Laporan Pendahuluan Bronchopneumonia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN BRONCHOPNEUMONIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002). Menurut Whaley
& Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat
oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau
membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh
eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di
lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit
yang melemahkan daya tahan tubuh (Nurarif & Kusuma. 2015).
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang
disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar
alveoli.
2. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia
diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain:
(Sandra M. Nettiria, 2001 dikutip Nurarif & Kusuma. 2015)
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
b. Virus : Legionella pneumonia
c. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam
paru-paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
3. Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam jaringan paru – paru melalui saluran
pernapasan dari atas untuk mencari bronchiolus dan kemudian alveolus
sekitarnya . Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar
pada kedua paru – paru , lebih banyak pada bagian basal. Bakteri yang
masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke brankioli dan alveoli
menimbulkan reaksi radang dan menghasilkan edema yang kaya protein
dalam alveoli dan jaringan interstisial . Eritrosit dan beberapa leukosit
mengalami perenbesan dari kapiler paru, alveoli dan septa menjadi penuh
dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit
leokosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar .Paru menjadi tidak
berisi udara lagi , kenyal dan berwarna merah . pada tingkat lebih lanjut
alveoli penuh dengan leukosit dan sedikit eritrosit . Makropak masuk ke
dalam alveoli bersama dan menelan leukosit dengan kuman pnemukokus
di dalamnya . Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu - abu dan tampak
berwarnma abu – abu kekuningan . Secara perlahan sel darah merah yang
mati dan eksudat di buang dari alveoli dan terjadi resolusi sempurna , paru
menjadi normal kembali.
4. Manisfestasi Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di
saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal,
penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas
seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernapas menggunakan otot, aksesorius dan bisa timbul
sianosis (Bara C, Long.1996 dikutip Nurarif & Kusuma. 2015). Terdengar
adanya krekels diatas paru yang sakit, dan terdengar ketika terjadi
konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) untuk dapat menegakkan
diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil).
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan
dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk
kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa.
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
5) Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus
2) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat.
6. Penatalaksanaan
Menurut Wong, L dkk (2008) terdapat beberapa penatalaksanaan
pada penderita bronchopneumonia:
a. Mencaga kelancaran pernapasan
b. Kebutuhan istirahat, pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu
cukup istirahat
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan
makanan yang kurang . suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari,
dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk
mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infuse dengan
cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9 %.
d. Mengontrol suhu tubuh
e. Pengobatan
Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
f. Terapi oksigen (O2)
g. Nebulizer, untuk mengencerkan dahak yang kental dan pemberian
bronkodilator.
7. Komplikasi
a. Atelektasis : Pengembangan paru yang tidak sempurna.
b. Emfisema : Terdapatnya pus pada rongga pleura.
c. Abses paru : Pengumpulan pus pada jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sistomik
e. Endokarditis : Peradangan pada endokardium.
f. Meningitis : Peradangan pada selaput otak.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan.
a. Identitas.
b. Riwayat Keperawatan.
1) Keluhan utama.
Gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai
pernapasan cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut.
Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan
atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat
naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang
karena demam yang tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan
sistem imun menurun.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi
saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga
yang lainnya.
5) Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering
terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu
pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang
juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik
atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota
keluarga perokok.
6) Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi
untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau
bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat
untuk melawan infeksi sekunder.
7) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
8) Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi
protein = MEP).
c. Pemeriksaan persistem.
1) Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
2) Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas,
pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk
produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris,
pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub,
perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada
sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang
bertambah sesak dan pilek.
3) Sistem pencernaan.
Malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun,
lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama,
mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian
makanan/cairan personde.
4) Sistem eliminasi.
Menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi
(ringan sampai berat).
5) Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan
menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun
cekung.
6) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
7) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
8) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat,
akral hangat, kulit kering, .
9) Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
d. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 -
40.000 / m3 dengan pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan
sekret secara broncoskopi dan fungsi paru-paru untuk preparat
langsung; biakan dan test resistensi dapat menentukan/mencari
etiologinya.
Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi
misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar.
Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk melihat :  
1) Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan
OMA.
2) Luas daerah paru yang terkena.
3) Evaluasi pengobata
4) Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada
salah satu atau beberapa lobur.
5) Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus kapiler.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi, kanker)
f. Deficit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Rencana Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas.
Tujuan : Jalan nafas bersih/efektif
KH: - tidak ada ronchi
: - tidak ada sekret
: - nafas cuping hidung tidak ada
Intervensi :
1) Observasi frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
R/: takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris
terjadi karena peningkatan tekanan dalam paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/ tidak ada aliran udara
R/ : suara mengi mengindikasi terdaparnya penyempitan bronkus
dan sputum.
3) Ajarkan pasien latihan nafas dalam dan batuk efektif.
R/: nafas dalam memudahkan ekspansi maksimal paru, batuk
efektif memudahkan pengeluarkan dahak
4) Kolaborasi dalam pemberian rerapi obat bronkodilator dan
mukolitik
R/: memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret dengan
cepat.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.


Tujuan : pola nafas kembali efektif
KH:
- Frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam rentang normal
- Tidak ada suara nafas tambahan
Intervensi :
1) Pantau frekuensi , kadalaman pernafasan dan ekspansi dada.
R/ : kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalam bervariasi, ekspansi dada terbatas
2) Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas adventisius
R/ : bunyi nafas menurun atau tidak ada bila jalan nafas terdapat
obstruksi kecil.
3) Observasi pola batuk dan karakter secret
R/ : Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan
adanya kelainan
4) Kolaborasi pemeberian O2 tambahan
R/ : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
5) Berikan Humidifikasi tambahan
R/ : Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan
6) Bantu fisioterapi dada, postural drainase
R/ : Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage
secret dari segmen paru ke dalam bronkus

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


alveolus kapiler
Tujuan : Pertukaran gas pasien baik
KH: - tidak ada sianosis/dispnea
- tidak ada takikardi / tipoksia
- tidak ada perubahan mental
Intervensi :
1) Observasi frekuensi, kedalaman dan memudahkan bernafas
R/: distress pernafasan dibuktikan dengan dispnea dan takipnea
2) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku dan
jaringan sentral.
R/ sianosis kuku menunjukkan fasokonstriksi, sedangkan sianosis
membawa mukosa kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksia
sistemik.
3) Obrservasi setatus mental dan penurunan kesadaran
R/: gelisah, binggung dan somnolen sebagai penunjuk hipoksemia
4) Kolaborasi dalam pemberian oksigen dengan benar.
R/: mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
Tujuan : nyeri berkurang
KH: - tidak ada nyeri dada
- Pasien tidak meringis
Intervensi :
1) Observasi karakteristik nyeri dengan PQRST
R/: nyeri pneumoni dalam dan meningkat saat inspirasi.
2) Observasi tanda-tanda vital
R/: nyeri dapat merangsang vasokanstriksi pembuluh darah
sistemik sehingga nadi meningkat, RR meningkat
3) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
R/: memberikan posisi yang nyaman dan mengalihkan perhatian
pasien dari nyeri.
4) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/: analgetik mampu mengurangi nyeri

e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi, kanker)


Tujuan : suhu tubuh dalam batas normal
KH: - akral hangat
- pasien tidak mengeluh panas
- Suhu dalam batas normal
Intervensi :
1) Observasi TTV terutama suhu
R/: untuk mengetahui perkembangan pasien
2) Berikan kompres hangat
R/: membantu menurunkan suhu tubuh
3) Anjurkan pasien banyak minum
R/: peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan penguapan
ion sehingga perlu masukan cairan untuk menggantinya.
4) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/: mempercepat penurunan suhu tubuh
f. Deficit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi
Tujuan : nutrisi pasien terpenuhi
KH: - BB tidak menurun
- Pasien tidak lemas
- Turgor kulit elastis
Intervensi :
1) Observasi status nutrisi umum, ukur BB.
R/: adanya kondisi krons dan intake yang tidak adekuat dapat
menimbulkan malnutrisi
2) Identivikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah.
R/: peningkatan seputum dapat merangsang nervous vagus
sehingga berakibat muat atau muntah
3) Ajarkan hygiene mulut pasien
R/: dapat menurunkan mual dan meningkatkan nafsu makan.
4) Berikan makanan porsi kecil dan sering termasuk makanan yang
menarik pasien.
R/: meningkatkan intake pada pasien

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen Tujuan : toleransi aktivitas
KH: - pasien tidak lemas
- pasien mampu beristirahat
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Observasi respon pasien terhadap aktivitas
R/: menetapkan kebutuhan pasien sehingga memudahkan intervensi
2) Berikan lingkungan yang tenang, anjurkan penggunaan manajemen
stres
R/: menurunkan stres dapat meningkatkan istirahat
3) Jelaskan pentingnya keseimbangan istirahat dan aktivitas
R/: pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual
pasien terhadap aktivitas
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
R/: meminimalkan kelelahan dan menyeimbangkan suplai O2
4. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi tentang semua tindakan atau terapi yang telah dilakukan
oleh perawat kepada pasien, apakah pasien mengalami kemajuan tentang
kesehatannya atau justru mengalami kemunduran. Selain iu evaluasi juga
diperlukan untuk mengetahui rencana keperawatan selanjutnnya.

Anda mungkin juga menyukai