Kelompok 4
Kelompok 4
Kelompok 4
ENZIM AMILASE
Kelompok: 4/ G1
Anggota:
Mahirah Firdaus (D24180006)
Chemistry Melika D. K (D24180007)
Sipah Rahayu (D24180013)
Alisa Fuji Agustin (D24180014)
Raisa Meilania (D24180016)
Desy Noviyanti (D24180024)
Kuntoro Dharmajati (D24180027)
Yayang Ila Yulianti (D24180030)
Muhammad Rafi H (D2180041)
Eka Puspitasari (D24180045)
Adinda Putri PS (D24180048)
Rokhmatun Isnaini (D24180050)
Himmatin Khusna (D24180055)
Rifki Ramadan (D24180060)
Latar Belakang
Tujuan
Enzim Amilase
Saliva Manusia
Saliva adalah suatu cairan mulut yang kompleks, tidak berwarna, yang
disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan minor untuk mempertahankan
homeostasis dalam rongga mulut. Pada orang dewasa yang sehat, diproduksi
saliva kurang lebih 1.5 liter dalam waktu 24 jam (Yunus 2008). Fungsi saliva
adalah sebagai pelumas rongga mulut, komponen yang berperan adalah air, musin
dan glikoprotein yang kaya akan prolin. Sebagai antimikroba, komponen yang
terlibat dalam hal ini adalah laktoferin, lisozim, laktoperosidase, sIgA, musin,
histatin dan protein kaya-prolin. Berfungsi mempertahankan pH rongga mulut
karena adanya komponen HCO3 - dan PO4 . Dengan adanya kandungan air, saliva
berfungsi sebagai self cleansing. Air juga berfungsi membantu pengunyahan dan
bicara karena mengandung enzim amilase, protease, lipase, nuklease, musin dan
gustin. Saliva selalu menutupi mukosa sehingga integritas mukosa terjaga, dalam
hal ini yang berperan adalah musin dan air (Ayuningtyas et al 2009).
Kelenjar saliva manusia menghasilkan hampir 600 ml saliva serous yang
mengandung elektrolit, buffer, enzim dan inhibitor enzim, faktor pertumbuhan,
sitokin, dan immunoglobulin. Sekresi saliva dikendalikan oleh sistem persarafan,
terutama sekali oleh reseptor kolinergik. Rangsang utama untuk peningkatan
sekresi saliva adalah melalui rangsang mekanik. Saliva mempunyai beberapa
fungsi penting di dalam rongga mulut, diantaranya sebagai pelumas, aksi
pembersihan, pelarutan, pengunyahan dan penelanan makanan, proses bicara,
sistem buffer, dan yang paling penting adalah fungsi sebagai pelindung dalam
melawan karies gigi. Saliva adalah hasil dari berbagai kelenjar saliva yang terletak
di bawah mukosa mulut (Yunus 2008).
Saliva Mc Dougall
Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit
yaitu sodium, potassium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan
terdiri dari protein yang berperan sebagai enzim, immunoglobulin, antimikroba,
glikoprotein, albumin, polipeptida, dan oligopeptida yang berperan dalam
kesehatan rongga mulut. Larutan saliva dapat mempertahankan pH pada mulut
sekitar 6.8 (Sahri 2010). Saliva Mc Dougall atau dikenal dengan saliva buatan
berfungsi sebagai pengatur kestabilan pH selama proses fermentasi berlangsung
(Suningsih et al 2017). Larutan saliva buatan digunakan sebagai suatu medium
buffer yang menyerupai kondisi rumen yang sesungguhnya yaitu 39-40 dan pH
6.5 sampai 6.8. Pembuatan saliva buatan ini mengacu kepada metode McDougall
(Hikall et al 2015). Saliva buatan dibuat dengan menggunakan teknik in vitro
yang merupakan suatu percobaan fermentasi bahan pakan secara anaerob dalam
cairan rumen dan larutan penyangga (Tillman et al 1998). Saliva buatan ini
berfungsi sebagai pelumas dan surfaktan yang membantu proses mastikasi dan
ruminasi (Arora 1989).
Larutan Amilosa
I2 temasuk zat padat yang sukar larut dalam air, dimana kelarutannya
sebesar 0.0013 mol/ L pada suhu 25 , tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI
karen membentuk ion I3-. Oleh karena itu untuk melarutkan I2 digunakan KI
sebagai pelarut. Larutan I2 ini tidak stabil sehingga perlu dilakukan proses
pembakuan berulang kali. Ketidakstabilan larutan I2 disebabkan oleh penguapan,
reaksi I2 dengan karet, gabus, dan bahan organik lain yang mungkin masuk dalam
larutan lewat debu dan asap, oksidasi oleh udara pada pH rendah dimana oksidasi
ini dipercepat oleh cahaya dan panas. Oleh karena itu, larutan sebaiknya disimpan
dalam botol coklat yang gelap pada tempat sejuk serta dihindarkan kontak dengan
bahna organic maupun gas pereduksi seperti SO2 dan H2S (Harijadi 1993).
Materi
Alat
Terdapat beberapa alat yang digunakan dalam praktikum ini. Alat yang
digunakan seperti, wadah plastik, tabung reaksi, rak tabung reaksi, waterbath,
lemari es, spoite, pipet tetes, dan stopwatch.
Bahan
Ada beberapa bahan yang digunakan dalam praktikum ini. Bahan- bahan
yang digunakan seperti, air liur manusia, saliva buatan (Mc Dougall), larutan
amilosa 1 , dan larutan I2 dalam KI.
Metode
Praktikum kali ini terkait enzim amilase terdapat dua perlakuan yaitu
perlakuan waktu dan suhu. Masing-masing perlakuan dibagi menjadi dua jenis
yaitu ditambahkan dengan air liur manusia dan saliva buatan (Mc Dougall).
Pertama, alat-alat yang digunakan untuk percobaan pada perlakuan waktu
disiapkan terlebih dahulu. Tabung reaksi sebanyak 10 buah disiapkan lebih dulu,
kemudian larutan amilosa 1 sebanyak 3 ml ke dalam masing-masing tabung
reaksi yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah itu, 5 tabung reaksi pertama
diberi air liur manusia sebanyak 2-3 tetes dan 5 tabung reaksi kedua diberi saliva
buatan (MC Dougall). Pengamatan dilakukan per 5 menit sehingga pengamatan
dilakukan selama 25 menit. Setelah diamati, kemudian tabung reaksi ditetesi
sebanyak 1-2 tetes larutan I2 dalam KI. Setelah ditetesi larutan tersebut, kemudian
diamati warnanya apakah biru agak bening, biru muda, biru tua, atau biru pekat.
Percobaan selanjutnya yaitu dengan perlakuan suhu. Tabung reaksi
disiapkan sebanyak 8 buah, 4 tabung reaksi pertama ditambahkan air liur manusia
dan 4 tabung reaksi yang lain ditambahkan dengan saliva buatan (MC Dougall).
Kemudian larutan amilosa 1 sebanyak 3 ml ke dalam masing-masing tabung
reaksi yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah itu, 4 tabung reaksi pertama
diberi air liur manusia sebanyak 2-3 tetes dan 4 tabung reaksi kedua diberi saliva
buatan (MC Dougall). Tabung 1 diberi perlakuan suhu 0 , tabung 2 diberi
perlakuan suhu 30 tabung 3 diberi perlakuan suhu 50 , dan tabung 4 diberi
perlakuan suhu 70 . Semua tabung disimpan selama 15 menit kemudian diangkat
lalu didiamkan sampai mencapai suhu ruang. Setelah diamati, kemudian tabung
reaksi ditetesi sebanyak 1-2 tetes larutan I2 dalam KI. Setelah ditetesi larutan
tersebut, kemudian diamati warnanya apakah biru agak bening, biru muda, biru
tua, atau biru pekat.
Hasil
Enzim amilase adalah enzim yang berguna untuk memecah pati, yang
menghasilkan gula sederhana seperti fruktosa, maltosa, glukosa, dan dekstrin.
Enzim ini bekerja dengan mengkatalis hidrolisis karbohidrat yang berupa pati
menjadi dekstrin dan kemudian menjadi maltosa, yang terjadi saat perkecambahan
serealia. Pati yang merupakan polisakarida dan tidak larut dalam air dingin serta
membentuk koloid pada air panas memiliki reaksi spesifik dengan iodium.
Terdapat dua jenis cairan dalam praktikum ini yaitu, cairan air liur manusia dan
cairan Mc Dougall. Air liur manusia merupakan cairan saliva yang dihasilkan oleh
kelenjar ludah yang terdapat dalam rongga mulut, yang mengandung air sekitar
99%. Zat padat yang terdapat dalam saliva diantaranya ptialin (amilase), musin
(suatu senyawa glikoprotein) dan sejumlah senyawa-senyawa yang juga terdapat
dalam darah dan urin seperti amoniak, asam-asam amino, urea, asam urat,
kolestrol serta kation (Ca2+, Na+, K+, dan Mg2+) dan anion (PO43-, Cl- dan HCO3-).
Sedangkan cairan Mc Dougall merupakan saliva buatan yang dibuat dengan
menggunakan teknik in vitro yang merupakan suatu percobaan fermentasi bahan
pakan secara anaerob dalam cairan rumen dan larutan penyangga (Tillman et al
1998)
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat,
suhu, pH, kofaktor, dan inhibitor. Setiap enzim memerlukan suhu dan pH
optimum yang berbeda-beda, karena enzim adalah protein yang dapat mengalami
perubahan bentuk jika suhu dan pH berubah. Diluar suhu atau pH yang sesuai,
enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya. Kerja enzim
juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan
aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah meningkatkan aktivitas enzim.
Suhu dan waktu berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Nilai aktivitas
enzim berbanding terbalik dengan kenaikan waktu, semakin lama waktu dalam
berinkubasi, maka semakin turun nilai aktivitas enzimnya (Adam dan Shovitri
2011). Percobaan dengan perlakuan waktu pada air liur manusia warna yang
dihasilkan tidak konstan, pada tabung 1 warnanya biru kemudian tabung 2, 3, dan
4 warnanya biru agak putih kemudian tabung 4 warnanya biru pekat, sedangkan
pada cairan Mc Dougall semakin bertambahnya waktu semakin pekat warna yang
dihasilkan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menunjukkan bahwa
semakin lama waktunya maka warnanya akan semakin memudar sebab enzim
sudah terdenaturasi sehingga pati yang terkandung di dalamnya telah terhidrolisis.
Adanya enzim akan menurunkan energi aktivasi suatu reaksi, jika energi
aktivasi suatu reaksi itu rendah maka akan lebih banyak molekul (substrat)
yang dapat bereaksi sehingga waktu yang diperlukan oleh enzim amylase
untuk mengubah amilum menjadi glukosa pun lebih singkat sehingga laju
reaksi pun menjadi lebih cepat. Kenaikan suhu pada larutan akan mengubah
sifat enzim dan membuat enzim tidak berguna untuk mengkatalis reaksi. Pada
suhu rendah, tidak ada energi yang cukup untuk reaksi berlangsung, dan enzim
tidak mampu untuk melakukan pekerjaan mereka sehingga agar reaksi
berlangsung, reaktan harus bertumbukan dengan energi yang cukup bagi
mereka untuk memutuskan ikatan dan membuat yang baru, sementara enzim
mengurangi jumlah energi aktivasi yang diperlukan untuk reaksi berlangsung,
sejumlah energi yang masih diperlukan. Energi kinetik, energi molekul dimiliki
karena geraknya, dapat meningkat dengan kenaikan suhu. Ini adalah salah satu
alasan utama ada hubungan antara enzim dan suhu (Poedjiadi 2006).
Percobaan pada air liur manusia, warna yang dihasilkan semakin
memudar seiring bertambahnya suhu, akan tetapi pada saat suhu 50 yang
awalnya berwarna biru agak bening berubah menjadi biru muda pada suhu 70 .
Menurut Poedjiadi (2006), bahwa enzim tidak tahan panas seperti katalisator
lainnya. Kebanyakan enzim menjadi nonaktif pada suhu 50 . Begitu juga
percobaan pada Mc Dougall, semakin bertambahnya suhu warna yang dihasilkan
semakin memudar. Hal ini juga tidak sesuai denga literatur bahwa laju reaksi
meningkat dengan kenaikan suhu dan akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas
jika protein menjadi rusak akibat panas. Banyak enzim berfungsi optimal dalam
batas-batas suhu antara 25-37 (Page 1989). Kenaikan suhu pada larutan akan
mengubah sifat enzim dan membuat enzim tidak berguna untuk mengkatalis
reaksi. Pada suhu rendah, tidak ada energi yang cukup untuk reaksi
berlangsung, dan enzim tidak mampu untuk melakukan pekerjaan mereka.
Agar reaksi berlangsung, reaktan harus bertumbukan dengan energi yang
cukup bagi mereka untuk memutuskan ikatan dan membuat yang baru.
Sementara enzim mengurangi jumlah energi aktivasi yang diperlukan untuk reaksi
berlangsung, sejumlah energi yang masih diperlukan. Energi kinetik, energi
molekul dimiliki karena geraknya, dapat meningkat dengan kenaikan suhu. Ini
adalah salah satu alasan utama ada hubungan antara enzim dan suhu.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA