Kelompok 4

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Ke: 11 Hari/Tanggal : Kamis/ 02 Mei 2019

Biokimia Nutrisi Tempat : Laboratorium Biokimia


Praktikum Mikrobiologi Nutrisi

ENZIM AMILASE

Kelompok: 4/ G1

Anggota:
Mahirah Firdaus (D24180006)
Chemistry Melika D. K (D24180007)
Sipah Rahayu (D24180013)
Alisa Fuji Agustin (D24180014)
Raisa Meilania (D24180016)
Desy Noviyanti (D24180024)
Kuntoro Dharmajati (D24180027)
Yayang Ila Yulianti (D24180030)
Muhammad Rafi H (D2180041)
Eka Puspitasari (D24180045)
Adinda Putri PS (D24180048)
Rokhmatun Isnaini (D24180050)
Himmatin Khusna (D24180055)
Rifki Ramadan (D24180060)

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Enzim merupakan biokatalisator bagi reaksi-reaksi yang terjadi di dalam


tubuh makhluk hidup. Sebagai biokatalisator, enzim memiliki spesifitas yang
sangat tinggi baik terhadap reaktan (substrat) maupun jenis reaksi yang
dikatalisisnya. Menurut Sumardjo (2009), enzim merupakan sekelompok protein
yang mengatur dan menjalankan perubahan-perubahan kimia dalam sistem
biologi. Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu,
pH, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat. Keberadaan inhibitor juga dapat
memengaruhi aktivitas enzim. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan
molekul substrat untuk menghasilkan senyawa turunan melalui suatu reaksi kimia
organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan
reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi
membutuhkan waktu lebih lama. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang
artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau
reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat
tetap.
Enzim yang digunakan dalam praktikum ini adalah enzim amilase. Enzim
amilase adalah enzim pemecah karbohidrat dari bentuk majemuk menjadi bentuk
yang lebih sederhana. Misalnya, pati dan glikogen dipecah menjadi maltosa,
maltotriosa atau oligosakarida. Enzim ini terdapat dalam air liur (ptialin) dan
getah pankreas yang membantu pencernaan karbohidrat dalam makanan. Menurut
Poedjiadi (2006), enzim amilase dapat memecah ikatan amilum hingga terbentuk
maltosa. Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α-amilase, β-amilase, dan γ-
amilase. Enzim amilase terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α-
amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut
endoamilase sebab, enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul
amilum. Enzim ini bekerja dengan mengkatalis hidrolisis karbohidrat yang berupa
pati menjadi dekstrin dan kemudian menjadi maltosa. Pati yang merupakan
polisakarida dan tidak larut dalam air dingin serta membentuk koloid pada air
panas memiliki reaksi spesifik dengan iodium.
Enzim dihasilkan oleh organ-organ pada hewan dan tanaman yang secara
katalitik menjalankan berbagai reaksi, seperti hidrolisis, oksidasi, reduksi,
isomerasi, adisi, transfer radikal, pemutusan rantai karbon. Enzim amilase dapat
ditemukan di tubuh hewan seperti di pankreas sapi dan babi, mulut hewan, serta
terdapat di duodenum.

Tujuan

Terdapat beberapa tujuan dari praktikum ini. Tujuannya adalah


mengetahui kecepatan optimum (waktu) enzim amilase dari air liur sapi atau
manusia dan saliva buatan (Mc Dougall) dalam menghidrolisis amilosa dan
pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase.
TINJAUAN PUSTAKA

