Pemba Has An

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Praktikum formulasi sediaan tablet ini dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2021.
Pada praktikum formulasi sediaan tablet kali ini mempunyai tujuan agar mahasiswa mampu
membuat formula sediaan tablet dan mampu melakukan produksi sediaan tablet. Pada
praktikum ini akan membuat sediaan tablet dengan menggunakan zat aktif Paracetamol yang
mempunyai nama lain yaitu Acetaminophen. Paracetamol ini dapat berkhasiat sebagai
analgesik yaitu untuk meredakan nyeri dan antipiretik yaitu untuk menurunkan demam.
Parasetamol mempunyai rumus empiris C8H9NO2 dengan berat molekul 151,16. Pemerian
serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Parasetamol merupakan bahan dengan
karaketristik memiliki sifat kompaktibilitas dan fluiditas atau sifat alirnya yang buruk/kurang
baik dengan bentuknya yang kristal. Untuk obat dengan sifat kompaktibilitas yang kurang
baik maka perlu dibuat granul dengan digunakan metode granulasi basah untuk mendapatkan
sifat kompresibilitas dan fluiditas yang baik. Sifat parasetamol yang tahan terhadap panas dan
kelembaban selama proses granulasi maka cocok dilakukan dengan metode granulasi basah
(Voigt, 1984).

Praktikum pembuatan tablet paracetamol ini menggunakan metode granulasi yaitu


granulasi basah. Granulasi merupakan proses peningkatan ukuran partikel dengan cara melekatkan
partikel-partikel sehingga bergabung dan membentuk ukuran yang lebih besar. Metode granulasi
basah adalah suatu proses perubahan dari bentuk serbuk halus menjadi granul dengan
penambahan larutan bahan pengikat sampai pada tingkat kebasahan tertentu kemudian
dilakukan granulasi. Dengan adanya bahan pengikat ini diharapkan dapat memperbaiki sifat
kompaktibitas dan fluiditas paracetamol yang kurang baik. Pembuatan sediaan tablet dengan
menggunakan prinsip granulasi basah pada prinsipnya partikel bahan aktif yang terlebih
dahulu dicampur dengan pengencer atau pengisi akan bersatu/lengket dengan adanya
pengikat (adhesif) dengan pembawa pada umumnya air.(Goeswin Agoes halaman : 306).

Dalam praktikum pembuatan sediaan tablet ini, selain bahan atau zat aktif yang
digunakan berupa parasetamol, juga ditambahkan bahan eksipien atau bahan tambahan. Pada
proses pembuatan tablet diperlukan bahan tambahan yang meliputi bahan pengisi, bahan
pengikat, bahan pelicin, dan bahan penghancur (Depkes RI, 1979). Zat tambahan diperlukan
untuk mendapatkan kualitas sediaan yang memenuhi persyaratan formulasi. Salah satu zat
tambahan yang memiliki peran khusus dalam formulasi sediaan tablet yaitu bahan pengikat.
Bahan pengikat menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam sebuah granulat.
Kekompakan tablet selain dipengaruhi oleh tekanan pada saat kompresi juga dipengaruhi
oleh bahan pengikat (Voight, 1995). Pemilihan bahan pengikat bergantung kepada sifat fisika
dan kimia dari bahan obat, daya ikat yang diperlukan dan tujuan pemakaian obatnya
(Soekemi, 1987). Pada metode granulasi basah, tiap bahan tambahan dibagi kedalam 2 fase
yaitu fase dalam dan fase luar. Fase dalam yang terdiri dari zat aktif, pengikat dan pengisi.
Fase luar terdiri dari penghancur, lubrikan, dan glidan. Fase dalam adalah campuran yang
kemudian akan dibuat menjadi massa granul, sedangkan fase luar adalah bahan yang
membantu aliran granul fase dalam yang telah dibuat. Eksipien atau bahan tambahan yang
digunakan pada fase dalam yaitu Amilum manihot sebanyak 10% sebagai pengisi (diluent)
yaitu untuk menambah massa tablet, PVP sebanyak 5% sebagai pengikat (binder), Etanol
secukupnya sebagai pelarut, Laktosa sebagai pengisi (diluent). Lakosa dalam formulasi tablet
sering dikombinasikan dengan amilum. Pada fase luar yaitu Amilum manihot 4% sebagai
penghancur (disintegrant), Mg Stearat sebanyak 1 % sebagai pelicin (lubrikan) yaitu zat yang
digunakan untuk mengurangi gesekan antara permukaan tablet dengan dinding lubang
kempaselama proses pengempaan dan pengeluaran tablet dari lubang kempa. Selain itu
lubricant dapat memperpanjang waktu penghancuran obat, sehingga pada saat dilakukan uji
friabilitas tablet massa tidak semakin banyak, dan Talk sebanyak 2% sebagai glidan yaitu
bahan yang dapat meningkatkan sifat alir serbuk.

Metode granulasi basah dipilih selain karena sifat kompaktibilitas dan friabilitas
paracetamol yang kurang baik adalah karena tablet ini akan diproduksi dalam jumlah banyak
yaitu 500 dengan bobot setiap tablet 700 mg. Bahan pelarut yang digunakan adalah etanol 70
%. Pemilihan bahan pelarut etanol 70% dalam metode granulasi basah ini tidak didasarkan
pada kelarutan parasetamol sebagai zat aktif karena dalam pembuatan tablet, zat aktif tidak
diharuskan untuk melarut, sehingga fungsi dari etanol 70% dalam granulasi basah ini adalah
untuk melarutkan pengikat yaitu PVP. PVP merupakan zat yang larut dalam etanol sehingga
pengikat lebih mudah dicampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan lain. Penggunaan
etanol dalam metode granulasi basah ini juga karena dengan menggunakan pelarut etanol
pada saat proses pengeringan lebih cepat dibandingkan menggunakan pelarut aqua. Selain
karena proses pengeringan yang lama, penggunaan bahan pelarut aqua dapat memberikan
pengaruh terhadap stabilitas obat atau bahan berkhasiat, menyebabkan terjadinya hidrolisa
yang dapat menurunkan kualitas produk.

Untuk pembuatan tablet dengan metode granulasi basah, tahap pertama adalah
membuat granulasi fase dalam dari formulasi tablet. Sebelumnya, menimbang semua bahan-
bahan fase dalam seperti Serbuk paracetamol sebanyak 250 gram, Amilum manihot sebanyak
35 gram, PVP sebanyak 17,5 gram dan laktosa sebanyak 23 gram dengan menggunakan
timbangan analitik/digital. Kemudian mencampurkan serbuk paracetamol, serbuk amilum
manihot dan laktosa sampai homogen dengan menggunakan kantong plastik. Pencampuran
bahan-bahan tersebut dilakukan secara geometris supaya bahan-bahan tersebut dapat
mencampur secara merata (homogen). Setelah itu, melarutkan bahan pengikat PVP dengan
menggunakan etanol 70%. PVP dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian ditambahkan
etanol 70% secukupnya sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai PVP tersebut larut
seluruhnya atau tidak terdapat gumpalan dan membentuk musilago yang bening dan
transparan. Pada saat praktikum kelompok kami menggunakan etanol 70% sebanyak 50ml.
Cairan pelarut seharusnya menggunakan etanol 96% karena waktu pada saat pengeringan
granul akan lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan etanol 70% walaupun etanol
70% juga dapat melarutkan PVP, namun waktu pengeringannya lebih lama. Setelah bahan
pengikat sudah larut, kemudian ditambahkan larutan pewarna (hijau) dan diaduk sampai
homogen.

