LP BP Kemuning

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


BRONCHOPNEUMONIAE DI RUANG KEMUNING
RSD. GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Belajar Lapangan


Stase Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing Mata Kuliah : Hera Hijriani, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Oleh :
Alif Alin Arifah Suhada, S. Kep
NIM : 21149011004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES YPIB MAJALENGKA
TAHUN 2021
A. Definisi
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada anak.
(Suriadi Yuliani, 2001)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)

B. Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri
gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

C. Patofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui
saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke
alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus
atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara
progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi
dalam empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada perabaan
banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke
dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah
fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan
mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi
di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan
dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada
struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).
Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas
menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, sehingga akan mempermudah proliferasi
dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu
terjadinya sel PMN (polimofonuklear) fibrin eritrosit, cairan edema dan kuman
alveoli. Kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli
dan proses fagositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya
jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya febrio serta
menghilangkan kuman dan debris (Mansjoer, 2000: 966).

E. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis
dan memberikan terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
3. Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
4. Pembagian secara etiologi :
a. Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
b. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
c. Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,
Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
d. Corpus alienum
e. Aspirasi
f. Pneumonia hipostatik

F. Manifestasi Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian
atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami
tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk
produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul
sianosis(Barbara C. long, 1996 :435).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi
konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat)(Sandra M. Nettina, 2001 : 683).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
3. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
4. Diafoesis
5. Anoreksia
6. Malaise
7. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
8. Gelisah
9. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
10. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati (Martin tucker,
Susan. 2000_247).

G. Penatalaksanaan
1. Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
2. Terapi oksigen (O2)
3. Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
4. Istirahat yang cukup
5. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/
hari atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
b. Laju endap darah meningkat 100mm
c. ASTO meningkat pada infeksi streptococcus.
d. GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi CO2
e. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin ringan
karena peningkatan suhu tubuh.
2. Pemeriksaan Radiologi
Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus.
I. Komplikasi
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia
berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu
daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada
paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
b. Riwayat Keperawatan.
1) Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan
mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah
dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik
sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem
imun menurun.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran
pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
c. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada
musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan
kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita
sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan
dengan anggota keluarga perokok.
d. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system
pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
f. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
g. Pemeriksaan persistem.
1) Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
2) Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit
bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea,
batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris,
pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub,
perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada
sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang
bertambah sesak dan pilek.
3) Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan
menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak
pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara
pemberian makanan/cairan personde.
4) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua
mungkin belum memahami alasan anak menderita diare sampai
terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
5) Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan
menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun
cekung.
6) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
7) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
8) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis,
pucat, akral hangat, kulit kering, .
9) Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran
gas berhubungan dengan produksi mukus pada paru dn ketidak efektifan batuk.
2. Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan
dan pengeluaran oksigen.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang
berlebihan dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
5. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai proses penyakit dan perawatan di rumah.