Enzim Amilase

Enzim amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber mikroorganisme,


tanaman, dan hewan (Aiyer 2005). Molekul amilum akan dipecah oleh amilase
pada ikatan α-1.4-glikosida dan α-1.6-glikosida (Richana 2009). Amilase
dibedakan menjadi endoamilase dan eksoamilase. Endoamilase umumnya dikenal
sebagai α-amilase, sedangkan eksoamilase dikenal sebagai β-amilase (Sumardjo
2009). Enzim amilase adalah enzim yang mempunyai kemampuan memecah
ikatan glukosida pada polimer pati. Penggunaan amilase dilaporkan mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Permintaan akan enzim golongan amilase telah
mencapai sekurang-kurangnya 25% dari keseluruhan pasar enzim (Vaseekaran et
al 2010). Kelompok enzim ini memiliki banyak variasi dalam aktivitasnya, sangat
spesifik, tergantung pada tempatnya bekerja (Sianturi 2008). Seiring dengan
penemuan-penemuan baru mengenai enzim amilase, kelompok dari amilase
semakin bertambah. Beberapa kelompok dari enzim amilase adalah α-amilase, β-
amilase, dan γ-amilase (Aiyer 2005).
Enzim amilase merupakan salah satu enzim pencernaan yang berasal dari
getah pankreas. Enzim amilase juga terdapat di dalam duodenum, namun
sumbernya berasal dari pankreas, duodenum merupakan muara dari getah
pankreas. Enzim ini berfungsi untuk mendegradasi karbohidrat (pati) menjadi
monosakarida dalam proses metabolisme tubuh dan sebagai penghasil energi
dalam bentuk ATP (Mahardikaningrum 2012). Enzim amilase adalah enzim
ekstraseluler. Aktivitas enzimatiknya tergantung pada suhu dan pH eksternal
(Jayanti 2011).

Saliva Manusia

Saliva adalah suatu cairan mulut yang kompleks, tidak berwarna, yang
disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan minor untuk mempertahankan
homeostasis dalam rongga mulut. Pada orang dewasa yang sehat, diproduksi
saliva kurang lebih 1.5 liter dalam waktu 24 jam (Yunus 2008). Fungsi saliva
adalah sebagai pelumas rongga mulut, komponen yang berperan adalah air, musin
dan glikoprotein yang kaya akan prolin. Sebagai antimikroba, komponen yang
terlibat dalam hal ini adalah laktoferin, lisozim, laktoperosidase, sIgA, musin,
histatin dan protein kaya-prolin. Berfungsi mempertahankan pH rongga mulut
karena adanya komponen HCO3 - dan PO4 . Dengan adanya kandungan air, saliva
berfungsi sebagai self cleansing. Air juga berfungsi membantu pengunyahan dan
bicara karena mengandung enzim amilase, protease, lipase, nuklease, musin dan
gustin. Saliva selalu menutupi mukosa sehingga integritas mukosa terjaga, dalam
hal ini yang berperan adalah musin dan air (Ayuningtyas et al 2009).
Kelenjar saliva manusia menghasilkan hampir 600 ml saliva serous yang
mengandung elektrolit, buffer, enzim dan inhibitor enzim, faktor pertumbuhan,
sitokin, dan immunoglobulin. Sekresi saliva dikendalikan oleh sistem persarafan,
terutama sekali oleh reseptor kolinergik. Rangsang utama untuk peningkatan
sekresi saliva adalah melalui rangsang mekanik. Saliva mempunyai beberapa
fungsi penting di dalam rongga mulut, diantaranya sebagai pelumas, aksi
pembersihan, pelarutan, pengunyahan dan penelanan makanan, proses bicara,
sistem buffer, dan yang paling penting adalah fungsi sebagai pelindung dalam
melawan karies gigi. Saliva adalah hasil dari berbagai kelenjar saliva yang terletak
di bawah mukosa mulut (Yunus 2008).

