Wound Bed

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TIME (Tissue management, Infection control, Moisture balance management,

epitelization Management)

TIME terdiri dari berbagai strategi yang dapat dilakukan pada berbagai

macam tipe luka yang berbeda-beda untuk mengoptimalkan penyembuhan

luka. International Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB)

banyak mengembangkan konsep persiapan dasar luka. Persiapan dasar luka

adalah penatalaksanaan luka sehingga dapat meningkatkan penyembuhan dari

dalam tubuh diri sendiri atau memfasilitasi efektifitas terapi yang lain. Metode

ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau

jaringan mati menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik.

TIME Management diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Vincent Falanga

dan Dr. Gary Sibbllad berdasarkan pengalamanya merawat luka kronis pada

tahun 2003 yang disponsori oleh produk Smith dan Nephew dalam penelitian

ini sehingga keluar lah akronim (sebutan) manajemen TIME. T Tissue

Management (manajemen jaringan), I Inflammation atau Infection Control

(pengendalian infeksi), M Moist Balance (Keseimbangan kelembapan), dan E

Edge of the Wound (pinggiran luka) (Ousey, 2011)

13
Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
14

a. Tissue Management (Manajemen Jaringan)

T yang ada dalam TIME berhubungan dengan tampilan fisik dari

dasar luka. Tampilan dasar luka bisa berwarna hitam atau jaringan

nekrotik, warna kuning atau slough dan juga warna merah atau

jaringanya sudah bergranulasi (Halim, et.al 2012)

Jaringan nekrotik yang menempel pada luka akan mengganggu

klinis untuk mengkaji kedalaman luka dan kondisi luka. Sehingga

pengkajian luka sering tidak tepat akibat jaringan nekrotik

menghalanginya. Observasi dari luar terlihat luka sudah menghitam

saja, padahal dibagian dalam atau dibawah jaringan nekrotik sudah

bermunculan undermining yang juga berkontribusi dalam menghambat

proses penyembuhan luka (Halim et.al 2012)

Hal lain terjadi akibat jaringan nekrotik ini menjadi tempat yang

sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Koloni

bakteri di aringan nekrotik dapat memproduksi metalloproteinase yang

memberikan efek negative terhadap komponen matriks ekstraseluler

selama proses penyembuhan (Halim et,al 2012)

Manajemen jaringan adalah tindakan yang dilakukan pada T

akronim TIME. Manajemen jaringan adalah proses menyingkirkan

jaringan mati atau jaringan nekrotik, bakteri dan sel yang menghambat

proses penyembuhan luka sehingga dapat menurunkan kontaminasi

luka dan kerusakan jaringan. Tujuan dari manajemen jaringan adalah

untuk mengembalikan dasar luka yang sesuai dengan fungsi matriks

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
15

ekstraseluler yang optimal. Manajemen jaringan yang dimaksudkan

dalam pembahasan ini sering kita kenal dengan istilah debridement

(Halim et.al 2012)

Tindakan utama manajemen jaringan adalah melakukan

debridement yang dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga dapat

dipilih jenis-jenis debridement yang akan dilakukan. Debridement

adalah sebuah kegiatan mengangkat atau menghilangkan jaringan mati

(devaskularisasi), jaringan terinfeksi, dan benda asing dari dasar luka

sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi yang baik.

Untuk mendapatkan dasar luka yang baik (tidak ada jaringan yang mati

dan benda asing), diperlukan tindakan debridement secara

berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan dan factor, sistemik pasien

sebelum melakukan debridement, tentukan pencapaian hasil dan pilih

jenis debridement yang cocok untuk pasien tersebut.

Pengangkatan jaringan mati (Manajemen T) memerlukan waktu

tambahan dalam penuuembuhan luka. Waktu efeketif dalam

pengangkatan jaringan mati yaitu sekitar dua minggu (14 hari) dan

tentunya tanpa daktu penyulit yang berarti, misal GDS terkontrol,

penyumbatan atau gangguan pebuluh darah teratasi, mobilisasi baik

dan lain sebagainya. jika kondisi sistemik pasien tidak medukung,

persiapan dasar luka akan memanjang hingga 4-6 minggu. (Arisanty,

2013)

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
16

b. Infection-Inflamation Control ( Manajemen Infeksi dan Inflamasi)

TIME yang ke dua adalah Infection-Inflamation Control yaitu

kegiatan mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka. Inflamasi

merupakan respon normal tubuh ketika terjadi cedera pada jaringan

tubuh. respon ini bertujuan untuk melindungi atau meperbaiki

kerusakan. Hal ini ditandai dengan panas, kemerahan, nyeri dan

bengkak yang merupakan tanda-tanda klinis dari terjadinya infeksi.

Untuk dapat membedakan keduanya dibutuhkan pemahaman terhadap

proses penyembuhan luka dan memastikan tanda serta gejala yang

normalnya muncul pada masing-masing tahap penyembuhan luka.

Sebelum terjadi infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman

mulai dari kontaminasi, kolonisasi, kolonisasi krisis, kemudian infeksi.

Luka dikatakan infeksi jika ada tanda tanda inflamasi/infeksi, eksudat

purulent, bertambah, dan berbau, luka meluas/ break down, dan

pemeriksaan penunjang diagnostic menunjukan leucosis dan makrofag

meningkat, kultur eksudat menunjukan bakteri >106 /g jaringan.

(Schult et., 2003 dalam Arisanty 2013)

c. Moisture Balance Management ( Manajemen pengaturan kelembapan

luka)

M akronim TIME bermaksud untuk meningkatkan keseimbangan

kelembapan yang bertujuan untuk mendorong penyembuhan dengan

prinsip penyembuhan luka kelembapan. Luka yang kering dan

dehidrasi data mengakibatkan nyeri dan gatal pada pasien. Luka kering

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
17

juga dapat menghambat penyembuhan luka karena sel epitel tidak bisa

berpindah melalui jaringan (Mat saat, 2012)

Kebanyakan luka memiliki derajat yang basah dikarenakan

keberadaan eksudat. Hal ini merupakan fenomena yang normal pada

semua jenis luka dan dengan berbagai etiologi. Produksi eksudat ini

merupakan bagian dari proses inflamasi yang terjadi pada luka. Pada

luka operasi produksi eksudat adalah hal normal pada 48 hingga 72

jam, namun secara umum bila eksudat yang dihasilkan banyak dan

dalam tempo waktu yang panjang justru mengakibatkakn

keterlambatan penyembuhan luka. (Mat Saat, 2012)

Matt Saat (2012) mengemukakan evolusi kelembapan pada

penyembuhan luka (moist wound healing) bahwa cairan yang

berlebihan pada luka kronis dapat menyebabkan dangguan kegiatan sel

mediator seperti growth factor pada jaringan. Banyaknya eksudat pada

luka kronis dapat menimbulkan maserasi dan perlukaan baru pada

daerah sekitar luka sehingga konsep kelembapan yang dikembangkan

adalah keseimbangan kelembapan luka. Tujuan manajemenya adalah

melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan

kelembapan dan mendukung penyembuhan luka dengan menetukan

jenis dan fungsi balutan yang akan digunakan. Balutan tersebut harus

bersifat memberikan kelembapan bila luka kering dan menyerap

kelembapan bila luka basah.

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
18

d. Epitelization Advancement Management (Manajemen Tepi Luka)

Perkembangan tepi luka dalam pengertian keratinosit dan kontraksi

luka adalah satu dari indicator utama penyembuhan luka. Secara

sederhana keratinosit tidak mampu berproliferasi dan mengangkat

seluruh jaringan nekrotik, biofilm, hipergranulasi, slough, munculnya

kalus. Untuk menghilangkan lingkungan yang merugikan dalam proses

penyembuhan luka, maka perlu dilakukan debridement. Pengendalian

infeksi serta peradangan yang berlebihan harus dicapai untuk

mengurangi tingkat prostease ke level normal sehingga dengan kondisi

tersebut replica sel epitel dapat terjadi.

Proses epiletisasi adalah proses penutupan luka yang dimulai dari

tepi luka, sedangkan proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi.

