Kel. 9 Bab 11 - Makalah Landasan Pendidikan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

COVER

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN

Mata Kuliah : Landasan Pendidikan


Dosen Pengampu : Dr. Hj. Neti Karnati, M.Pd.

Disusun Oleh :
Sulhu Sila Adilsyah 1105620003
A’izzatul ‘Aisyiyah 1105620033
Maria Madelina Mikel 1105620036
Dhaifina Mazaya Salsabila 1105620047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu tecurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya serta umatnya. Semoga
kami mampu meneladani beliau sebagai manusia yang berguna.

Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Landasan Pendidikan dengan judul “Sejarah Pendidikan”. Makalah ini tentu tidak akan berhasil
tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Terima kasih kami ucapkan kepada ibu
Dr. Hj. Neti Karnati, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Landasan Pendidikan dan
semua pihak yang telah membantu memberikan saran serta masukan untuk menyempurnakan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu,kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan agar makalah kami menjadi
lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.

Jakarta, 20 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG .........................................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................................1

1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH..................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN................................................................................................................2

2.1 PENGERTIAN PENDIDIKAN............................................................................................2

2.2 SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA.....................................................................................2

2.3 SEJARAH PENDIDIKA INDONESIA..............................................................................7

A. Landasan Historis Pendidikan Indonesia.......................................................................7


B. Sejarah Pendidikan di Indonesia....................................................................................8

BAB III. PENUTUP......................................................................................................................34

3.1 KESIMPULAN...................................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam perkembangan sejarah peradaban dunia tentu tidak terlepas dari aspek pendidikan
yang mewarnai perkembangan dan kemajuan setiap pelaku peradaban, sehingga kemajuan
pola pikir suatu kelompok masyarakat pada era tertentu sangat bergantung dari kemajuan
pendidikan yang diselenggarakan. Kemajuan pola pikir, komunikasi, politik, seni sastra, ilmu
alam, dan hukum menjadi pembeda kebudayaan dan peradaban setiap daerah.

Dikatakan bahwa inti dari suatu peradaban sesungguhnya adalah pendidikan, di mana
upaya-upaya untuk mengalihkan kebudayaan kepada generasi berikutnya, dan bagaimana
pikiran-pikiran, nilai-nilai, kepercayaan serta keyakinan telah diajarkan dari generasi ke
generasi. Oleh karenanya, sejarah pendidikan sesungguhnya tidak saja perlu bagi orang-
orang pendidikan, pakar-pakar pendidikan, maupun para sejarawan pendidikan,
tetapi penting diketahui oleh semua orang, dan tentunya juga bagi para pengambil keputusan.
Karena masa depan bangsa ikut ditentukan oleh kebijakan- kebijakan pendidikan di masa
kini. Dan untuk memajukan pendidikan suatu bangsa, maka kita perlu mempelajari
sejarah pendidikan itu sendiri, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimanakah perjalanan sejarah pendidikan di dunia?
1.2.2 Bagaimanakah perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia ?

1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH


1.3.1 Untuk mengetahui sejarah pendidikan di dunia.
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah pendidikan di Indonesia.

1
2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PENDIDIKAN


Secara Etimologi, kata pendidikan dalam bahasa Latin disebut dengan educatum yang
tersusun dari dua kata yaitu, E dan Duco, dimana kata E berarti sebuah perkembangan dari
dalam ke luar atau dari sedikit ke banyak, sedangkan Duco berarti perkembangan atau sedang
berkembang. Jadi, secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan
kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu upaya yang bertujuan untuk
mengajarkan, membimbing dan membina potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat dengan struktur, arahan, sarana dan prasarana yang
telah terencana sehingga dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan sosial.

2.2 SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA


Pergerakan pendidikan mewarnai suatu sejarah bangsa karena adanya dorongan untuk
memperkaya ilmu pengetahuan dan keinginan merubah kondisi suatu umat pada keadaan
yang lebih baik.  Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung, mulai dari
zaman Hellenisme (150 SM-500). Berikut merupakan zaman yang memiliki pengaruh besar
pada dunia pendidikan, diantaranya yaitu :
A. Zaman Realisme
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh
penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan
bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya
yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat.

2
3

Realisme menghendaki pikiran yang praktis, menurut aliran ini pengetahuan


diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi
penginderaan. Tokoh-tokoh pendidikan pada masa ini diantaranya yaitu, Francis
Bacon dan Johann Amos Cornelius.
1. Francis Bacon (1561-1621)
Idenya dalam pendidikan antara lain, :
a. Usaha-usaha untuk mencari metode baru.
b. Penggunaan metode induksi.
c. Penghargaan besar terhadap matapelajaran-matapelajaran realita: ilmu bumi,
ilmu ayat, ilmu alam.
d. Penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar, bukan bahasa latin lagi.
2. Johan Amos Comenius (1592-1671)
Hasil karyanya yang terkenal adalah Didactica Magna, yang menjelaskan
tentang :
a. Tujuan pendidikan, yaitu pendidikan hendaknya diarahkan pada kehidupan di
alam baka, dicapai dengan pembentukan ilmiah dan pendidikan budi pekerti
serta kesalehan.
b. Metode, di mana pendidikan harus disesuaikan dengan alam.
c. Hukum didaktik, yaitu kepastian, urutan yang tepat, kelancaran belajar, dan
kecepatan belajar.
d. Pendidikan kesusilaan didasarkan pada ajaran-ajaran agama, bertujuan
mencapai empat kebajikan dari Plato yaitu, budi, kesederhanaan, keberanian,
dan keadilan.
`Prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini, antara lain, :
a. Pendidikan harus menekankan aktivitas mandiri.
b. Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan.
c. Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak.
d. Materi dipelajari satu demi satu, dari yang mudah ke yang sukar.
e. Proses pembelajaran dibantu oleh gambar-gambar.
f. Belajar melalui bahasa ibu.
g. Pendidikan diperoleh dari metode induktif.

3
4

h. Anak-anak belajar dari alam.

B. Zaman Rasionalisme
Aliran Rasionalisme lahir di Perancis dan Descartes (1596-1650). Aliran ini
memberi kekuasaan pada manusia untuk berpikir dan bertindak sendiri untuk dirinya.
Aliran ini mulai muncul di saat masyarakat mampu menumbangkan kekuasaan absolut
Raja Perancis dengan menggunakan kekuatan akal pikirnya. Aliran Rasionalisme
merupakan kelanjutan dari perlawanan terhadap ajaran-ajaran yang bersifat dogmatis
dan tradisi yang mulai tampak pada abad ke-15 dan ke-16.
Menurut aliran ini, pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pengamatan alat dria
(induksi) masih diragukan kebenarannya, yang jelas pada kenyataannya bahwa manusia
itu berpikir. Ia berpikir dengan akalnya, maka akal budinya itulah yang berkuasa dalam
hidupnya. Tokoh pendidikan pada masa ini adalah John Locke yang terkenal dengan
teori Leon Tabularasa atau A Blank Sheet of Paper, yakni mendidik seperti menulis di
atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimiliknya manusia
digunakan untuk membentuk penetahuannya sendiri.
Proses belajar menurut John Locke yaitu:
a. Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia.
b. Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan.
c. Berpikir, yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh.
C. Zaman Naturalisme
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya,
dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri. Aliran ini muncul pada
abad ke-18 dan merupakan reaksi atas aliran rasionalisme dan menentang kehidupan
yang tidak wajar akibat dari rasionalisme seperti korupsi, gaya hidup yang dibuat-buat
dan sebagainya.
Aliran Naturalisme berpendapat bahwa pada haikatnya semua anak (manusia)
sejak dilahirkan adalah baik. Perkembangannya kemudian sangat ditentukan oleh
pendidikan yang diterimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengaruh/pendidikan
itu baik, akan menjadi baik, tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya.