L. Fokus Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran
gas berhubungan dengan produksi mukus pada paru dn ketidak efektifan batuk.
Tujuan :
Bersihkan jalan nafas, pola nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran
gas efektif dengan kriteria pernafsan spontan suara nafas Vesikuler, frekuensi
pernafasan normal (30-60 X/menit pada bayi dan 15-30 X/menit pada anak).
Tidak sesak dan tidak sianosis, batuk spontan, AGD normal (Pa O2 80 – 100 dan
CO2 35 – 45).
Intervensi
a. Lakukan Auskultasi Suara 2 – 4 Jam
R/ mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan manifestainya pada suara
nafas.
b. Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki.
R/ penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru lebih
maximal.
c. Latih dan anjurkan klien untuk lebih efektif
R/ batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mengeluarkan benda
asing dari saluran nafas dengan baik dan benar.
d. Ubah posisi klien sesering mungkin tiap 2 jam
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan
akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada di bagian bawah.
e. Lakukan suction bila perlu
R/ peningkatan mucus/lendir di saluran nafas dapat menyumbat jalan
nafas.
f. Monitor tanda vital tiap 4 jam
R/ peningkatan frekwensi nafas mengindikasikan tingkat keparahan.
g. Lakukan kolaborasi pemberian O2
R/ kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh dapat dibantu dengan
tambahan oksigen yang diberikan.
h. Lakukan pemijatan dinding dada dan perut serta pemberian nebulizer hati.
Hati pada anak yang sesak dan suhu tubuh yang tinggi.
R/ getaran dan pemijatan membantu melepaskan sekret yang menempel
pada dinding saluran nafas, nebulizer merangkang batuk efektif klien.
i. Berikan obat ekspektoran, broncodilator, mukolitik dan pemeriksaan
penunjang.
R/ pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah keluar akan
mempermudah klien bernafas, deteksi sejauh mana kebutuhan O2 dapat
diberikan dengan pemeriksaan penunjang.
2. Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus
Tujuan :
Suhu tubuh dan tanda vital dalam batas normal dengan kriteria suhu tubuh
normal 365 – 375 o C (bayi) 36-37 (anak) nadi normal 120 140 X/menit (bayi) 100-
120 X/menit (anak) Respirasi normal 30-60 X/ment (bayi) 30-40X/menit (anak).
Intervensi :
a. Monitor suhu tubuh tiap 2-4 Jam
R/ perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi.
b. Berikan kompres hangat
R/ kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak
langsung dengan obyek.
c. Berikan antipiretik, analgetik sesuai program dokter
R/ menurunkan panas di pusat hepotalamus.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran oksigen
Tujuan :
klien mampu meningkatkan aktivitas fisiknya dengan kriteria mampu melaksanakan
aktifitas ringan dan mampu mempertahankan gerak.
Intervensi :
a. Rencanakan periode istirahat sering pada klien untuk penghematan energi.
R/ istirahat yang cukup dapat mengembalikan tenaga klien secara bertahap dan
mencegah pengeluaran yang berlebihan.
b. Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa stress
R/ Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman pada klien.
c. Ubah posisi secara bertahap dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R/ membantu mobilisasi secara bertahap
d. Sertakan orang tua dalam meningkatkan kebutuhan istirahat
R/ istirahat tidur lebih efektif dengan peran serta orang tua.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
Tujuan :
volume cairan tubuh sumbang antara intake dan output dengan kriteria kebutuhan cairan
terpenuhi, urine normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab, tidak demam.
Intervensi :
a. Tingkatkan frekwensi pemasukan cairan melalui oral
R/ Membantu mengencerkan sekresi pernafasan dan mencegah status cairan tubuh.
b. Libatkan orang tua dalam menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan cairan.
c. Monitor pengeluaran urine tiap 8 jam
R/ mengetahui perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
d. Berikan cairan infus sesuai program dokter
R/ memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
e. Kolaborasi tentang pemberian antipiretik
R/ mencegah timbulnya demam
5. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
proses penyakit dan perawatan di rumah.
Tujuan :
Secara verbal keluarga dapat menjelaskan proses penyakit, penyebab dan penyegahan
penyakit dengan kriteria keluarga menunjukkan pemahaman menganai instruksi evaluasi
dan mengatakan rencana keperawatan untuk istirahat cairan diet dan perawatan evaluasi.
Intervensi :
a. Berikan penjelasan pada keluarga tentang perlunya istirahat
R/ Meminimalkan gerak sehingga klien tidak kelelahan
b. Jelaskan perlunya diet bergizi sesuai dengan usia dan cairan tambahan
R/ Diet bergizi dapat menimbilkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Diskusikan tanda dan gejala distres pernafasan
R/ keluarga mengetahui lebih dini gejala distres pernafasan
d. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
R/ Keluarga dapat melakukannya.
e. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
R/ menghindari kesalah pahaman dalam tindakan dan membantu peran aktif
keluarga.
f. Ajarkan nama antibiotik dan antibiotik, dosis waktu pemberian dan tujuan serta efek
sampingnya pada keluarga.
g. Keluarga dapat memberikan obat yang tepat sesuai kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Vol 1.Jakarta : EGC

Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto;2001

Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.

Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Media


Aesculapius.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.

Martin tucker, Susan. 2000. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, Dan
Evaluasi halaman 247. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai