Bab 1.2.3 Anisa - 5F

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit asma masih merupakan masalah kesehatan di dunia, karena

akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas pasiennya. Saat ini,

pasien asma diseluruh dunia mencapai 300 juta orang, dari kalangan semua

usia yang berasal dari berbagai latar belakang suku etnis. Jumlah ini

diperkirakan akan bertambah lagi 100 juta orang pada tahun 2025.

Prevalensi kecacatan akibat asma berkisar 15 juta per tahun dan menduduki

urutan ke-25 Disability-Adjusted Life Years Lost tahun 2001. Jumlah ini

menyerupai kecacatan akibat penyakit diabetes, sirosis hati dan skizofrenia.

Selain itu, diperkirakan kematian akibat asma adalah 1 dari tiap 250

kematian ( Molen, 2014)

Penyakit asma merupakan penyakit 5 besar penyebab kematian di

dunia . Data WHO pada 2005 menunjukan ada 100-150 juta menderita asma

di dunia (yosmar, 2015). Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan

dan kematian di indonesia, Data studi Riset kesehatan dasar (Riskesdes) di

berbagai provinsi di indonesia sekitar 3,5% ). angka kejadian pada orang

dewasa 10-45% (Tyagi, 2012). kasus Asma bronkial selama tahun 2012

Kabupaten Brebes dilaporkan terjadi sebanyak 3.894 kasus, atau prevalensi

kasus asma bronkial di Kabupaten Brebes untuk tahun 2012 sebesar 1,61%

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan prevalensi pada tahun

2011 sebesar 2,28%. Penderita asma di Puskesmas Bulakamba Kabupaten


2

Brebes pada tahun 2019 per bulan Januari-Juli kasus penderita asma

mencapai 368 orang dalam 7 bulan.

Penanganan penyakit asma jika anda merasa sedang mengalami

serangan asma, tetaplah tenang dan lakukan langkah-langkah pertolongan

pertama pada penderita asma yaitu, duduk dan ambil nafas pelan-pelan

dengan stabil. Tetap tenang karena panik justru akan semakin memperparah

serangan asma, atur pernapasan lewat mulut, hindari pemicunya, ikuti

rencana darurat pengobatan, menilai tingkat keparahan serangan asma,

Banyaknya kecacatan dan kematian akibat asma disebabkan oleh

kurang sesuai dan kurang tepatnya penggunaan asma. Penggunaan asma

yang benar sangat memerlukan pengetahuan pasien asma tentang berbagai

hal yang berhubungan dengan penyakitnya, khususnya pengetahuan tentang

penggunaan obat asma berupa salbutamol, Dexamertason, dan Ambroxol.

Penggunaan obat dan teknik penggunaan sediaan inhalasi yang sesuai dan

tepat, merupakan faktor penentu keberhasilan pengobatan. Karena itu,

kerjasama dokter dengan pasien dalam melaksanakan edukasi kepada pasien

asma, sangat diperlukan. (Tantisira, 2011).

Penyakit asma merupakan penyakit urutan ke 5 di indonesia yang

beresiko menyebabkan kematian angka ini menunjukan bahwa asma adalah

suatu penyakit yang harus diwaspadai karena tingkat kematian yang cukup

banyak.
3

Penggunaan obat asma yang tepat obat asma yang tidak dapat

menyembuhkan penyakit, melainkan hanya mengendalikan gejala yang anda

alami sehingga asma anda akan terkendali.

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bulakamba karena penderita

asma di Puskemas Bulakamba cukup banyak. Di puskesmas sitanggal

penderita asma mencapai 280 orang dalam 1 tahun. Dari data laporan

penyakit asma tahun 2019 per bulan Januari sampai dengan bulan Juli di

Puskesmas Bulakamba, kasus penderita asma mencapai 368 orang dalam 7

bulan terakhir dimana dalam data kategori umur yang bervariasi. Data ini

menunjukan tiap bulan kasus penderita asma meningkat sehingga

penggunaan obat asma ikut meningkat mengikuti meningkatnnya penderita

asma.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk menggambil judul

menggenai “Gambaran penggunaan obat asma di Puskesmas Bulakamba

Kabupaten Brebes

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran penggunaan obat asma yang umum digunakan

pada pasien asma di Puskesmas Bulakamba Kabupaten Brebes?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini memliki arah dan tujuan maka sipeneliti harus

memiliki ruang lingkup yang jelas dengan cara mengetahui batasan

masalahnya. Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini ,yaitu :