4
5

Tokoh aliran Naturalisme adalah J.J Rousseau yang menyatakan ada tiga asas
mengajar, yaitu :
a. Asas pertumbuhan, bahwa pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak
bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai kebutuhan-
kebutuhannya.
b. Asas aktivitas, bahwa dengan bekerja anak-anak menjadi aktif yang akan memberikan
pengalaman yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka
c. Asas individualitas, maksudnya dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya
sendiri.
D. Zaman Developmentalisme
Developmentalisme mulai berkembang pada abad ke 19. Aliran ini merupakan
perkembangan lebih lanjut Naturalisme Romantik dari Rosseau, yang menganjurkan
pendidikan alam dalam arti :
a. Pendidikan sesuai dengan alam, yaitu pendidikan yang mengembangkan pembawaan
atau bakat anak yang pada dasarnya adalah baik.
b. Pendidikan negative, yaitu pendidikan yang tidak ditunjukan untuk mempersiapkan
hidup dalam masyarakat yang ada.
c. Pendidikan yang berlangsung dalam alam, yaitu pendidikan yang dilaksanakandi dalam
kehidupan fisik dan social yang wajar, tidak dibuat-buat.
d. Developmentalisme adalah paham yang mencoba menerapkan prinsip-prinsip
naturalism Romantik Rousseau atau pendidikan alam di sekolah.

Aliran developmentalisme juga beranggapan bahwa pendidikan sebagai suatu


proses perkembangan jiwa, sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam
pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini diantaranya yaitu, Petalozzi, Johann Fredrich
Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel di Jerman dan Stanley Hall di Amerika Serikat.
Intisari konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini adalah :

a. Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan
kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia.

5
6

b. Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak yang


melalui observasi dan eksperimen.
c. Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik
(marture)
d. Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan
pengembangan pendidikan universal.
E. Zaman Nasionalisme
Zaman Nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-
patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis.
Tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika
Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin dikemukakan oleh aliran ini adalah :
a. Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara.
b. Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan
Materi pelajarannya meliputi bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara dan pendidikan
jasmani.
Dampak negatif dari pendidikan ini adalah, munculnya chaufinisme di Jerman,
yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebihan dibeberapa negara
seperti Jerman, sehingga timbul Perang Dunia I.
F. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
Zaman ini lahir pada abad ke 19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan
adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa atau pemerintah yang dipelopori
dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith. Pada masa ini, siapa yang banyak
pengetahuanlah yang paling berkuasa sehingga kemudian mengarah pada
individualisme. Sedangkan positivisme yaitu, percaya dengan kebenaran yang dapat
diamati oleh panca indera, sehingga kepercayaan terhadap agama semakin lemah.
Tokoh aliran positivisme adalah August Comte.
G. Zaman Sosialisme
Aliran ini muncul pada abad ke 20 sebagai reaksi terhadap dampak aliran
liberalisme, positivisme dan individualsme. Tokoh pada zaman ini diantaranya yaitu,

6
7

Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey. Aliran ini berpendapat
bahwa masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom,
individu tidak ada artinya bila terwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus
diabdikan untuk tujuan-tujuan tertentu.

2.3. SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

A. Landasan Historis Pendidikan Indonesia


Landasan Historis Pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa
Indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain
yang menjajah serta menguasai Indonesia. Beratus-ratus tahun lamanya bangsa Indonesia
berjuang untuk menemukan jati diri sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta
memiliki satu prinsip yang tersimpul dalam pandangan serta filsafat hidup bangsa. Pada
akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya yang tersimpul ciri khas, sifat, dan
karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara merumuskan negara
kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip
(lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air sangat panjang, baik sebagai aktivitas
intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat perjuangan politik untuk membebaskan
bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai oleh bermacam-macam corak (Sigit,
1992: xi). Pada masa moderen seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga
berdasarkan pengembangan dari system pendidikan colonial ( Williams, 1977:17). Dengan
sistem politik sebagai penjabaran demokrasi Pancasila di Era Reformasi ini telah
mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang, kita mulai dapat melihat kearah
mana partisipasi masyarakat dalam ikut serta menyelenggarakan pendidikan itu.
Setiap bidang yang ingin dicapai manusia untuk maju pada umumnya dikaitkan
dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007:110).
Demikian juga haknya dengan pendidikan, sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan,

7
8

seperti menjadi teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban
manusia itu sendiri dimasa kini dan dimasa yang akan datang.

B. Sejarah Pendidikan Indonesia


Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sangat panjang bahkan semenjak jauh
sebelum Indonesia merdeka tahun 1945 sampai akhirnya sekarang Indonesia merdeka
yang mewujudkan pola pendidikan nasional seperti sekarang. Dengan demikian setiap
bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan
dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa lampau (Pidarta,2007). Begitu
juga dengan bidang Pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan dapat dijadikan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan Indonesia
dimulai pada zaman kuno/ tradisional yang dimulai dengan pengaruh Hindu dan Budha,
zaman pengaruh islam, zaman penjajahan, sampai saat ini. Berikut ini adalah uraian dan
rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia.
1. Pendidikan di Indonesia pada Masa Hindu – Buddha
Hinduisme dan Buddhaisme datang ke Indonesia sekitar abad ke- 5. Hinduisme
dan Buddhaisme merupakan agama yang berbeda namun di Indonesia keduanya
memiliki kecenderungan sinkretisme atau keyakinan mempersatukan figur Sywa
Buddha sebagai satu sumber yang Maha Tinggi. Secara etimologi motto negara
Indonesia, yaitu Bineka Tunggal Ika yang berasal dari keyakinan tersebut.
Terdapat beberapa ciri pendidikan pada periode kerajaan-kerajaan Hindu –
Buddha yang ada di Indonesia, antara lain :
a. Bersifat informal karena proses belajar mengajar tidak melalui institusi yang
formal.
b. Berpusat pada religi, yaitu ajaran agama Hindu dan Buddha.
c. Aristokratis yang mana pendidikan hanya diikuti oleh segolongan
masyarakat saja, yaitu para raja dan bangsawan. Biasanya kaum bangsawan
mengundang guru untuk mengajar anak-anak di istana, disamping itu ada
juga yang mengutus anak-anaknya untuk pergi belajar kepada guru-guru
tertentu.

