Proposal KTI YUNIZES RPL RAMIN Ok

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 39

PROFIL PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN BAHAN MEDIS

HABIS PAKAI DI PUSKESMAS SURANTIH


KABUPATEN PESISIR SELATAN
TAHUN 2020

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
YUNIZES EFNITA CANDRA
NIM 2019196

AKADEMI FARMASI
YAYASAN RANAH MINANG
PADANG
2020
PROPOSAL PENELITIAN INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA U
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH AKADEMI FARMASI YAYASAN RANAH MINA
PADANG

PROFIL PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI


PUSKESMAS SURANTIH
KABUPATEN PESISIR SELATAN
TAHUN 2020

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
YUNIZES EFNITA CANDRA
NIM 2019196

Disetujui Oleh :

Pembimbing

Prof. DR. Akmal Djamaan

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1


1.2 Perumusan Masalah......................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................6
1.3.1 Tujuan khusus..................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................7
1.5 Ruang Lingkup.............................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................9

2.1 Pengelolaan Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai........................9


2.1.1 Perencanan Kebutuhan Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai.................................................................................................12
2.1.2 Permintaan Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai.............13
2.1.3 Penerimaan Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai............13
2.1.4 Penyimpanan Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai.........14
2.1.5 Pendistribusian Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai......16
2.1.6 Pemusnahan dan Penarikan..............................................................17
2.1.7 Pengendalian Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai.........18
2.2 Sumber Daya Manusia Kesehatan..............................................................19
2.3 Sarana dan Prasarana..................................................................................20

ii
BAB III KERANGKA KONSEP.......................................................................23

3.1 Kerangka Konsep........................................................................................23


3.2 Variabel Penelitian......................................................................................25
3.3 Defenisi Operasional...................................................................................26

BAB IV METODE PENELITIAN....................................................................28

4.1 Jenis Penelitian..........................................................................................28


4.2 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................................29
4.3 Cara Pengumpulan Data............................................................................29
4.4 Etika Penelitian..........................................................................................30
4.5 Instrumen Penelitian..................................................................................30
4.6 Rencana Pengolahan Data dan Analisa Data............................................ 31

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat

pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,

dengan tetap melaksanakan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan

pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh,

terpadu, dan berkesinambungan untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 75 Tahun 2014 tentang

pusat kesehatan masyarakat).

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan

yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan

penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi

pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan

berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat

pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan

1
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat (Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 74 Tahun 2016 tentang

standar pelayanan kefarmasian di puskesmas).

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu

dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan

masalah Obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan

pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian,

mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi

kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi

pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian

(pharmaceutical care) (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomor 74 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di

puskesmas).

Meskipun upaya untuk memenuhi kebutuhan bidang kesehatan

melekat pada setiap warga negara, namun mengingat karakteristik

barang/jasa kesehatan tidak dapat diusahakan/diproduksi sendiri secara

langsung oleh masing-masing warga negara, melainkan harus ada pihak

lain yang secara khusus memproduksi dan menyediakan, maka

penyediaan barang/jasa bidang kesehatan mutlak memerlukan keterlibatan

pemerintah untuk menjamin ketersediaan barang/jasa kesehatan yang

dapat diperoleh warga negara yang memerlukan sesuai dengan kebutuhan

dan menyediakan barang/jasa kesehatan bagi warga negara yang tidak

mampu memenuhi kebutuhan di bidang kesehatan termasuk barang medis

habis pakai dan obat-obatan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik

2
Indonesia nomor 4 Tahun 2019 tentang standar teknis pemenuhan mutu

pelayanan dasar pada standar pelayanan minimal bidang kesehatan).

Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas adalah meliputi

standar: pengelolaan Sediaan Farmasi dan pelayanan farmasi klinik.

Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:

perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan dan

pemantauan dan evaluasi pengelolaan. Pelayanan farmasi klinik

sebagaimana meliputi pengkajian resep, penyerahan Obat, dan

pemberian informasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling,

ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap), pemantauan

dan pelaporan efek samping Obat, pemantauan terapi Obat dan evaluasi

penggunaan Obat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomor 74 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di

puskesmas).

Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang

dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi yang dipimpin

oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab, bagi Puskesmas yang

belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan

Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga teknis

kefarmasian atau tenaga kesehatan lain yang ditugaskan oleh kepala dinas

kesehatan kabupaten/kota. Ruang farmasi terdiri dari ruang

penerimaan resep yang dapat digabungkan dengan ruang penyerahan obat

dan dirancang agar tenaga kefarmasian dapat bertatap muka dengan

3
pasien. Jenis dan jumlah minimum peralatan untuk ruang farmasi

puskesmas untuk menunjang pelayanan kefarmasian juga harus sesuai

dengan standar yang ditetapkan. Selain itu juga harus disediakan fasilitas

pendingin untuk penyimpanan obat -obatan khusus dan vaksin dengan

suplai listrik yang tidak boleh terputus. Demikian juga untuk gudang

farmasi puskesmas, penyimpann obat expired sementara dan

Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi (Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 75 Tahun 2014 tentang pusat

kesehatan masyarakat).

Berdasarkan analisis pembiayaan kesehatan (Pemerintah dan

Masyarakat termasuk Swasta) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan,

masyarakat dan Bank Dunia selama tahun 1982/1983 dan tahun 1986/1987

menunjukkan bahwa pengeluaran khusus obat-obatan di sektor pemerintah

sebesar 18% dari keseluruhan pembiayaan pelayanan kesehatan dan

masyarakat mengeluarkan sebesar 40% biaya pelayanan kesehatan mereka

untuk membeli obat-obatan (Anonim, 2002).

Terjadinya ketidakcukupan obat atau penyediaan stok obat yang

berlebihan merupakan suatu masalah yang sering di jumpai di

puskesmas, dimana masalah tersebut bukan hanya dipengaruhi oleh

faktor dana tetapi juga dipengaruhi oleh proses pengelolaan obat yang

meliputi perencanaan, permintaan/pengadaan, pendistribusian dan

penggunaan obat (Anonim, 2009).

4
Terjaminnya ketersediaan obat di pelayanan kesehatan akan menjaga

citra pelayanan kesehatan itu sendiri, sehingga sangatlah penting menjamin

ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat esensial, namun lebih

penting lagi dalam mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan

efisien (Anonim, 2005).

Selain permasalahan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai

pelayanan kefarmasian di Indonesia juga menyangkut masalah penyimpanan

Obat. Berdasarkan penelitian Wardhana (2013) penyimpanan obat di

Puskesmas pada dua kecamatan yang berbeda di Kota Kediri tidak memenuhi

persyaratan Depkes tahun 2008. sedangkan Athijah (2011) menyebutkan

bahwa dari 20 Puskesmas di wilayah Surabaya timur 60% gudang obat dan

65% kamar Obat tidak memenuhi standar penyimpanan obat menurut Depkes

tahun 2008.

Puskesmas Surantih merupakan salah satu puskesmas yang berada di

kabupaten Pesisir Selatan, tepatnya berada di Kenagarian Gunung Rajo, salah

satu dari dua belas kenagarian yang terletak di Kecamatan Sutera

Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Surantih

pada tahun 2019 khususnya pada Triwulan ke empat pada Bulan Desember

terjadi kekurangan persediaan obat untuk beberapa item obat seperti

Parasetamol, CTM, dan permintaan obat yang tidak terealisasi sesuai yang

diminta oleh puskesmas. Dalam mengatasi masalah kekurangan persediaan

obat tahun 2019 maka Puskesmas Surantih menggunakan sistem Bon yang

diajukan Kepala Puskesmas ke IFK Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir

5
Selatan. Selain itu jika di tinjau dari standar jumlah dan jenis peralatan

penunjang pelayanan farmasi juga belum mencukupi standar minimum

menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2014.

Dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai ” Profil Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis

Habis Pakai Di Puskesmas Surantih Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2020 ”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah Profil Pengelolaan Sediaan Farmasi dan

Bahan Medis Habis Pakai Di Puskesmas Surantih Kabupaten Pesisir Selatan

Tahun 2020 “

1.3 Tujuan Penelitan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Profil Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan

Medis Habis Pakai di Puskesmas Surantih Kabupaten Pesisir Selatan Tahun

2020

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahuinya perencanaan kebutuhan, permintaan, dan penerimaan Obat

dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas Surantih Kabupaten Pesisir

Selatan Tahun 2020.

6
1.3.2.2 Diketahuinya penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian Obat dan

Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas Surantih Kabupaten Pesisir

Selatan Tahun 2020.

1.3.2.3 Diketahuinya Jenis dan Jumlah peralatan pelayanan farmasi di

Puskesmas Surantih Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2020.

1.3.2.4 Diketahuinya Kepatuhan Petugas terhadap SOP/ Kebijakan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga dalam memperluas

wawasan dan pengetahuan dalam penelitian ilmiah

2. Bahan masukan bagi puskesmas Surantih dalam Pengelolaan Sediaan

Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dalam rangka peningkatan

efisiens

3. Sebagai salah satu sumber informasi bagi Dians Kesehatan Kabupaten

Pesisir Selatan dalam rangka penentuan arah kebijakan, perbaikan dalam

Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakaidi Puskesmas

Surantih.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang Profil Pengelolaan Sediaan Farmasi

dan Bahan Medis Habis Pakai Di Puskesmas Surantih Kabupaten Pesisir

Selatan Tahun 2020. Dalam penelitian ini peneliti membandingkan kondisi

7
pengelolaan kefarmasian di Puskesmas surantih dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 74 Tahun 2016 tentang standar

pelayanan kefarmasian di puskesmas. Penelitian ini bersifat deskriptif

dengan metode observasi, wawancara dan telaah dokumen. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Juli 2020 di Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera

Kabupaten Pesisir Selatan.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Sedian Farmasi adalah Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat

tradisional dan kosmetika. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk

produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem

fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

Sedangkan Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk

penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam

peraturan perundang-undangan (PMK nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas).

Obat merupakan komponen utama dalam intervensi mengatasi masalah

kesehatan, maka pengadaan obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan

indikator untuk mengukur tercapainya efektifitas dan keadilan dalam pelayanan

kesehatan (Idham, 2005).

Menurut Ansel (1989), obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang

dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati dan mencegah

penyakit pada manusia atau hewan. Menurut Tjay dan Rahardja (2003), obat

merupakan semua zat kimiawi, hewani maupun nabati dalam dosis yang layak

menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya.

9
Pengelolaan merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai

tujuan tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan dapat

terjadi dengan baik bila dilaksanakan dengan dukungan kemampuan

menggunakan sumber daya yang tersedia dalam system (Anonim, 2001).

Pengelolaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut lima

fungsi pokok yaitu perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penggunaan,

pencatatan dan pelaporan lain ( Anonim, 1995 )

Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut

aspek perencanaan, pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat yang

dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis

perbekalan farmasi dan alat kesehatan, dengan memanfaatkan sumber-sumber

yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metoda dan tata

laksana) dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan diberbagai tingkat unit

kerja (Anonim, 2001).

Upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan ketersediaan obat dan

kualitas pelayanan obat di Puskesmas dan sub unit pelayanan kesehatan

dilingkungan Puskesmas adalah melaksanakan berbagai aspek pengelolaan obat

antara lain dalam sistem manajemen informasi obat, dimana salah satu unsur

penting yang ikut menentukan kebersihan seluruh rangkaian pencatatan dan

pelaporan pemakaian obat (Anonim, 2000).

Pengelolaan obat bertujuan memelihara dan meningkatkan penggunaan

obat secara rasonal dan ekonomis di unit-unit pelayanan kesehatan melalui

10
penyediaan obat-obatan yang tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tempat.

Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) merupakan salah satu

contoh pengelolaan obat yang bermanfaat untuk mengendalikan tingkatan stok,

perencanaan distribusi, perencanaan kebutuhan obat dan memantau penggunaan

obat (Anonim, 2004).

Terlaksananya pengelolaan obat dengan efektif dan efisien perlu ditunjang

dengan sistem informasi manajemen obat untuk menggalang keterpaduan

pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan obat. Dengan adanya sistem ini

pelaksanaan salah satu kegiatan pengelolaan obat dapat dengan mudah

diselaraskan dengan yang lain. Selain itu, berbagaim kendala yang menimbulkan

kegagalan atau keterlambatan salah satu kegiatan dengan cepat dapat diketahui,

sehingga segera dapat ditempuh berbagai tindakan operasional yang diperlikan

untuk mengatasinya (Anonim, 2001).

Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan

salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan,

permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan

dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin

kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis

Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan

kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi

manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan(PMK nomor 74

tahun 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas).

11
2.1.1 Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis

Pakai

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan

Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi

dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas (PMK nomor 74 tahun 2016,

Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas). Adapun tujuan dari proses

perencanaan adalah untuk mendapatkan:

1. Perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis

Pakai yang mendekati kebutuhan

2. Meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan

3. Meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan

dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi

periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan.

Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu

pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses

seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti

dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan

dengan pengobatan (PMK nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian

di Puskesmas).

Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun dilakukan

secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian

Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat

(LPLPO). Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan

12
kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah

kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan

waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih (PMK

nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas).

2.1.2 Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah

memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di

Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan

diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat (PMK

nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas).

2.1.3 Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu

kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dari

Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara mandiri

sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan

Farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang

diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan

mutu (PMK nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas).

Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas

ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat dan

Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.

13
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap Sediaan

Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah

kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi sesuai

dengan isi dokumen LPLPO, ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan

diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka Tenaga

Kefarmasian dapat mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari

Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di

Puskesmas ditambah satu bulan (PMK nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas).

2.1.4 Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan

suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman

(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap

terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan (PMK nomor 74 tahun 2016,

Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas).

Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas

dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Penyimpanan sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dengan

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. bentuk dan jenis sediaan

2. kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan Sediaan

Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban

3. mudah atau tidaknya meledak/terbakar

14
4. narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangantempat penyimpanan Sediaan Farmasi

tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang

menyebabkan kontaminasi.

(PMK nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas)

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara

dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai

aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat

(Anonima, 2006).

Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk (Anonima, 2006):

1) Memelihara mutu obat-obatan.

2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.

3) Menjaga kelangsungan persediaan.

4) Memudahkan pencarian dan pengawasan.

Standar penyimpanan obat yang dipakai adalah sebagai berikut

(Anonim, 2004):

1) Persyaratan gudang

a) Cukup luas minimal 3 x 4 m2

b) Ruang kering tidak lembab

c) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab

d) Cahaya cukup

15
e) Lantai dari tegel atau semen

f) Dinding dibuat licin

g) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam

h) Ada gudang penyimpanan obat

i) Ada pintu dilengkapi kunci ganda

j) Ada lemari khusus untuk narkotika

2) Pengaturan penyimpanan obat

a) Obat disusun secara alfabetis

b) Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO

c) Obat disimpan pada rak

d) Obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan di atas palet

e) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk

f) Cairan dipisahkan dari padatan

g) Sera, vaksin, supositoria disimpan dalam lemari pendingin

2.1.5 Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan

pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahannya serta tepat jenis

dan jumlahnya dari gudang obat di unit-unit pelayanan kesehatan termasuk

penyerahan obat kepada pasien (Anonim, 2000).

Distribusi obat bertujuan untuk mendekatkan obat dan alat kesehatan

kepada pemakai di unit pelayanan kesehatan sehingga setiap saat tersedia dalam

jumlah, jenis, mutu yang di butuhkan secara ekonomis dan efektif (Anonim, 1995)

Pendistribusian sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi dan Bahan

16
Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub

unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk

memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di

wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat (PMK

nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas).

Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:

1. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas

2. Puskesmas Pembantu;

3. Puskesmas Keliling

4. Posyandu

5. Polindes.

Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)

dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor stock),

pemberian Obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi,

sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan dengan cara

penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock)(PMK nomor 74 tahun

2016, Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas)

2.1.6 Pemusnahan dan Penarikan

Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai

yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan

perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah

penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh

17
pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada

Kepala BPOM. Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk

yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

bila:

1. produk tidak memenuhi persyaratan mumenuhi syarat untuk

dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu

pengetahuan; dan/atau

2. dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai terdiri

dari:

1. membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang

akan dimusnahkan

2. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan

3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat kepada pihak terkait

4. menyiapkan tempat pemusnahan dan

5. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan

serta peraturan yang berlaku.

2.1.7 Pengendalian Sedian Farmasi dan Bahan Medis habis Pakai

Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu

kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan

strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan

kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.

18
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan Obat di unit

pelayanan kesehatan dasar.

Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari:

1. Pengendalian persediaan;

2. Pengendalian penggunaan; dan

3. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

2.2 Sumber Daya Manusia Kesehatan

Pengelola obat dalam manajemen persedian obat di Puskesmas

adalah Kepala Puskesmas, Petugas Gudang Obat dan Petugas Obat di

sub unit pelayanan adalah:

1). Kepala Puskesmas

Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan

obat dan pencatatan pelaporan, mengajukan obat untuk pengadaan

persediaan kepada Kepala Dinas/Kepala GFK, menyampaikan

laporan bulanan pemakaian obat, melaporkan semua obat yang

hilang, rusak maupun kadaluarsa kepada Kepala Dinas

Kesehatan/Kepala GFK.

2). Petugas Gudang Obat

Petugas gudang obat bertanggung jawab dalam menerima obat dari

GFK, menyimpan dan mengatur ruang gudang obat serta

19
mengendalikan persediaan obat, mendistribusikan obat untuk unit

pelayanan obat, mengawasi mutu obat, melakukan pencatatan dan

pelaporan.

Petugas gudang obat membantu Kepala Puskesmas dalam hal

menjaga keamanan obat, penyusunan persediaan, distribusi dan

pengawasan persediaan obat.

3). Petugas Obat di Sub Unit Pelayanan

Petugas obat pada sub unit pelayan bertanggung jawab dalam menerima,

menyimpan dan memelihara obat dari gudang obat Puskesmas, menerima resep

dokter, meracik/menyiapkan obat, mengemas obat, menyerahkan obat dan

memberikan informasi penggunaan obat, membuat catatan dan laporan pemakaian

obat untuk petugas gudang obat serta mengamati mutu obat secara umum.

2.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pengelolaan obat dan bahan

medis Habis pakai adalah

1. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai


Ruang penyimpanan (Gudang Obat dan Apotik) harus
memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi,
pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Selain
itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet,
pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur
suhu, dan kartu suhu.

20
2. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan
Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan
ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan
menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan
sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.

Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’


secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan,
setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka
dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan
yang jelas antar fungsi.