Saliva Mc Dougall

Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit
yaitu sodium, potassium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan
terdiri dari protein yang berperan sebagai enzim, immunoglobulin, antimikroba,
glikoprotein, albumin, polipeptida, dan oligopeptida yang berperan dalam
kesehatan rongga mulut. Larutan saliva dapat mempertahankan pH pada mulut
sekitar 6.8 (Sahri 2010). Saliva Mc Dougall atau dikenal dengan saliva buatan
berfungsi sebagai pengatur kestabilan pH selama proses fermentasi berlangsung
(Suningsih et al 2017). Larutan saliva buatan digunakan sebagai suatu medium
buffer yang menyerupai kondisi rumen yang sesungguhnya yaitu 39-40 dan pH
6.5 sampai 6.8. Pembuatan saliva buatan ini mengacu kepada metode McDougall
(Hikall et al 2015). Saliva buatan dibuat dengan menggunakan teknik in vitro
yang merupakan suatu percobaan fermentasi bahan pakan secara anaerob dalam
cairan rumen dan larutan penyangga (Tillman et al 1998). Saliva buatan ini
berfungsi sebagai pelumas dan surfaktan yang membantu proses mastikasi dan
ruminasi (Arora 1989).

Larutan Amilosa

Amilosa tersusun dari molekul-molekul -glukosa dengan ikatan glikosida


(1-4) membentuk rantai linier. Larutan amilosa berperan dalam meningkatkan
kekerasan (Niken dan Adepristian 2013). Menurut Southgate (1991), amilosa
memiliki bobot molekul 103 sampai 5×105 Dalton. Amilosa dengan bobot molekul
rendah memiliki rantai lurus yang pendek sehingga cenderung lebih mudah larut
dalam air (Suriani 2008). Amilosa dengan bobot molekul yang rendah cenderung
memiliki rantai lurus yang pendek. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kadar
amilosa yang dihasilkan. Sehingga amilosa yang memiliki rantai pendek dominan,
lebih mudah untuk berikatan kembali dan ikatannya sangat kuat, sehingga
retrogradasi yang terjadi semakin besar. Adanya ikatan yang kuat antar amilosa
selama retrogradasi menyebabkan semakin banyak air yang terpisah dari gel pati
ketika gel pati diletakkan pada suhu ruang. Keluarnya air dalam jumlah besar
selama proses retrogradasi menyebabkan sineresis yang tinggi (Abo et al 2010).
I2 dalam KI

I2 temasuk zat padat yang sukar larut dalam air, dimana kelarutannya
sebesar 0.0013 mol/ L pada suhu 25 , tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI
karen membentuk ion I3-. Oleh karena itu untuk melarutkan I2 digunakan KI
sebagai pelarut. Larutan I2 ini tidak stabil sehingga perlu dilakukan proses
pembakuan berulang kali. Ketidakstabilan larutan I2 disebabkan oleh penguapan,
reaksi I2 dengan karet, gabus, dan bahan organik lain yang mungkin masuk dalam
larutan lewat debu dan asap, oksidasi oleh udara pada pH rendah dimana oksidasi
ini dipercepat oleh cahaya dan panas. Oleh karena itu, larutan sebaiknya disimpan
dalam botol coklat yang gelap pada tempat sejuk serta dihindarkan kontak dengan
bahna organic maupun gas pereduksi seperti SO2 dan H2S (Harijadi 1993).

MATERI DAN METODE

Materi

Alat
Terdapat beberapa alat yang digunakan dalam praktikum ini. Alat yang
digunakan seperti, wadah plastik, tabung reaksi, rak tabung reaksi, waterbath,
lemari es, spoite, pipet tetes, dan stopwatch.

Bahan
Ada beberapa bahan yang digunakan dalam praktikum ini. Bahan- bahan
yang digunakan seperti, air liur manusia, saliva buatan (Mc Dougall), larutan
amilosa 1 , dan larutan I2 dalam KI.

Metode

Praktikum kali ini terkait enzim amilase terdapat dua perlakuan yaitu
perlakuan waktu dan suhu. Masing-masing perlakuan dibagi menjadi dua jenis
yaitu ditambahkan dengan air liur manusia dan saliva buatan (Mc Dougall).
Pertama, alat-alat yang digunakan untuk percobaan pada perlakuan waktu
disiapkan terlebih dahulu. Tabung reaksi sebanyak 10 buah disiapkan lebih dulu,
kemudian larutan amilosa 1 sebanyak 3 ml ke dalam masing-masing tabung
reaksi yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah itu, 5 tabung reaksi pertama
diberi air liur manusia sebanyak 2-3 tetes dan 5 tabung reaksi kedua diberi saliva
buatan (MC Dougall). Pengamatan dilakukan per 5 menit sehingga pengamatan
dilakukan selama 25 menit. Setelah diamati, kemudian tabung reaksi ditetesi
sebanyak 1-2 tetes larutan I2 dalam KI. Setelah ditetesi larutan tersebut, kemudian
diamati warnanya apakah biru agak bening, biru muda, biru tua, atau biru pekat.
Percobaan selanjutnya yaitu dengan perlakuan suhu. Tabung reaksi
disiapkan sebanyak 8 buah, 4 tabung reaksi pertama ditambahkan air liur manusia
dan 4 tabung reaksi yang lain ditambahkan dengan saliva buatan (MC Dougall).
Kemudian larutan amilosa 1 sebanyak 3 ml ke dalam masing-masing tabung
reaksi yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah itu, 4 tabung reaksi pertama
diberi air liur manusia sebanyak 2-3 tetes dan 4 tabung reaksi kedua diberi saliva
buatan (MC Dougall). Tabung 1 diberi perlakuan suhu 0 , tabung 2 diberi
perlakuan suhu 30 tabung 3 diberi perlakuan suhu 50 , dan tabung 4 diberi
perlakuan suhu 70 . Semua tabung disimpan selama 15 menit kemudian diangkat
lalu didiamkan sampai mencapai suhu ruang. Setelah diamati, kemudian tabung
reaksi ditetesi sebanyak 1-2 tetes larutan I2 dalam KI. Setelah ditetesi larutan
tersebut, kemudian diamati warnanya apakah biru agak bening, biru muda, biru
tua, atau biru pekat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut merupakan tabel hasil pengamatan pengaruh berbagai waktu dan


suhu terhadap enzim amilase. Terdapat 2 perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan
waktu dan perlakuan suhu. Sebanyak 10 tabung reaksi untuk perlakuan waktu dan
8 tabung reaksi untuk perlakuan suhu.

Tabel 1 Pengaruh berbagai waktu dan suhu terhadap enzim amilase


Perlakuan Air liur Mc Dougall
Waktu
(menit)
5 ++ +
10 + ++
15 + +++
20 + +++
25 +++ ++++
Suhu
0 ++++ +++
30 +++ ++
50 + ++
70 ++ +
Keterangan: + = biru agak bening , ++=biru muda , +++= biru tua,++++= biru pekat
Pembahasan

Enzim amilase adalah enzim yang berguna untuk memecah pati, yang
menghasilkan gula sederhana seperti fruktosa, maltosa, glukosa, dan dekstrin.
Enzim ini bekerja dengan mengkatalis hidrolisis karbohidrat yang berupa pati
menjadi dekstrin dan kemudian menjadi maltosa, yang terjadi saat perkecambahan
serealia. Pati yang merupakan polisakarida dan tidak larut dalam air dingin serta
membentuk koloid pada air panas memiliki reaksi spesifik dengan iodium.
Terdapat dua jenis cairan dalam praktikum ini yaitu, cairan air liur manusia dan
cairan Mc Dougall. Air liur manusia merupakan cairan saliva yang dihasilkan oleh
kelenjar ludah yang terdapat dalam rongga mulut, yang mengandung air sekitar
99%. Zat padat yang terdapat dalam saliva diantaranya ptialin (amilase), musin
(suatu senyawa glikoprotein) dan sejumlah senyawa-senyawa yang juga terdapat
dalam darah dan urin seperti amoniak, asam-asam amino, urea, asam urat,
kolestrol serta kation (Ca2+, Na+, K+, dan Mg2+) dan anion (PO43-, Cl- dan HCO3-).
Sedangkan cairan Mc Dougall merupakan saliva buatan yang dibuat dengan
menggunakan teknik in vitro yang merupakan suatu percobaan fermentasi bahan
pakan secara anaerob dalam cairan rumen dan larutan penyangga (Tillman et al
1998)
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat,
suhu, pH, kofaktor, dan inhibitor. Setiap enzim memerlukan suhu dan pH
optimum yang berbeda-beda, karena enzim adalah protein yang dapat mengalami
perubahan bentuk jika suhu dan pH berubah. Diluar suhu atau pH yang sesuai,
enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya. Kerja enzim
juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan
aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah meningkatkan aktivitas enzim.
Suhu dan waktu berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Nilai aktivitas
enzim berbanding terbalik dengan kenaikan waktu, semakin lama waktu dalam
berinkubasi, maka semakin turun nilai aktivitas enzimnya (Adam dan Shovitri
2011). Percobaan dengan perlakuan waktu pada air liur manusia warna yang
dihasilkan tidak konstan, pada tabung 1 warnanya biru kemudian tabung 2, 3, dan
4 warnanya biru agak putih kemudian tabung 4 warnanya biru pekat, sedangkan
pada cairan Mc Dougall semakin bertambahnya waktu semakin pekat warna yang
dihasilkan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menunjukkan bahwa
semakin lama waktunya maka warnanya akan semakin memudar sebab enzim
sudah terdenaturasi sehingga pati yang terkandung di dalamnya telah terhidrolisis.
Adanya enzim akan menurunkan energi aktivasi suatu reaksi, jika energi
aktivasi suatu reaksi itu rendah maka akan lebih banyak molekul (substrat)
yang dapat bereaksi sehingga waktu yang diperlukan oleh enzim amylase
untuk mengubah amilum menjadi glukosa pun lebih singkat sehingga laju
reaksi pun menjadi lebih cepat. Kenaikan suhu pada larutan akan mengubah
sifat enzim dan membuat enzim tidak berguna untuk mengkatalis reaksi. Pada
suhu rendah, tidak ada energi yang cukup untuk reaksi berlangsung, dan enzim
tidak mampu untuk melakukan pekerjaan mereka sehingga agar reaksi
berlangsung, reaktan harus bertumbukan dengan energi yang cukup bagi
mereka untuk memutuskan ikatan dan membuat yang baru, sementara enzim
mengurangi jumlah energi aktivasi yang diperlukan untuk reaksi berlangsung,
sejumlah energi yang masih diperlukan. Energi kinetik, energi molekul dimiliki
karena geraknya, dapat meningkat dengan kenaikan suhu. Ini adalah salah satu
alasan utama ada hubungan antara enzim dan suhu (Poedjiadi 2006).
Percobaan pada air liur manusia, warna yang dihasilkan semakin
memudar seiring bertambahnya suhu, akan tetapi pada saat suhu 50 yang
awalnya berwarna biru agak bening berubah menjadi biru muda pada suhu 70 .
Menurut Poedjiadi (2006), bahwa enzim tidak tahan panas seperti katalisator
lainnya. Kebanyakan enzim menjadi nonaktif pada suhu 50 . Begitu juga
percobaan pada Mc Dougall, semakin bertambahnya suhu warna yang dihasilkan
semakin memudar. Hal ini juga tidak sesuai denga literatur bahwa laju reaksi
meningkat dengan kenaikan suhu dan akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas
jika protein menjadi rusak akibat panas. Banyak enzim berfungsi optimal dalam
batas-batas suhu antara 25-37 (Page 1989). Kenaikan suhu pada larutan akan
mengubah sifat enzim dan membuat enzim tidak berguna untuk mengkatalis
reaksi. Pada suhu rendah, tidak ada energi yang cukup untuk reaksi
berlangsung, dan enzim tidak mampu untuk melakukan pekerjaan mereka.
Agar reaksi berlangsung, reaktan harus bertumbukan dengan energi yang
cukup bagi mereka untuk memutuskan ikatan dan membuat yang baru.
Sementara enzim mengurangi jumlah energi aktivasi yang diperlukan untuk reaksi
berlangsung, sejumlah energi yang masih diperlukan. Energi kinetik, energi
molekul dimiliki karena geraknya, dapat meningkat dengan kenaikan suhu. Ini
adalah salah satu alasan utama ada hubungan antara enzim dan suhu.