8
9

d. Pengelola pendidikan adalah kaum Brahmana untuk agama Hindu dan


Buddha.
Apabila mengamati peninggalan sejarah pada abad ke- 4 samapai ke- 5 di Kutai,
yaitu peninggalan Raja Mulawarman yang berupa sebuah batu tertulis (yupa) dalam
tulisan Pallawa di dalam bahasa Sanskerta. Demikian juga peninggalan Purnawa di
Jawa Barat dalam tulisan Pallawa di dalam Bahasa Sanskerta. Dari tulisan-tulisan
tersebut dapat diketahui bahwa di Jawa Barat pernah berdiri kerajaan Tarumanegara.
Prasasti-prasasti tersebut didirikan oleh para pendeta dari golongan Brahmana.
Pada masa tersebut, hanya kaum-kaum yang berkasta tinggi yang dapat membaca
kitab-kitab suci, seperti Kitab Weda. Mereka juga memiliki tugas untuk memberikan
korban-korban dan menyanyikan pujian-pujian kepada para Dewa. Golongan inilah
yang dapat menggunakan bahasa Sansekerta dan hurul Pallawa, sebagai bahasa resmi.
Sehinnga dapat dikatakan, pendidikan hanya ditujukan pada golongan yang berkasta
tinggi saja, berhubung dengan kewajibannya sebagai penyuluh rakyat dan penghubung
antara dewata dan rakyat.
Kemudian pada abad ke- 6 berkembanglah sebuah kerajaan di Sumatra, yaitu
Kerajaan Sriwijaya yang kemudian menjadi pusat agama Buddha dan menjadi daya
tarik bagi para peziarah dan sarjana-sarjana dari negara-negara di Asia, khususnya
pendeta dari Tiongkok yang bernama I-Tsing. Selain menggarap kitab-kitab agama, I-
Tsing juga berhasil menulis dua biografi musafir-musafir pendahulunya dan suatu
karya berboboy lainnya mengenai pelaksanaan agama Buddha di India dan di
Semenanjung Melayu.
Pada abad ke- 7, Dharmapala datang ke Sumatra dan memberi pelajaran agama
Buddha Mahayana kepada penduduk setempat, yang semula menganut Hinayana.
Keterangan-keterangan ini diperoleh dari I-Tsing, yang pada 672 dan 658 M berdiam
di Palembang untuk belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan pada masa
itu memusatkan perhatian pada agama.
Selain pengajaran agama ( di dalam buku-buku Weda & Upanisad ) mungkin
sekali para siswa mempelajari kepustakaan Hindu, seperti Mahabarata dan Ramayana.
Ini terbukti dari relief Candi Prambanan yang dihiasi dengan Riwayat Sri Rama

9
10

dengan lengkap. Berdasarkan hal-hal diatas kita dapat membayangkan pelajaran-


pelajaran yang diberikan oleh para Brahmana kepada para siswa:
a. Agama Buddha dan Brahmana
b. Filsafat dan etika
c. Kesenian
d. Ketuhanan
e. Ilmu bangunan
f. Ilmu pasti dan ilmu alam

Sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Indonesia, yaitu Majapahit pada


akhirnya abad ke-15, ilmu pengetahuan terus berkembang, khususnya di bidang sastra,
Bahasa, ilmu pemerintaham, tata negara, dan hukum. System pendidikan tinggi juga
telah digambarkan pada abad ke- 4 sampai abad ke- 8. Pada abad-abad terakhir
menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia, sistem pendidikan tidak lagi
dijalankan secara besar-besaran, tetapi dilakukan oleh ulama guru kepada siswa dalam
jumlah terbatas di pedepokan. Di pedepokan tersebut, siswa selain diajarkan ilmu
pengetahuan bersifat umum, juga diajarkan ilmu-ilmu yang bersifat spiritual religious.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan di zaman Kerajaan-kerajaan Hindu-


Buddha diarahkan pada kesempurnaan pribadi (terutama lapisan atas) dalam hal
agama, kekebalan dan kekuatan fisik, keterampilan, dan keahlian memainkan senjata
dan menunggang kuda. Sedangkan bagi rakyat atau lapisan bawah, relatif belum
mengenyam pendidikan.

2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)


Agama Islam dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama
Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat Bersatu dengan kebudayaan
Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam
sangat besar sekali pengaruhnya didalam mendidik rakyat jelata, berbeda dengan
agama Hindu dan Buddha, agama Islam menyiarkan agamanya mulai dari bawah atau
rakyat biasa. Bentuk pendidikan Islam ada 3, yaitu Langgar, Pesantren, dan

10
11

Madrasah. Bentuk itulah yang menjadi awal terbentuknya pembelajaran klasikal


maupun individual di Indonesia.
a. Pendidikan Langgar
Pendidikan langgar merupakan tempat pedidikan agama Islam permulaan.
Pendidikan langgar mengajarkan pelajaran agama dasar, mulai dari pelajaran
dalam huruf Arab, tapi tidak jarang dilakukan secara langsung mengikuti guru
dengan menirukan apa yang telah dibacakan dari Al-Qur’an. Sistem pengajaran
secara hoofdelyk atau individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak,
lalu sang guru melakukan koreksi kepada bacaan murid-murid yang salah
mengucapkannya. Murid-murid yang belajar di langgar tidak dipungut uang
sekolak. Kalaupun ada, uang sekolah yang diberikan itu tergantung kepada
kerelaan orang tua murid yang dapat memberikan tanda mata beruba benda-benda
atau uang.
b. Pendidikan Pesantren
Pesantren merupakan tempat pengajaran agama Islam yang lebih lanjut
dan lebih mendalam. Pengetahuan yang diberikan ada tiga bidang, yaitu agama,
ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Pesantren mengambil alih pola pendidikan
pedepokan, tetapi mengubah bahan dan materi yang diajarkan dan melakukan
perubahan secara perlahan-lahan tata nilai dan kepercayaan masyarakat setempat.
Pendidikan pesantren mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang
fiqih, teologi, dan tasawuf.
c. Pendidikan Madrasah
Pada pendidikan madrasah guru-guru diperkenankan menerima jasa dalam
bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian
ilmu pengetahuan umum disamping agama. Kemunculan madrasah erat
hubungannya dengan sosok seorang Menteri dari Arab bernama Nizam el-Mulk
sebagai pendiri Lembaga pendidikan madrasah pada abad ke-11. Tokoh ini
mengadakan pembaharuan dengan memperkenalkan system pendidikan yang
bermula bersifat murni teologi (ilmu ketuhanan) dan menambah ilmu-ilmu yang
bersifat keduniawian, seperti astronomi (ilmu perbintangan) dan ilmu obat-obatan.

11
12

Pendidikan madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan


menengah seperti sekarang ini. Jenjangnya adalah :
a. Tingkat TK : Bustanul
b. Tingkat SD : Ibtidaiyah
c. Tingkat SMP : Tsanawiyah
d. Tingkat SMA : Aliyah

3. Zaman Pengaruh Nasrani (Kristen)


Pada abad ke-16, Bangsa Portugis bercita-cita menguasai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat dengan cara menekan jalan laut menuju dunia Timur serta
menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi rantai
perdagangan dan perniagaan (Mudyaharjo, 2008:242). Disamping mencari
kejayaan (glorius) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur termasuk
Indonesia bermaksud menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik
(gospel). Untuk melakukan tugas-tugas ini, didatangkan para misionaris, salah
satunya yaitu Fransiskus Xaverius yang berasal dari Orde Jesuit. Ia diberi tugas ke
daerah-daerah Timur Asia, salah satunya ke Maluku, Indonesia. Kerana itu beliau
dianggap sebagai peletak dasar agama Katholik di Indonesia.
Orde Jesuit didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki
tujuan, yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan
(Mudyahardjo, 2008:243) yang dicapai dengan tig acara, yaitu memberi khutbah,
memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunya organisasi
pendidikan yang seragam dimana pun dan bebas untuk semua. Xaveriuos
memandang sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama ( Nasution dalam
Rohmawati, 2008).
Pada tahun 1536, penguasa Portugis di Maluku yang bernama Antonio
Galvano mendirikan sekola-sekolah seminari untuk anak-anak dari pemuka-
pemuka pribumi. Pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang

12
13

pertama kali tahun 1596 dibawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan
mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan diantara mereka,
Pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC
(Vreenigds Oost Indichie Compagnie) atau pesekutuan perdagangan Hindia
Belanda tahun 1620 (Mudyahardjo, 2008:245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membubarkan terselenggaranya
pendidikan tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-
sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan VOC
terutama dipusatkan dibagian Timur Indonesia yang mana Katholik telah berakar
dan di Batavia (Jakarta) pusat administasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan
agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme
(Nasution, 2008:4-5).

4. Zaman Kolonial Belanda


Mulai abad ke-16, Bangsa Barat, yaitu bangsa Portugis (abad ke-15), lalu
disusul oleh bansa Belanda, dan diselingi bangsa Inggris (1811-1816) datang ke
Tanah Air. Tujuan mereka pertama kalinya adalah berdagang, tetapi lambat laun
menjajah seluruh wilayah Indonesia. Penjajahan Belanda dalam perjalanan
sejarahnya menunjukan bagaimana mereka menerapkan kebijakan pendidikan
yang diskriminatif dan menghalangi pertumbuhan penduduk local yang sudah ada.

Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengajarkan


agama saja tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak
didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacam (Maluku). Bahasa pengantar yang
digunakan adalah Bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu juga mereka mendirikan
sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon dan di Jakarta
(Rizal, 2008). Secara umum sistem pendidikan di Indonesia digambarkan sebagai
berikut :

a. Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda


untuk anak Belanda, Indonesia, dan Cina. Sekolah dengan pengantar bahasa
daerah dan sekolah peralihan; dan

13
14

b. Pendidikan lanjutan merupakan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan.

Menurut Nasution ada 6 prinsip politik pendidikan kolonial Belanda di


Indonesia, antara lain :

a. Dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah anak Belanda dan untuk
anak Pribumi, untuk anak yang berada dan anak yang tidak berada.
b. Gradualisme yang ekstrim yang mengusahakan pendidikan rendah yang
sederhana mungkin bagi anak Indonesia.
c. Prinsip konkordasi yang memaksa semua sekolah berorientasi barat
mengikuti model sekolah di Netheland dan menghalangi penyesuaian dengan
keadilan di Indonesia.
d. Kontrol sentral yang ketat.
e. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis.
f. Pendidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah ( Nasution, 1993).

Perlu disebtukan disini bahaw meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri,


secara formal sekolah-sekolah tersebut tidak didirikan atas nama VOC, tetapi
didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan.
Dengan demikian, sekolah-sekolah itu mempunyai corak dan ciri-ciri Kristen.
Kebanyakan sekolah yang ada baru berada pada tingkatan pendidikan dasar/rendah.

Setelah VOC gulung tikar pada tahun 1799, Indonesia menjadi daerah jajahan
Belanda dengan nema Hindia-Belanda. Pada saat itu, Gubernur Daendels
memperhatikan nasib bangsa Indonesia. Ia menyatakan bahwa perlu
diselenggarakannya pengajaran bagi anak-anak. Daendels juga ingin
memperkenalkan kepada anak-anak di Jawa tentang kesusilaan, adat istiadat, dan
pengertian agama-agama. Akan tetapi, cita-cita Daendles tidak dapat direalisasi
karena tidak adanya anggaran untuk pengajaran bagi bangsa Indonesia dan juga saat
itu penjajahan Belanda sempat berhenti karena dikalahkan oleh Inggris. Setelah
Belanda berhasil merebut Indonesia kembali, keluarlah surat keputusan (Koniklijk
Belsuit 1848) yang isinya tentang penetapan anggaran belanja pengajaran bagi orang-
orang Indonesia.

14
15

Pada abad ke-18, pendidikan dan pengajaran diberikan secara perseorangan. Pada
akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 sistem ini dirubah menjadi system klasikal
yang mana pengajaran diberikan kepada sekelompok anak-anak pada waktu yang
sama dengan bahan pelajaran yang sama. Pada permulaan 1850, didirikan sekolah
Kelas I yang lamanya lima tahun. Sekolah ini disediakan pada anak-anak dari
lingkungan pegawai Pamong Praja yang ditempatkan di kota-kota keresidenan. Mata
pelajaran yang diberikan antara lain membaca, menulis, berhitung, menggambar,
menyanyi, ilmu bumi, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu alam, dan bahasa
Indonesia.

Akhir abad ke-19 didirikan sekolah kelas II yang lamanya minimal empat tahun,
ditempatkan di kota-kota kabupaten. Pengajaran ini lebih sederhana daripada sekolah
kelas I, yaitu membaca, menulis, berhitung, dan bahasa daerah atau bahasa Indonesia.
Sekolah ini untuk umum dan tidak dibatasi.

Sejak dijalankannya politik etis ini tampak kemajuan lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi barat ini meskipun
masih sangat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia
yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite
intelektual baru (Rohmawati, 2008).

Pada tahun 1867, dalam pemerintahan Hindia Belanda dibentuk suatu departemen
tersendiri yang mengurusi masalah pendidikan, agama, dan kerajinan yang disebut
Department Van Onderwijs En Eeredienst (Departemen Pengajaran dan Kepentingan
Kehormatan). Tujuannya adalah agar penduduk bumiputera, cina, dan golongan
lainnya berkesempatan memperoleh pendidikan Barat sebagai dasar pendidikan
sampai pendidikan tinggi. Pemerintah Belanda mendasarkan kebijakannya pada
pokok-pokok pikiran sebagai berikut :

a. Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi


golongan penduduk bumiputera. Bahasa Belanda diharapkan menjadi bahasa
pengantar di sekolah-sekolah.
b. Pemberian pendidikan rendah bagi golongan bumiputera disesuaikan dengan
kebutuhan mereka.

15
16

Pendidikan yang pertama kali diberirikan oleh Belanda dikaitkan dengan


bagaimana mengukuhkan kekuasaanya. Hal ini terbutki bagaimana bentuk-bentuk
sekolah yang didirikan, seperti Sekolah Militer Semarang yang dilengkapi dengan
persoalan Bahasa, terutama Belanda, Melayu, dan salah satu bahasa lokal wilayah
Nusantara. Persoalan bahasa menjadi syarat utama para lulusan pendidikan saat itu.
Maka berdirilah pusat-pusat pengajaran bahasa Melayu. Pada 1871, keluarlah UU
Pendidikan yang pertama. Secara tidak langsung, pengaruh Politik Etis terutama
bidang pendidikan, yaitu memberikan dampak positif bagi kaum pendidik dan
pergerakan di Indonesia.

Perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin
meningkat dengan lahirnya sumpah pemuda pada tahun 1928 (Rohmawati,2008)
setelah itu munculah tokoh-tokoh yang berjuang dibidang pendidikan, antara lain :

a. Mohammad Syafei yang merupakan pendiri INS (Indonesich Nederlandse


School) di Sumatra Barat pada tahun 1929. Pendidikan ini bertujuan untuk
membina anak-anak hidup yang merdeka melalui pendidikan hidup mandiri.
Model sekolah berbentuk asrama.
b. Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa pada 3 Juli 1922.
Semboyan Ki Hadjar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing Ngarsa
Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang artinya
adalah di depan memberi contoh dan memimpin, di tengah membangun
semangat dan bekerja keras, dan dari belakang mengikuti dan memberi
dorongan.
c. Kyai Haji Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri organisasi Islam bernama
Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912. Pendidikan Muhammadiyah
oleh K.H. Ahmad Dahlan mempunyai tujuan yaitu lahirnya manusia-manusia
baru yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama intelek” yang seoran muslim
memiliki ketangguhan iman dan ilmu yang luas serta sehat jasmani dan
rohani.

Pendidikan nasional mulai menemukan jati dirinya sebagai bentuk pendidikan


yang diorientasikan pada manusia sejati, manusia merdeka, berkaitan dengan soal

16
17

budaya, Bahasa, adat istiadat, moral, baca tulis, menghitung, dan lain sebagainya.
Bentuk kebijakan politik pendidikan pemerintah Kolonial yang terjadi sekitar tahun
1930-an, sebagai berikut :

a. Seluruh sekolah swasta yang tidak dibiayai oleh pemerintah Belanda harus
meminta izin.
b. Guru-guru yang mengajar di sekolah swasta juga harus mendapatkan izin
dari pemerintah terlebih dahulu.
c. Materi pelajaran yang hendak disampaikan kepada siswa sekolah swasta
tidak boleh melanggar peraturan negeri dan harus sesuai dengan sekolah
pemerintah.

Hal itu menunjukkan bahwa kebijakan pendidikan tersebut membuat diskriminasi


terhadap pendidikan yang diselenggarakan oleh kaum pribumi dengan pendidikan
yang dilakukan pemerintah kolonial. Kebijakan tersebut jelas sangat merugikan
sekolah-sekolah yang dikelola oleh anak bangsa. Sementara, pada kalangan
menengah keatas pribumi terutama bupati, pendidikan didirikan di wilayahnya
masing-masing untuk mendidik calon pegawai. Kemudian pada tahun 1866 muncul
sekolah guru di Solo yang selanjutkan pindah ke Magelang dan Bandung.
Perkembangan kemudian berlanjut dengan pendirian sekolah bumiputra yang
mempunyai tiga kelas dan melakukan peningkatan mutu para pendidik bumiputra
dengan memberikan tambahan pendidikan bagi kalangan pendidikan.

5. Zaman Pendidikan Jepang


Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut
sampai cita-cita untuk merdeka tercpai. Walaupun bangsa Jepang mengurus habis-
habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan
terus mengorbankan semangat dihati mereka (Rohmawati, 2008). Meskipun
demikian, ada beberapa sisi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang
pendidikan, Jepang telah menghapus dualism pendidikan dari penjajahan Belanda dan
menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu,
pemakaian Bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk dipakai di

17
18

lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor dan di dalam pergaulan sehari-hari.


Hal ini mempermudah bangsa Indonesia merealisasikan bangsa Indonesia merdeka.
Selama Jepang menjajah Indonesia hamper setiap hari hanya diisi dengan
kegiatan latihan perang atau bekerja. Jika ada kegiatan-kegiatan sekolah, hal tersebut
tidak jauh dengan kegiatan konteks Jepang sedang berperang. Sekolah-sekolah pada
masa Belanda diganti dengan sekolah-sekolah sistem Jepang, seperti :
a. Mengumpulkan batu dan pasir untuk kepentingan perang.
b. Membersihkan bengkel-bengkel dan asrama-asrama militer
c. Menanam ubi-ubian dan sayur mayur di pekarangan sekolah untuk persediaan
bahan makanan.
d. Menanam pohon jarak untuk bahan pelumnas.
e. Setiap pagi murid wajib mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang,
lalu dilatih kemiliteran.

Sistem pendidikan pada masa penjajahan Jepang dapat dijelaskan sebagai


berikut :

a. Pendidikan/sekolah rakyat, lama studi 6 tahun. Maksud sekolah rakyat adalah


sekolah pertama yang merupakan konversi dari sekolah dasar 3 atau 5 tahun
bagi pribumi pada masa Belanda.
b. Pendidikan lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Tinggi) dengan lama studi 3 tahun.
c. Sekolah guru terdiri dari 3 macam, antara lain :
1) Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakko
2) Sekolah guru menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
3) Sekolah guru tinggi 6 tahun = Kootoo Sihan Gakko.

Pelajaran-pelajaran yang diberikan antara lain, meliputi sejarah ilmu bumi,


Bahasa Indonesia (Melayu), adat istiadat, Bahasa Jepang, ideologi Jepang, dan

18
19

kebudayaan Jepang. Tujuan pendidikan di zaman Jepang lebih terfokus pada


pendidikan yang mengarah pada perang Jepang.

Dengan adanya penyederhanaan sistem pendidikan dan sekolah pada zaman


pendudukan Jepang, mereka bisa memberikan kesempatan belajar terbuka lebar bagi
semua golongan pendudukan di Indonesia, semua mendapat kesempatan yang sama,
jalur-jalur sekolah dan pendidikan menurut penggolongan keturunan bangsa, strata
ataupun strata social dihapuskan.