(PMK no 74 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas)

21
Menurut PMK no 75 tahun 2014 tentang Puskesmas Jenis dan Jumlah peralatan untuk

Untuk Ruang farmasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel. 2.1 Jumlah Peralatan Ruang Farmasi

Jumlah Minimal peralatan


Non Rawat Rawat Inap
No Jenis Peralatan Inap
I . Set Farmasi
1. Analitical Balance (Timbangan Mikro) 1 buah 1 buah
2. Batang Pengaduk 1 buah 1 buah
3. Corong 1 buah 1 buah
4. Cawan Penguap Porselen (d.5 -15cm) 1 buah 1 buah
5. Gelas Pengukur 10mL, 100mL dan 250mL 1 buah 1 buah
6. Gelas Piala 100mL, 500mL dan 1L 1 buah 1 buah
7. Higrometer 1 buah 1 buah
8. Mortir (d. 5 -10cm dan d.1 0-15cm) + stamper 1 buah 1 buah
9. Pipet Berskala 1 buah 1 buah
10 . Spatel logam 1 buah 1 buah
11 . Shaker 1 buah 1 buah
12 . Termometer skala 100 1 buah 1 buah
II. Bahan Habis Pakai
1. Etiket 1 buah 1 buah
2. Kertas Perkamen 1 buah 1 buah
Wadah Pengemas dan Pembungkus untuk 1 buah 1 buah
3.
Penyerahan Obat
III. Perlengkapan
1. Alat Pemanas yang Sesuai 1 buah 1 buah
2. Botol Obat dan Labelnya 1 buah 1 buah
3. Lemari pendingin 1 buah 1 buah
4. Lemari dan Rak untuk Menyimpan Obat 1 buah 1 buah
5. Lemari Penyimpanan Narkoba 1 buah 1 buah
6. Rak tempat pengeringan alat 1 buah 1 buah
IV. Meubelair
1. Kursi Kerja 2 2
2. Lemari arsip 1 buah 1 buah
3. Meja Tulis ½ biro 1 buah 1 buah
V. Pencatatan & Pelaporan
1. Blanko LPLPO 1 1
2. Blanko Kartu Stok Obat 1 1
3. Blanko Copy resep 1 1
4. Buku Penerimaan 1 1
5. Buku Pengiriman 1 1
6. Buku Pengeluaran Obat 1 1
7. Buku Pencatatan Narkotika dan Psikotropika 1 1
8. Form Laporan Narkotika dan Psikotropika 1 1
9 Formulir lainnya sesuai kebutuhan

22
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Menurut Tan (dalam Koentjaraningrat, 1997:32) mengatakan bahwa konsep

atau pengertian adalah unsur pokok di dalam suatu penelitian, kalau masalah dan

kerangka teorinya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai hal

yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep yang sebenarnya adalah definisi

secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu.

Sedangkan menurut Umar (2004:51) konsep adalah sejumlah teori yang

berkaitan dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan dan

mengelompokkan objek-objek tertentu yang mempunyai ciri-ciri yang sama.

Kerangka Konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis

beberapa factor yang dianggap penting untuk masalah. Sehingga kerangka konsep

akan membahas saling ketergantungan antar variable yang dianggap perlu untuk

melengkapi dinamika situasi atau hal – hal yang diteliti.

23
Berdasarkan Tinjuan Pustaka, maka kerangka konsep yang digunakan pada

penelitian ini adalah :

Bagan 3.1

Kerangka konsep

PROSES
INPUT
OUTPUT
1. perencanaan kebutuhan,
Pengelolaan
2. Permintaan Sediaan
1. SDM

3. penerimaan Obat dan Bahan Farmasi dan


2. Sarana
Medis Habis Pakai, Bahan Medis
Prasana
Habis Pakai
4. penyimpanan,
3. Kebijakan /
SOP 5. pendistribusian dan
pengendalian Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai

24
3.2 Variabel Penelitian

Menurut Sutrisno Hadi Pengertian variabel ialah objek penelitian yang

bervariasi. Contohnya ukuran tinggi manusia yang divariasikan menjadi tingkatan

umur, kelamin serta lokasi tempat tinggal manusia tersebut. Sedangkan Sugiarto

mengatakan variabel ialah karakter yang dapat diobservasi dari unit amatan yang

merupakan suatu pengenal atau atribut dari sekelompok objek. Maksud dari

variabel tersebut ialah terjadinya variasi antara objek yang satu dengan objek yang

lainnya dalam kelompok tertentu.

