Petunjuk Praktikum Bioteknologi 16 Okt 2020
Petunjuk Praktikum Bioteknologi 16 Okt 2020
Petunjuk Praktikum Bioteknologi 16 Okt 2020
A. TEORI SINGKAT
Identifikasi hewan akuatik dapat dilakukan dengan cara identifikasi molekuler, yaitu
dengan metode DNA barcoding. DNA barcoding merupakan metode identifikasi spesies
dengan menggunakan potongan DNA dari gen yang spesifik. Potongan DNA sampel yang
sudah dibaca urutan basa nukleotidanya (sekuen DNA) selanjutnya dibandingkan dengan
data GeneBank.
Gen yang umum digunakan sebagai marker untuk DNA barcoding pada hewan dan
beberapa protista adalah gen cytochrome c oxidase I (COI or COX1), dan pada tanaman
adalah RuBisCO dan matK. Gen-gen ini dipilih karena mereka memiliki variasi tinggi antar
spesies.
B. TUJUAN
1. Melakukan identifikasi hewan akuatik secara molekuler.
2. Melakukan isolasi genomik DNA hewan akuatik.
Alat :
1. Mortar dan grinder
2. Centrifuge
3. Micropipette
4. Microtube
5. Blue tip
6. Yellow tip
7. White tip
8. Vortex
9. Waterbath
10. Thermocycler
11. Electrophoresis tank
12. UV transilluminator
13. Sequencer
14. PC/laptop
D. CARA KERJA :
1. Set inkubator (kering) atau waterbath: 60 °C untuk step 6 and 70 °C untuk step 7.
(dilakukan asisten)
2. Potong 25 mg jaringan sampel (sirip) dan letakkan pada microtube.
3. Gunakan micropestle untuk menggerus jaringan sampel.
4. Tambahkan 200 µl FATG1 Buffer dan campur dengan baik menggunakan
micropestle atau pipette tip.
5. Tambahkan 20 µl Proteinase K (10mg/ml) ke campuran sampel. Campur dengan
vortex.
6. Inkubasi pada 60 °C sampai jaringan lisis secara sempurna (1~3 jam). Selama
inkubasi, lakukan vortex sesekali.
7. Tambahkan 200 µl FATG2 Buffer ke campuran sampel, campur dengan vortex, dan
inkubasi pada 70 °C selama10 min.
8. Tambahkan 200 µl ethanol (96-100%) ke dalam campuran sampel. Campur dengan
vortex.
9. Letakkan FATG Mini Column ke dalam Collection Tube. Transfer larutan secara
perlahan ke dalam FATG Mini Column. Sentrifus ~18,000 x g selama 1 min kemudian
letakkan FATG Mini Column ke dalam Collection Tube yang baru.
10. Tambahkan 400 µl W1 Buffer ke dalam FATG Mini Column. Sentrifus ~18,000 x g
selama 1 min kemudian buang larutan di bagian bawah (collection tube).
11. Tambahkan 750 µl Wash Buffer ke dalam FATG Mini Column. Sentrifus ~18,000 x g
selama 1 min kemudian buang larutan di bagian bawah (collection tube).
12. Sentrifus ~18,000 x g selama 3 min, tahap ini untuk membuang sisa residu cairan.
13. Tambahkan 100 µl of Elution Buffer (sudah dipanaskan oleh asisten) ke dalam
membran FATG Mini Column. Biarkan selama 3 min.
14. Sentrifus ~18,000 x g selama 2 min untuk memanen DNA.
PRAKTIKUM LABORATORIUM LANJUTAN IDENTIFIKASI MOLEKULER
(PCR, SEKUENSING)
A. TEORI SINGKAT
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu teknik atau metode
pengganndaan DNA secara enzimatik. Dengan teknik PCR, DNA dapat dihasilkan dalam
jumlah besar dengan waktu relatif singkat. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983
dan ia memperoleh hadiah nobel pada tahun 1994 atas temuannya tersebut. Penerapan PCR
banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekuler karena relatif murah dan hanya
memerlukan jumlah sampel yang kecil.
Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan urutan
basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai sekuen DNA.
Sekuensing DNA dapat dimanfaatkan untuk menentukan identitas maupun fungsi gen atau
fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan sekuennya dengan sekuen DNA lain
yang sudah diketahui.
B. TUJUAN
1. Melakukan identifikasi hewan akuatik secara molekuler.
2. Melakukan penggandaan DNA hewan akuatik, membaca dan menganalisis sekuen
DNA
C. CARA KERJA
1. Mengamplifikasi produk DNA dengan PCR
a. Masukkan 12,5 ul PCR mix + 1 ul primer F + 1 ul primer R + 0,5 ul sampel +
10 ul aquabides ke dalam PCR tube.
b. Homogenkan dengan cara tapping.
c. Masukkan sampel ke thermocycler untuk proses PCR dengan siklus:
Segmen Jumlah siklus Proses Suhu Waktu
1 1 Pre-denaturasi 94oC 5 menit
2 34 Denaturasi 94oC 30 detik
Annealing 50oC 30 detik
Extension 72oC 1 menit
3 1 Post-extension 72oC 5 menit
3. Sekuensing amplikon.
Kromosom melakukan penggandaan diri yang terjadi bersamaan dengan pembelahan sel
(mitosis dan meisosis). Adapun tahapan-tahapan yang terjadi selama pembelahan sel yaitu:
1. Profase
Sentromer dengan sentriolnya mengalami replikasi sehingga menghasilkan dua
sentrosom yang masing-masing bergerak ke-dua sisi berlawanan di dalam inti. Pada
saat bersamaan mikrotubuli muncul diantara dua sentrosom dan membentuk
benang-benang spindel. Pada fase ini kromosom berbentuk dua kromatid identic
yang tergabung pada sentromernya.
2. Metafase
Sentromer mempunyai dua kinetokor dan masing-masing kinetokor dihubungkan ke
satu sentrosom oleh serabut kinetokor. Kromosom bergerak ke tengah inti
membentuk keping metafase (methapasic plate).
3. Anafase
Kromatid memisahkan diri dan ditarik oleh benang kinetokor.
4. Telofase
Kromosom berada di kutub masing-masing. Kromosom tampak tidak beraturan dan
jika diwarnai akan terpulas kuat dengan pewarna histologi.
5. Sitokinesis
Muncul lekukan yang membagi sel menjadi dua dan terjadi pembelahan
6. Interfase
Benang-benang spindel hilang dan kromosom tidak terlihat (membentuk kromatine,
difuse).
Sifat kromosom yang dapat mengikat zat warna mempermudah dalam pengamatan
kromosom. Kromosom menjadi jelas terlihat sehinga dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop cahaya. Morfologi atau susunan kromosom paling jelas diamati selama
pembelahan inti pada medium awal pembelahan metafase, baik dalam pembelahan mitosis
maupun meiosis.
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk preparasi kromosom, yaitu:
1. Metode Strickberger (1962)
2. Metode Tjio and Wang (1962)
3. Metode Levan (1964)
4. Metode Kligerman and Bloom (1977)
5. Metode Foresti et al. (1993)
Pada masing-masing metode tersebut terkadang dilakukan modifikasi perlakuan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengoptimalkan proses agar kromosom dapat teramati dengan baik. Metode
yang akan digunakan dalam praktikum ini yaitu Metode Levan (1964) dengan modifikasi.
B. TUJUAN
1. Mengetahui cara melakukan pengamatan kromosom
2. Mempelajari cara pembuatan preparat dalam pengamatan kromosom
D. CARA KERJA
1. Timbang ikan dalam keadaan hidup, lalu suntik dengan larutan kolkisin 0,25 % (0,01
ml/g berat tubuh) secara intra abdominal.
2. Pelihara ikan di dalam akuarium dengan aerasi yang baik selama 10 jam.
3. Bius ikan dan ambil sedikit jaringan ikan (insang atau sirip).
4. Rendam jaringan dalam KCl 0,36% selama 45 menit sambal dicacah hingga lembut.
5. Sentrifuge dengan kecepatan 800 rpm selama 5 menit.
6. Buang KCl menggunakan pipet tetes, ganti dengan larutan carnoy dengan
perbandingan 1:3 (1 untuk padatan cacahan jaringan dan 3 untuk carnoy)
7. Sentrifuge kembali selama 5 menit, lakukan lagi berulang hingga 3 kali untuk
memastikan jaringan bersih dari protein yang terdenaturasi dan lemak.
8. Ambil bagian padatan (pellet) menggunakan pipet, teteskan sebanyak 2 atau 3
dengan jarak agak jauh agar cipratan kromosom melebar.
9. Diamkan hingga carnoy kering dan menguap.
KARYOTIPE KROMOSOM
A. TEORI
Pada tahun 1882 Flemming menemukan benda halus dalam nucleolus dan pada
tahun 1888 Waldeyer memberi nama benang halus tersebut sebagai kromosom. Kromosom
berbentuk batang panjang atau pendek, lurus atau bengkok dan berfungsi sebagai pemegang
intruksi/informasi genetik, dan juga sebagai pengatur berbagai proses seluler. Kromosom
hanya Nampak sebagai benang halus yang dinamakan benang kromatid. Berdasarkan
bentuknya kromosom dapat dibedakan menjadi empat jenis:
1. Kromosom Metasentris ialah kromosom yang memiliki sentromer yang letaknya
berada ditengah sehingga biasanya kromosom berbentuk membengkok seperti Huruf
V
2. Kromosom Submetasentris ialah kromosom yang mempunyai sentromer yang
letaknya tidak berada ditengah sehingga kromosom berbentuk seperti Huruf J
3. Kromosom Subtelosentris (Akrosentris) ialah kromosom yang mempunyai
sentromer yang dekat dengan ujungnya, sehingga kromosom biasanya berbentuk lurus
seperti benang
4. Kromosom Telosentris ialah kromosom yang letak sentromernya tepat pada ujung
kromosom, sehingga berbentuk lurus menyerupai benang
B. TUJUAN
1. Mengenal bentuk, ukuran, dan tipe kromosom
2. Belajar mengatur kromosom dalam bentuk karyotipe
3. Mengenal macam-macam kelainan yang dijumpai pada karyotype
A. Dasar Teori
Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa
yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH darah ikan berada pada kisaran 7,35-
7,45. Perubahan pH melebihi kisaran tersebut akan mempengaruhi kondisi fisiologis ikan.
Ikan memiliki mekanisme untuk menjaga pH darah agar tetap pada kisaran tersebut dengan
membuang ammonia melalui ginjal, menggunakan larutan buffer dalam darah sebagai
pelindung terhadap perubahan pH secara mendadak, dan pembuangan gas karbondioksida.
Darah terdiri dari komponen padat (sel darah) dan komponen cair (plasma darah).
Plasma darah terdiri atas air yang di dalamnya terlarut berbagai macam zat, baik zat organic
maupun zat anorganik dan zat yang berguna maupun sisa yang tidak berguna. Analisis total
protein plasma didasarkan pada metode kolorimetri yang berfungsi untuk mendeteksi jumlah
kandungan nitrogen pada asam amino.
Haemoglobin dapat ditentukan dengan beberapa cara, misalnya dengan metode Sahli
dan metode Oksihaemoglobin. Akan tetapi, metode Sahli tidak diantjurkan untuk digunakan
karena mempunyai kesalahn yang besar, alatnya tidak bisa distandarisasi, dan tidak semua
jenis haemoglobin dapat ditetapkan. Metode yang diterima dalam haemoglobinometri ada
dua, yaitu oksihaemoglobin dan sianmet haemoglobin, yang keduanya secara
spektrofotometrik. Metode Sianmet haemoglobin lebih direkomendasikan oleh International
Committee for Standarization in Hematology (ICSH) karena mudah dilakuikan, memiliki
standar yang stabil, dan hamper semua jenis haemoglobin terukur kecuali sulthaemoglobin.
B. Tujuan
1. Mengetahui kondisi fisiologis ikan berdasarkan pH darah
2. Mengetahui cara pengukuran dan jumlah total protein plasma pada spesies ikan
tertentu
3. Mengetahui kadar Hb pada beberapa jenis hewan akuatik
4. Mampu membandingkan dan tahu kadar Hb antar spesies hewan akuatik.
D. Cara Kerja
D.1. Derajat keasaman (pH) Darah
a. Sample darah ikan diambil dengan spuite (tanpa EDTA)
b. Darah ditempatkan di mikrotube
c. Darah disentrifuge (3000 rpm, 5 menit)
d. Serum/plasma diambil dan diteteskan ke kertas pH universal
e. Dibandingkan dengan warna standar untuk menentukan pH darah ikan
ISOLASI PROTEIN
(EKSTRAKSI ALBUMIN)
A. TEORI
Albumin merupakan protein mayor yang terdapat dalam tubuh yang berperan penting
dalam transport bahan fisiologis atau metabolit tubuh seperti asam lemak, hormon, bilirubin,
dan ligan dari luar maupun sistem regulasi tekanan osmose koloid darah. Ikan merupakan
sumber albumin yang baik bagi penderita hipoalbumin (rendah albumin) dan luka, baik luka
pasca operasi maupun luka bakar. Albumin yang terkandung pada ikan memiliki kadar yang
berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh jenis ikan, makanan, umur, dan lingkungan. Ikan
gabus merupakan salah satu jenis ikan yang dikenal memiliki kandungan albumin tinggi.
B. TUJUAN
Mengetahui dan melakukan ekstraksi albumin dari beberapa jenis ikan.
D. CARA KERJA
a. Ektraksi Albumin
1. Timbang fillet ikan sebanyak 50 gr
2. Potong fillet dan blender menggunakan pelarut NaCl 0,9% dengan rasio antara
pelarut dan daging ikan 1:1 (b/v).
3. Sentrifus homogenat pada kecepatan 4500 rpm selama 30 menit.
4. Atur pH supernatan penambahan HCl atau NaOH hingga mencapai nilai pH 4,6
(yang diketahui merupakan titik isoelektrik albumin).
5. Sentrifus homogenat pada kecepatan 4500 rpm selama 40 menit sehingga terbentuk
endapan kemudian diinkubasi pada suhu 5-10oC.
6. Keringkan endapan yang diperoleh dengan pemanasan pada suhu 45 oC hingga
mencapai bobot konstan.
7. Gerus albumin yang didapatkan hingga berbentuk serbuk.
b. Penetapan Kadar Albumin
Sama dengan prosedur penetapan kadar protein.
ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN IKAN KARNIVORA, OMNIVORA,
DAN HERBIVORA
Teori
Mengetahui aktivitas enzim pencernaan sangat penting untuk memahami fisiologi
pencernaan ikan, karena pencernaan merupakan proses dasar metabolisme ikan.
Aktivitas enzim pencernaan bervariasi dalam spesies. Hal ini dipengaruhi oleh parameter
biotik (ukuran, usia, asal), dan abiotik (suhu, musim, makanan).
Kebanyakan ikan memiliki tujuh enzim pencernaan utama:
1. enzim proteolitik (yaitu tripsin, karboksipeptidase a, karboksipeptidase b
2. enzim karbohidrat (yaitu maltase, amilase),
3. enzim lipolitik (yaitu lipase),
4. fosfatase (yaitu fosfatase alkali).
Pada spesies karnivora, aktivitas enzim proteolitik umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan herbivora atau omnivore. Secara umum, aktivitas protease (yaitu tripsin) pada
spesies karnivora meningkat seiring bertambahnya usia, sementara itu menurun pada ikan
herbivora. Aktivitas karbohidrat (yaitu amilase) menurun seiring bertambahnya usia pada
spesies karnivora, sementara itu meningkat pada ikan herbivora dan omnivore.
Tujuan:
1. Mengisolasi enzim pencernaan ikan karnivora, omnivora, dan herbivora.
2. Menguji aktifitas enzim pencernaan.
Cara kerja:
Persiapan
1. Siapkan 3 jenis ikan, Lele, Nila, dan Gurami dengan berbagai ukuran
(Laboran/Asisten).
2. Puasakan semalam sebelum praktikum.
Pelaksanaan Praktikum
Ekstraksi enzim dari saluran pencernaan:
1. Timbang ikan (panjang dan berat)
2. Bius sebelum melakukan pembedahan
3. Bedah ikan.
4. Ambil bagian alat pencernaan, timbang.
5. Cuci dengan larutan Tris-HCl buffer (0.01 M, pH7) dingin dengan perbandingan 1:1
(gr/ml).
6. Ambil larutan, pindahkan ke tabung konikel.
7. Lakukan vortex untuk mengomogenkan larutan.
8. Ambil sebanyak 1,5 ml larutan dan pindahkan ke microtube baru.
9. Sentrifus pada kecepatan maksimum selama 3 menit.
10. Ambil supernatant dan simpan dingin.