Petunjuk Praktikum Bioteknologi 16 Okt 2020

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

IDENTIFIKASI MOLEKULER HEWAN AKUATIK (ISOLASI DNA)

A. TEORI SINGKAT
Identifikasi hewan akuatik dapat dilakukan dengan cara identifikasi molekuler, yaitu
dengan metode DNA barcoding. DNA barcoding merupakan metode identifikasi spesies
dengan menggunakan potongan DNA dari gen yang spesifik. Potongan DNA sampel yang
sudah dibaca urutan basa nukleotidanya (sekuen DNA) selanjutnya dibandingkan dengan
data GeneBank.
Gen yang umum digunakan sebagai marker untuk DNA barcoding pada hewan dan
beberapa protista adalah gen cytochrome c oxidase I (COI or COX1), dan pada tanaman
adalah RuBisCO dan matK. Gen-gen ini dipilih karena mereka memiliki variasi tinggi antar
spesies.

B. TUJUAN
1. Melakukan identifikasi hewan akuatik secara molekuler.
2. Melakukan isolasi genomik DNA hewan akuatik.

C. ALAT DAN BAHAN:


Bahan :
1. Ethanol
2. DNA extraction kit (FavorPrep Tissue Genomic DNA Extraction Mini Kit)
3. PCR mix
4. Primer F dan R (CO1)
5. Agarose
6. TBE buffer
7. Loading dye
8. DNA marker
9. DNA stain

Alat :
1. Mortar dan grinder
2. Centrifuge
3. Micropipette
4. Microtube
5. Blue tip
6. Yellow tip
7. White tip
8. Vortex
9. Waterbath
10. Thermocycler
11. Electrophoresis tank
12. UV transilluminator
13. Sequencer
14. PC/laptop

D. CARA KERJA :
1. Set inkubator (kering) atau waterbath: 60 °C untuk step 6 and 70 °C untuk step 7.
(dilakukan asisten)
2. Potong 25 mg jaringan sampel (sirip) dan letakkan pada microtube.
3. Gunakan micropestle untuk menggerus jaringan sampel.
4. Tambahkan 200 µl FATG1 Buffer dan campur dengan baik menggunakan
micropestle atau pipette tip.
5. Tambahkan 20 µl Proteinase K (10mg/ml) ke campuran sampel. Campur dengan
vortex.
6. Inkubasi pada 60 °C sampai jaringan lisis secara sempurna (1~3 jam). Selama
inkubasi, lakukan vortex sesekali.
7. Tambahkan 200 µl FATG2 Buffer ke campuran sampel, campur dengan vortex, dan
inkubasi pada 70 °C selama10 min.
8. Tambahkan 200 µl ethanol (96-100%) ke dalam campuran sampel. Campur dengan
vortex.
9. Letakkan FATG Mini Column ke dalam Collection Tube. Transfer larutan secara
perlahan ke dalam FATG Mini Column. Sentrifus ~18,000 x g selama 1 min kemudian
letakkan FATG Mini Column ke dalam Collection Tube yang baru.
10. Tambahkan 400 µl W1 Buffer ke dalam FATG Mini Column. Sentrifus ~18,000 x g
selama 1 min kemudian buang larutan di bagian bawah (collection tube).
11. Tambahkan 750 µl Wash Buffer ke dalam FATG Mini Column. Sentrifus ~18,000 x g
selama 1 min kemudian buang larutan di bagian bawah (collection tube).
12. Sentrifus ~18,000 x g selama 3 min, tahap ini untuk membuang sisa residu cairan.
13. Tambahkan 100 µl of Elution Buffer (sudah dipanaskan oleh asisten) ke dalam
membran FATG Mini Column. Biarkan selama 3 min.
14. Sentrifus ~18,000 x g selama 2 min untuk memanen DNA.
PRAKTIKUM LABORATORIUM LANJUTAN IDENTIFIKASI MOLEKULER
(PCR, SEKUENSING)

A. TEORI SINGKAT
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu teknik atau metode
pengganndaan DNA secara enzimatik. Dengan teknik PCR, DNA dapat dihasilkan dalam
jumlah besar dengan waktu relatif singkat. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983
dan ia memperoleh hadiah nobel pada tahun 1994 atas temuannya tersebut. Penerapan PCR
banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekuler karena relatif murah dan hanya
memerlukan jumlah sampel yang kecil.
Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan urutan
basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai sekuen DNA.
Sekuensing DNA dapat dimanfaatkan untuk menentukan identitas maupun fungsi gen atau
fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan sekuennya dengan sekuen DNA lain
yang sudah diketahui.

B. TUJUAN
1. Melakukan identifikasi hewan akuatik secara molekuler.
2. Melakukan penggandaan DNA hewan akuatik, membaca dan menganalisis sekuen
DNA

C. CARA KERJA
1. Mengamplifikasi produk DNA dengan PCR
a. Masukkan 12,5 ul PCR mix + 1 ul primer F + 1 ul primer R + 0,5 ul sampel +
10 ul aquabides ke dalam PCR tube.
b. Homogenkan dengan cara tapping.
c. Masukkan sampel ke thermocycler untuk proses PCR dengan siklus:
Segmen Jumlah siklus Proses Suhu Waktu
1 1 Pre-denaturasi 94oC 5 menit
2 34 Denaturasi 94oC 30 detik
Annealing 50oC 30 detik
Extension 72oC 1 menit
3 1 Post-extension 72oC 5 menit

2. Mengecek amplikon dengan elektroforesis


a. Elektroforesis DNA dilakukan dengan menggunakan 1% agarose yang sudah
dicampur dengan DNA stain.
b. Letakkan cetakan agarose kedalam electrophoresis tank, tambahkan TBE
buffer 1X sampai cetakan agarose terendam.
c. Masukkan DNA marker ke dalam cetakan agarose pada sumuran paling kiri.
d. Campur 5 ul amplikon dengan 1 ul loading dye, masukkan ke dalam sumuran
berikutnya (sebelah kanan DNA marker) pada cetakan agarose
e. Nyalakan alat elektroforesis selama 30 menit.
f. Cek pita DNA menggunakan UV transilluminator.

3. Sekuensing amplikon.

4. Pengecekan sekuen DNA sampel dengan membandingkan sekuen yang ada di


GeneBank
a. Buka internet: https://www.ncbi.nlm.nih.gov
b. Klik “BLAST” (dilingkari merah)

c. Klik “nucleotide BLAST”

d. Masukkan data sekuen sampel ke kotak ”enter query sequence”


e. Klik “BLAST”
PREPARASI KROMOSOM
A. TEORI
Kromosom merupakan benda-benda halus berbentuk batang dengan ukuran dan
bentuk bervariasi yang berfungsi sebagai pembawa sifat keturunan. Kromosom
dideskripsikan pula sebagai organel yang mempunyai kapasitas untuk menyimpan, duplikasi,
ekspresi, dan membungkus materi genetik. Kromosom tersusun atas beberapa komponen
fungsional yaitu:
1. Benang spindel
2. Sentromer/Kinetokor: tempat berpegannya benang gelondong saat kromosom
bergerak menuju kutub sel pada saat anafase
3. Kromiol (granula kecil): butir-butir berukuran kecil yang terdapat dalam kromonema
4. Kromomer (granula besar): butir-butir kromatin berukuran besar yang suka
menghisap warna dan mengandung gen sehingga disebut sebagai lokus gen
5. Matriks: sitoplasma yang memadat dan mengelilingi kromonema
6. Kromonema: benang halus tempat melekatnya kromiol dan kromomer
7. Kromatid (lengan)
8. Satelit
9. Bagian Heterokromatis: bagian yang mudah menghisap warna serta banyak
mengandung asam timonukleinat dan nucleoprotein
10. Bagian Eurokromatis: bagian yang sukar menghisap warna

Kromosom melakukan penggandaan diri yang terjadi bersamaan dengan pembelahan sel
(mitosis dan meisosis). Adapun tahapan-tahapan yang terjadi selama pembelahan sel yaitu:
1. Profase
Sentromer dengan sentriolnya mengalami replikasi sehingga menghasilkan dua
sentrosom yang masing-masing bergerak ke-dua sisi berlawanan di dalam inti. Pada
saat bersamaan mikrotubuli muncul diantara dua sentrosom dan membentuk
benang-benang spindel. Pada fase ini kromosom berbentuk dua kromatid identic
yang tergabung pada sentromernya.
2. Metafase
Sentromer mempunyai dua kinetokor dan masing-masing kinetokor dihubungkan ke
satu sentrosom oleh serabut kinetokor. Kromosom bergerak ke tengah inti
membentuk keping metafase (methapasic plate).
3. Anafase
Kromatid memisahkan diri dan ditarik oleh benang kinetokor.
4. Telofase
Kromosom berada di kutub masing-masing. Kromosom tampak tidak beraturan dan
jika diwarnai akan terpulas kuat dengan pewarna histologi.
5. Sitokinesis
Muncul lekukan yang membagi sel menjadi dua dan terjadi pembelahan
6. Interfase
Benang-benang spindel hilang dan kromosom tidak terlihat (membentuk kromatine,
difuse).
Sifat kromosom yang dapat mengikat zat warna mempermudah dalam pengamatan
kromosom. Kromosom menjadi jelas terlihat sehinga dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop cahaya. Morfologi atau susunan kromosom paling jelas diamati selama
pembelahan inti pada medium awal pembelahan metafase, baik dalam pembelahan mitosis
maupun meiosis.

Proses preparasi kromosom meliptui 5 tahap utama:


1. Pemilihan jaringan yang memiliki aktivitas mitosis tinggi
Pengamatan kromosom mudah dilakukan pada pengamatan jaringan dengan
aktivitas pembelahan tinggi, seperti ujung akar pada tanaman, embrio atau larva.
Pada hewan dewasa sel ini ditemukan di daerah intestinal epithelium, corneal
epithelium, hati, insang, ginjal, dan gonad.
2. Penghentian proses mitosis dengan zat penghambat
Zat yang biasa digunakan adalah kolkhisin, colcememid (deacetylmethyl-
colchicine), dan vinblastine. Zat ini berfungsi sebagai inhibitor benang spindel
sehingga proses mitosis terhenti pada prometafase
3. Perlakuan hipotonik terhadap sel atau jaringan
Pemberian larutan hipotonik akan membuat sel membesar sehingga kromosom lebih
mudah diamati dan membrane sel mudah pecah. Larutan hipotonik yang umum
digunakan adalah KCl
4. Fiksasi jaringan atau sel
Fiksasi dilakukan dengan larutan fiksatif 3:1 yang terdiri dari 3 bagian ethanol (untuk
metode squash) atau methanol (untuk metode splash) dan 1 bagian asam asetat.
Dengan menggunakan larutan fiksatif tersebut, jaringan dapat disimpan selama
bertahun-tahun dalam suhu 20oC.
5. Membuat preparat kromosom yang permanen di atas slide
Dua teknik utama yang umum digunakan yaitu:
 Metode Squash
Potongan kecil jaringan diletakkan di atas object glass kemudian dipencet dengan
coverglass hingga jaringan hancur dan menyebar. Metode ini digunakan untuk
organisme dengan ukuran kromosom besar.
 Metode Splash
Dilakukan dengan cara meneteskan suspense sel ke atas object glass dengan
memberikan tekanan hingga sel menyebar.

Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk preparasi kromosom, yaitu:
1. Metode Strickberger (1962)
2. Metode Tjio and Wang (1962)
3. Metode Levan (1964)
4. Metode Kligerman and Bloom (1977)
5. Metode Foresti et al. (1993)
Pada masing-masing metode tersebut terkadang dilakukan modifikasi perlakuan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengoptimalkan proses agar kromosom dapat teramati dengan baik. Metode
yang akan digunakan dalam praktikum ini yaitu Metode Levan (1964) dengan modifikasi.

B. TUJUAN
1. Mengetahui cara melakukan pengamatan kromosom
2. Mempelajari cara pembuatan preparat dalam pengamatan kromosom

C. ALAT DAN BAHAN


 Alat :
1. Section set
2. Piring preparat
3. Pipet tetes
4. Object glass
5. Centrifuge
6. Mikroskop
 Bahan :
1. Sampel ikan
2. Akuades
3. Kolkhisin 0,01%
4. NaCl 0,5%
5. KCl 0,36%
6. Carnoy (3 methanol : 1 asam asetat glasial)
7. Giemsa 3%
8. Label
9. Tissue

D. CARA KERJA
1. Timbang ikan dalam keadaan hidup, lalu suntik dengan larutan kolkisin 0,25 % (0,01
ml/g berat tubuh) secara intra abdominal.
2. Pelihara ikan di dalam akuarium dengan aerasi yang baik selama 10 jam.
3. Bius ikan dan ambil sedikit jaringan ikan (insang atau sirip).
4. Rendam jaringan dalam KCl 0,36% selama 45 menit sambal dicacah hingga lembut.
5. Sentrifuge dengan kecepatan 800 rpm selama 5 menit.
6. Buang KCl menggunakan pipet tetes, ganti dengan larutan carnoy dengan
perbandingan 1:3 (1 untuk padatan cacahan jaringan dan 3 untuk carnoy)
7. Sentrifuge kembali selama 5 menit, lakukan lagi berulang hingga 3 kali untuk
memastikan jaringan bersih dari protein yang terdenaturasi dan lemak.
8. Ambil bagian padatan (pellet) menggunakan pipet, teteskan sebanyak 2 atau 3
dengan jarak agak jauh agar cipratan kromosom melebar.
9. Diamkan hingga carnoy kering dan menguap.

KARYOTIPE KROMOSOM
A. TEORI
Pada tahun 1882 Flemming menemukan benda halus dalam nucleolus dan pada
tahun 1888 Waldeyer memberi nama benang halus tersebut sebagai kromosom. Kromosom
berbentuk batang panjang atau pendek, lurus atau bengkok dan berfungsi sebagai pemegang
intruksi/informasi genetik, dan juga sebagai pengatur berbagai proses seluler. Kromosom
hanya Nampak sebagai benang halus yang dinamakan benang kromatid. Berdasarkan
bentuknya kromosom dapat dibedakan menjadi empat jenis:
1. Kromosom Metasentris ialah kromosom yang memiliki sentromer yang letaknya
berada ditengah sehingga biasanya kromosom berbentuk membengkok seperti Huruf
V
2. Kromosom Submetasentris ialah kromosom yang mempunyai sentromer yang
letaknya tidak berada ditengah sehingga kromosom berbentuk seperti Huruf J
3. Kromosom Subtelosentris (Akrosentris) ialah kromosom yang mempunyai
sentromer yang dekat dengan ujungnya, sehingga kromosom biasanya berbentuk lurus
seperti benang
4. Kromosom Telosentris ialah kromosom yang letak sentromernya tepat pada ujung
kromosom, sehingga berbentuk lurus menyerupai benang

Gambar 5.1. Perbedaan bentuk kromosom

Berdasarkan jenisnya kromosom hewan dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:


1. Autosom (Kromosom tubuh) ialah kromosom yang tidak ada hubungannya dengan
penentuan jenis kelamin
2. Gonosom (Kromosom kelamin) ialah dua kromosom yang menentukan jenis
kelamin. Seks kromosom ditemukan pada tahun 1891 oleh H. Henking seorang ahli
sel berkebangsaan Jerman. Kromosom kelamin dibedakan atas kromosom-X dan
kromosom-Y. Kromosom-X memliki ukuran lebih Panjang daripada kromosom-Y.
Penentuan jenis kelamin pada ikan ada bermacam-macam salah satunya
berdasarkan keberadaan kromosom X dan Y.

Karyotipe yaitu suatu pengelompokan kromosom-kromosom suatu individu berdasarkan


jumlah dan morfologi serta ukurannya. Berdasarkan letak sentromenya dapat diketahui nilai
indeks sentromer (IS) yang berguna dalam menentukan bentuk kromosom. Adapun rumus
untuk mencari indeks sentromer adalah sebagai berikut:

Panjang lengan pendek kromosom


IS= X 100
Panjang lengan seluruhnya

B. TUJUAN
1. Mengenal bentuk, ukuran, dan tipe kromosom
2. Belajar mengatur kromosom dalam bentuk karyotipe
3. Mengenal macam-macam kelainan yang dijumpai pada karyotype

C. ALAT DAN BAHAN


1. Gambar set kromosom ikan
2. Gunting
3. Benang
4. Penggaris
5. Lem/Perekat
6. Kalkulator
D. CARA KERJA
1. Setiap praktikan akan mendapatkan gambar set kromosom secara acak
2. Perhatikan dan guntung gambar set kromosom sehingga terpisah
3. Ukur Panjang lengan pendek dan lengan keseluruhan masing-masing kromosom
4. Tentukan nilai Indeks Kromosom (IS)
5. Kelompokkan dan pasangkan kromosom-kromosom berdasarkan indeks sentromer
6. Susun pasangan kromosom secara berurutan sehingga diperoleh karyotype spesies
ikan
7. Dalam membuat karyotype hendaklah hati-hati kemungkinan ada kelainan kromosom
BIOKIMIA DARAH HEWAN AKUATIK (pH DARAH, TOTAL PROTEIN PLASMA, KADAR
GLUKOSA DARAH)

A. Dasar Teori
Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa
yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH darah ikan berada pada kisaran 7,35-
7,45. Perubahan pH melebihi kisaran tersebut akan mempengaruhi kondisi fisiologis ikan.
Ikan memiliki mekanisme untuk menjaga pH darah agar tetap pada kisaran tersebut dengan
membuang ammonia melalui ginjal, menggunakan larutan buffer dalam darah sebagai
pelindung terhadap perubahan pH secara mendadak, dan pembuangan gas karbondioksida.
Darah terdiri dari komponen padat (sel darah) dan komponen cair (plasma darah).
Plasma darah terdiri atas air yang di dalamnya terlarut berbagai macam zat, baik zat organic
maupun zat anorganik dan zat yang berguna maupun sisa yang tidak berguna. Analisis total
protein plasma didasarkan pada metode kolorimetri yang berfungsi untuk mendeteksi jumlah
kandungan nitrogen pada asam amino.
Haemoglobin dapat ditentukan dengan beberapa cara, misalnya dengan metode Sahli
dan metode Oksihaemoglobin. Akan tetapi, metode Sahli tidak diantjurkan untuk digunakan
karena mempunyai kesalahn yang besar, alatnya tidak bisa distandarisasi, dan tidak semua
jenis haemoglobin dapat ditetapkan. Metode yang diterima dalam haemoglobinometri ada
dua, yaitu oksihaemoglobin dan sianmet haemoglobin, yang keduanya secara
spektrofotometrik. Metode Sianmet haemoglobin lebih direkomendasikan oleh International
Committee for Standarization in Hematology (ICSH) karena mudah dilakuikan, memiliki
standar yang stabil, dan hamper semua jenis haemoglobin terukur kecuali sulthaemoglobin.

B. Tujuan
1. Mengetahui kondisi fisiologis ikan berdasarkan pH darah
2. Mengetahui cara pengukuran dan jumlah total protein plasma pada spesies ikan
tertentu
3. Mengetahui kadar Hb pada beberapa jenis hewan akuatik
4. Mampu membandingkan dan tahu kadar Hb antar spesies hewan akuatik.

C. Bahan dan Alat


- Sampel darah ikan/haemolim
- Spuit 1 ml
- Mikrotube
- Pipa kapiler
- Sentrifuge
- pH universal
- Pipet tetes
- Mikropipet
- Mikrotip
- Microplate
- Microplate reader
- Pipa pengencer
- Vortex
- Aquabidest
- Aquades
- Bradford reagent
- Bovine Serum albumin (BSA)
- Glucose test (glucose strip, glucose meter)
- HCl 0,1 N
- EDTA/Na-Citrate
- Komparator blok
- Pengaduk
- Ember
- Nampan preparat
- Kamera

D. Cara Kerja
D.1. Derajat keasaman (pH) Darah
a. Sample darah ikan diambil dengan spuite (tanpa EDTA)
b. Darah ditempatkan di mikrotube
c. Darah disentrifuge (3000 rpm, 5 menit)
d. Serum/plasma diambil dan diteteskan ke kertas pH universal
e. Dibandingkan dengan warna standar untuk menentukan pH darah ikan

D.2. Total Protein Plasma


a. Ikan dibius dengan minyak cengkeh
b. Darah ikan diambil dengan spuit yang telah dibasahi EDTA
c. Sampel darah dimasukkan ke dalam mikrotube
d. Disentrifuge 1500g/rpm selama 5 menit (jadi serum)
e. 798 µl aquabidest + 2 µl serum + 200 µl Bradford reagen disiapkan, divortex dan
dididamkan selama 30 menit
f. Absorbansi diukur dengan microplate reader dengan panjang gelombang 600-630
nm (OD)
g. Konsentrasi total protein plasma dicari dan dicocokkan menggunakan kurva
standar
h. 798 µl aquabidest + 2 µl BSA + 200 µl Bradford reagen disiapkan, divortex dan
didiamkan selama 30 menit
i. Absorbanso diukur dengan panjang gelombang 600-630 nm (OD)
j. 798 µl aquabidest + 2 µl BSA + 200 µl Bradford reagen disiapkan, divortex dan
didiamkan selama 30 menit
k. Absorbansi diukur dengan microplate reader dengan panjang gelombang 600-630
nm (OD)

D.3. Kadar Glukosa Darah


a. Darah ikan atau haemolim udang diambil menggunakan spuite yang sudah
dibasahi dengan EDTA (darah) atau Na-Citrate (haemolim) dan dimasukkan ke
dalam microtube
b. Sampel darah/haemolim tersebut diambil menggunakan pipa kapiler dan
diteteskan ke strip glucose yang sudah dimasukkna ke dalam glucose meter
c. Catat hasil konsentrasi glukosa yang terbaca pada glucose meter

ISOLASI PROTEIN
(EKSTRAKSI ALBUMIN)
A. TEORI
Albumin merupakan protein mayor yang terdapat dalam tubuh yang berperan penting
dalam transport bahan fisiologis atau metabolit tubuh seperti asam lemak, hormon, bilirubin,
dan ligan dari luar maupun sistem regulasi tekanan osmose koloid darah. Ikan merupakan
sumber albumin yang baik bagi penderita hipoalbumin (rendah albumin) dan luka, baik luka
pasca operasi maupun luka bakar. Albumin yang terkandung pada ikan memiliki kadar yang
berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh jenis ikan, makanan, umur, dan lingkungan. Ikan
gabus merupakan salah satu jenis ikan yang dikenal memiliki kandungan albumin tinggi.

B. TUJUAN
Mengetahui dan melakukan ekstraksi albumin dari beberapa jenis ikan.

C. ALAT DAN BAHAN


a. Beberapa jenis ikan (gabus, nila, lele, ikan laut)
b. Pisau fillet
c. Timbangan
d. Blender
e. NaCl 0,9%
f. Sentrifus
g. pH meter
h. HCL
i. NaOH
j. Refrigerator
k. Oven
l. Mortar dan grinder

D. CARA KERJA
a. Ektraksi Albumin
1. Timbang fillet ikan sebanyak 50 gr
2. Potong fillet dan blender menggunakan pelarut NaCl 0,9% dengan rasio antara
pelarut dan daging ikan 1:1 (b/v).
3. Sentrifus homogenat pada kecepatan 4500 rpm selama 30 menit.
4. Atur pH supernatan penambahan HCl atau NaOH hingga mencapai nilai pH 4,6
(yang diketahui merupakan titik isoelektrik albumin).
5. Sentrifus homogenat pada kecepatan 4500 rpm selama 40 menit sehingga terbentuk
endapan kemudian diinkubasi pada suhu 5-10oC.
6. Keringkan endapan yang diperoleh dengan pemanasan pada suhu 45 oC hingga
mencapai bobot konstan.
7. Gerus albumin yang didapatkan hingga berbentuk serbuk.
b. Penetapan Kadar Albumin
Sama dengan prosedur penetapan kadar protein.
ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN IKAN KARNIVORA, OMNIVORA,
DAN HERBIVORA

Teori
Mengetahui aktivitas enzim pencernaan sangat penting untuk memahami fisiologi
pencernaan ikan, karena pencernaan merupakan proses dasar metabolisme ikan.
Aktivitas enzim pencernaan bervariasi dalam spesies. Hal ini dipengaruhi oleh parameter
biotik (ukuran, usia, asal), dan abiotik (suhu, musim, makanan).
Kebanyakan ikan memiliki tujuh enzim pencernaan utama:
1. enzim proteolitik (yaitu tripsin, karboksipeptidase a, karboksipeptidase b
2. enzim karbohidrat (yaitu maltase, amilase),
3. enzim lipolitik (yaitu lipase),
4. fosfatase (yaitu fosfatase alkali).
Pada spesies karnivora, aktivitas enzim proteolitik umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan herbivora atau omnivore. Secara umum, aktivitas protease (yaitu tripsin) pada
spesies karnivora meningkat seiring bertambahnya usia, sementara itu menurun pada ikan
herbivora. Aktivitas karbohidrat (yaitu amilase) menurun seiring bertambahnya usia pada
spesies karnivora, sementara itu meningkat pada ikan herbivora dan omnivore.

Tujuan:
1. Mengisolasi enzim pencernaan ikan karnivora, omnivora, dan herbivora.
2. Menguji aktifitas enzim pencernaan.

Alat dan Bahan


1. Ikan lele, nila, gurami berbagai ukuran
2. Timbangan
3. Penggaris
4. Alat bedah
5. Alas bedah
6. Minyak cengkeh
7. Petridish
8. Agar
9. Skim-milk
10. Starch
11. Tris-HCl buffer (0.01 M, pH7)
12. Tabung konikel
13. Microtube
14. Mikropipet
15. Mikrotip
16. Sentrifus
17. Es
18. Kertas blangko
19. Larutan Lugol

Cara kerja:
Persiapan
1. Siapkan 3 jenis ikan, Lele, Nila, dan Gurami dengan berbagai ukuran
(Laboran/Asisten).
2. Puasakan semalam sebelum praktikum.

Pelaksanaan Praktikum
Ekstraksi enzim dari saluran pencernaan:
1. Timbang ikan (panjang dan berat)
2. Bius sebelum melakukan pembedahan
3. Bedah ikan.
4. Ambil bagian alat pencernaan, timbang.
5. Cuci dengan larutan Tris-HCl buffer (0.01 M, pH7) dingin dengan perbandingan 1:1
(gr/ml).
6. Ambil larutan, pindahkan ke tabung konikel.
7. Lakukan vortex untuk mengomogenkan larutan.
8. Ambil sebanyak 1,5 ml larutan dan pindahkan ke microtube baru.
9. Sentrifus pada kecepatan maksimum selama 3 menit.
10. Ambil supernatant dan simpan dingin.

Uji coba aktifitas enzim:


1. Siapkan petridish agar:
a. Mengandung skim milk untuk pengujian enzim protease
b. Mengandung pati (starch) untuk pengujian enzim amylase
2. Ambil ektrak enzim sebanyak 100 ul, serapkan pada kertas yang sudah disiapkan.
3. Letakkan pada petridish yang berisi agar.
4. Inkubasi selama 30-60 menit.
5. Amati dan catat perubahan yang terjadi pada agar. Proteolitik positif terlihat adanya
zona jernih di sekitar kertas dan lipase positif ditunjukkan adanya zona keruh
disekitar kertas.
6. Untuk mengamati adanya amilase, setelah Langkah no4. Tetesi/genangi dengan
larutan Lugol. Apabila terbentuk zona jernih di sekitar kertas yang diberi enzim, maka
berarti amilase positif.

Anda mungkin juga menyukai