4

1. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bulakamba pada bulan Desember

2020-Januari 2021

2. Data yang diambil adalah resep pasien asma selama Oktober –

Desember 2019

3. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif dimana peneliti melakuan observasi penderita asma di

Puskesmas Bulakamba

4. Analisis data diolah berdasarkan deskriptif meliput nama, usia, jenis

kelamin, pekerjaan, dan penggunaan obat.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, untuk mengetahui gambaran penggunaan

obat asma pada pasien asma di Puskesmas Bulakamba Kabupaten Brebes

1.5 Manfat Penelitian

a. Bagi peneliti, memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam

melakukan penelitian dan mengaplikasi ilmu yang telah dipelajari.

b. menjadi bahan pembanding dan pelengkap bagi peneliti selanjutnya.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian ini merupakan hasil pemikiran sendiri berdasarkan latar

belakang masalah, kemudian dari latar belakang di tentukan judul

“Gambaran penggunaan obat asma di Puskesmas Bulakamba Kabupaten

Brebes” yang mengacu pada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan

oleh Handayani dan Waladi (2007) , Carima (2016) dan Mawarni (2017).

Bisa dilihat dari tabel berikut.


5

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Pembeda Handayani Carima Mawarni Fokus


dan Waladi (2016) (2015) Penelitian
(2007) KTI

1 Judul Hubungan Studi Profil Gambaran


penelitian tingkat penggunaa pasien penggunaan
pengetahuan n obat asma di obat asma Di
Puskesmas
pasien asma golongan puskesmas
Margadana
dengan β²-agonis ciputat Kota Tegal
tingkat pada pasien tanggerang
kontrol asma di selatan
asma instalasi
poliklinik rawat jalan
paru RSUD. paru RSUD
Zainoel dr.
abidin Soetomo
banda aceh surabaya
2 Sampel Data primer Data primer Data Data
hasil hasil rekam primer sekunder
kuesioner medic hasil rekam yang akan
disajikan
medik
dalam
elektronik bentuk tabel
yang di olah
3 Teknik Cheklish Time Total Purposive
sampling limited sampling sampling
sampling
4 Tempat RSUD. RSUD dr. Puskesmas Puskemas
penelitian Zainoel Soetomo Ciputat Margadana
abidin surabaya Tanggeran Kota Tegal
banda aceh g selatan
5 Metode Data primer Electronic Electronic Observasi
pengumpula hasil Medical Medical melalui data
n data kuesioner Record Record resep
6 Cara analisis Analitik Deskriptif Univariat Deskriptif
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asma

2.1.1 uraian Tentang Asma

1. Pengertian Asma

Asma dikenal sebagai penyakit alergi, biasanya dimulai

pada masa kanak-kanak,dengan karakteristik obstruksi aliran udara

yang reversibel dan bersifat episodik dan prognosis yang

menguntungkan karena responnya yang baik terhadap obat anti

inflamasi (Papaiwannou et al., 2014).

Menurut Gina (2012) dengan spesifik mendefinisikan asma

menurut karakteristiknya secara klinis, fisiologis, dan patologis.

Secara klinis, adanya episodik sesak napas terutama pada malam

hari, sering disertai dengan batuk yang merupakan ciri utamanya.

Karakteristik utama fisiologisnya yaitu, terdapat obstruksi saluran

napas dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi. Berdasarkan

patologisnya terdapat inflamasi jalan napas yang berhubungan

dengan perubahan struktur jalan napas. Asma melibatkan komponen

genetik dan lingkungan, dengan patogenesisnya belum jelas,

sehingga penjelasan operasional asma menurut konsekuensi secara

fungsional dari inflamasi jalan napas yaitu, merupakan penyakit

inflamasi kronik pada jalan napas yang melibatkan banyak sel dan
7

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan hiperesponsif jalan napas

yang menimbulkan episode berulang mengi, sesak napas, sesak di

dada, dan batuk terutama saat malam atau dini hari. Episode ini

bersifat reversibel dengan atautanpa pengobatan (Anriyani, 2013).

Dijelaskan dalam ICSI (2012), penyakit inflamasi jalan napas

ini melibatkan sel-sel inflamasi seperti eosinofil, makrofag, sel mast,

sel epitelial, dan juga mengaktivasi limfosit yang mengeluarkan

berbagai sitokin, molekul adhesi dan mediator lainnya. Ciri lain yaitu

hiperesponsifitas terhadap rangsangan alergen, iritan lingkungan,

infeksi virus dan olahraga, dimana setiap penderita memiliki

stimulus yang tidak selalu sama (Djojodibroto, 2012).

Asma adalah suatu penyakit serius kronis yang memberikan

beban berat terhadap pasien, keluarga pasien, maupun masyarakat.

Hal tersebut menyebabkan gejala pernapasan, pembatasan aktivitas

dan serangan asma yang membutuhkan pertolongan secepatnya dan

dapat berakibat fatal, sedangkan pengertian dari asma adalah

penyakit heterogen, biasanya di tandai dengan iflamasi saluran nafas

kronik. Gejala yang terjadi adalah gejala-gejala pernapasan

diantaranya wheezing, nafas pendek dada terasa berat dan batuk yang

intensitasnya bervariasi pada setiap waktu bersamaan dengan

keterbatasan aliran ekspirasi udara pernapasan (Dayu, 2011).


8

2. Faktor Risiko Timbulnya Serangan Asma ( Pencetus )

Pencetus asma adalah faktor risiko yang menyebabkan

timbulnnya serangan asma melalui rangsangan terjadi

bronkokontriksi akut ( reaksi asma cepat ) dan rangsangan inflamasi

( reaksi asma lambat ) atau keduanya. Termasuk dalam faktor

pencetus adalah Alergen di dalam dan di luar ruangan, iritan ( asap

rokok, polusi udara baik didalam dan di luar ruangan, bau-bauan

yang merangsang, asap ), infeksi pernapasan terutama infeksi virus

dapat mencetuskan serangan asma, faktor fisik (exercise, udara

dingin, hiperventilasi, perubahan cuaca, makanan dan ”food

additives” ( pengawet, penyedap, pewarna makanan),obat-obatan

(Beta blocker, antiinflamasi nonsteroid, aspirin), faktor endokrin

( menstruasi, kehamilan, penyakit tiroid), lain-lain (refluks

gastroesofagus, masalah saluran nafas atas seperti rinitis, sinusitis

dan polyposis) (Michael, 2009).

3. Faktor Risiko Mendapatkan Asma

Sampai saat ini tidak diketahui penyebab pasti asma bronkial.

Beberapa faktor mempengaruhi berkembangnya asma yaitu atopi

( kecenderungan membentuk IgE berlebihan ) adalah suatu faktor

predisposisi yang diturunkan, tetapi pengaruh lingkungan adalah

penting dalam menentukan apakah individu atopi menjadi asma.

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi kompleks dari

berbagai faktor tersebut, yang secara garis besar di bagi menjadi :


9

a. Faktor Predisposisi

Yaitu faktor pada individu untuk kecenderungan

mendapatkan penyakit asma, termasuk dalam faktor predisposisi

adalah atopi dan jenis kelamin,

b. Faktor Penyebab

Yaitu sesuatu yang mensensitisasi jalan nafas dan

menyebabkan timbulnya asma, meliputi : Alergen di dalam

ruangan ( indoor Allergen ), antara lain tungau debu rumah

(house dust mite ), (alergen binatang, alergen kecoa) jamur.

Alergen di luar ruangan ( Outdoor Allergen ) meliputi tepung

sari, biji-bijian, rumput-rumputan, jamur altenaria dan

cladosporium dapat pula berada di luar ruangan dan

menimbulkan asma terutama pada musim-musim tertentu

.seperti musim panas dan kering serta sebagian pada musim

penghujan. Bahan-bahan di lingkungan kerja ( Occupational

agents ) menyebabkan asma yang ditimbulkan oleh bahan-

bahan di lingkungan kerja dikenasebagai asma kerja.

c. Faktor kontribusi

Yaitu faktor yang meningkatkan risiko terjadinya asma

baik karena adanya pajanan ( faktor penyebab) maupun karena

adanya kecenderungan ( faktor predisposisi ) terdiri dari : infeksi

pernapasan, berat badan lahir rendah (BBLR), merokok, diet,

polusi udara.
10

4. Gejala Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari.

Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang

hari, dan malam hari, sesak nafas/susah bernafas, bunyi saat

bernapas (wheezing atau mengi) rasa tertekan di dada, dan gangguan

tidur karena batuk atau sesak nafas atau susah bernafas. Gejala ini

terjadi secara reversibel dan episodik berulang. Gejala asma dapat

diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti berhadapan dengan

bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu, obat

(aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem

respirasi, asap rokok dan stress, gejala asma dapat menjadi lebih

buruk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga

bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan yang di biasa

dikenal dengan status asmaticus (Rohman, 2015).

5. Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat keparahan

atau asma terkontrol. Berat ringanya asma ditentukan oleh berbagai

faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala,

eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis

dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol

asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat).

Tidak ada suatu pemeriksaan klinis tunggal yang dapat menentukan

berat-ringanya suatu penyakit.(Elvira, 2014),


11

6. Pengobatan Asma

a. pengobatan farmakologi

Pengobatan farmakologi terhadap penderita asma,

dilakukan berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma

tersebut. Pada penderita asma asma mild intermitten,

menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan

didukung oleh teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk

asma moderrate persisten, menggunakan pilihan obat β-agonist

inhalsi dikombinasikan dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline

atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, β2-agonist inhalasi

dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan

leukotrien atau menggunakan obat β2 agonist oral (Rohman,

2015).

1). Glukokortikosteroid inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk

mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat

meningkatkan fungsi paru, mengurangi hiperresponsive dan

mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup

2). Glukokortikosteroid Oral

Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat

kortikoksteroid inhalasi. Obat ini dapat menimbulkan

hipertensi, diabetes, penekanan kerja hipothalamus-pituitary

dan adrenal, katarak, glukoma


12

3). Kromones

Obat ini menurunkan menurunkan jumlah eosin bronchial

pada gejala asma. Obat ini dapat menurunkan gejala dan

menurunkan reaksi hiperresponsive pada 2-agonist inhalsi

dikombinasikan dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline atau

leukotrien

4). B2-agonist inhalasi

Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam

setelah pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma

pada waktu malam, meningkatkan fungsi paru

5). B2-Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala

asma pada waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan

anxietas, meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan

tremor pada bagian muskuloskeletal

6). Teofiline

Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau

pencegahan asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung

otot bronki dan pembuluh darah pulmonal.

7). Leukotriens

Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi

untuk mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi

paru dan menurunkan gejala asma


13

b. Pengobatan Non Farmakologi

Pengobatan non farmakologi merupakan salah satu

pengobatan alternative yang terbukti dapat menurunkan ventilasi

alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain itu

memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini

merupakan teknik bernapas yang dirancang khusus untuk

penderita asma dengan prinsip latihan teknik bernapas dangkal

2.1.2 Obat- Obat Asma

1. Salbutamol

Salbutamol merupakan obat yang menstimulasi reseptor β

terutama selektif pada reseptor β2 yang biasa digunakan sebagai

terapi asma akut dan asma akibat excercise karena merupakan

bronkodilator poten yang mempunyai onset cepat atau biasanya

disebut sebagai short Acting β2- agonist (SABA). Formulasi dari

salbutamol terdiri dari campuran rasemat enansiomer –R dan

enasiomer-R memberikan aktivitas bronkodilator beserta efek

samping sedang enansiomer-R memberikan sifat inert (Kusuma,

2014).

Mekanisme kerja: salbutamol mengaktifkan adenil siklase,

enzim yang merangsang produksi adenosine siklik-3;5 ,-

monofosfat (cAMP). Peningkatan cAMP menyebabkan aktivasi

protein kinase A, yang menghambat fosforilasi myson dan


14

menurunkan konsentrasi ion-ion intraselular, sehingga

menimbulkan efek relaksasi otot polos (Kusuma, 2014).

2. Fenoterol

Fenoterol adalah β2 agonis dengan aktivitas intrinsic lebih

tinggi dari salbutamol. Menghasilkan efek maksimal yang lebih

besar dan memiliki efek sistemik yang lebih besar jika

digunakan lebih tinggi dari dosis konvensional (Lorensia, 2017).

Mekanisme kerja: fenoterol adalah melalui stimulasi b2 di

trachea 2adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan

adenosintrifosat (ATP) yang kaya energy menjadi cyclic-

adenosin monophosphate (cAMP) dengan pembebasan energy

yang digunakan untuk proses-proses dalam sel (Lorensia, 2017).

3. Deksametason

Deksametason adalah kortikosteroid dengan aktivitas

utama glukokortikoid. Deksametason digunakan terutama

sebagai agen anti-inflamasi atau imuno supresan (Erlangga, dkk,

2014).

Deksametason merupakan salah satu kortikosteroid

sintetis terampuh. Kemampuannya dalam menanggulangi

peradangan dan alergi lebih sepuluh, kali lebih hebat dari yang

dimiliki prednisone (Ridho, 2010).

Deksametason adalah salah satu kortikosteroid sintesis

dengan aktivitas glukokortikoid yang sangat tinggi sedangkan


15

aktivitas mineralokortikoid yang rendah, sehingga digunakan

untuk kondisi yang memerlukan kortikosteroid tinggi tanpa

retensi cairan yang membahayakan dan memiliki aktivitas

imunosupresan serta efek anti-inflamasi (Humaira, 2011).

Mekanisme kerja: deksametason memiliki efek terhadap

metabolisme dan mampu mengubah respon imun.

Deksametason memiliki efek anti-inflamasi dengan efek

mineralokortikoid yang minimal.

4. Terbutalin

Terbutalin adalah selektif β2-agonis, dengan profil yang

mirip dengan salbutamol, dan profil efek samping yang mirip

dengan yang dari salbutamol pada dosis setara yang juga

termasuk SABA ( Atmoko, 2011).

Mekanisme kerja: Terbutalin menstimulasi reseptor beta

adrenergic di sistem saraf simpatetik sehingga menyebabkan

relaksasi smooth muscle di bronchial tree dan peripheral

vasculature. Efek pada resptor alfa adrenergik sedikit atau

tidak ada (Ikawati, 2006)

5. Salmeterol

Salmeterol adalah selektif β2-agonis yang sangat poten

dan mempunya DOA yang panjang (LABA) daripada

salbutamol. Biasanya digunakan dengan kortikosteroid inhalasi

untuk memperpanjang efek bronkodilatasi. Obat ini


16

mempunyai OOA yang lama sehingga tidak sesuai digunakan

pada serangan asma akut (Carima, 2016).

Mekanisme kerja: salmeterol pada saluran nafas dengan

merelaksasi otot dan membuka saluran udara untuk

meningkatkan pernapasan. Mengontrol gejala masalah

pernapasan dapat membuat anda dapat beraktivitas dengan

normal.

2.1.3 Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 44 Tahun 2016, Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal

dengan sebutan Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat

di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah kecamatan.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi

menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya

Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas

merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan

kabupaten/kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,

akan mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan

Rencana Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota.


17

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

puskesmas merupakan salah satu fasilitas atau sarana kesehatan yang

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, mempunyai

wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan

kesehatanmasyarakat, dan berperan penting untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat.

2.1.1.1 Tugas dan Fungsi Puskesmas

Berdasarkan Permenkes No. 75 Tahun 2014 tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas mempunyai tugas

melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, puskesmas menyelenggarakan

fungsi sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat)

tingkat pertama di wilayah kerjanya.

2. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan)

tingkat pertama di wilayah kerjanya.

3. Sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan.

2.1.1.2 Tujuan Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomer 75

tahun 2014 memiliki tujuan sebagai berikut :


18

1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran dan

kemampuan hidup sehat.

2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.

3. Hidup dalam lingkungan sehat. Memiliki derajat

kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat.

2.1.1.3 Jenis- jenis Puskesmas

Menurut (Kementerian Kesehatan RI, 2017), jenis

Puskesmas menurut kemampuan penyelenggaraan kesehatan

dibagi dua kelompok yakni :

1. Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi

tambahan sumber daya untuk menyelenggarakan

pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan

pelayanan kesehatan.

2. Puskesmas non rawat inap adalah puskesmas yang tidak

menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali

pertolongan persalinan normal.

Menurut (Kementerian Kesehatan RI, 2017)

Puskesmas pembantu (Pustu) adalah unit pelayanan

kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang dan

membantu memperluas jangkauan dengan melaksanakan

kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam ruang

lingkup wilayah yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi


19

pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan tenaga dan

sarana yang tersedia.

Puskesmas Bulakamba merupakan Puskesmas

puskesmas rawat inap dan non rawat inap. Rawat inap sendiri

untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap dan non rawat

inap tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali

pertolongan persalinan normal.

2.1.1.4 Profil Puskesmas Bulakamba Kabupaten Brebes

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes (2018),

profil Puskesmas Bulakamba Kabupaten Brebes, meliputi:

1. Keadaan Geografi

Keadaan geografi di Puskesmas Bulakamba Kabupaten

Brebes meliputi sebagai berikut:

a. Letak Geografi

UPTD Puskesmas Bulakamba terletak di

Jalan Raya No. 27 Bulusari, Kecamatan Bulakamba

Kabupaten Brebes Kode pos 52253. Batas-batas

wilayah kerja UPTD Puskesmas Bulakamba

meliputi :

1) Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah

Puskesmas Kluwut dan Puskesmas Tanjung.

2) Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah

Puskesmas Wanasari.
20

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan

Larangan dan Kecamatan Ketanggungan.

4) Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.

2. Topografi

UPTD Puskesmas Bulakamba yang terletak di

kecamatan Bulakamba merupakan daerah pantai, yaitu

daerah ketinggiannya Antara 1 – 10 meter di atas

permukaan laut terdiri dari tanah sawah dan tanah kering

dan berada di bagian barat wilayah Kabupaten Brebes

(Dinas Kesehatan Kabupaten ,2018).

3. Keadaan Penduduk

Menurut (Dinas Kesehatan, 2018), berdasarkan

data statistik kecamatan Bulakamba, jumlah penduduk di

wilayah kerja UPTD Puskesmas Bulakamba tahun 2018

adalah sebanyak 54.138 jiwa. Untuk wilayah dengan

penduduk tertinggi ada di kelurahan Bulusari sebanyak

10.165 jiwa (42,17 dari total penduduk di wilayah kerja

UPTD Puskesmas Bulakamba) dan terendah di kelurahan

Jubang sebanyak 3.627 jiwa (15,84 dari total penduduk

di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bulakamba)


21

4. Situasi Sumber Daya Kesehatan

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes

(2018), situasi sumber daya kesehatan di Puskesmas

Bulakamba Kabupaten Brebes meliputi sebagai berikut :

a. Data Dasar Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan

Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pengembangan kesehatan di

suatu wilayah kerja. Puskesmas adalah sarana

pelayanan kesehatan ditingkat dasar yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat

menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan

terjangkau oleh masyarakat.

Bila dibandingkan dengan konsep wilayah

kerja Puskesmas, dimana sasaran penduduk yang

dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000

penduduk per puskesmas, maka rasio jumlah

puskesmas per 30.000 penduduk di UPTD

Puskesmas Bulakamba tahun 2018 adalah 0,38. Ini

berarti jumlah puskesmas di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Bulakamba masih kurang dan idealnya

berjumlah 3 puskesmas.
22

Untuk mengatasi hal ini, jangkauan

pelayanan kesehatan diperluas dengan adanya

puskesmas pembantu (pustu) dan puskesmas keliling

(pusling). Dengan adanya jaringan puskesmas ini,

diharapkan pelayanan terhadap kebutuhan kesehatan

penduduk wilayah UPTD Puskesmas Bulakamba

lebih mudah terjangkau dan terlayani dalam

melaksanakan pelayanannya, UPTD Puskesmas

Bulakamba dibantu dengan adanya 2 puskesmas

pembantu, yaitu puskesmas Pulogading dan

puskesmas Jubang

b. Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat

(UKBM)

Upaya Kesehatan Bersumber Daya

Masyarakat (UKBM) adalah upaya pembangunan

kesehatan yang melibatkan peran serta masyarakata

agar masyarakat dapat hidup sehat secara mandiri.

UKBM sendiri terdiri atas desa siaga, forum

kesehatan desa, poliklinik kesehatan desa dan

posyandu.

Jumlah UKBM di UPTD Puskesmas

Bulakamba tahun 2018 adalah sebanyak 49 UKBM,

jumlah UKBM yang paling banyak adalah posyandu


23

yaitu sejumlah 24, posbindu sejumlah 11, poskestren

sejumlah 2, dan pos UKK sejumlah 6, polides

sejumlah 6, sedangkan untuk jumlah desa siaga yaitu

sebanyak 0.

4. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan yang ada di UPTD Puskesmas

Bulakamba telah tersebar hingga ke puskesmas

pembantu, namun kenyataannya penempata tenaga

kesehatan disarana kesehatan khususnya milik

pemerintah masih belum merata ditambah jumlah

kebutuhan tenaga kesehatan sesuai teknis dam fungsinya

belum sepenuhnya terpenuhi, hal ini menyebabkan mutu

pelayanan kesehatan kurang maksimal. Untuk

mengetahui apakah jumlah tenaga kesehatan di UPTD

Puskesmas Bulakamba sudah sesuai dengan kebutuhan,

makadapat membandingkan dengan target rasio yang

ditetapkan berdasarkan indikator Indonesia sehat (Dinas

Kesehatan Koabupaten brebes, 2018).

5. Visi dan Misi UPTD Puskesmas Bulakamba

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes

(2018) visi misi UPTD Puskesmas Bulakamba meliputi:

Visi Puskesmas Bulakamba Kabupaten Brebes

adalah “Puskesmas yang mampu mewujudkan


24

masyarakat wilayah Puskesmas Bulakamba yang sehat

dan mandiri”.

Sedangkan Misi Puskesmas Bulakamba

Kabupaten Brebes adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang

Bermutu,Amanah dan Bersahabat.

2. Meningkatkan sarana dan prasarana guna

mewujudkan masyarakat berprilaku sehat dan

mandiri.

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang

professional dan bertanggung jawab.

4. Meninngkatkan kerja sama lintas program dan

sektoral secara harmonis.


25

2.2 Kerangka Teori

Kerangka konsep merupakan ikhtiar sebuah struktur logis dari arti

yang memandu studi dan memungkinkan peneliti untuk menghubungkan

pertemuan-pertemuan dalam ilmu pengetahuan keperawatan.

(Bronkodilator, beta adrenergik)

Salbutmol

(Beta Simpatomimetika,
adrenoreseptor)

fenoterol

Pasien Asma Penggobatan (Kortikosteroid, steroid)


Asma
deksametason

(Derivat Xanthine, xanthine


bronchodilator)

Teofilin

(Bronkodilator)

Terbutalin

(Bronkodilator)

Salmeterol

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori (Purnomo, 2008).


26

2.3 Kerangka konsep

Penelitian ini adalah Penelitian deskriptif . Berdasarkan tujuanya,

kerangka konsep penelitian: Gambaran penggunaan obat Asma di

Puskesmas Bulakamba Kabupaten Brebes

Salbutamol

Golongan
Pasien Asma Obat Dexametason
Bronkodilator

Ambroxol

-Umur
-Jenis
Kelamin
-Pendidikan
-Pekerjaan
-Penggunaan
Obat

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep


27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

penelitian yang di lakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran

atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmojo, 2010).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik

purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan suatu cara

pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh, yaitu tidak mencakup

seluruh objek penelitian akan tetapi sebagian saja dari populasi.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Bulakamba Kabupaten

Brebes

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember - Januari 2021

3.3 Populasi Dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas

subyek atau subjek yang memiliki karakter dan kualitas tertentu yang

di tetapkan oleh seorang penelitian untuk dipelajari kemudian ditarik

sebuah kesimpulan (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini


28

adalah semua resep pasien yang mengandung obat asma pada bulan

Desember sampai Januari di Puskesmas Bulakamba Kabupaten

Brebes

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang di

miliki oleh populasi (Sugiyono, 2010). Besar sampel yang digunakan

dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus

Lameshow :

z 2 1−a/ 2. p (1− p)
n=
d2

Keterangan:

n = besar sampel

z 21−a/ 2 = tingkat kemaknaan 95 % pada - 005 adalah 1,96

P ( 1 - p ) = estimasi proporsi populasi adalah 50 % ( 1,5 )

d2 = derajat penyimpangan yang di tolerir adalah 10 % ( 0.1 )

Peneliti tidak mengetahui proporsi resep penggunaan obat

asma, maka peneliti memperkirakan proporsi resep penggunaan obat

asma sebesar 50 %, Hal ini sesuai pendapat Notoatmodjo ( 2010 )

yang menyatakan bahwa apabila tidak diketahui proporsi atau sifat

tertentu maka proporsi dapat diperkirakan menjadi 50 %, Derajad

kepercayaan (confidence level) yang penulis tetapkan adalah 95 % dan

derajat payimpangan terhadap populasi adalah 10 %. Perhitungan


29

besar sampel untuk penelitian ini berdasarkan rumus adalah sebagai

berikut :

(1,96)2 . 0,5(1−0,5)
n= ¿¿¿

n = 96,04

Berdasarkan perhitungan sampel diatas, jumlah sampel

minimal yang digunakan sebanyak 96 resep pasien yang mengandung

obat asma pada bulan Oktober sampai Desember di Puskesmas

Bulakamba Kabupaten Brebes

Kriteria Inklusi:

1 Resep rawat Jalan Pasien asma di Puskesmas Bulakamba Periode

bulan Oktober sampai Desember 2019

2. Pasien asma tanpa Penyakit penyerta

Kriteria Esklusi:

1. Resep tidak bisa dibaca.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang berbentuk apa saja

yang di tetapkan oleh seorang peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi mengenai hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulanya.

(Sugiyono, 2009), Variable dalam penelitian ini adalah penggunaan obat

asma di Puskesmas Bulakamba Kabupaten Brebes


30

3.5 Definisi Operasional Variabel

Variab Definisi Alat ukur Hasil Kategori Skala


el Oprasional ukur

Resep Resep yang Formulir Didapat Resep pada Nomina


terdapat rekapitul dari data bulan Oktober l
obat asma asi data resep dan sampai
resep disajikan Desember
dalam
bentuk
tabel

Obat Obat- Formulir Didapat 1.Salbutamol nominal


Asma obatan rekapitul dari data
yang dapat asi data resep dan 2. Dexametason
memberika resep disajikan
3. Ambroxol
n efek dalam
penyembuh bentuk
an bagi tabel
penderita
asma

3.6 Jenis Dan Sumber Data

3.6.1 Jenis penelitian

Semua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

bersifat kuantitatif dan merupakan data sekunder yang akan di sajikan

dalam bentu tabel yang diolah.

3.6.2 Cara Pengumpulan Data

Untuk pengambilan data digunakan data sekunder berupa dokumen

resep yang ada di Puskesmas Bulakamba Kabupaten Brebes. Data

yang diambil yaitu semua resep obat asma yang ada di bulan Oktober-

Desember 2019.
31

3.7 Pengolahan Dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

mendapatkan data atau ringkasan data berdasarkan suatu kelompok

data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga

menghasilkan informasi yang dibutuhkan (Nyayu, 2014).

Adapun kegiatan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Memeriksa (editing)

Merupakan suatu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Data yang dikumpulkan

kemudian diperiksa kembali satu persatu dan dilakukan di tempat

pngumpulan data, sehingga jika ada kekurangan data dapat segera

dilengkapi.

2. Pemberian kode (coding)

Coding adalah pemberian atau pembuatan kode-kode pada

tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama.Coding

dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kode L untuk

pasien laki-laki dan P untuk perempuan (Pratiwi, 2014).

3. Tabulasi

Tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang

telah diberikan kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan untuk


32

melakukan tabulasi ini dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian agar

tidak terjadi kesalahan dalam tabulasi silang (Nyayu, 2014)

4. Entry data adalah proses pemindahan data dari data yang ada di

dokumen-dokumen kertas ataupun catatan lainya menjadi data

digital yang dapat diolah software

5. Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah analisa

univariat. Analisa univariat dilakukan secara deskriptif yang

berfungsi untuk meringkas, mengklasifikasikan dan menyajikan

data. Bentuk analisa univariat dalam penelitian ini berdasarkan

penggolongan obat asma disampng itu juga umur dan jenis kelamin

pasien (Astuti, 2018).

Tabel 3.1 Rekapitulasi Data Resep Obat asma untuk Pasien

No Rentang usia Jenis


Deksametason

Tgl
Salbutamol

Usia Kelamin
Ambroxol

Pasien Dewasa Lansia L P


Resep
18-64 th >64 th

Dst

Jumlah

Lembar Resep
33

Persentase (%)

3.8 Etika penelitian

Menurut Notoatmojo (2010), masalah etika penelitian keperawatan

sangat penting karena penelitian ini sangat berhungan langsung dengan

manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Tanpa Nama (Anomity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

nama responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data.

2. Kerahasiaan (confidentiality)

Semua inforamasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasinya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada

pihak yang terkait dengan peneliti.

3.9 Alur Penelitian

Membuat surat pengantar penelitian

Mengantarkan surat penelitian ke Kesbangpol

Mengantarkan surat penelitian ke Bapeda

Dari Bapeda membuat surat arsipan ke Kesbangpol dan Dinkes

Dari Dinkes mengajukan perizinan ke Puskesmas Bulakamba

Dari Puskesmas Bulakamba mengizinkan surat pengajuan dari Dinkes


diarsipkan di Puskesmas Bulakamba

Pengambilan data penggunaan obat Asma di Puskesmas Bulakamba


34

Gambar 3.1 Alur Penelitia

Anda mungkin juga menyukai