13 Kep. Anak 2 Kel. 13

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN

KHUSUS (RETARDASI MENTAL, AUTISME, ADHD)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pembimbing Hj. Iyam M, Ssos., Ners., Msi.,MKep

Disusun Oleh

Bambang Somatri C1AA15009


M. Arie Nurzaman C1AA18063
Mawar Nurizki C1AA18065
Nira Nurliani C1AA18081

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji serta rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkah dan rahmat-Nyalah serta ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Berkebutuhan Khusus (Retardasi Mental, Autisme, ADHD”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada kami
dalam rangka pengembangan dasar ilmu keperawatan anak yang berkaitan dengan
Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Berkebutuhan Khusus. Selain itu tujuan
dari penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan
keperawatan anak secara meluas. Sehingga besar harapan kami, makalah yang
kami sajikan dapat menjadi konstribusi positif bagi pengembang wawasan
pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun belum sempurna dan
masih perlu perbaikan serta penyempurnaan, baik dari segi materi maupun
pembahasan. Oleh sebab itu kami akan sangat menerima kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca.

Sukabumi, November 2020


Penulis

i
Kelompok 13
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan.....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................4
A. Anak dengan Berkebutuhan Khusu....................................................4
 Penyebab Anak dengan Berkebutuhan Khusus..........................5
B. Retardasi Mental pada Anak................................................................8
C. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retardasi Mental............18
D. Autisme pada Anak...............................................................................23
E. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Autisme............................36
F. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).............................41
G. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan ADHD..............................52
BAB II PENUTUP.............................................................................................59
A. Kesimpulan............................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumbuh kembang anak terjadi secara kompleks dan sistematis.
Anak akan mengalami dua proses yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan ukuran sel di
seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan
perkembangan merupakan proses peningkatan kemampuan adaptasi dan
kompetensi seseorang dari yang sederhana ke yang lebih kompleks
(Wong, 2008).
Pada tahapan pertumbuhan dan perkembangan anal harus
sempurna baik selama kandungan maupun pada saat anak telah lahir.
Namun tidak semua tahapan bisa dilalui secara optimal. Beberapa anak
mengalami kegagalan atau mengalami gangguan tumbuh kembang.
Kemenkes dalam Rivaldi (2017) mengemukakan bahwa gangguan tumbuh
kembang yang sering ditemui yaitu gangguan bicara dan bahasa, cerebral
palsy, sindrom down, perawakan pendek, autisme, retardasi mental,
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif atau disebut ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan
penangan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan
yang di alami anak. Berkaitan dengan istilah Disability maka
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan disalah satu
atau beberapa kemampuan baik itu fisik maupun psikologis.
Pengertian lainnya bersinggungan dengan istilah tumbuh-kembang
normal dan abnormal pada anak berkebutuhan khusus bersifat abnormal,
yaitu terdapat penundaan tumbuh kembang.
Hal lain yang menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan khusus
yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul (absent) sesuai
usia perkembangannya seperti belum mampu mengucapkan satu katapun
di usia 3 tahu, atau terdapat penyimpangan tumbuh kembang seperti
perilaku echolalia atau membeo pada anak autisme.
Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang
bersifat biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak
berkebutuhan khusus bisa dikaitkan dengan kelainan genetik dan
menjelaskan secara biologis penggolongan anak berkebutuhan khusus,
seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan tunaganda. Dalam
konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali dari
sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak
slow learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak
autis, gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD.
Konsep sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak
dengan kemampuan dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga
memerlukan penanganan khusus.
Secara umum menurut (Heward, 2002) Buku Psikologi Anak
Berkebutuhan Khusu dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental,
emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak
luar biasa dan anak cacat. Maka dari itu dalam makalah ini akan
membahas Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Berkebutuhan Khusus
(Retardasi Mental, Autisme dan ADHD).

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Anak dengan Berkebutuhan Khusus ?
2. Apa itu Retardasi Mental Pada Anak ?
3. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Retardasi
Mental ?
4. Apa itu Autisme pada Anak ?
5. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Autisme ?
6. Apa itu ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) ?
7. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder) ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Apa itu Anak dengan Berkebutuhan Khusus
2. Mengetahui Apa itu Retardasi Mental Pada Anak
3. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Retardasi
Mental
4. Mengetahui Apa itu Autisme
5. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Autisme
6. Mengetahui Apa itu ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
7. Mengetahui Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anak dengan Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan
penangan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan
yang di alami anak. Berkaitan dengan istilah Disability maka
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan disalah
satu atau beberapa kemampuan baik itu fisik maupun psikologis.
Pengertian lainnya bersinggungan dengan istilah tumbuh-kembang
normal dan abnormal pada anak berkebutuhan khusus bersifat abnormal,
yaitu terdapat penundaan tumbuh kembang. Hal lain yang menjadi dasar
anak tergolong berkebutuhan khusus yaitu ciri-ciri tumbuh kembang
anak yang tidak muncul (absent) sesuai usia perkembangannya seperti
belum mampu mengucapkan satu katapun di usia 3 tahu, atau terdapat
penyimpangan tumbuh kembang seperti perilaku echolalia atau membeo
pada anak autisme.
Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-
masing istilah adalah Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya
kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan
aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu. Impairment yaitu kehilangan
atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau
fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. Handicap yaitu ketidak
beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability
yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu.

4
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah “Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan baik fisik,
mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara
signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya”.
 Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat
dari waktu kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi,
yaitu kejadian sebelum kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang
terjadi setelah lahir.
a. Pre-Natal : Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan
atau sebelum proses kelahiran. Kejadian tersebut disebabkan
oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan, atau
faktor eksternal yaitu berupa Ibu yang mengalami pendarahan
bisa karena terbentur kandungannya atau jatuh sewaktu hamil,
atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan
akibatnya janin yang kekurangan gizi.
b. Peri Natal : Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan
pada saat proses kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah
proses kelahiran. Misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan
yang salah, persalinan yang tidak spontan, lahir prematur, berat
badan lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap Sipilis.
Hal-hal yang mengakibatkan kecacatan bayi :
a) Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen
(Aranatal noxia). Bayi postmatur atau terlalu lama dalam
kandungan seperti 10 bulan atau lebih, dapat menyebabkan
bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi karena cairan ketuban
janin yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat kotor yang
membahayakan bayi. Bayi yang prematur atau lahir lebih
cepat dari usia kelahiran, seperti 6-8 bulan bisa berakibat

5
kecacatan. Apalagi ketika bayi mengalami kekurangan berat
badan ketika kelahiran.
b) Kelahiran dengan alat bantu. Alat bantu kelahiran meskipun
tidak seluruhnya, dapat menyebabkan kecacatan otak bayi
misalnya menggunakan vacum, tang verlossing.
c) Pendarahan. Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat
placenta previa, yaitu jalan keluar bayi yang tertutup oleh
plasenta, sehingga ketika janin semakin membesar, maka
gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi pada plasenta
yang mudah berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika
bayi dipaksa lahir normal dalam kondisi tersebut.
d) Kelahiran sungsang. Bayi dikatakan sungsang apabila kaki
atau bokong bahkan tangan yang keluar dulu. Ibu bisa
melahirkan bayinya secara sungsang tanpa bantuan alat
apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat
karena kepala yang lebih lama dalam kandungan, bahkan
bisa berakibat kematian bayi dan ibu.
e) Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi
sefalopelvik). Ibu yang memiliki kelainan bentuk tulang
pinggul atau tulang pelvik, dapat menekan kepala bayi saat
proses kelahiran. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan
operasi caesar saat melahirkan.
c. Pasca Natal : Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan
sampai dengan sebelum usia perkembangan selesai (kurang
lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena kecelakaan,
keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi. Hal- hal
yang menyebabkan pada anak :
a) Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis,
enchepalitis), diabetes melitus, penyakit panas tinggi dan
kejang-kejang (stuip), radang telinga (otitis media), malaria
tropicana.

6
b) Penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit-penyakit kronis
yang bisa disembuhkan dengan pengobatan yang intensif,
namun jika terkena pada bayi maka dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak,
karena terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun
pertama kehidupan (golden age).
c) Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi). Gizi dan nutrisi
yang sempurna sangat dibutuhkan bayi setelah kelahiran.
Gizi tersebut dapat diperoleh dari ASI di 6 bulan pertama,
dan makanan penunjang dengan gizi seimbang di usia
selanjutnya. Jika bayi kekurangan gizi atau malnutrisi,
maka perkembangan otaknya akan terhambat dan bayi
dapat mengalami cacat mental.
d) Kecelakaan. Kecelakaan pada bayi terutama pada area
kepala dapat mengakibatkan luka pada otak (brain injury),
dan otak sebagai organ utama kehidupan manusia jika
mengalami kerusakan maka dapat merusak pula
sistem/fungsi tubuh lainnya.
e) Keracunan. Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari
makanan dan minuman yang dikonsumsi bayi, jika daya
tahan tubuh bayi lemah maka dapat meracuni secara
permanen. Racun yang menyebar dalam darah bisa
dialirkan pula ke otak dan menyebabkan kecacatan pada
bayi.

7
B. Retardasi Mental pada Anak
Retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai dengan adanya
rendahnya (impairment) keterampilan (kecakapan, skill) selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh terhadap intelegensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (WHO).
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap yang sering terjadi pada anak, terutama
ditandai oleh adanya gangguan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Anak retardasi mental
memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan dalam perilaku
adaptif di bawah usianya sehingga anak yang mengalami retardasi mental
kurang mampu mengembangkan keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan
yang dimiliki anak usianya. Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup
kegiatan mental (otak) atau kemampuan intelektual, yang dibutuhkan
untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan
memecahkan masalah) (Robbins & Judge, 2009).
Faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif anak adalah
status gizi dan faktor sosiodemografi yaitu pola asuh, lama pendidikan
ibu, lama pendidikan ayah, stuktur keluarga, dan jumlah anak.
Menurut Schwart dalam Arfandi (2012) retardasi mental
merupakan suatu kondisi dimana anak mengalami hambatan pada
perkembangan mental, tingkat intelegensi, bahasa, sosial, dan motorik.
Retardasi mental memiliki keterbatasan pada fungsi intelektual dan
kemampuan adaptasi. Keterbatasan kemampuan adaptasi meliputi
komunikasi, keterampilan sosial, akademik, kesehatan, keamanan, dan
merawat diri.

8
Retardasi Mental adalah kelainan fungsi intelektual yang
subnormal terjadi pada masa perkembangan dan berhubungan dengan
satu atau lebih gangguan dari :
a) Maturasi.
b) Proses belajar.
c) Penyesuaian diri secara sosial.
1. Etiologi
Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial.
Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan
dalam terjadinya retardasi mental :
a. Penyebab Biologikal atau klinis
Faktor Prenatal :
a) Penyakit kromosom (Trisomi 21 (Sindrom Down).
b) Kelainan genetik/herediter.
c) Intoksikasi.
d) Gangguan metabolisme sejak lahir (Fenilketonuria).
Faktor Perinatal :
a) Abrupsio plasenta.
b) Diabetes maternal.
c) Kelahiran premature.
d) Kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan
intracranial.
Faktor Pasca natal :
a) Cedera kepala
b) Infeksi
c) Gangguan degenerative
b. Penyebab luar Biologis
a) Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis.
b) Sosial cultural.
c) Interaksi anak kurang.
d) Penelantaran anak.

9
c. Penyebab Lainnya
Keturunan, pengaruh lingkungan dan kelainan mental lainnya.
Retardasi mental juga disebabkan oleh gangguan psikiatris berat
dengan deviasi psikososial atau lingkungan.
2. Klasifikasi Anak Retardasi Mental
a. Retardasi Mental Ringan (Mild retardation) IQ 70 - 55/50.
Retardasi mental ringan disebut juga moron atau debil. Retardasi
mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi
masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari
dan untuk wawancara klinik. Mereka juga mampu mengurus
diri sendiri secara independen (makan, mencuci, memakai baju,
mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun
tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal.
Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana.
b. Retardasi Mental Sedang (Moderate retardation) IQ 55/50 – 40/35.
Dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih (trainable).
Pada kelompok ini mengalami keterlambatan perkembangan
pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya
terbatas.
Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan keterampilan
motorik juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya
mem-butuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di
sekolah terbatas, sebagian masih ssbisa belajar dasar- dasar
membaca, menulis dan berhitung.
c. Retardasi Mental Berat (Severe retardation) IQ 40/35 – 25/20.
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi
mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan
keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah pada
retardasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan motor

10
yang
bermakna atau adanya defisit neurologis.
d. Retardasi Mental Sangat Berat (Profound retardation) IQ dibawah
25/20.
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat
terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan
atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas,
dan hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat
Elementer.

RM IQ Usia Usia Sekolah Usia Dewasa


Prasekolah (0-21 tahun) (>21 tahun)
(0-5 tahun)

11
Sangat Dibawah Retradasi jelas Beberapa Perkembangan motorik
berat 25/20 Perkembangan dan bicara sangat
motorik dapat terbatas
berespon namun
terbatas
Perkembangan
Berat 40/35 – motorik yang Dapat bicara atau Dapat berperan
25/20. miskin berkomunikasi sebagian dalam
namun latihan pemeliharaan diri
kejujuran tidak sendiri dibawah
bermanfaat pengawasan ketat
Dapat
Sedang 55/50 – berbicara atau Latihan dalam Dapat bekerja sendiri
40/35. belajar keterampilan social tanpa dilatih namun
berkomunikasi dan pekerjaan dapat perlu pengawasan
, ditangani bermanfaat, dapat terutama jika berada
dengan pergi sendiri dalam stress
pengawasan ketempat yang telah
sedang. dikenal

Dapat Biasanya dapat


Ringan 70 - 55/50. mengembangk Dapat belajar mencapai keterampilan
an keterampilan social dan kejujuran
keterampilan akademik sampai ± namun perlu bantuan
social dan kelas 6 SD terutama bila stress
komunikasi,
retradasi
minimal

3. Karakteristik
Menurut Delphie dalam Yusuf (2015) karakteristik retardasi mental
adalah sebagai berikut :
a. Pada umumnya, anak dengan gangguan perkembangan
mempunyai pola perkembangan perilaku yang tidak sesuai
dengan kemampuan potensialnya.
b. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan
perilaku maladaptif, yang berkaitan dengan sifat agresif secara
verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri sendiri,

12
perilaku suka menghindarkan diri dari orang lain, suka
menyendiri, suka mengucapkan kata atau kalimat yang tidak
masuk akal atau sulit dimengerti maknanya, rasa takut yang tidak
menentu sebab akibatnya, selalu ketakutan, serta sikap suka
bermusuhan.
c. Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
kecenderungan yang sangat tinggi untuk melakukan tindakan
yang salah.
d. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti
terhambatnya perkembangan gerak, tingkat pertumbuhan yang
tidak normal, kecacatan sensori, khususnya padapersepsi
penglihatan dan pendengaran sering tampak pada anak dengan
gangguan perkembangan.
e. Sebagian dari anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
kelainan penyerta serebral palsi, kelainan saraf

13
4. Patofisiologi

14
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup
sehari-hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau
ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak
(sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di
bawah normal (IQ 70 sampai 75 atau kurang).
Retardasi mental juga bisa disertai keterbatasan-keterbatasan lain
pada sedikitnya dua area fungsi adaftif yaitu berbicara dan berbahasa,
kemampuan atau keterampilan merawat diri, kerumah tanggaan,
keterampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan
diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan
bekerja.
5. Manifestasi Klinik
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai
beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang
kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom
penyakit tertentu.
Pasien anak biasanya datang dengan keluhan Dismorfisme seperti
Mikrosefali disertai dengan gatal tubuh sesuai usia, tidak ada tanda-
tanda khusus secara fisik yang menunjukan kelainan intelektual.
Kebanyakan anak dengan gangguan intelektual sulit bersosialisasi
dengan seumurannya, tidak berkembang sesuai umurnya misalnya
kekurangannya pendengaran atau penglihatan, postur yang tidak
sesuai, atau sulit untuk duduk atau berjalan pada usia 6-18 bulan.
Gangguan bicara dan Bahasa paling banyak terjadi setelah usia 18
bulan. Retardasi mental banyak teridentifikasi pada usia 3 tahun. Di
bawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai
retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989).

15
1. Kelainan pada mata dan kepala.
2. Kejang dan Distonia.
3. Kelainan kulit dan rambut
4. Perawakan pendek
6. Diagnosis
Diagnosis Retardasi Mental tidak hanya didasarkan atas tes
intelegensia saja, melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari
orangtua, laporan dari sekolah, pemeriksaan fisis, laboratorium,
pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak hanya intelegensia
saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat
diketahui beberapa faktor terjadinya reterdasi mental.
Pemeriksaan fisis pada anak reterdasi mental biasanya lebih sulit
dibandingkan pada anak normal, karena anak reterdasi mental kurang
kooperatif. Selain pemeriksaan fisik secara umum (adanya tanda-tanda
dismorfik dari sindrom-sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan
neurologis, serta penilaian tingkat perkembangan. Pada anak yang
berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia (Titi Sunarwati
Sularyo, Muzal Kadim).
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu
menilai adanya klasifikasi serebral, pendarahan intra kranial pada bayi
dengan ubun-ubun masih terbuka. Pemeriksaan Laboratorium
dilakukan atas indikasi, pemeriksaan ferriklorida dan asam amino
urine dapat dilakukan sebagai Screening PKU.
Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya
kelainan kromosom yang mendasari reterdasi mental. Beberapa
pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu seperti
pemeriksaan BERA, CT-Scan, dan MRI.
Kesulitan yang dihadapi adalah jika penderita masih di bawah
umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes psikologis ditujukan pada
anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai perkembangan motoric
halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan Bahasa. Biasanya

16
penderita reterdasi mental juga mengalami keterlambatan motoric dan
Bahasa.

7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang
menderita retardasi mental, yaitu:
a. Kromosom kariotipe
b. EEG (Elektro Ensefalogram)
c. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
d. Titer virus untuk infeksi congenital
e. Serum asam urat (Uric acid serum)
f. Laktat dan piruvat
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
h. Serum seng (Zn)
i. Logam berat dalam darah
j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
k. Serum asam amino atau asam organic
l. Plasma ammonia 
m. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit
n. Urin mukopolisakarida
o. Urin reducing substance
p. Urin ketoacid
q. Urin asam vanililmandelik
8. Penanganan Retardasi Mental
Penanganan ini bukan hanya tertuju pada pasien saja, namun pada
orang tuanya pasien. Siapapun itu pasti memiliki beban psiko-sosial
yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi
jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar
orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu

17
memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka
perlu mendapatkan layanan konseling.

1. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi


Mental
a. Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas
yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
b. Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat
yang salah.
c. Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan
berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi
berkurang atau bahkan hilang.
2. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
a. Latihan di rumah : belajar makan sendiri,  membersihkan badan
dan berpakaian sendiri.
b. Latihan di sekolah : belajar keterampilan untuk sikap social
c. Latihan teknis : latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis
kelamin penderita.
d. Latihan moral : latihan berupa pengenalan dan tindakan
mengenai hal-hal yang baik dan buruk secara moral.

18
C. Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Retardasi Mental
1. Pengkajian
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan
dan kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif :
komunikasi, perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-
sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan
keamanan, akademik fungsional, pembentukan keterampilan rekreasi
dan ketenangan dan bekerja. Dalam data pengkajian terdapat
beberapa yang harus di kaji yaitu seperti :
a. Identitas Klien
b. Identitas keluarga atau orang tua
c. Riwayat Kesehatan
- Riwayar kesehatan sekarang :
Pasien menunjukkan Gangguan kognitif (pola, proses pikir),
Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa, Gagal
melewati tahap perkembangan yang utama, Lingkar kepala
diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar atau
lebih kecil dari ukuran normal ), lambatnya pertumbuhan,
tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah ), ciri-ciri
dismorfik, dan terlambatnya perkembangan motoris halus dan
kasar.
- Riwayat kesehatan dahulu :
Kemungkinan besar pasien pernah mengalami penyakit
kromosom trisomi 21 (Sindrom Down), Sindrom Fragile X,
gangguan sindrom (Distrofi Otot Duchene),
Neurofibromatosis (tipe1), gangguan metabolisme sejak lahir

19
(Fenilketonuria), Abrupsio plasenta, diabetes maternal,
Kelahiran premature, Kondisi neonatal termasuk meningitis
dan perdarahan intracranial, Cedera kepala, Infeksi,
Gangguan degenerativ.

- Riwayat kesehatan keluarga :


Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit
yang serupa atau penyakit yang dapat memicu terjadinya
retardasi mental, terutama dari ibu tersebut.
d. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
- Aktivitas latihan : apakah sebelum di bawa ke rumah sakit
anak melakukan aktivitas terlebih dahulu, seperti apa
aktivitas anak.
- Tidur dan istirahat : seperti apa pola tidur dan istihat anak,
apakah ada keluhan.
- Nutrisi : bagaimana pola makan dan minum anak.
- Eliminasi bowel : bagaimana pola buang air besar, berapa
kali sehari (sebelum dan sesudah di Rumah sakit).
- Eliminasi urin : bagaimana pola buang air kecil, berapa kali
sehari (sebelum dan sesudah di Rumah sakit)
Sensori persepsi dan kognitif
2. Pemeriksaan Fisik
Periksa keadaan umum pasien seperti Suhu, tekanan darah, dan
repirasi pasien
a. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (biasanya bentuk
kepala tidak simetris)
b. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang atau tidak ada, halus,
mudah putus dan cepat berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus dan lainnya
d. Hidung : jembatan atau punggung hidung mendatar, ukurannya
kecil, cuping hidung melengkung ke atas

20
e. Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit
lebar atau melengkung tinggi
f. Gigi : odontogenesis yang tidak normal
g. Telinga : keduanya letak rendah
h. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i. Leher : pendek, tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
j. Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu
jari gemuk dan lebar, klinodaktil
k. Dada dan Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit
l. Genitalia : mikropenis, testis tidak turun
m. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang dan tegap atau
panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan penyesuaian individu berhubungan dengan Intelegensi
yang rendah.
b. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan Gangguan proses
pikir.
c. Isolasi sosial berhubungan dengan Keterlambatan dalam
menyelesaikan tugas perkembangan
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
.
1. Gangguan Setelah diberikan 1. Bantu pasien untuk
penyesuaian mengidentifikasi
tindakan keperawatan
individu berbagai perandalam
berhubungan dalam waktu ….x 24 kehidupan.
dengan 2. Bantu pasien untuk
jam, Gangguan
Intelegensi mengidentifikasi
yang rendah. penyesuaian peran yang biasa dalam
keluarga.
teratasi dengan, dengan
3. Bantu pasien untuk
kriteria mengidentifikasi strategi
positif untuk perubahan
1. Pasien bisa
peran.
menggunakan
strategi koping

21
yang baik.
2. Pasien bisa
mempertahankan
produktivitas.

2. Hambatan Setelah diberikan 1. Dorong pasien untuk


interaksi sosial mengungkapkan
tindakan keperawatan
berhubungan perasaan yang
dengan dalam waktu ….x 24 berhubungan
Gangguan dengan masalah
jam, Hambatan interaksi
proses pikir. pribadinya.
social tertasi dengan 2. Identifikasi  suatu
keterampilan
kriteria :
sosial tertentu yang akan
1.Pasien bisa menjadi
fokusdari pelatihan.
mempertahankan fungsi
3. Berikan pendidikan
kognitif. kesehatan kepada
keluarga untuk melatih
2. Pasien bisa
klien supaya
mempertahankan
keterampilan sosialnya
keterampilan bahasanya
semakin berkembang.
3. Pasien bisa
mempertahankan
keterampilan dalam
pemecahan masalah.
3. Isolasi sosial Setelah diberikan 1. Identifikasi kebutuhan
berhubungan keamanan pasien,
tindakan keperawatan
dengan berdasarkan tingkat
Keterlambatan dalam waktu ….x 24 fungsi fisik,kognitif dan
dalam perilaku.
jam, Isolasi social teratasi
menyelesaikan 2. Ciptakan lingkungan
tugas dengan kriteria : yang aman bagi pasien.
perkembangan 3. Batasi pengunjung yang
1. Pasien bisa
. ingin bertemu dengan
berkomunikasi
pasien.
dengan orang lain.
2. Pasien bisa
beradaptasi dengan
lingkungan

22
5. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan,mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam situasi yang nyata untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan dan hasil yang di harapakan.
Tindakan keperawatan harus mendetail. Agar semua tenaga
keperwatan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan dan di lakukan sesuai dengan kondisi
pasien.
a. Membantu pasien untuk mengidentifikasi berbagai peran dalam
kehidupan keluarga dan lingkungan
b. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan yang
berhubungan dengan masalah pribadinya.
c. Mengidentifikasi suatu keterampilan sosial tertentu yang akan
menjadi fokus dari pelatihan.
d. Memberikan Pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk
melatih klien supaya keterampilan sosialnya semakin
berkembang.
e. Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, berdasarkan
tingkat fungsi fisik, kognitif dan perilaku.
f. Menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien.
g. Membatasi pengunjung yang ingin bertemu dengan pasien.

23
D. Autisme pada Anak
Anak dengan Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Secara harfiah autisme
berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham atau aliran).
Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak
yang mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini
mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi,
interaksi sosial, dan perilaku (American Psychiatic Association, 2000).
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan
anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
Autisme adalah suatu kondisi anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur
sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya. Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan
perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi
gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi
sosial, sehingga anak autisme mempunyai dunianya sendiri.
Anak dengan Autisme adalah anak dengan cara berpikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi
dunia berdasarka penglihatan dan harapan sendiri serta menolak realitas,

24
anak dengan penyandang autisme ini akan berbuat semuanya sendiri
baiik cara berfikir maupun berperilaku .
1. Etiologi
Dahulu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya
terbatas pada faktor psikologis saja. Namun sekarang penelitian
mengenai autisme semakin meningkat dan menunjukkan bahwa
autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks.
Gangguan neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor
genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa
perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh
negatif selama masa perkembangan otak, antara lain ; penyakit
infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam
berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun
setelah dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein
tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005).
Gangguan perkembangan autisme dapat disebabkan karena beberapa
hal antara lain :
a. Genetik ,abnormalitas genetik dapat menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak.
b. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang
diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak diserap oleh tubuh, ini
terjadi karena adanya jamur dalam lambung dan juga nutrisi
yang tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
c. Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan
perkembangan tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh
terhadap virus/bakteri penyakit, sedangkan autoimun adalah
kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita itu sendiri
yang justru kebal terhadap zat-zat penting dalam tubuh dan
menghancurkannya.
2. Tanda dan Gejala

25
Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara
mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkahlaku dan
tingkat perkembanganya yakni yang terdapat pada penderita autisme
dengan membedakan usia anak.

Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan harus diwaspadai
adalah :
a. Usia 0-6 bulan

- Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)


- Bayi terlalu sensitiv, cepat terganggu atau terusik
- Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu
- Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
- Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal
b. Usia 6-12 bulan

- Bayi tampak terlalu tenang dan terlalu sensitive


- Sulit di gendong
- Tidak ditemukan senyum sosial
- Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
c. Usia 1-2 tahun

- Kaku jika di gendong


- Tidak mau bermain permainan sederhana (contoh : ciluk
ba,da...da)
- Tidak mengeluarkan kata-kata
- Tidak tertarik pada boneka
- Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar
dan halus
d. Usia 2-3 tahun

26
- Tidak bias bicara
- Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman
sebaya)
- Hiperaktif
- Kontak mata kurang
e. Usia 3-5 tahun

- Sering didapatkan ekolalia (membeo)


- Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi ataupun datar)
- Menyakiti diri sendiri (membentur kepala atau lainnya)

3. Klasifikasi Anak dengan Autisme


Dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan
gejalanya. Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak
didiagnosa. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism
Rating Scale (CARS).
a. Autisme Ringan
Kondisi ini anak masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak ini dapat memberikan
sedikit respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-
ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah meskipun
terjadinya hanya sesekali.
b. Autisme Sedang
Kondisi ini anak masih menunjukkan sedikit kontak mata
namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil.
Tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh,
dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit
untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
c. Autisme Berat
Kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak
terkendali. Biasanya anak memukul-mukulkan kepalanya ke

27
tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti.
Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak
memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam
kondisi berada di pelukan orang tuanya, anak ini tetap
memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah
merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).

4. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk
mengalirkan implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima
implus listrik (dendrite). Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak
yang berwarna kelabu (korteks). Akson di bungkus selaput bernama
Myelin terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.
Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai
pembentukan akson, dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir terjadi proses pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrite dan sinaps.
Proses ini di pengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia
yang dikenal sebagai brai growth faktor dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas,
pembentukan akson, dendrite dan sinaps sangat tergantung pada
stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar
menunjukan pertambahan akson, dendrite dan sinaps, sedangkan
bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrite dan sinaps. Kelainan

28
genetis,keracunan logam berat dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan gangguan proses-proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pathway

5. Manifestasi Klinis
a. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal
Meliputi kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan
atau sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata
tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya
dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak
dapat dimengerti oleh orang lain. Ekolalia (meniru atau
membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya.
Bicara monoton seperti robot.
b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap
muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga
tuli. Merasa tidak nyaman atau menolak dipeluk. Bila
menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan

29
berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak
berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila
didekati akan menjauh.
c. Gangguan dalam bermain
Bermain sangat monoton dan aneh, misalnya memutar bola pada
mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu
lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu lalu akan terus
dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu
mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka,
gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak dapat meniru
tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang
bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri,
kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Sulit
mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus
melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui
rute yang sama.
d. Gangguan perilaku
Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah
yang baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua
pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah.
Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya
seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri
seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat
hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong
denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal,
agresif pada dirinya sendiri atau orang lain.
e. Gangguan perasaan dan emosional
Dilihat dari perilakunya, anak akan tertawa sendiri, menangis
atau marah tanpa sebab. Sering mengamuk tak terkendali
(temper tantrum) terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang

30
diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak. Tidak
dapat berbagi perasaan dengan anak lain.

f. Gangguan dalam persepsi sensori


Sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja.
Bila mendengar suara keras anak akan menutup telinga.
Menangis setiap kali dicuci rambutnya, merasakan tidak nyaman
bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila
digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
g. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi
secara fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui
perkembangan nonverbal, karena terdapat gangguan bahasa.
Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50
dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak
autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis
atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang
menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau
kemampuan memori.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Neutrologis
b. Test Neupsikologis
c. Test Pendengaran
d. MRI (Magnetic resonance imaging)
e. EGG (Electro Encepalogram)
f. Pemeriksaan Darah dan Pemeriksaan Urine

31
Beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat
digunakan untuk mendiagnosa autism yaitu :
a. Childhood Autism Rating Scale (CARS)
Alat ini menggunakan skala hingga 15, anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan
tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal. Ini dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun
1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku.
b. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang
digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan,
dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
c. The Autism Screening Questionare
Daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan
pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan
komunikasi dan sosial mereka.
d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old
Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang
dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada
3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan
konsentrasi.
7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Terapi wicara : Membantu anak melancarkan otot-otot mulut
sehingga membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : Untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : Anak autisme seringkali merasa frustasi.
Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka

32
merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak
yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan.

8. Instrumen untuk Deteksi Dini Anak dengan Autisme yang


Dilakukan di Puskesmas
Pelaksanaan kegiatan DDTK di Puskesmas sebagai berikut :
a. Pelayanan DDTK diberikan waktu balita/anak prasekolah
kontak dengan petugas di Puskesmas, adapun pelayanan yang
diberikan sebagai berikut :
- Pemeriksaan kesehatan, pemantauan berat badan dan
deteksi dini tumbuh kembang.
- Menentukan klasifikasi penyakit, keadaan gizi dan
penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar.
- Melakukan intervensi/tindakan spesifik, gangguan gizi
dan penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar.
- Konseling kepada ibu/pengasuh/keluarga.
b. Pembinaan ke Kader Posyandu, pendidik PAUD dan satuan
PAUD sejenis.

Deteksi Dini Autis pada Anak Pra-Sekolah

 Tujuan adalah mendeteksi secara dini adanya autis pada anak


umur 18 bulan sampai 36 bulan.
 Dilaksanakan atas indikasi atau bila ada keluahan dari
ibu/pengasuh atua ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader
kesehatan, petugas PAUD, pengelola TAP dan guru TK.
Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan
di bawah ini :
- Keterlambatan berbicara.
- Gangguan komunikasi/ Interaksi sosial.
- Perilaku yang berulang-ulang.

33
 Alat yang digunakanadalah M-CHAT (Modified-
Checklist for Autism in Toddlers).
 Ada 23 pertanyaan yang di ajukan secara berurutan,
satu persatu. Jelaskan kepada orang tua untuk tidak
ragu-ragu.
 Cara menggunakan M-CHAT.
1. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu
persatu perilaku yang tertulis pada M-CHAT kepada orang
tua atau pengasuh anak.
2. Lakukan pengamata kemampuan anak sesuai dengan tugas
pada Modified-Checklist for Autism in Toddlers.
3. Catat jawaban orang tua/pengasuh anak dan kesimpulan
hasil pengamatan kemampuan anak, YA atau TIDAK.
Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah di jawab.
 Interprestasi
1. 6 pertanyaan No. 2,7,9,13,14, dan 15 adalah pertanyaan
penting (critical item) jika dijawab tidak berarti pasien
mempunyai risiko tinggi autism.
Jawaban tidak pada dua atau lebih critical item atau tiga
pertanyaan lain yang dijawab tidak sesuai (misalnya,
seharusnya dijawab YA, orang tua menjawab TIDAK)
maka anak tersebut mempunyai risiko autism.
2. Jika perilaku itu jarang dikerjakan (misalnya anda melihat
satu atau 2 kali), mohon dijawab anak tersebut tidak
melakukannya.
 Intervensi

34
Bila anak memiliki risiko tinggi autism atau risiko autism,
rujuk ke rumah sakit ysng memberi layanan rujukan tumbuh
kembang anak.