Tepi luka yang siap melakukan proses penutupan (epitelisasi) adalah

tepi luka yang halus, bersih, tipis, menyatu dengan dasar luka, dan

lunak. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi luka disebabkan

oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan mati. Jika di tepi

luka masih ada nekrosis jaringan nekrosis tersebut harus diangkat. Jika

ada undermining dan kedalaman maka proses granulasi harus

dirangsang dengan menciptakan konsidi yang sangat lembab dan

seimbang. Jika terjadi kesamaan antara tinggi luka dengan tepi luka

maka proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik dan rata. Jika dasar

luka belum menyatu dengan tepi luka, namun proses epitelisasi telah

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
19

terjadi, hal ini dapat menyebabkan luka sembuh dengan permukaan

yang tidak rata.

B. BWAT (Bates-Jensen Wound Assesment Tool)

BWAT awalnya dikenal dengan sebutan PSST (Pressure Score Status

Tool), merupakan skala yang digunakan untuk mengkaji luka tekan termasuk

ulkus diabetic. Skala ini sudah teruji validitas dan reliabilitasnya, sehingga alat

ini biasa di terapkan di rumah sakit, puskesmas atau klinik kesehatan. Nilai

yang dihasilkan dari skala ini menggambarkan status keparahan luka. Semakin

tinggi nilai yang dihasilkan, maka menggambarkan status luka yang semakin

parah (Pillen et.,al 2009; Yolanda 2015)

BWAT merupakan alat ukur luka tekan termasuk ulkus diabetikum yang

terdiri dari 13 item didalamnya, yaitu : Size, Dept, Edge, Undermining,

Necrotic Tissue Type, Nerotic Tisue Amount, Exudate Type, Exudate Amount,

Skin Color Surrounding Wound, Peripheral Tissue Edema, Pheriperal Tissue

Induration, Granulation Tissue dan Epithelialisation. Ke 13 item tersebut

digunakan untuk melakukan pengkajian luka ulkus diabetic. Setiap item diatas

memliliki nilai yang dapat menggambarkan status luka tekan pada pasien

ulkus diabetic (Fernanda et.,al 2015)

BWAT merupakan alat ukur luka ulkus diabetikum yang terdiri dari 13

item didalamnya, yaitu :

1. Size (Ukuran luka )

Ukuran luka dapat di artikan sebagai luas permukaan luka pasien.

Luas permukaan dapat dilihat dengan mengalikan panjang dengan lebar.

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
20

Metode yang paling umum digunakan dalam menentukan ukuran adalah

mengukur (dalam cm) aspek terpanjang dan tegak lurus dari permukaan

luka yang terlihat. Hal ini dapat menjadi sulit untuk ditentukan dalam

mengukur ukuran pada beberapa luka, karena tepi luka mungkin sulit

untuk diketahui atau tepi luka tidak teratur.

2. Dept (Kedalaman)

Kedalaman luka merupakan ukuran dasar luka ke permukaan luka.

Mengukur kedalaman luka dapat dilakukan dengan menggunakan

aplikator yang berujung katun/kapas. Masukkan aplikator di bagian

terdalam dari luka dan tandai aplikator dengan pulpen, dan ukur jarak dari

ujung yang ditandai, dengan menggunakan panduan pengukuran metric

3. Edge (Tepi luka)

Tepi luka merupakan daerah dimana jaringan normal menyatu

dengan dasar luka. Tepi luka menunjukkan beberapa karakteristik luka

yang paling penting. Saat menilai tepi luka, lihat bagaimana penampakan

dari luka tersebut

4. Undermining/Tunneling (GOA)

Merupakan hilangnya jaringan dibawah permukaan kulit yang

utuh. Undermining didefinisikan sebagai pengikisan dibawah tepi luka,

dan tunneling didefinisikan sebagai sebaris dari jalur bidang yang

mengarah ke saluran sinus. Undermining biasanya melibatkan jaringan

subkutan dan mengikuti jalur bidang disamping luka. Tunneling biasanya

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
21

melibatkan persentase kecil dari margin luka: sempit dan cukup panjang

dan tampaknya memiliki tujuan

5. Necrotic Tissue Type (Tipe jaringan nekrotik )

Tipe jaringan nekrosis didefinisikan sebagai jaringan devisa yang

mati. Dapat berwarna hitam, coklat, abu-abu, atau kuning. Tekstur bisa

kering dan kasar, lembut, lembab, atau berserabut. Karakteristik jaringan

nekrotik meliputi tampilan, warna, konsistensi. Bau bisa ada atau tidak

ada. Banyak tenaga kesehatan yang salah menilai jaringan nekrotik.

Terkadang mereka menilai jaringan kuning dan putih sebagai jaringan

nekrotik padahal tidak selamanya seperti itu. Jaringan kuning bisa berupa

lemak kuning yang sehat, membran reticular dermis, atau tendon. Jaringan

putih bisa berupa jaringan ikat, fasia, atau ligament

6. Jumlah Jaringan Nekrotik

Jumlah jaringan nekrotik dapat diukur menggunakan panduan

dengan menggunakan matric transparan menggunakan lingkaran yang

berpusat dibagi menjadi 4 (25%) kuadran yang berbentuk lingkaran untuk

membantu menentukan presentasi luka yang terlibat

7. Exudate Type (Tipe Eksudat)

Ada 4 tipe eksudat antara lain :

a) Berdarah : Tipis, berwarna merah terang

b) Serosanguineous : Tipis, berair, berwarna merah pucat

c) Serosa : Tipis, Berair, Jelas

d) Purulen : Tipis atau tebal, buram dan bening

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
22

8. Exudate Amount (Jumlah Eksudat)

Jumlah eksudat dapat diukur menggunakan panduan

pengukuran matrik transparan lingkaran konsentrasi dibagi menjadi 4

(25%) kuadran, berbentuk lingkaran untuk menentukan presentasi

pembalut yang dapat menyerap eksudat.

9. Warna Kulit di Sekitar luka

Warna kulit di sekitar luka dapat mengindikasikan luka lebih lanjut

dari tekanan, gesekan, atau gunting. Karakteristik Kulit di Sekitar luka

sering merupakan indikasi pertama yang menyebabkan kerusakan jaringan

lebih lanjut. Yang paling sering ditemukan dalam pengamatan kulit

disekitar luka adalah eritema. Eritema didefinisikan sebagai kemerahan

atau kehitaman pada kulit, dibandingkan dengan kulit di sekitarnya.

Eritema setelah trauma disebabkan oleh pecahnya venula dan kapiler kecil

atau mungkin disebabkan oleh aliran darah masuk untuk memulai proses

peradangan

10. Edema

Edema merupakan pembengkakakan yang terjadi pada luka dan

sekitarnya. Kaji jaringan dalam 4 cm tepi luka. Kenali edema dengan

menekan jari ke dalam jaringan dan tunggu selama 5 detik. Saat

melepaskan tekanan, jaringan gagal untuk kembali ke posisi normal, dan

lekukan muncul. Ukur seberapa jauh edema melampaui tepi luka.

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
23

11. Indurasi

Indurasi adalah ketegasan jaringan yang abnormal dengan margin.

Indurasi dapat menjadi tanda kerusakan yang akan terjadi pada jaringan.

Seiring dengan perubahan warna kulit, indurasi merupakan pertanda

trauma jaringan akibat tekanan lebih lanjut. Raba dimana indurasi dimulai

dan dimana ia berakhir. Raba dari jaringan sehat, bergerak menuju tepi

luka. Biasanya terasa sedikit ketegasan pada tepi luka itu. Jaringan normal

terasa lembut dan kenyal sedangan indurasi terasa keras dan tegas saat

disentuh

12. Jaringan granulasi

Jaringan granulasi adalah penanda dari kesehatan luka. Itu adalah

tanda fase proliferatif dari penyembuhan luka dan biasanya akhir dari

penutupan luka. Jaringan granulasi berkembang dari pembuluh darah kecil

dan jaringan ikat ke rongga luka. Jaringan granulasi itu sehat jika cerah,

berdaging merah, mengkilap dan granular dengan penampilan seperti

beludru.

13. Epithelization

Epithelization adalah proses pelepasan epidermal dan muncul

sebagai kulit merah muda atau merah. Epithelization pertama diperhatikan

selama fase peradangan atau fase proliferasi dari penyembuhan sebagai

jaringan merah muda yang berpigmen ringan, bahkan pada individu

dengan kulit berwarna gelap. Banyak orang membingungkan jaringan

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
24

parut pink terang atau kulit baru sebagai eritema. Pada luka dengan

ketebalan parsial, sel epitel dapat berpindah dari tempat di permukaan luka

atau dari tepi luka, atau keduanya. Pada luka dengan ketebalan penuh,

pelepasan epidermal terjadi dari tepi saja, biasanya setelah luka hampir

sepenuhnya terisi dengan jaringan granulasi

C. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya

(Widiastuti, 2015). Artiya ada kesesuaian antara alat ukut dengan fungsi

pengukuran dan sasaran pengukuran. Menurut Ibrahim (2012) validitas

mengarah kepada ketepatan interpretasi hasil pengukuranya. Menurut

Widiastuti (2015) Validitas terbagi menjadi 3 yaitu :

1. Validitas isi (Content Validity)

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian

terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat profesional judgment.

Validitas ini harus memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan

tujuan ukur. Menurut Purwanto (2012) Validitas isi dilakukan atas isinya

untuk memastikan apakah butir tes hasil belajar mengukur secara tepat

keadaan yang ingin diukur. Sebuah instrument memiliki validitas isi

apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau

isi yang diinginkan. Pengujian validitas isi dapat dilakukan menggunakan

satu dari tiga metode yaitu menelaah butih instrument, meminta

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
25

pertimbangan ahli dan analisis korelasi butir instrument. Validitas isi

dibagi menjadi dua yaitu :

a) Face Validity

Validitas muka adalah tercapai apabila pemeriksaan terhadap item-

item instrument memberi kesimpulan bahwa tes tersebut mengukur

aspek yang relevan. Dasar penyimpulannya lebih banyak diletakan

pada common sense dan bersifat subyektif.

b) Logical Validity ( Validitas Logis)

Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling validitas tipe

ini menunjukan pada sejauhmana isi alat ukur merupakan

representasi dari aspek yang hendak diukur. Untuk mendapatkan

validitas yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian

rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu

menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan

2. Validitas Konstruk (Construck Validity)

Konstruk mengandung arti susunan, kerangka atau rkaan. Validitas

konstruk berkaitan dengan konstruksi atau konsep bidang ilmu yang akan

diuji validitas alat ukurnya. Validitas konstruk merrujuk pada kessuaian

antara hasil alat ukur dengan kemampuan yang ingin diukur.

Validitas kostruk dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan

mmasang butir-butir instrument dengan tujuan tertentu yang dimaksudkan

untuk mengungkap tingkatan aspek kognitif tertentu. Untuk mengukur

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
26

validitas konstruk, penyusunan instrument dapat dilakukan dengan

mendasarkan pada alat ukur.

3. Validitas berdasarkan kriteria (Criterior related validity)

Prosedur pendekatan validitas berdasarkan kriteria menghendaki

tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor

tes. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprrediksi oleh skor

tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan. Untuk melihat tingginya

validitas berdasarkan kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor ttes

dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi tes

yang bersangkutan yaitu rxy dimana x melambangkan skor tes dan y

melambangkan skor kriteria.

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
27

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Luka Kronis
Contoh Luka Kronis :
1. Ulkus pada pembuluh darah
Treatment Luka 2. Ulkus karena tekanan
3. Ulkus diabetikum
4. Ulkus pada pembuluh arteri
(Iskemia)
5. Luka kanker
6. Luka abses

Implementasi Perawatan Luka (GB)

Metode Konvensional Metode Modern

Pengkajian Luka

Naratif
Gambar Checklist
Skore TIME-BWAT
TIME

Validitas Format
checklist
TIME-BWAT

Sumber : Modifikasi dari Perry & Potter (2006) , Irma P, Arisanty (2013), Daniela

Fernanda, Et.al., (2015) Indah, N (2017)

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019
28

E. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Format pengkajian luka Validitas Format


TIME modifikasi Bates- pengkajian luka TIME
Jensen metode cheklist modifikasi Bates-Jensen
metode cheklist

Validitas Format Pengkajian…, Maulida Khoerunisa, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP, 2019

Anda mungkin juga menyukai