Variabel penelitian ini meliputi perencanaan kebutuhan,permintaan,dan

penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai,penyimpanan, pendistribusian

dan pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai, SDM, Sarana Prasaran dan

Kebijakan (SOP).

25
3.3 Defenisi Operasional

N Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
o
1 SDM Jumlah Apoteker dan Observasi Pedoman 1. Informasi mengenai Numerik
tenaga kefarmasian Telaah jumlah tenaga yang
yang memiliki Dokumen melayani
kemampuan dan ketenagaan kefarmasian
pengetahuan tentang Puskesmas 2. Informasi mengenai
pelayanan farmasi latar belakang
petugas pelayanan
kefarmasian farmasi
3. Informasi
mengenai
kebijakan
sebagai petugas
kefarmasian

2 ⚫ Sangat Baik jika 81 % - Ordinal


Sarana dan Fasilitas dan ruang 100 %
observasi, ceklis
Prasarana yang memadai dalam ⚫ Baik jika 61 % - 80 %
dan telaah observasi,
hal kualitas dan dokumen dan ⚫ Kurang baik jika <
kuantitas yang dapat pedoman 61 %
menunjang fungsi telaah
dan proses pelayanan dokumen
kefarmasian,
menjamin lingkungan

26
yang aman untuk
petugas, dan pasien
3 Kebijakan Kebijakan atau aturan Wawancara Pedoman ⚫ Sangat Baik jika 81 % - Ordinal
/SOP yang digunakan dan telaah wawancara, 100 %
untuk menjalankan dokumen dan ⚫ Baik jika 61 % - 80 %
kegiatan pelayanan pedoman ⚫ Kurang baik jika <
kefarmasian telaah 61 %
dokumen
4 Pengelolaan kegiatan pelayanan Observasi dan Lembar ceklist ⚫ Sangat Baik jika 81 % - Ordinal
Sediaan kefarmasian, yang Telaah dan pedoman 100 %
Farmasi dan dimulai dari Dokumen telaah ⚫ Baik jika 61 % - 80 %
Bahan Medis perencanaan, dokumen ⚫ Kurang baik jika <
Habis Pakai permintaan, 61 %
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian,
pencatatan dan
pelaporan serta
pemantauan dan
evaluasi

27
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif. penelitian deskriptif menurut sugiyono (2012) yaitu, penelitian yang

dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih

(independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel

yang lain.

Metode Penelitian Kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono

(2012) yaitu : “Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.

Berdasarkan teori tersebut, penelitian deskriptif kuantitatif, merupakan data

yang diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan metode

statistik yang digunakan dengan tujuan mendapatkan gambaran atau deKarya

Tulis Ilmiah mengenai suatu situasi secara objektif. Desain penelitian ini dipakai

untuk menjawab atau memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi di dalam

situasi saat ini. Penelitian deskriptif juga memiliki arti penelitian dengan maksud

untuk mendeKarya Tulis Ilmiahkan sebuah fenomena atau karakteristik dari

individu, kelompok, atau situasi tertentu dengan akurat.

28
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Surantih, Kabupaten Pesisir

Selatan pada Bulan juni 2020.

4.3 Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan ada 2 jenis yaitu : data primer yang didapatkan peneliti

melalui Wawancara dan observasi dilapangan dan data sekunder yang merupakan

data milik puskesmas dalam bentuk dokumen-dokumen pendukung

Data di dapatkankan dengan tekhnik wawancara, observasi dan dokumentasi.

Teknik Wawancara, Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013:231) wawancara

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya

jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Teknik

Pengamatan/Observasi, Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2013:145)

mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu

proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di antara

yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik

Dokumentasi, Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya

catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan,

kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa

dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat

29
berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap

dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

4.4 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah sebuah integritas ilmiah, suatu prinsip pemikiran

ilmiah yang mengedepankan kejujuran ,(Richard Feynman: "Cargo Cult Science"

(1974). tiga aspek yang terkait dalam etika penelitian ini, meliputi:

1) Misconduct, seorang peneliti tidak boleh melakukan penipuan

dalam menjalankan proses penelitian. Maka tahapan-tahapan

penelitian pada penelitian ini adalah melalui proses ijin penelitian

dan ijin pengambilan data secara resmi melalui akademik dan

pemerintahan daerah.

2) Research fraud, yaitu pemalsuan data. Untuk menghindari

terjadinya pemalsuan data maka Peneliti melakukan pengumpulan

data sendiri dengan menggunakan data primer dan data sekunder

milik puskesmas berupa laporan dan dilengkapi dengan

dokumentasi (Fhoto).

3) Plagiarism, yaitu memalsukan hasil penelitian. Misalnya, peneliti

mencari penelitian sejenis dan mengakui bahwa itu adalah hasil

penelitiannya.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada saat pengumpulan data

yaitu ceklis observasi dan pedoman Wawancara dan telaah dokumen. Peneliti

30
juga menggunakan alat bantu dalam mengumpulkan data seperti kamera dan

alat tulis. Sedangkan, standar yang digunakan sebagai acuan pembuatan

instrumen ini berdasarkan PMK nomor 74 tahun 2016, Standar Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas dan PMK no 75 tahun 2014 tentang Puskesmas

4.6 Rencana Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan

atau angka dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu

(Hasan, 2020). Pengolahan data meliputi kegiatan, sebagai berikut.

1. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan,

karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak

logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-

kesalahan yang terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi. Pada

kesempatan ini, kekurangan data atau kesalahan data dapat dilengkapi atau

diperbaiki baik dengan pengumpulan data ulang atau pun dengan interpolasi

(penyisipan). Hal-hal yang perlu diedit pada data masuk adalah sebagai berikut.

a. Dipenuhi tidaknya instruksi sampling

b. Dapat dibaca atau tidaknya data yang masuk

c. Kelengkapan pengisian

d. Keserasian(consistency)

e. Apakah isi jawaban dapat dipahami

31
2. Coding

Coding adalah pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang

termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam

bentuk angka-angka atau huruf-huruf yang memberikan petunjuk, atau identitas

pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis. Contoh kode pendidikan,

kode daerah (kabupaten, kecamatan, dan desa).

3. Tabulasi

Tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberikan

kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Untuk melakukan tabulasi ini

dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan khususnya

dalam tabulasi silang. Tabel ini dapat berbentuk.

Data yang sudah dikumpulkan diolah dengan SPSS dan dilakukan analisa

Univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi. Analis univariat

dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel, distribusi frekuensi

berbagai variabel yang diteliti. Dengan melihat distribusi frekuensi dapat

diketahui deskripsi masing-masing variabel dalam penelitian.

32
Rumus yang digunakan adalalah

n
X = 100%
N

Keterangan: X = Nilai Rata-rata

n = Skor Kenyataan

N = Skor yang diharapkan

(Budiarto, 2002)

33
Daftar Pustaka

Aslam, M., Tan, C. K., Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis (Clinical


Pharmacy),Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan
Pasien. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Departemen Kesehatan RI, 2009, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011, Tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian,Depkes RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009,


tentang Pekerjaan Kefarmasian, Depkes RI, Jakarta.

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta


Oncology Times. 2014. Study: Hospital Medical Errors Reduced by 30
Percent with Improved Patient Handoffs. oncology-times.com

Lapau, Buchari. 2013. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan


Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Departemen Kesehatan RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 75 tahun 201,4 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
Depkes RI, Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 3 Tahun 2015, tentang peredaran, penyimpanan,
pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor
farmasi, Depkes RI, Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas, Depkes RI, Jakarta
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif Dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Departemen Kesehatan RI, 2019, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, Depkes
RI, Jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai