, ngadu karbit, ngadu muncang, oray- orayan, pal-palan,
prang-pring, pacublek-cublek suweng, sar-sur, serok, susumputan,
turih oncom, ucing kalangkang, ucing peungpeun, ucing kuriling, dan
galah Bandung. Di sini ada tiga kelompok permainan rakyat tradisional
yang digunakan untuk bertanding yaitu: (1) Permainan yang bersifat
strategis, (2) Permainan yang lebih mengutamakan kemampuan fisik
dan yang ke (3) Permainan yang bersifat untung-untungan.
3) Manfaat permainan tradisional
Setiap permaian rakyat tradisional sebenarnya mengandung nilai-nilai
yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan anak-anak.
Permaiana rakyat tradisional selain dapatmemupuk kesatuan dan
persatuan juga dapat memupuk kerja sama, kebersamaan, kedisiplinan,
dan kejujuran. Nur (2013) menyebutkan salah satu dari karakter dalam
permainan tradisional yang dapat membentuk karakter positif pada anak
yaitu permainan tradisional menilik nilai luhur dan pesan-pesan moral
tertentu seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab,
sikap lapang dada (kalau kalah), dorongan berprestasi, dan taat pada
aturan, semua itu didapatkan kalau si pemain benar-benar menghayati,
menikmati, dan mengerti sari dari permainan tersebut.
Manfaat permainan sebagai sarana pendidikan anak-anak, dapat
memupuk kesatuan dan persatuan, memupuk kerja sama, kebersamaan,
kedisiplinan dan kejujuran. faktor lain dalam permainan tradisional
yaitu membentuk karakter positif pada anak.
4) Hambatan pelaksanaan permainan tradisional
Kurniati (2016) menyebutkan tentang hambatan-hambatan yang
mungkin muncul pada saat anak-anak melakukan permainan tradisional,
sebagai berikut:
a. Pemahaman orang tua dan guru yang kurang mendukung terhadap
aktivitas bermain yang dilakukan oleh anak. Beberapa orang tua
menganggap bahwabermain merupakan aktivitas yang sia-sia dan
membuang-buang waktu atau bahkan merupakan hal yang sepele.
b. Guru di sekolah mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan
bermain kedalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya guru
didalam kelas jarang melakukan permainan, karena pemahaman
tentang implementasi aktivitas yang belum tepat.
c. Kekhawatiran guru dan administrator sekolah, yang menduga bahwa
permainan tradisional yang akan dilakukan mungkin akan
mengganggu aktivias pembelajaran karena dapat menimbulkan
kebisingan dabn keributan dan hal ini dapat mengganggu pelajaran
di kelas lain.
d. Kurangnya pengetahuan pihak sekolah mengenai permainan-
permainan tradisional yang dapat dijadikan media pembelajaran.
e. Lahan yang tidak memadai untuk melakukan permainan. Hal ini
disebabkan karena umumnya permainan tradisional memerlukan
lahan yang cukup luas sehingga anak-anak bebas bergerak ke mana
pun yang dia suka. Lahan umum terbuka yang dapat dijadikan
tempat untuk bermain sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Laporan
UNICEF menunjukkan bahwa separuh anak di kota kehilangan
tempat untuk bermain.
3. Gadget
1) Pengertian Gadget
Gadget dalam bahasa Inggris artinya perangkat elektronik kecil yang
mempunyai fungsi khusus. Hal yang membedakan gadget dengan
perangkat elektronik lainnya pada unsur “kebaruan”, hari kehari gadget
selalu menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup manusia
menjadi lebih praktis (Swarnadwitya, 2013). Sedangkan Wijanarko &
Setiawan (2016) menyebutkan bahwa gadget baik laptop, ipad, tablet
atau smartphone adalah alat teknologi yang berisi aneka aplikasi dan
informasi mengenai semua hal yang ada didunia ini.
Gadget dalam perangkat elektronik yang dibuat agar memiliki fungsi
lebih baik dan praktis. Gadget dibuat lebih lengkap dari pada elektronik
lain karena memiliki banyak fungsi.
2) Jenis-Jenis Gadget
Irawan & Armayati (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
gadget memiliki cakupan luas. Hampir setiap perangkat elektronik kecil
dengan kemampuan khusus dan menyajikan teknologi yang baru bisa
disebut gadget. Beberapa gadget yang sering digunakan adalah :
a. Iphone adalah telephone yang dirancang dan dipasarkan oleh
perusahaan apple dan memilikikoneksi internet dan multimedia.
b. Ipad adalah sebuah produk komputer tablet buatan apple, memiliki
bentuk tampilan yang hampir serupa dengan ipod Touch dan iphone,
hanya saja ukurannya lebih besar dibandingkan kedua produk
tersebut dan memiliki fungsi-fungsi tambahan seperti yang ada pada
sistem operasi.
c. Blackberry adalah perangkat genggam nirkabel yang memiliki
kemampuan layanan.
Jenis-jenis gadget yang memiliki manfaat untuk kehidupan kita
sekarang ini sudah sering kita gunakan dalam keseharian kita. Gadget
sekarang ini selalu dekat dengan kita dan selalu kita gunakan untuk
membantu melancarkan hidup kita. Untuk sekarang ini jenis gandget
yang paling kita butuhkan adalah telephone dan laptop.
3) Pengaruh Gadget
Wijanarko & Setiawan (2016) menyatakan bahwa orang tua merasa
bersalah, ketika mereka sibuk seharian dan memberikan gadget untuk
menyenangkan dan menyibukkan anaknya. Padahal menggunakan
gadget terlalu lama dapat merusak beberapa kemampuan anak. Gadget
berpengaruh baik terhadap kemampuan tertentu, namun juga
berpengaruh buruk terhadap kemampuan lainnya. Wijanarko &
Setiawan (2016) juga kembali bahwa menuturkan stimulasi berlebihan
dari gadget (dan televisi) bisa merusak kemampuan anak mengontrol
diri (emosi sosial). Anak-anak yang bermain game dari gadget,
memang bagus secara logika, namun dalam hal kemampuan emosi-
sosial, menunjukkan kemampuan yang semakin berkurang seiring
dengan naiknya tingkat kecanduan gadget.
Dalam sebuah studi yang dilakukan National Institute of Education
(NIE) di Singapura untuk usia dini dan pendidikan khusus, bagaimana
balita di Singapura menggunakan gadget seperti laptop, tablet dan
smartphone. Hasil yang didaptkan dari studi ini yaitu banyak yang tidak
menyadari risiko yang terlibat dalam penyalahgunaan danpenggunaan
berlebihan dari perangkat tersebut. Berikut ini perincian mengenai
pengaruh gadget terhadap perilaku anak dan kemampuan anak antara
lain:
a. Masa bermain di dunia nyata menjadi berkurang.
Apabila anak sudah terlalu asyik dengan gadget maka anak enggan
lagi untuk bermain-main di dunia nyata karena lebih nyaman dan
aman, tidak akan diledek, dihina teman, membuat anak-anak dengan
mudah lari dari kenyataan.
b. Cenderung menjadi pemalas.
Gadget membentuk kebiasaan yang cenderung hanya menyimak
(apalagi sambil duduk atau tidur-tiduran) tanpa ada tindakan fisik
scara nyata dan memicu terjadinya sifat malas, seperti malas makan,
malas mandi, malas belajar, malas bermain, malas keluar rumah,
malas bermain bersama teman, malas bermain di udara terbuka dan
sebagainya.
c. Komunikasi dengan orang tua semakin jauh.
Kurangnya komunikasi antara anak dan orang tua menyebabkan
hubungan semakin renggang sehingga dapat memicu terbentuknya
keluarga yang tidak harmonis.
d. Kurang dapat bersosialisasi.
Waktu anak untuk bersosialisasi akan hilang apabila anak larut
dengan lingkungan di sekitarnya sehingga dapat mempengaruhi
proses bersiosialisasinya. Selain itu bermain game di gadget, tidak
mengembangkan dampak permainan atau pilihan yang diambil
dalam permainan tersebut terhadap teman atau perasaan orang lain.
Kepekaan terhadap lingkungansekitar, baik dengan tetangga dekat,
teman dan kenalan semakin pudar apabila dalam kesehariannya anak
hanya bermain gadget.
e. Menjadi gelisah apabila anak tidak pegang gadget.
Suatu kebiasaan yang sudah menyatu dalam jiwa adalah sulit untuk
dihilangkan, demikian halnya dengan kebiasaan selalu memegang
gadget.
Gadget terhadap anak sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-
hari. Gadget yang digunakan anak terlalu lama dapat merusak mata
anak, anak jadi susah mengontrol emosi, masa bermain di dunia nyata
menjadi berkurang, cendrung menjadi pemalas, komunikasi dengan
orang tua menjadi jauh, kurang bersosialisasi dengan masyarakat dan
gelisah tidak memegang gadget karena sudah terbiasa.

D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Akademis
1) Peranan sekolah dalam memperhatikan siswa yang lebih cenderung
memperhatikan pembelajaran pada permainan gadget.
2) Perhatian guru terhadap siswa yang cenderung mengunakan media
gadget.
2. Kegunaan Praktis
1) Menjadi masukan bagi guru dan orang tua siswa terhadap penggunaan
media gadget dan melupakan nilai-nilai permainan tradisional.
2) Penelitian ini menjadi masukan bagi peneliti kelak menjadi guru
penjasorkes.
3) Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi guru-guru penjasorkes.
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada umumnya metode merupakan cara atau langkah melakukan
sesuatu. Metode menurut Dwiyanto (2009) adalah suatu prosedur atau cara
yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jadi metode penelitian
merupakan cara yang digunakan peneliti untuk bisa mencapai tujuan
penelitian. Ditinjau dari jenis datanya penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Creswell (2017) menyatakan bahwa “penelitian kualitatif merupakan metode-
metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah
individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan”. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif diharapkan dapat
diungkapkan eksistensi dari permainan tradisional di SD Negerri Oesapa
Kecil 2 Kota Kupang.

B. Kehadiran Peneliti
1. Peran Peneliti
Peneliti berperan sebagai pengamat instrumen yaitu melakukan
wawancara sekaligus sebagai pengamat yang terlibat secara langsung
dilokasi penelitian serta mencari dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan masalah penelitian dimaksud.
2. Informan Penelitian
Yang menjadi informan adalah murid kelas V dan guru SDN Oesapa
Kecil 2 Kupang.

C. Lokasi Penelitian
Adapun tempat dilaksanakan penelitian ini yaitu SD Negeri Oesapa
Kecil 2 Kupang pada kelas V.
D. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah
subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2010). Senada dengan itu
Moleong (2016), menyatakan sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain.
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang
yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.
Data primer disebut juga data asli atau data baru (Ananda & Fadhli, 2018).
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari
sumber-sumber yang telah ada. Data itu biasanya diperoleh dari
perpustakaan atau laporan-laporan, dokumen peneliti yang terdahulu. Data
skunder disebut juga data tersedia (Ananda & Fadhli, 2018).

E. Prosedur Pengumpulan Data


Maksum (2012), pada dasarnya ada lima cara pengumpulan data, yaitu
tes dan pengukuran, wawancara, observasi, angket, dan dokumentasi. Namun
yang dipakai peneliti dalam penelitian ini menggunakan cara pengumpulan
data, yaitu :
1. Observasi.
Observasi yaitu pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk
melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2010). Dengan
menggunakan teknik observasi ini maka penulis berusaha untuk
mengamati kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan yang terkait dengan
masalah penelitian yang bertujuan untuk penulis agar dapat memecahkan
masalah penelitian.
2. Wawancara
Menurut Moleong (2016) wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan
informasi yang tepat dari informen yang terpercaya. Peneliti melakukan
wawancara langsung dengan responden dilokasi penelitian dengan
berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.
3. Dokumentasi
Menurut Maksum (2012) dokumentasi sering di salah maknai dengan
penggunaan istilah dokumentasi dalam konteks kepanitiaan, yang
bersentuhan dengan foto dan potret-memotret. Dalam konteks penelitian,
metode dokumentasi adalah upaya mengumpulkan data melalui catatan,
arsip, transkip, buku, koran, majalah, dan sebagainya.

F. Analisis Data
Berdasarkan penelitian ini analisa data merupakan bagian yang sangat
penting karena analisa data dapat memberikan arti yang berguna dalam
memecahkan masalah penelitian. Dari data-data yang telah dikumpul
dianalisa dengan menggunakan metode diskriptif kualitatif yakni
menggambarkan permasalahan yang ada dan diuraikan secara kualitatif,
menurut Sugiyono (2019) yang bertujuan untuk penulis supaya bisa
memecahkan masalah yang terkait dengan masalah penelitian yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah merangkum, memilih data, data pokok dan
memfokuskan data-data penting yang berhubungan dengan variabel
penelitian data yang akan direduksi adalah hasil wawancara terhadap
pemain mengenai peranan wasit futsal saat memimpin pertandingan.
2. Display Data
Display data adalah penyajian data-data variabel penelitian dalam
bentuk teks naratif pada tahap ini peneliti akan menyajikan kesimpulan
tentang peranan wasit futsal saat memimpin pertandingan.
3. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan jawaban-jawaban atas semua masalah
berdasarkan data-data mengenai variabel penelitian pada tahap ini peneliti
akan menyajikan kesimpulan tentang peranan wasit futsal saat memimpin
pertandingan.
G. Pengecekan Keabsahan Temuan
Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan
untuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang
mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak
terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif (Moleong, 2016).
Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang
dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji
data yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi
uji, credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Sugiyono,
2014).
Agar data dalam penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan
sebagai penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji
keabsahan data yang dapat dilaksanakan.
1. Credibility
Uji credibility (kredibilitas) atau uji kepercayaan terhadap data hasil
penelitian yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang dilakukan
tidak meragukan sebagai sebuah karya ilmiah dilakukan.
1) Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan dapat meningkatkan kredibilitas atau
kepercayaan data. Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti
kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan
sumber data yang ditemui maupun sumber data yang lebih baru.
Perpanjangan pengamatan berarti hubungan antara peneliti dengan
sumber akan semakin terjalin, semakin akrab, semakin terbuka, saling
timbul kepercayaan, sehingga informasi yang diperoleh semakin banyak
dan lengkap.
Perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian
difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh. Data
yang diperoleh setelah dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, ada
perubahan atau masih tetap. Setelah dicek kembali ke lapangan data
yang telah diperoleh sudah dapat dipertanggungjawabkan/benar berarti
kredibel, maka perpanjangan pengamatan perlu diakhiri.
2) Meningkatkan kecermatan dalam penelitian
Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan maka
kepastian data dan urutan kronologis peristiwa dapat dicatat atau
direkam dengan baik, sistematis. Meningkatkan kecermatan merupakan
salah satu cara mengontrol/mengecek pekerjaan apakah data yang telah
dikumpulkan, dibuat, dan disajikan sudah benar atau belum.
Untuk meningkatkan ketekunan peneliti dapat dilakukan dengan cara
membaca berbagai referensi, buku, hasil penelitian terdahulu, dan
dokumen-dokumen terkait dengan membandingkan hasil penelitian
yang telah diperoleh. Dengan cara demikian, maka peneliti akan
semakin cermat dalam membuat laporan yang pada akhirnya laporan
yang dibuat akan smakin berkualitas.
3) Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai waktu. Dengan demikian
terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan
waktu.
a. Triangulasi Sumber. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh peneliti sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan
(member check) dengan tiga sumber data (Sugiyono, 2010).
b. Triangulasi Teknik. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda. Misalnya untuk mengecek data bisa melalui
wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian
kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka
peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar
(Sugiyono, 2010).
c. Triangulasi Waktu. Data yang dikumpulkan dengan teknik
wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, akan
memberikan data lebih valid sehingga lebih kredibel. Selanjutnya
dapat dilakukan dengan pengecekan dengan wawancara, observasi
atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-
ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya (Sugiyono,
2010).
4) Analisis kasus negatif
Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang
berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan,
berarti masih mendapatkan data-data yang bertentangan dengan data
yang ditemukan, maka peneliti mungkin akan mengubah temuannya
(Sugiyono, 2010).
5) Menggunakan bahan referensi
Yang dimaksud referensi adalah pendukung untuk membuktikan data
yang telah ditemukan oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, sebaiknya
data-data yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto atau
dokumen autentik, sehingga menjadi lebih dapat dipercaya (Sugiyono,
2010).
6) Mengadakan member check
Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data
yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
Jadi tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan
akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang
dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2010).
2. Transferability.
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian
kualitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil
(Sugiyono, 2010). Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai transfer sampai
saat ini masih dapat diterapkan/dipakai dalam situasi lain.
Bagi peneliti nilai transfer sangat bergantung pada si pemakai,
sehingga ketika penelitian dapat digunakan dalam konteks yang berbeda di
situasi sosial yang sedang berbeda validitas nilai transfer masih dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Dependability
Reliabilitas atau penelitian yang dapat dipercaya, dengan kata lain
beberapa percobaan yang dilakukan selalu mendapatkan hasil yang sama.
Penelitian yang dependability atau reliabilitas adalah penelitian apabila
penelitian yang dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian yang
sama akan memperoleh hasil yang sama pula.
Pengujian dependability dilakukan dengan cara melakukan audit
terhadap keseluruhan proses penelitian. Dengan cara auditor yang
independen atau pembimbing yang independen mengaudit keseluruhan
aktivitas yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian.
Misalnya bisa dimulai ketika bagaimana peneliti mulai menentukan
masalah, terjun ke lapangan, memilih sumber data, melaksanakan analisis
data, melakukan uji keabsahan data, sampai pada pembuatan laporan hasil
pengamatan.
4. Confirmability
Objektivitas pengujian kualitatif disebut juga dengan uji
confirmability penelitian. Penelitian bisa dikatakan objektif apabila hasil
penelitian telah disepakati oleh lebih banyak orang. Penelitian kualitatif uji
confirmability berarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan
proses yang telah dilakukan.
Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang
dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi syarat atau standar
confirmability. Validitas atau keabsahan data adalah data yang tidak
berbeda antara data yang diperoleh oleh peneliti dengan data yang terjadi
sesungguhnya pada objek penelitian sehingga keabsahan data yang telah
disajikan dapat dipertanggungjawabkan.
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulksn data agar kegiatan tersebut
menjadi sistematismatis dan dipermudah oleh instrumen tersebut (Arikunto,
2010). Pada penelitian ini merupakan penelitian kualitatif sehingga instrumen
dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri yang bertugas untuk
menetapkan fokus penelitian, memilih informasi, sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,
menafsirkan data dan membuat kesimpulan, sedangkan alat yang menjadi
instrumen pelengkap seperti kamera, tap recorder, pedoman observasi serta
pedoman wawancara. Pada petunjuk pedoman dapat di jabarkan sebagai
berikut:
1. Pedoman Observasi
Observasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang baik dan mendukung untuk pengumpulan data
yang diperlukan.
2. Pedoman Wawancara
Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara
terstruktur. Wawancara ini digunakan bila peneliti telah mengetahui
dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam
melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian
berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang suda disiapkan. Berikut ini
adalah pedoman wawancara seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel Pedoman Wawancara

No Data yang akan diwawancara


1. Murid
2 Guru
Tabel Daftar Pertanyaan Untuk Siswa
Jawaban
No
Pertanyaan Terhadap Siswa Ya Tidak Ket
1 Apakah anda mengetahui gadget ?
2 Apakah anda mempunyai gadget?
3 Apakah orang tua yang membelikan gadget?
4 Apakah kalian senang bermain gadget?
5 Apakah orangtua melarang anda untuk
membawa
gadget ke sekolah?
6 Apakakah kalian menyukai permainan
tradisional?
7 Apakakah permainan tradisional masih anda
mainkan?
8 Apa betul permainan tradisional lebih sering
anda
mainkan dari pada bermain gadget?
9 Apakah anda lebih senang bermain gadget dari
pada bermain permainan tradisional?
10 Apakah anda sering membawa gadget ke
sekolah?
11 Apakah anda sering bermain gadget di sekalah?
12 Apakah anda bermain gadget setiap hari?
13 Apakah anda bermain permainan tradisional
setiap hari?
14 Apakah dengan bermain gadget anda bisa
berinteraksi dengan orang lain?
15 Apakah dengan mempuyai gadget anda lebih
percaya diri?

Tabel Daftar Pertanyaan Untuk Guru


Jawaban
NO Ket
Pertanyaan Terhadap Guru Ya Tidak
Apakah ibu pernah membatasi anak dalam
1
penggunaan gadget?
Apakah prestasi anak menurun ketika
2
menggunakan gadget?
Apakah ibu melarang anak untuk membawa
3
gadget?
Apakah ibu sering mengawasi anak dalam
4
penggunaan gadget?
Apakah anak senang ketika bermain
5 permainan
tradiaional?
Apakah anak merasa bosan ketika bermain
6
permainan tradisional?
7 Apakah anak membawa gadget ke sekolah?
Menurut ibu, apakah penggunaan gadget dapat
8
mempengaruhi prestasi belajar anak?
Apakah ibu setuju dengan dibolehkannyan
9 anak
membawa gadget ke sekolah?
Apakah ada anak yang pada saat pemelajaran
10
memainkan gadget?
Apakah gadget itu penting untuk
11 meningkatkan
prestasi belajar anak?
Menurut ibu apakah peran orang tua sangat
penting untuk membatasi anak dalam
menggunaan gadget demi meningkatkan
12
prestasi
belajar?
Apakah ibu menggunakan gadget pada saat
13
mengajar?
Apakah ibu pernah mengijinkan anak untuk
14
membawa gadget?
Apakah menurut ibu anak memegang gadget
15 itu
baik?
DAFTAR PUSTAKA

Ananda, R., dan Fadhli, M. 2018. Statistik Pendidikan. Medan: CV Widya


Puspita.
Andriani, T & Riau, K, S. 2012. Permainan Tradisional Dalam Membentuk
Karakter Anak Usia Dini. Sosial Budaya, 9(1).
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Creswell, W, J. 2017. Research Design. Amerika Serikat: SAGE Publication, Inc.
Irawan, J., & Armayati, L. 2013. Pengaruh Kegunaan Gadget Terhadap
Kemampuan Bersosialisasi Pada Remaja. Jurnal An-Nafs, 2(2).
Maksum, Ali. 2012. Metodologi Penelitian. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Moleong, Lexy, J. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rodakarya.
Mutohir, Gusril, T, C. 2004. Perkembangan Motorik Pada Masa Anak- Anak.
Jakarta: Erlangga.
Nur, Haerani. 2013. Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak
Tradisional. Jurnal Pendidikan Karakter, 3(1).
Khasanah, I., Prasetyo, A., & Rakhmawati, E. 2011. Permainan Tradisional
Sebagai Media Stimulasi Aspek Perkembangan Anak Usia Dini. PAUDIA:
Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1).
Kurniati, Euis. 2016. Permainan Tradisional Dan Peranannya Dalam
Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak. Jakarta: Prenada Media Group.
Lutan, R., dkk. 2017. Pengukuran Dan Evaluasi Penjaskes. Jakarta: Depdikbud
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Riduwan. 2010. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Cv. Alfabeta.
Rifa’i, A, & Anni, C, T. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Saputra, S. Y. 2017. Permainan Tradisional Vs Permainan Modern Dalam
Penanaman Nilai Karakter Di Sekolah Dasar. ELSE (Elementary School
Education Journal): Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah
Dasar, 1(1).
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Upton, Penney. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Wijanarko, Jarot & Setiawati, Ester. 2016. Ayah Baik Ibu Baik Parenting Era
Digital. Jakarta: Keluarga Indonesia Bahagia.
Yudiwinata, H, P & Handoyo, P. 2014. Permainan Tradisional Dalam Budaya
Dan Perkembangan Anak. Paradigma, 2(3).

Anda mungkin juga menyukai