SIMPULAN

Semakin lama waktu enzim amilase dalam menhidrolisis amilosa, maka


warna yang dihasilkan akan semakin memudar. Aktivitas dari enzim amilase
dapat dipengaruhi oleh suhu, semakin suhunya meningkat maka enzim akan
terdenaturasi dan dan amilosa tidak terhidrolisis.

DAFTAR PUSTAKA

Abo-El-Fetoh SM, Hanan MAA, dan Nabih NMN. 2010. Physicochemical


properties of starch extracted from different sources and their
application in pudding and white sauce. World Journal of Dairy and
Food Sciences. 5(2): 173-182.
Adam dan Shovitri M. 2011. Pengaruh waktu dan pH inkubasi terhadap aktivitas
enzim keratinase dari isolat Bacillus SLII-I [skripsi]. Surabaya (ID):
Intstitut Sepuluh November.
Aiyer PV. 2005. Amylases and Their Applications. African Journal of
Biotechnology. 4 (13): 125-135.
Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta (ID): UGM
Press.
Ayuningtyas G, Harijati K, dan Soemarijuh S. 2009. Penurunan sekresi saliva dan
terjadinya kandidosis mulut pada lansia. Oral Medicine Dentak Journal.
1(1): 6-10.
Harijadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): PT. Gramedia.
Hikall FA, Hidayat R, dan Dhalika T. 2015. Pengaruh penggunaan kacang cenos
dalam ransum domba terhadap jumlah total bakteri dan protozoa (in
vitro). E-Jurnal Students. 4(1): 1-10.
Jayanti YD. 2011. Aktivitas antibakteri dan bioautografi ekstrak etanol daun
sirsak (Annona muricata L.) terhadap Klebsiella pneumoniae dan
Staphylococcus epidermidis [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas
Muhammadiyah.
Mahardikaningrum. 2012. Aktivitas enzim amilase Rattus norvegicus pada diet
tinggi serat pangan: variasi pH dan lama perebusan. Jurnal Kimia
UNESA. 1(1): 12-15.
Niken A dan Adepristian D. 2013. Isolasi amilosa dan amilopektin dari pati
kentang. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(3): 57-62.
Page DS. 1989. Prinsip-Prinsip Biokimia Edisi II. Jakarta (ID): Erlangga.
Poedjiadi A. 1994. Dasar – dasar Biokimia. Jakarta (ID): Penerbit Universitas
Indonesia.
Richana N. 2009. Prospek dan Produksi Enzim α-Amilase dari Mikroorganisme.
Jurnal Agro Bio. 3(2):15-58.
Sahri DM. 2010. Belajar Kimia. Klaten (ID): Sangkal Putung Press.
Sianturi D.C. 2008. Isolasi bakteri dan uji aktivitas amilase termofil kasar dari
sumber air panas Penen Sibirubiru Sumatera Utara [tesis]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Suningsih N, Novianti S, Andayani J. 2017. Level larutan Mc Dougall dan asal
cairan rumen pada Teknik In Vitro. Jurnal Sains Peternakan Indonesia.
12(3): 341-352.
Suriani AI. 2008. Mempelajari pengaruh pemanasan dan pendinginan berulang
terhadap karakteristik sifat fisik dan fungsional pati Garut (Marantha
arundinacea) termodifikasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Southgate DAT. 1991. Determination of Food Carbohydrates. London (E):
Elsevier Applied Science.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, dan
LebdosoekojoS. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi
Keenm.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Vaseekaran S, Balakumar S, and Arasaratnam V. 2010. Isolation and
Identification of a Bacterial Strain Producing Thermostable α-Amylase.
Tropical Agricultural Research. 22(1):1-11.
Yunus B. 2008. Efek samping terapi radiasi penderita kanker kepala dan leher
pada kelenjar saliva. Jurnal Dentofasial. 7(1): 57-62.

Anda mungkin juga menyukai