Bahan-bahan fase dalam yang sudah dicampur (mixing) dengan menggunakan


kantong plastik kemudian dimasukkan kedalam baskom. Setelah itu PVP yang sudah
dikembangkan dengan etanol dan dicampur dengan pewarna, dimasukkan sedikit demi
sedikit kedalam baskom yang berisi bahan yang telah di mixing. Kemudian aduk dengan
tangan sampai homogen dan membentuk massa yang plastis yang dapat dibuktikan dengan
Uji banana breaking test. Pada Uji banana breaking test ini dilakukan dengan cara mengepal
adonan kemudian dipatahkan. Apabila adonan tersebut ketika dipatahkan masih terdapat
serbuk yang terlepas artinya pengikat dalam adonan masih kurang maka masih perlu
ditambahkan pengikat sedikit demi sedikit dan apabila adonan terlalu kalis artinya terlalu
banyak bahan pengikat. Adonan yang lolos dalam uji banana breaking test adalah adonan
yang apabila dipatahkan tidak hancur berantakan. Adonan yang telah lolos uji banana
breaking test kemudian dilakukan pengayakan granul basah dengan menggunakan ayakan
mesh no.12, pengayakan ini bertujuan untuk membuat bentuk dan ukuran granul yang
seragam dengan menggunakan nomor ayakan yang lebih kecil dari nomor ayakan granul
kering supaya mendapatkan ukuran granul yang lebih besar karena pada saat pengeringan
akan terjadi penyusutan. Granul yang telah diayak ditempatkan pada wadah yang dibuat dari
aluminium foil dan diberi sedikit lubang-lubang kecil supaya pada saat pengeringan dapat
merata. Pengeringan granul dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40 o-60oC selama
1 jam 30 menit. Pengeringan ini berujuan untuk menghilangkan pelarut dan mendapatkan
granul kering. Setelah dioven sesekali dilihat nilai kelembapan sampai memenuhi persyaratan
yaitu dengan nilai kelembapan < 2%.
Untuk melihat nilai kelembapan granul, digunakan alat Moisture balance yaitu
dengan menimbang granul sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan kedalam alat moisture
balance kemudian dilakukan pengukuran. Hasil dari pengukuran nilai kelembapan pada
granul kami diperoleh 1,97% artinya nilai kelembapan granul tersebut sudah memenuhi
syarat karena syarat nilai kelembapan granul yang baik yaitu <2% Jika nilai kelembapannya
sudah memenuhi persyaratan, granul dapat dikeluarkan dari oven. Granul tersebut kemudian
dilakukan pengayakan kering dengan nomor ayakan mesh no. 16. Granul kering yang sudah
diayak kemudian ditimbang seluruhnya dengan menggunakan timbangan digital, bobot
granul yang didapat yaitu 299,4 gram.
Kemudian dilakukan uji sifat alir granul dan uji kompressibilitas granul. Uji sifat alir granul
dengan menggunakan alat Granul Flow Tester guna untuk mengecek sifat alir granul dan Uji
kompressibilitas granul menggunakan alat tapped density. Pada uji sifat alir granul menggunakan 2
alat yaitu alat granul flow tester manual dan otomatis. Pengujian sifat alir granul dilakukan dengan
cara menimbang granul 100 gram, kemudian dimasukkan melalui dinding corong secara perlahan-
lahan. Pada uji ini dilakukan replikasi 2x. Untuk alat granul flow tester manual, pada saat
memasukkan granul pastikan bahwa ujung corong dalam kondisi tertutup. Kemudian tutup dibuka,
bersamaan dengan menekan tombol start pada stopwatch untuk menghitung waktu alir granul sampai
granul pada corong sudah tidak mengalir/habis. Pada uji ini, diperoleh hasil waktu alir granul pada
sampel 1 yaitu 23,85 detik dan waktu alir dari sampel 2 yaitu 26,58 detik. Dari hasil kedua sampel
tersebut kemudian di rata-rata maka diperoleh hasil waktu alir granul yaitu 25,2 detik. Pada uji sifat
alir granul otomatis hampir sama dengan metode manual yaitu menggunakan sampel 100 gram dan
sampel granul dimasukkan ke corong melalui dinding corong secara perlahan-lahan. Setelah itu
ditekan tombol start pada mesin. Alat tersebut otomatis menghitung waktu yang dibutuhkan granul
untuk mengalir, apabila granul tersebut sudah tidak mengalir lagi akan otomatis berhenti. Dari
pengukuran ini diperoleh hasil waktu alir granul pada sampel 1 yaitu 4,4 detik dan waktu alir granul
sampel 2 yaitu 5 detik. Dari kedua data tersebut kemudian dirata-rata maka diperoleh hasil waktu alir
granul adalah 4,7 detik. Menurut teori, persyaratan pada uji sifat alir granul yang baik yaitu 100 gram
granul waktu alirnya tidak lebih dari 10 detik. Dari data pengamatan yang diperoleh, maka dapat
diketahui bahwa sifat alir granul dengan menggunakan alat granul flow tester manual tidak memenuhi
persyaratan atau dikatakan bahwa sifat alir granul tersebut jelek karena waktu alir granul 25,2 detik
(>10 detik). Sedangkan sifat alir granul dengan menggunakan alat granul flow tester otomatis
memenuhi persyaratan atau dikatakan sifat alir granul tersebut baik karena waktu alir granul 4,7 detik
(<10 detik).
Uji selanjutnya adalah uji kompressibilitas dengan menggunakan alat tapped density.
Uji kompressbilitas digunakan untuk mengukur kepadatan dari bubuk, granul, dan zat curah
lainnya untuk mempermudah pencetakan tablet, karena tablet yang memiliki persen
kompresibilitas yang baik akan lebih mudah dikempa. Persen kompresibilitas yang semakin
kecil menandakan kemudahan granul dalam pengempaan tablet sehingga dihasilkan tablet
yang lebih kompak dibandingkan dengan formulasi yang memiliki persen kompresibilitas
yang tinggi. Kompresibilitas juga akan mempengaruhi daya alir dari granul. Adanya
pembasahan dapat meningkatkan kompresibilitas granul. Hal ini dikarenakan oleh adanya
ikatan antar partikel yang kuat dengan kelembaban yang sesuai. Sehingga, granul-granul
tersebut dapat dimampatkan dengan baik. Uji kompressibilitas dilakukan dengan
memasukkan sampel dalam gelas ukur melalui dinding gelas ukur secara perlahan dan diputar
supaya permukaannya rata sampai 100ml. Granul kemudian dimampatkan dengan durasi 4
menit dengan alat uji kompressibilitas tersebut. Pada uji ini dilakukan replikasi 3x. Setelah itu
dihitung volume akhirnya (volume akhir sampel 1 = 92 ml, sampel 2 = 90 ml dan sampel 3 =
91 ml). Indeks kompressibilitas granul dihitung menggunakan persamaan:
I = {(Volume awal – Volume akhir) : Volume awal} x 100 %
Dari penghitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh indeks kompressibilitas
granul (I) pada sampel 1 = 8%, sampel 2 = 10% dan sampel 3 = 9 %. Kemudian dari ketiga
data tersebut dirata-rata diperoleh indeks kompresibilitas sebesar 9%. Menurut teori,
persyaratan pada uji kompressibilitas yaitu tidak lebih dari 20%. Maka dari data pengamatan
tersebut dapat diketahui bahwa granul tersebut memiliki kompresibilitas yang sangat baik.

Anda mungkin juga menyukai