DETEKSI DINI AUTIS PADA ANAK


Alogaritma Pemeriksaan M-CHAT pada anak diatas 18 bulan
Tanya pada orang tua/pengasuh apakah ada keluhan sebagai berikut :
3. Keterlambatan berbicara
4. Gangguan komunikasi/interaksi sosial
5. Perilaku berulang-ulang
6. Apabila ada, tanyakan keadaan anak sesuai lembar

Hitung Jawaban “TIDAK”

Hasil Pemeriksaan Interpretasi Tindakan


Tidak ada jawaban Normal Puji keberhasilan orang
“TIDAK” tua/pengasuh.
Atau Lanjutkan stimulasi sesuai
jawaban “TIDAK” kurang umur.
dari 2 pertanyaan kritis Jadwalkan kunjungan
Atau berikutnya 3 bulan lagi
jawaban “TIDAK” kurang sambai umur 2 tahun, tiap 6
dari 3 pertanyaan yang mana bulan sampai umur 72
saja bulan.
Jawaban “TIDAK” pada 2 Risiko tinggi Rujukan ke RS rujukan
atau lebih pertanyaan kritis Autisme tumbuh kembang level 1
Atau Risiko
Jawaban “TIDAK” 3 atau Autisme
lebih pertanyaan yang mana
saja

35
36
E. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Autisme
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Identitas keluarga klien
c. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya anak autisme dikenal dengan kemampuan
berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali
tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu
singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain
bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus
dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu
mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang
senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau
bend apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup
telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita,
dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai
IQ diatas 100.
- Riwayat Kesehatan Dahulu (Ketika Anak dalam
Kandungan) : Sering terpapar zat toksik, seperti timbal,
Cidera otak
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang
menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada
riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada
anak autism ada riwayat penyakit keturunan.

37
d. Status Perkembangan Anak
- Anak kurang merespond orang lain.
- Anak sulit focus pada objek dan sulit mengenali bagian
tubuh.
- Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
- Anak sulit menggunakan ekspresi nonverbal.
- Keterbatasan kognitif.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada anak dengan kecurigaan Autisme ini
serupa dengan pemeriksaan fisik anak pada umumnya. Antara
lain pemeriksaan antropometri dan evaluasi tumbuh kembang.
Seklain itu, perlu dilakukan evaluasi pada kemampuan bicara
atau bahasa, interaksi sosial, dan kemampuan bermain. Biasa
nya anak dengan penyandang Autisme ini :
- Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
- Terdapat ekolalia.
- Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke
objek lain.
- Rutinitas yang berulang.
- Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan.
- Terpaku pada benda mati.
- Sulit berbahasa dan berbicara.
- 50% diantaranya mengalami retardasi mental.
- Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan
fisiologis dan emosi diri sendiri dengan orang lain
d. Psikososial
- Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua.
- Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem.
- Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek.
- Perilaku menstimulasi diri.
- Pola tidur tidak teratur.

38
- Permainan stereotip.
- Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Tantrum yang sering.
- Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan.
- Kemampuan bertutur kata menurun.
- Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
e. Neurologis
- Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus.
- Refleks mengisap buruk.
- Tidak mampu menangis ketika lapar.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
b. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan
perkembangan.
c. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak
terpenuhinya tugas perkembangan.
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


.
1. Gangguan Setelah diberikan 1. Pertahankan konsistensi
komunikasi tindakan keperawatan tugas untuk memahami
verbal dalam waktu ….x 24 tindakan-tindakan dan
berhubungan jam, Anak akan komunikasi anak.
dengan membentuk kepercayaan 2. Antisipasi dan penuhi
gangguan dengan seorang pemberi kebutuhan-kebutuhan anak
neuromuskuler perawatan ditandai sampai kepuasan pola
. dengan sikap responsive komunikasi terbentuk.
dan kontak mata dalam 3. Gunakan tekhnik
waktu yang telah validasi konsensual dan

39
ditentukan dengan klarifikasi untuk
kriteria : menguraikan kode pola
1. Pasien mampu komunikasi ( misalnya :”
berkomunikasi dengan Apakah anda bermaksud
cara yang dimengerti untuk mengatakan
oleh orang lain. bahwa…..?)
2. Pesan-pesan nonverbal 4. Gunakan pendekatan
pasien sesuai dengan tatap muka berhadapan
pengungkapan verbal. untuk menyampaikan
3. Pasien memulai ekspresi-ekspresi nonverbal
berinteraksi verbal dan yang benar dengan
non verbal dengan orang menggunakan contoh.
lain.
2. Gangguan Setelah diberikan 1. Jalin hubungan dengan
interaksi sosial tindakan keperawatan anak untuk meningkatkan
berhubungan dalam waktu ….x 24 kepercayaan.
dengan jam, Anak akan 2. Berikan benda yang
hambatan mendemonstrasikan dikenal (misalnya: mainan
perkembangan. kepercayaan pada kesukaan, selimut) untuk
seorang pemberi memberikan rasa aman
perawatan yang ditandai dalam waktu tertentu agar
dengan sikap responsive anak tidak mengalami
pada wajah dan kontak distress.
mata dalam waktu yang 3. Sampaikan sikap yang
ditentukan dengan hangat, dukungan, dan
kriteria : kebersediaan ketika anak
1. Anak mulai berusaha untuk memenuhi
berinteraksi dengan diri kebutuhan dasarnya untuk
dan orang lain. meningkatkan pembentukan
2. Pasien menggunakan dan mempertahankan
kontak mata, sifat hubungan saling percaya.

40
responsive pada wajah 4. Lakukan dengan perlahan
dan perilaku-perilaku jangan memaksakan
nonverbal lainnya dalam interaksi, mulai dengan
berinteraksi dengan penguatan yang positif pada
orang lain. kontak mata, perkenalkan
3. Pasien tidak menarik dengan berangsur-angsur
diri dari kontak fisik dengan sentuhan, senyuman
dengan orang lain. dan pelukan.
5. Beri dukungan pada
pasien yang berusaha keras
untuk membentuk
hubungan dengan orang lain
dilingkungannya.
3. Gangguan Setelah diberikan 1. Fungsi pada hubungan
identitas diri
tindakan keperawatan dengan anak.
berhubungan
dengan tidak dalam waktu ….x 24 2. Membantu anak untuk
terpenuhinya mengetahui hal yang
jam, Pasien akan
tugas terpisah selama kegiatan
perkembangan. menyebutkan bagian perawatan diri, seperti
berpakaian dan makan.
tubuh diri sendiri dan
bagian tubuh dari 3. Jelaskan dan bantu anak
dalam menyebutkan bagian-
pemberi perawatan untuk
bagian tubuhnya.
mengenali fisik dan
4. Tingkatkan kontak fisik
emosi diri terpisah dari
secara bertahap,
orang lain saat pulang
menggunakan sentuhan
dengan kriteria :
untuk menjelaskan
1. Pasien mampu untuk
perbedaan antara pasien
membedakan bagian-
dengan perawat. Berhati-
bagian dari tubuhnya
hati dengan sentuhan
dengan bagian-bagian
sampai kepercayaan anak
dari tubuh orang lain.
telah terbentuk.
2. Pasien menceritakan
5. Tingkatkan upaya anak

41
kemampuan untuk untuk mempelajari bagian-
memisahkan diri dari bagian dari batas-batas
lingkungannya dengan tubuh dengan menggunakan
menghentikan ekolalia cermin dan lukisan serta
(mengulangi kata-kata gambar-gambar dari anak.
yang di dengar) dan
ekopraksia (meniru
gerakan-gerakan yang
dilihatnya).

F. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


ADHD adalah istilah atau kependekan dari Attention Deficit
Hyperactivity Disorder, (Attention yang berarti perhatian, Deficit yang
berarti berkurang, Hyperactivity yang berarti hiperaktif, dan
Disordernyang berartib gangguan). Dalam bahasa Indonesia, ADHD
berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif.
ADHD adalah gangguan neurobiologis yang ciri-cirinya sudah
tampak pada anak sejak kecil. ADHD adalah gangguan perkembangan
dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan
aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ditandai
dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa
duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap
seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain
sering digunakan adalah aktifitas berlebihan, dan suka membuat
keributan.
ADHD adalah gangguan fungsi perkembangan saraf dengan gejala
berupa ketidak mampuan memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan
impulsivitas yang tidak sesuai dengan usia perkembangan anak. Anak
dengan ADHD biasanya memiliki komorbid dengan gangguan lainnya.
Komorbiditas yang aling sering terjadi antara ADHD dengan dua

42
gangguan lainnya dalam DSM-5 yaitu ODD (Oppositional Defiant
Disorder) dan CD (Conduct Disorder).
ADHD memiliki kesulitan utama dalam mengikuti peraturan atau
menunjukan penurunan perilaku terhadap aturan dalam mengerjakan
tugas (Barkley, 2006). Hal ini disebabkan karena faktor neurofisiologis,
yakni fungsi kerja otak yang kurang optimal pada bagian lobus frontal
khususnya pada korteks prefontal sehingga menyebabkan masalah dalam
melakukan atensi (fungsi kognitif), pengendalian, serta koordinasi gerak
tubuh (fungsi motorik). Penanganan yang digunakan untuk anak ADHD
dapat menggunakan berbagai metode seperti, terapi perilaku, terapi
nutrisi, farmakoterapi, terapi musik, terapi lumba-lumba, dan terapi
bermain (Erinta & Budiani, 2012).
Ada tiga tipe anak dengan ADHD atau Hiperaktif yaitu :
a. Anak yang tidak bisa memusatkan perhatian (in-atensi)
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, namun mereka
tidak menunjukan gejala hiperaktif atau Impulsif. Tipe ini
kebanyakan ada pada anak perempuan. Tipe ini memiliki ciri-
ciri : tidak mampu memusatkan perhatian secara utuh, tidak
mampu mempertahankan konsentrasi, mudah beralih perhatian
dari satu hal ke lain hal, sering melamun dan dapat
digambarkan sedang berada “diawang-awang”, tidak bisa
diajak bicara atau menerima instruksi karena perhatiannya
terus berpindah-pindah, pelupa dan kacau.
b. Anak yang hiperaktif dan implusive
Mereka sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan
perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.
Anak Tipe ini memiliki ciri-ciri berikut yaitu : terlalu energik,
lari ke sana kemari, melompat seenaknya, memanjat, banyak
bicara, berisik. Ia juga impulsive melakukan sesuatu secara
tak terkendali, begitu saja bertindak tanpa pertimbangan, tak
bisa menunda respons, tidak sabaran. Tetapi yang

43
mengherankan, sering pada saat belajar, ia menampakkan tidak
perhatian, tetapi ternyata ia bisa mengikuti pelajaran.
c. Gabungan (kombinasi)
Sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.
Kebanyakan anak-anak termasuk tipe seperti ini. Anak dalam
tipe ini mempunyai ciri-ciri berikut : kurang mampu
memperhatikan aktivitas dan mengikuti permainan atau
menjalankan tugas, perhatiannya mudah terpecah, mudah
berubah pendirian, selalu aktif secara berlebihan dan impulsif.
1. Etiologi
Faktor biologis berpengaruh pada dua neurotransmitter di otak,
yaitu dopamine dan norepinefrin. Dopamin merupakan zat yang
bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan social, serta
mengontrol aktifitas fisik.
Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian,
dan perasaan. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah lingkungan.
Karakter dalam keluarga juga dapat berperan menimbulkan gejala
ADHD. Belum diketahui apa penyebab pasti anak-anak menjadi
hiperaktif. Namun menurut dunia kedokteran, itu terkait dengan faktor
biologis dan genetik, serta lingkungan.
Menurut Dr. Dwidjo Saputro, SpKJ(K) tahun 2009, etiologi dari
ADHD yaitu Gangguan perilaku pada anak adalah akibat dari
interaksi antara faktor alami (nature), yaitu faktor bawaan dan
lingkungan.
1. Faktor alami meliputi faktor genetik, gangguan biologik yang
telah diperoleh sejak saat anak dalam kandungan dan pada waktu
lahir.
2. Faktor lingkungan adalah pengalaman psikoedukatif dan
psikososial yang diperoleh setalah anak lahir, yang meliputi pola
asuh, pendidikan, nutrisi, kondisi lingkungan, teman sebaya, nilai
sosial dan budaya.

44
ADHD dapat terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor berikut :

a. Faktor genetik : memiliki ibu, ayah, atau saudara dengan


penyandang ADHD atau gangguan mental lainnya. Kurang
lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa
kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga
terlihat pada anak kembar.
b. Kelahiran premature, yaitu lahir sebelum usia kehamilan 37
minggu.
c. Kelainan pada struktur atau fungsi otak.
d. Kerusakan otak sewaktu dalam kandungan.
e. Ibu menggunakan NAPZA, mengonsumsi minuman alcohol atau
merokok selama masa kehamilan.
f. Ibu mengalami stress sewaktu hamil.
g. Paparan racun dari lingkungan sewaktu masa kanak-kanak,
misalnya paparan timbal dari cat.
2. Karakteristik ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)
a. Kurang perhatian
Penderita ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari
gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit
6 bulan sampai suatu tingkatan yang maladptif dan tidak
konsisten dengan tingkat perkembangan.
- Seringkali gagal memperhatikan baik-baik terhadap sesuatu
yang detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalam
pekerjaan sekolah dan kegiatan lainnya.
- Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap
tugas-tugas atau kegiatan bermain.

45
- Tidak mendengarkan jika diajak berbicara secara langsung.
- Tidak mengikuti intruksi dan gagal dalam mengerjakan
pekerjaan sekolah atau hal lain (bukan disebabkan karena
perilaku melawan atau gagal untuk mengerti intruksi).
- Sering kehilangan barang/benda penting untuk tugas-tugas
dan kegiatan, misalnya kehilangan permainan.
- Sering menghindar.
- Seringkali bingung atau terganggu oleh rangsangan dari
luar. Sering lupa.
b. Hiperaktivitas impulsive
a) Hiperaktivitas
- Sering gelisah
- Tidak bisa diam
- Kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan
terlihat tidak tenang.
- Sering bergerak atau bertindak seolah-olah dikendalikan
oleh sesuatu
- Sering berbicara berlebihan.
b) Implusifitas
- Jika seseorang bertanya mereka sering memberi jawaban
sebelum pertanyaan itu selesai.
- Kesulitan menanti giliran.
- Sering mengintrupsi atau mengganggu orang lain.
c. Beberapa gejala hiperaktivitas implusifitas atau kurang
perhatian yang menyebabkan gangguan muncul sebelum anak
berusia 7 tahun.
d. Ada suatu gangguan di dua atau lebih setting/situasi.
3. Patofisologi
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui, namun dikatakan
bahwa area kortek frontal, seperti frontrosubcortical pathway dan
bagian frontal korteksitu sendiri merupakan area utama yang secara

46
teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD. Mekanisme
inhibitor di korteks, sistem limbik, serta sistem aktivasi reticular juga
dipengaruhi. ADHD dapat mempengaruhi satu, dua, tiga atau seluruh
area ini sehingga muncul tipe dan profil yang berbeda dari ADHD.
Lobus frontal berfungsi untuk mengatur agar pusat perhatian pada
perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat keputusan yang baik,
membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita
pelajari, serta dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat.
Mekanisme inhibisi di kortek befungsi untuk mencegah agar kita tidak
hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta marah pada
keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita
berfungsi untuk menghambat 30 % yang lain.
Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah disebut dengan ”dis-
inhibitor disorder” seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat
keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lain-lain. Sedangkan sistem
limbik mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem
limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood
yang labil, temperamen yang luar biasa, menjadi mudah terkejut,
selalu menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, memiliki
kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal mengatur
perubahan emosional yang normal, level energi normal, rutinitas tidur
normal, dan level stress yang normal. Disfungsi dari sistem limbik
mengakibatkan terjadinya masalah pada hal tersebut.
Penderita ADHD juga menunjukkan aktivitas yang melemah pada
korteks prefrontal inferior kanan dan kaudatum kiri. Neurotransmiter
utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal adalah
katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat
sebagai fokus utama aktifitas pengobatan yang digunakan untuk
penanganan ADHD. Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab
pada tingkah laku dan hubungan sosial, serta mengontrol aktivitas

47
fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan
perhatian, dan perasaan.

Pathway ADHD

4. Manifestasi Klinik
Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas,
dan impulsivitas yang mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-
anak. Biasanya gejala hiperaktifitas dan impulsivitas mendahului
inatensi. Gejala yang berbeda dapat muncul pada tempat yang berbeda
dan tergantung pada situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk
dengan

48
tenang di kelasnya atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe
inatensi sering terlihat melamun. Anak yang impulsif suka bertindak
tanpa berpikir terlebih dahulu, sehingga sering dianggap memiliki
masalah dengan kedisiplinan. Sedangkan anak-anak yang pasif atau
lebih banyak diam dapat terlihat tidak memiliki motivasi.
Semua anak ADHD terkadang terlihat gelisah, terkadang bertindak
tanpa berpikir, terlihat sering melamun. Saat hiperaktifitas anak,
distraktibilitas, konsentrasi yang kurang, atau impulsivitas mulai
berpengaruh pada penampilan anak di sekolah, hubungan sosial
dengan anak lain, atau perilaku anak di rumah maka terjadinya ADHD
dapat diperkirakan. Oleh karena gejalanya bervariasi pada tempat
yang berbeda, maka ADHD sulit didiagnosis terutama bila inatensi
menjadi gejala utamanya
5. Pemeriksaan Penunjang
a. PET (Positron Emission Tomography)
Terjadi penurunan aliran darah otak atau cerebral dan
kecepatan metabolism di daerah lobus frontalis anak-anak
ADHD.
b. EEG (Electroensefalogram)
Memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang
bertambah banyak dengan kriteria diagnostic yang mengarah
kepada penderita ADHD adalah DSM-IV TR : (+).
c. Pemeriksaan Darah
Biasanya Ditemukan toksin dalam darah penderita ADHD.
d. Tes Psikologis sesuai indikasi
Menyingkirkan adanya gangguan ansietas, mengidentifikasi
bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu
belajar/mengkaji responsivitas sosial dan perkembangan
bahasa.

49
e. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya
gejala fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan
atas, atau gejala alergi lain, infeksi SSP).

Selain itu lakukan skrining DDTK pada anak pra sekolah dengan
ADHD. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini adanya
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada
anak umur 36 bulan ke atas.

6. Instrumen untuk Deteksi Dini Anak Penyandang ADHD yang


Dilakukan di Puskesmas
 Tujuannya adalah mengetahui secara dini anak adanya gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) pada anak usia 36
bulan ke atas.
 Dilaksanakan atas indikasi bila ada keluahan dari orang
tua/pengasuh anak atau da kecurigaan tenaga kesehatan, kader
kesehatan, BKB, pertugas PAUD, pengelola TPA dan guru TK.
Keluhan tersebut berupa salah satu atau lebih keadaan dibawah
ini :
1. Anak tidak bisa duduk tenang
2. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah.
3. Perubahan suasana hati yang mendadak/implusive.
 Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Ganghuan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated
Conners Ratting Scale), Formulie ini terdiri 10 pertanyaan yang di
tanyakan kepada orang tua/pengasuh/guru TK dan pertanyaan
yang perlu pengamatan pemeriksaan.
 Cara mengunakan Formulir deteksi dini GPPH :
1. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu
persatu perilaku yang tertulis pada formulir deteksi dini
GPPH. Jelaskan kepada orang tua/pengasuh anak untuk tidak
ragu-ragu atau takut menjawab.

50
2. Lakukan pengamatan kemapuan anak sesuai dengan
pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH.
3. Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun
anak berada, misalnta ketidak dirumah, sekolah, pasar, took,
danlainnya) setiap saat dan ketika anak dengan siapa saja.
4. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama
dilakukan pemeriksaan.
5. Teliti kembali apakan semua pertanyaan telah di jawab.
 Interpretasi
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan “bobot
nilai” berikut ini, dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban
menjadi total
- Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak.
- Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan
pada anak.
- Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak.
- Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.

Bila nilai toltal 13 atau lebih, anak kemungkinan dengan GPPH.

 Intervensi
- Anak dengan kemungkinan GPPH perlu rujukan ke rumah
sakit yang pelayanan rujukan tumbuh kembah atau memiliki
fasilitas kesehatan jiwa untuk konsultasi dan lebih lanjut.
- Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu,
jadwalkan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan
oertanyaan kepada orang-orang terdekat dengan anak (orang
tua, pengasuh, nenek dan lainnya).

DETEKSI DINI GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN


DAN HIPERAKTIVITAS (GPPH) PADA ANAK

Alogaritma pemeriksaan GPPH

51
Tanyakan kepada orang tua/ pengasuh apakah ada keluhan sebagai
berikut :

1. Anak tidak bisa duduk tenang.


2. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah.
3. Perubahan suasana hati yang mendadak/implusif.
4. Apabila ada, tanyakan keadaan anak sesuai lembar pemeriksaan.

Hasil Pemeriksaan Interpretasi Tindakan


Nilai total > dari 13 Normal Puji keberhasilan orang
tua/pengasuh.
Lanjutkan stimulasi sesuai
umur.
Jadwalkan kunjungan
berikutnya 6 bulan lagi.
Apabila ragu-ragu, ulangi
pemeriksaan 1 bulan lagi.
Nilai total 13 atau lebih Kemungkinan GPPH Rujuk ke fasilitas layanan
kesehatan level 1

52
G. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan ADHD
1. Pengkajian
a. Identitas klien
ADHD terjadi pada anak usia 3 tahun, laki-laki cenderung
memiliki kemungkinan 4x lebih besar dari perempuan untuk
menderita ADHD.
b. Identitas keluarga klien
c. Keluhan utama
Biasanya keluarga akan mengatakan anaknya tidak bisa diam,
kaki atau tangan bergerak terus, bawel, sulit konsentrasi.
d. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Contohnya : anak tidak bisa duduk tenang, anak selalu
bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah,
perubahan suasana hati yang mendadak/implusiv, anak
sering tidak fokus.
- Riwayat kesehatan Dahulu
Tanyakan kepada keluarga apakah anak dulu pernah
mengalami cedera otak, apakah sebelumnya anak pernah
mengalami seperti ini.
- Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada faktor genetic yang di duga sebagai
penyebab dari gangguan ADHD pada anak.
- Riwayat Psiko, Sosio, dan Spiritual
Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan teman
dan membina hubungan dengan teman sebayanya karena
hiperaktivitas dan implusivnya.

53
- Riwayat tumbuh kembang
 Pre-Natal : tanyakan apakah ibu ada masalah pada
saat masa kehamilan (asupan alcohol, obat-obatan,
jatuh dan lainnya).
 Natal : tanyakan kepada ibu, apakah ada penyulit
selama persalinan, lahir premature, berat badan
lahir rendah dan lainnya.
 Post-Natal : tanyakan apakah setelah lahir
langsung diberikan imunisasi apa tidak.
- Riwayat imunisasi
Tanyakan kepada keluarga, apakah anak mendapatkan
imunisasi lengkap atau tidak.
- Pengetahuan orang tua
 Tentang makanan sehat
 Tentang personal hygiene
e. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Vital Sign (TD, Suhu, Berat badan, RR, Nadi, Tinggi
badan).
- Kebersihan anak
Biasanya anak tampak kusam karena anak kebanyakan
bergerak yang menyebabkan anak berkeringat.
- Suara anak waktu menangis
- Keadaan gizi anak
- Aktivitas
Aktivitas saat dirumah dan saat masuk rumah sakit.
- Kepala hingga kaki (head to toe) dilakukan seperti
pemeriksaan fisik biasanya.

54
f. Pola makan dan minum
Mengkaji pola makan dan minum pasien pada saat sebelum
masuk rumah sakit dan setelah masuk rumah sakit. Apakah
ada masalah atau hambatan pada pola makan dan minum
pasien.
g. Pola eliminasi
Mengkaji pola eliminasi pasien pada saat sebelum masuk
rumah sakit dan setelah masuk rumah sakit. Apakah ada
masalah atau hambatan pada pola eliminasi pasien.
h. Terapi yang di dapatkan di Rumah sakit
Contohnya seperti :
- Terapi obat psikotimulan.
- Terapi obat Non Stimulan (anti depresi, anti psikotik).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif.
b. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan
perilaku impulsif.
c. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan
kelainan fungsi dari sistem keluarga dan perkembangan ego
yang terlambat, serta penganiayaan dan penelantaran anak.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan
hiperaktif.

55
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


.
1. Harga diri Setelah diberikan tindakan 1. Pastikan bahwa sarana-
keperawatan dalam waktu
rendah b.d sarana yang akan di capai
….x 24 jam, Anak mampu
Koping individu memperlihatkan perasaan adalah realistis.
nilai diri yang meningkat
tidak efektif 2. Sampaikan perhatian
saat pulang, dengan kriteri
: tanpa persyaratan untuk
1. Ekspresi verbal dari
pasien.
aspek-aspek positif
tentang diri, pencapaian 3. Sediakan waktu
masalalu dan prospek-
bersama pasien pada saat
prospek masa depan
2. Mampu mengungkap aktivitas kelompok
kan persepsi yang positif
mauoun individu.
tentang dirinya sendiri.
3. Anak berpartisipasi 4. menemani anak dalam
dalam aktivitas-aktivitas
mengidentifikasi aspek
baru tanpa menunjukan
rasa takut yang ektrim positif dari dirinya.
terhadap kegagalan.
5. bantu anak mengurangi
penggunaan
penyangkalan sebagai
suatu mekanisme bersikap
membela.
6. memberikan dorongan
dan dukungan kepada
pasien saat ia mengalami
rasa takut terhadap
kegagalan.
7. beri umpan balik positif
pada pasien jika
melakukan perilaku yang
mendekati pencapaian.

56
2. Risiko cedera Setelah diberikan tindakan 1. observasi perilaku anak
keperawatan dalam waktu
b.d secara sering. Lakukan
….x 24 jam, Anak tidak
hiperaktivitas akan melukai diri sendiri hal ini melalui aktivitas
atau orang lain dengan
dan perilaku sehari-hari dan interaksi
kriteria :
impulsive. 1. Darurat dipertahankan untuk menghindari
pada tingkat di mana
timbulnya rasa waspada
pasien merasa tidak perlu
melakukan regresi. dan kecurigaan.
2. Anak mencari perawat
2. observasi perilaku yang
untuk mendiskusikan
perasaan – perasaan yang mengarah pada tindakan
sebenarnya.
bunuh diri.
3. Anak mengetahui, 3. tentukan maksud dan
mengungkapkan dan
alat-alat yang
menerima kemungkinan
konsekuensi dari perilaku memungkinkan untuk
maladaptif diri sendiri.
bunuh diri. Tanyakan
misalnya “apakah anda
memiliki renana untuk
bunuh diri?” dan
bagaimana rencana anda
untuk melakukannya?”
4. Dapatkan kontrak
verbal atau tertulis dari
anak yang menyatakan
persetujuan untuk tidak
mencelakai diri sendiri da
orang lain.
5. Bantu anak
mengenalikapan
kemarahan terjadi dan
untuk menerima perasaan
tersebut sebagai milik

57
sendiri. Cari tahu apakah
anak menyimpan sesuatu
seperti buku catatan atau
lainnya.
6. Bertindak sebagai
model peran untuk
ekspresi yang sesuai.
7. Singkirkan semua
benda yang berbahaya.
8. Coba untuk
mengarahkan perilaku
kekerasan fisik untuk
anak (misalnya Guling
atua bantal untuk di
pukul).
9. Usahakan untuk tetap
bersama pasien jika
tingkat kegelisahan dan
ketegangan mulai
meningkat.
3. Ketidakefektifa Setelah diberikan tindakan 1. Pastikan bahwa
n koping keperawatan dalam waktu sasaran-sasarannya adalah
individu b.d ….x 24 jam, Anak realistis.
kelainan fungsi mengembangkan dan 2. Sampaikan perhatian
dari sistem menggunakan tanpa syarat pada anak.
keluarga dan keterampilan koping yang 3. Sediakan waktu
perkembangan sesuai dengan umur dan bersama anak.
ego yang dapat diterima sosial 4. Menemani anak dalam
terlambat, serta dengan kriteria : mengidentifikasi aspek-
penganiayaan 1. Anak mampu aspek positif dari dan
dan penundaan pemuasan dalam mengembangkan
penelantaran terhadap keinginannya, rencana-rencana untuk
anak. tanpa terpaksa untuk merubah karakteristik
menipulasi orang lain. yang melihatnya sebagai
2. Anak mampu negatif.
mengekspresikan 5. Bantu anak mengurangi
kemarahan dengan cara penggunaan

58
yang dapat diterima penyangkalan sebagai
secara sosial. suatu mekanisme bersikap
3. Anak mampu membela.
mengungkapkan 6. Memberikan bantuan
kemampuan-kemampuan yang positif untuk
koping alternatif yang identifikasi masalah dan
dapat diterima secara pengembangan dari
sosial sesuai dengan gaya perilaku koping yang
hidup dari yang ia lebih adaptif.
rencanakan untuk 7. Memberi dorongan dan
menggunakannya sebagai dukungan kepada anak
respons terhadap rasa dalam menghadapi rasa
frustasi takut terhadap kegagalan
dengan mengikuti
4. Gangguan pola Setelah diberikan tindakan 1. Observasi pola tidur
keperawatan dalam waktu anak, catat kondisi-
tidur b.d
….x 24 jam, Anak tidak kondisi yang menganggu
ansietas dan akan melukai diri sendiri tidur.
atau orang lain dengan 2. Kaji gangguan-
hiperaktif.
kriteria : gangguan pola tidur yang
1. Anak mengungkapkan berlangsung berhubungan
tidak adanya gangguan- dengan rasa takut dan
gangguan pada waktu ansietas.
tidur. 3. Duduk dengan anak
2. Tidak ada gangguan- sampai dia tertidur.
gangguan yang dialamti 4. Pastikan bahwa
oleh perawat. makanan dan minuman
3. Anak mampu untuk yang mengandung kafein
mulai tidur dalam 30 dihilangkan dari diet
menit dan tidur selama 6 anak.
sampai 7 jam tanpa 5. Berikan sarana
terbangun perawatan yang
membantu anak untuk
tidur (gosok punggung,
latihan gerak relaksasi
dengan musik lembut,
susu hangat dan mandi air
hangat).
6. Buat jam-jam tidur
yang rutin, hindari
terjadinya deviasi dari
jadwal ini.
7. Beri jaminan
ketersediaan pada anak
jika dia terbangun pada
malam hari dan dalam

59
kondisi ketakukatan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan
penangan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan
yang di alami anak.
Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah
dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan
belajar pada anak slow learner, gangguan kemampuan emosional dan
berinteraksi pada anak autis, gangguan kemampuan berbicara pada anak
autis dan ADHD.
Secara umum menurut (Heward, 2002) Buku Psikologi Anak
Berkebutuhan Khusu dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental,
emosi atau fisik.

60
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Stimulas, Deteksi dan Intervensi Dini


Tumbuh Kembang Anak.

Pratiwi, Imas Cahyaning Woro, Oktia Handayani, Kasmini Raharjo, Bambang


Budi (2017). Kemampuan Kognitif Anak Retardasi Mental Berdasarkan
Status Gizi. Public Health Perspective Journal, 2 (1), 19-25.

Firda Ayu N.H, Yunias Setiawan. (2017). Interaksi Faktor Genetik dan
Lingkungan pada Attention Deficit / Hyperactivity Disorder (ADH ).
Jurnal Psikiatri Surabaya.

Tanoyo, Diana Purnamasari. (2013). Diagnosis dan Tatalaksana Attention-


Deficit/Hyperactivity Disorder. E-Journal Medika Udayana, 2 (7), 1-19.

Jamal Sarifantun Nisaa. 2018. Asuhan Keperawatan Anak Berkebutuuhan Khusus


Autisme. Makassar.

Yasri, Ht. (2006). Hubungan Terapi Sensori Integrasi dengan Penurunan Perilaku
Hiperaktif pada Anak ADHD. etheses.uin-malang.ac.id. 10-45.

Suyanto, Bestari Nindya Wimbarti, Supra. (2019). Program Intervensi Musik


terhadap Hiperaktivitas Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD). Gadjah Mada Journal of Professional Psychology (GamaJPP),
5 (1), 15.

Heri. 2012. Asuhan keperawatan anak dengan HIPERAKTIF. From :


http://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-anak-
dengan_8226.html [diakses: 21 November 2020].
Wikipedia, the Free Encyclopedia. (2010) “Mental Retardation.” From :
http://en.wikipedia.org/wiki/Mental_retardation. [diakses: 21 November
2020].

61

Anda mungkin juga menyukai