Lepas dari tujuan semula, Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin
ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya
setelah tercapainya kemerdekaan. Jepang memberikan toleransi yang banyak terhadap
pendidikan Islam di Indonesia, kesetaraan pendidikan penduduk pribumi sama
dengan penduduk atau anak-anak penguasa.

6. Zaman Kemerdekaan (Awal)


Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai
disini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin Kembali menguasai
Indonesia yang datang silih berganti sehingga bidang pendidikan saat itu bukanlah
prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah
bagaimana mempertaruhkan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang
amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus
disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang
diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan
karena faktor keamanan para pelajarnya. Disamping itu banyak pelajar yang ikut serta
berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.

19
20

Pada zaman kemerdekaan kondisi social politik sangatlah tidak stabil, maka dari
itu hal demikian sangat berpengaruh mengenai pola dan dinamika pendidikan
nasional saat itu, yaitu terjadi beberapa kali perubahan arah dan orientasi pendidikan
nasional, misalnya pada masa permulaan kemerdekaan. Melalui SK Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan No. 104/Bhg.0, Tanggal 1 Maret 1946,
tujuan pendidikan berorientasi pada usaha menanamkan jiwa patriotism dan lebih
jauh dimaksudkan untuk menghasilkan patriot-patriot bangsa yang rela berkorban
untuk bangsa dan negaranya. UU No. 4 Tahun1950 Pasal 3, tujuan pendidikan
nasional berubah, yaitu dengan adanya perumusan tujuan pendidikan dan pengajaran
(lihat lampiran). Pada tanggal 25 November 1945, berdiri Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) yang mempunyai asas-asas perjuangan sebagai berikut :
a. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
b. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar
kerakyatan; dan
c. Membela hak dan nasib buruh pada umumnya dan guru pada khususnya.

Tata susunan persekolahan sesudah Indonesia merdeka berdasarkan satu jenis


sekolah untuk tingkat pendidikan seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan,
sedangkan rencana pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa Indonesia
ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang
digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam bahasa
Indonesia yang sudah dirintis sejak zaman Jepang.

Adapun susunan persekolahan dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-
1950 adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan Rendah
Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang
disebut dengan Sekolah Rakyat (SR). Maksud pendirian SR adalah selain
meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat
menampung Hasrat yang besar dari mereka yang hendak bersekolah.
1. Pendidikan Guru

20
21

Dalam periode antara tahun 1945-1950 dikenal tiga jenis pendidikan guru,
yaitu :
a) Sekolah guru B (4 tahun)
b) Sekolah guru C (2 tahun)
c) Sekolah guru A (4 tahun)
2. Pendidikan Umum
Ada dua jenis pendidikan umum, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT).
3. Pendidikan Kejuruan
Yang dimaksud dengan pendidikan kejuruan adalah pendidikan ekonomi
dan pendidikan kewanitaan.
4. Pendidikan Teknik
Seperti sekolah lain, keadaan sekolah Teknik tidaklah teratur karena
disamping pelajarannya sering terlibat dalam pertahanan negara, sekolah
tersebut kadang-kadang juga dipakai sebagai pabrik senjata.
5. Pendidikan Tinggi
Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi pendidikan
tinggi semakin terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat. Lembaga
pendidikan ini berkembang pesat tetapi karena pelaksanaannya di lakukan
pada saat terjadi perjuangan fisik maka perkuliahan kerap kali di sela
dengan perjuangan garis depan.

b. Pendidikan Berbasis Agama


Penyelenggaraan pendidikan agama setelah Indonesia merdeka
mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun
swasta. Usaha ini dimulai dengan memberikan bantuan terhadap Lembaga
sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
(BPKNP) 27 Desember 1945 menyebutkan bahwa madrasah dan
pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat
jelata yang sudah berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya,
hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan material dari pemerintah.

21
22

Pendidikan agama Islam mulai diatur secara resmi oleh pemerintah


pada bulan Desember 1946. Sebelum itu, pendidikan agama sebagai
pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang,
berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah. Pada pendidikan agama
Katholik, umat Katholik Indonsia sudah lama menyadari, bahwa
sumbangan yang sangat berharga untuk pembangunan negara adalah
Lembaga-lembaga pendidikan serta social yang bekerja dengan tekun,
tertib serta penuh semangat pengabdian dan keahlian.
Sektor pertama yang dibicarakan diatas adalah sector pendidikan
sebagai dasar segala pembangunan. Akan tetapi pendidik umum tidaklah
cukup untuk negara yang sedang berkembang. Maka gereja mulai
mengarahkan perhatiannya pada pendidikan kejuruan. Sekolah kejuruan
bertambah teruatam di Nusa Tenggara. Tahun 1949 ada enam sekolah dan
pada 1966 ada hamper 40 sekolah. Sekolah keahlian itu ada beberapa
bidang, seperti teknik mesin industri, kursus pertanian, lembaga
pendidikan dan pembinaan manajemen, dan sekolah usaha tani.

7. Zaman Orde Lama


Secara umum pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca
kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas
terhadap pendidikan. Pemerintah yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar
bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan
kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme
dalam pendidikan memberikan dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua
kelompok masyarakat tanpa memandang kelas sosial dan pendidikan harus
membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab,
sesuai dengan dasar keadilan social, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk
negara (Rohmawati, 2008).

22
23

Sejak 1959 perkembangan politik masa orde lama mempengaruhi jalannya


kebijakan pendidikan nasional, Indonesia berada di bawah gelora Manipol (Manifesti
Politik)-USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Kepribadian Indonesia). Manipol-Usdek telah menjadi “dewa” dalam kehidupan
politik Indonesia dan juga “dewa” dalam bidang kehidupan lainnya termasuk bidang
pendidikan.
Keputusan Presiden No. 145 Tahun 1965 merumuskan tujuan pendidikan nasional
pendidikan Indonesia sesuai dengan Manipol-Usdek, yaitu “Tujuan pendidikan
nasional, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta,
dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi supaya melahirkan warga
negara sosialis Indonesia yang Susila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur spiritual maupun material dan
berjiwa Pancasila”. Manusia sosialis Indonesia adalah cita-cita utama setiap usaha
pendidikan di Indonesia.
Sistem pendidikan Indonesia terdiri atas :
1. Pendidikan rendah
2. Pendidikan menengah
3. Pendidikan tinggi.

Berdasarkan instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No. 2 Tanggal


17 Agustus 1961, diadakan perincian yang lebih lanjut mengenai Pantja
Wardhana/Hari Krida. Untuk menyesuaikan kebijakan pendidikan dengan Manipol
diinstruksikan sebagai berikut :

a. Menegaskan Pancasila dengan Manipol sebagai pelengkapnya sebagai asa


pendidikan Nasional.
b. Menetapkan Pantja Wardhana sebagai sistem pendidikan yang berisi prinsip-
prinsip sebagai berikut :
 Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral
nasional/internasional/keagamaan;
 Perkembangan kecerdasan;

23
24

 Perkembangan emosional artistic atau rasa keharuan dan keindahan lahir


batin;
 Perkembangan kerajinan tangan
 Perkembangan jasmani
c. Menyelenggarakan “hari krida” atau hari untuk kegiatan-kegiatan lapangan
kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan pada tiap-tiap hari Sabtu.

Kurikulum pada era Orde Lama dibagi menjadi 3 kurikulum, diantaranya :

1. Rentang tahun 1945-1968


Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
dalam Bahasa Belanda “Leer Plan” artinya rencana pelajaran. Perubahan arah
pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran
1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran
1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran, yang diutamakan adalah
pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi
dengan masyarkat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-
hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan
pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu yang lebih
penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana
Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali dan seorang
guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta
didik akan ilmu pengetahuan lebih diperhatikan dan satuan mata pelajaran
lebih dirincikan. Namun, dalah kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai
objek karena guru menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu
pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di

24
25

kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar keberhasilan siswa


dalam proses pendidikan.
3. Kurikulum 1964
Dalam masa transisi yang singkat, RIS menjadi RI tidak memungkinkan
pemerintah melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang komprohensif
yang berlaku untuk seluruh tanah air. Setelah Belanda meninggalkan sekolah
colonial di daerah yang dikuasai pemerintah RI, mulailah dilaksanakannya
system pendidikan yang direncanakan akan berlaku secara nasional dengan
segala kemampuan yang terbatas.
Pendidikan zaman Orde Lama adalah pendidikan yang diharapkan dapat
membangun bangsa yang mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya,
baik yang didalam maupun yang diluar. Pendidikan yang secara spiritual
membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia dengan
monopoli, yaitu :
a. Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang
sampai Marauke;
b. Menyelenggarakan Masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur
lahir-batin, melenyapkan kolonialisme;
c. Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisaban,
kearah perdamaian persahabatan nasiona yang sejati dan abadi
(Mudyahardjo, 2008:403).
8. Zaman Orde Baru
Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 3, dicantumkan bahwa
tujuan pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk membentuk manusia
Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh
Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945. Haluan penyelenggaraan pendidikan
dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh orde lama, yaitu
dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar
sampai dengan perguruan tinggi, disamping itu dikembangkan kebijakan Link and
Match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi

25
26

operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar


(Pidarta, 2008:137-138). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai
sarana Pendidikan, yang diinginkan system pendidikannya adalah sentralisasi yang
berpusat dengan pemerintah pusat.
Secara umum tujuan pendidikan telah dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945
Bab XII Pasal 31 :
a. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
b. Pemerintah mengusahakan dengen menyelenggarakan satu system pengajaran
nasional yang diatur dengan UU.
Hal tersebut kemudian dikuatkan dalam pasal 4 ketetapan MPRS No.
XXIIMPRS/1966, selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan harus memuat :
a. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti, dan memperkuat keyakinan
beragama;
b. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan;
c. Membin fisik yang kuat dan sehat.

Orde Baru identik dengan ideologi atau slogan pembangunan. Begitu pula ara dan
kebijakan pendidikan disesuaikan dengan Gerakan pembangunan. Begitu pula arah
dan kebijakan pendidikan disesuaikan dengan Gerakan Pembangunan. Didalam
mengatualisasi pembangunannya, Orde Baru setiap lima tahun memiliki program
pembangunan, yang dikenal dengan istilah Pelita (Pembangunan Lima Tahun).

Pada Pelita I, perintah mendirikan di lingkungan Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan suatu lembaga baru, yaitu Badan Pengembangan Pendidikan (BPP).
Tugas BPP adalah mengadakan penelitian dan pengembangan untuk menunjang
program-program pendidikan. Demikianlah rencana bidang pendidikan di dalam
Pelita I mulai disempurnakan berdasarkan informasi dan data yang dikumpulkan oleh
BPP.

Perkembangan berlanjut Ketika MPR hasil Pemilu 1973 mengeluarkan ketetapan


No. IV/MPR/1973 yang juga dikenal dengan nama Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) yang juga merumuskan tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut,

26
27

“Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian


dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.”

Pendidikan Nasional yang dijadikan GBHN tersebut, yang bertujuan bahwa


pendidikan nasional tidak lagi membentuk manusia-manusia Indonesia yang
berpancasila sejati, tetapi disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional diarahkan
untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila.

Pendidikan pada Pelita II dapat dilihat dari pidato pertanggungjawaban


presiden/mandataris pada 11 Maret 1978 tentang pendidikan, pembinaan generasi
muda, dan kebudayaan nasional, yaitu, pembangunan di bidang pendidikan,
sebagaimana ditentukan dalam GBHN, didasarkan pada falsafah negara Pancasila dan
diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan
untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung
jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur,
mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang 1945.

Untuk mewujudkan pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan, diusahakan


penambahan fasilitas-fasilitas dengan prioritas yang tepat dan disesuaikan dengan
kemampuan pembiayaan, baik yang bersumber dari negara maupun dari masyarakat.
Guna melaksanakan apa yang telah ditentukan dalam GBHN tersebut.

Orde Baru menerapkan kebijakan pendidikan nasionalnya pada Pelita II. Mulai
Pelita II pemeratan pendidikan dijadikan kebijakan pokok. Pada akhir Pelita II,
lahirlah Instruksi Presiden untuk pembangunan sarana Sekolah Dasar. Sejak saat itu,
ribuan sekolah beserta fasilitas lainnya disediakan untuk memberikan kesempatan
yang luas bagi anak yang berumur 7-12 tahun untuk memperoleh pendidikan Sekolah
Dasar. Kurikulum pada masa Orde Baru meliputi :

1. Kurikulum 1968

27
28

Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran :


kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Pada masa ini siswa hanya berperan
sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghafal teori-teori yang ada,
tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek efektif dan psikomotorik
tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Kurikulum ini hanya menekankan
pembentukan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efektif
dan efisien berdasar MBO (Management by Objective). Metode, materi, dan
tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI) yang dikenal dengan istilah “Satuan Pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
menjadi tujutn instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting karena setiap guru
wajib utnuk membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses
belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan
pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap muka telah diatur dan
dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses belajar
mengajar menjadi sistematis dan bertahap.
3. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi
lebih penting dalam melaksanakan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum
ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Learning (SAL).
CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan
ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa
diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga

28
29

diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi


kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan
sesuatu.
4. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-
kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum
ini bentuk opresi kepada siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar
siswa, dari muatan nasional sampai muatan local. Materi muatan local
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya Bahasa
daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, kurikulum 1994
menjelma menjadi kurikulum super padat, siswa dihadapkan dengan
banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak
memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya beban
belajar yang harus mereka hadapi. Keberhasilan pembangunan yang
menonjol pada masa orde ini, antara lain :
a. Kesadaran dalam beragama dan kebangsaan meningkat dengan pesat
b. Persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi
Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008:141).

Namun, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki


kesenjangan. Beberapa kesenjangannya, antara lain :

a. Kesenjangan Okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja)


b. Kesenjangan akademk (pengetahuan yang diperoleh disekolah kurang
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari)
c. Kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak yang menekankan
pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari
kemajuan ilmu dan teknologi)
d. Kesenjangan Temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki
dengan wawasan dunia terkini).

29
30

9. Zaman Reformasi
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan
hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan
perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat, yaitu partai
Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hamper tidak ada kebebasan bagi
masyarakat pada saat itu untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan berbicara dan
menyampaikan pendapatnya (Ibid:143). Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998
masyarakat merasa bebas. Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar
kebebasan tanpa program yang jelas.
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan
kebijkan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusional. Bentuk
kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan
berubah dan sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini
pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang
diperkuat dengan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas yang mana
keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam
pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di Era Reformasi 1999 mengubah wajah system pendidikan Indonesia
melalui UU No. 22 Tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan
yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalakn model “Manajemen Berbasis
Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang
berkualitas, maka dibuat system “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No. 20 Tahun 2003 tentang
system pendidikan nasional menggantikan UU No. 2 Tahun 1989 dan sejak saat itu
pendidikan dipahami sebagai : “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

30
31

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang


diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara”. Secara undang-undang pemerintah telah
berusaha menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan
strategi pembelanjaran penyempurnaan terarah pada pembinaan dan peningkatan
mutu pendidikan.
Disamping itu kesejahteraan kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini
memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrument-instrumen untuk
mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum
Kopetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skill (Lima Keterampilan
Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).
Pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil.
Karena, pemerintah belum meberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan local, misalnya penentuan
kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada
aturan yang mengatur posisi siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun
dalam pengaplikasiannya guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi
siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan Indonesia
masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa. Ada beberapa
kesalahan dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini, antara lain :
a. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar
global;
b. Birokrasi yang lamban, korup, dan tidak kreatif;
c. Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis;
d. Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah;
e. Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan; dan
f. Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.

Adapun kurikulum-kurikulum yang dipakai pada masa reformasi, yaitu sebagai


berikut :

1. Kurikulum Berbasis Kompetensi

31
32

Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan


sebagai subjek dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi
untuk memperoleh suatu pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam
memperoleh informasi. Kembali peran guru diposisikan sebagai fasilitator
dalam perolehan suatu informasi.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Hal ini mutlak diperlukan mengingat
KBK juga memiliki visi untuk memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik
siswa sebagai subjek pendidikan. Berikut karakteristik utama KBK, antara
lain :
a. Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi;
b. Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan
potensi siswa (normal, sedan, dan tinggi);
c. Berpusat pada siswa
d. Orientasi pada proses dan hasil
e. Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan kontekstual;
f. Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan;
g. Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar;
h. Belajar sepanjang hayat;
i. Belajar mengetahui (learning how to know);
j. Belajar melakukan (Learning how to do);
k. Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be); dan
l. Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Secara umum KTSP tidak jauh dengan KBK, namum perbedaan yang
menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu
pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru
dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.

32
33

Jadi, pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk
Menyusun dan mebuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa
dan kepentingan lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas
pendidikan, karena KTSP berdasar pada pelaksanaan KBK, maka siswa juga
diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka
berdasarkan system ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing
sekolah.
Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempat
semula, yaitu unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur
praksis lebih ditekankan dari pada unsur teoritis.
3. Kurikulum 2013
Pengembangan kurikulum 2013 dilakukan dengan cara mengubah
kurikulum Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah
Atas, serta Sekolah Menengah Kejuruan dengan menekankan aspek kognitif,
afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes dan portofolio saling
melengkapi. Basis perubahan kurikulum 2013 terdiri dari dua komponen
besar, yakni pendidikan dan kebudayaan. Kedua elemen tersebut harus
menjadi landasan agar generasi muda dapat menjadi bangsa yang cerdas tetapi
berpengetahuan dan berbudaya serta mampu berkolaborasi maupun
berkompetisi.
Kurikulum 2013 Edisi Revisi
Kurikulum 2013 Revisi menuntut guru mengubah kebiasaan mengajar.
Guru harus berperan sebagai fasilitator siswa dalam setiap pembelajaran.
Mendorong agar siswa berpikir kritis menggunakan berbagai strategi seperti
diskusi, konsultasi, siswa saling mengajar ‘peer teaching’, dan peragaan.
Kemudian pemodelan langsung, latihan terbimbing dan bebas.

33
34

BAB III
PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan pada BAB II, maka dapat kita
simpulkan bahwa pendidikan adalah suatu upaya yang bertujuan untuk mengajarkan,
membimbing dan membina potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
34
35

dirinya dan masyarakat dengan struktur, arahan, sarana dan prasarana yang telah terencana
sehingga dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan sosial.

Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung mulai dari Zaman Realisme,
Zaman Rasionalisme, Zaman Naturalisme, Zaman Developmentalisme, Zaman Nasionalisme,
Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, Zaman Sosialisme yang menjadikan
perkembangan pendidikan di dunia sampai saat ini.

Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia meliputi Zaman Hindu-Buddha, Zaman


Pengaruh Islam, Zaman Pengaruh Nasrani, Zaman Kolonial Belanda, Zaman Kolonial Jepang,
Zaman Kemerdekaan (Awal), Zaman Orde Lama, Zaman Orde Baru, Zaman Reformasi yang
menjadikan perkembangan pendidikan di Indonesia sampai saat ini.

Setiap bidang yang ingin dicapai manusia untuk maju pada umumnya dikaitkan dengan
bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007:110). Demikian juga
halnya dengan pendidikan, sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan
pendidikan. Sejarah telah memberi penerangan, seperti menjadi teladan bagi manusia dan
diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri dimasa kini dan dimasa yang
akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Serevina, Vina dan Sri Martini Meilanie. 2019. Buku Ajar Landasan Pendidikan. Jakarta.
Universitas Negeri Jakarta.

Poedjiadi, Anna dan Suwarma. 2008. Filsafat Ilmu. Jakarta. Universitas Terbuka.

35
36

Syaharuddin dan Susanto Heri. 2019. Sejarah Pendidikan Indonesia (Era Pra Kolonialisme
sampai Reformasi). Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan
Ilmu. Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam “Menelusuri jejak Sejarah Pendidikan Era Rasullullah
sampai Indonesia”. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup). Hlm. 314

Tim Kursus Kader Katolik. Sedjarah Geredja Katolik di Indonesia. (Jakarta : Sekretariat
Nasional K.M/C.L.C, 1971) hal : 139-140

Kumalasari, Dyah. 2008. Diktat Pengantar Sejarah Pendidikan I. DI Yogyakarta. Universitas


Negeri Yogyakarta.

Tria, Khumaira Sekar. 2015. Landasan Historis Pendidikan. Universitas Muhammadiyah


Sukabumi.

Journalpapers.org. (2020, 13 Juni). Landasan Historis Pendidikan. Diakses pada 26 September


2020.

36

Anda mungkin juga menyukai