Referat Nac
Referat Nac
Referat Nac
PENDAHULUAN
Prevalensi tahapan CKD ini pada populasi AS adalah sebagai berikut : 1,8% untuk
stage 1, 3,2% untuk stage 2, 7,7% untuk stage 3, dan 0,35% untuk stage 4 dan 5.6
D. Patofisiologi CKD
Tidak seperti cedera ginjal akut (AKI), dimana proses penyembuhan selesai
dengan pemulihan ginjal fungsional lengkap, gangguan kronis dan berkelanjutan dari
nefropati kronis dan progresif berkembang menjadi fibrosis ginjal progresif dan
kerusakan arsitektur normal ginjal. Hal tersebut mempengaruhi 3 kompartemen ginjal,
yaitu glomeruli, tubulus, interstisium, dan pembuluh darah. Secara histologis
bermanifestasi sebagai glomerulosklerosis, fibrosis tubuluinterstisial, dan sklerosis
vascular.7
Urutan peristiwa yang menyebabkan jaringan parut dan fibrosis bersifat
kompleks, tumpeng tindih, dan fenomena bertahap.
Infiltrasi ginjal yang rusak dengan sel inflamasi ekstrinsik
Aktivasi, proliferasi, dan hilangnya sel ginjal intrinsik (melalui apoptosis,
nekrosis, mesangiolisis, dan podositopenia)
Aktivasi dan proliferasi sel penghasil matriks ekstraseluler termasuk
miofibroblas dan fibroblas
Deposisi matriks ekstraseluler menggantikan arsitektur normal
E. Diagnosis CKD
Menurut pedoman KDIGO CKD (dan pedoman CKD English National Institute
for Health and Care Excellence (NICE)), seorang pasien diidentifikasi dengan CKD jika
terdapat kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan minimal 3 bulan. Kelainan
ditunjukkan pada Tabel 1.3
Dalam praktiknya, dalam pelayanan primer, tindakan yang paling penting untuk
mengidentifikasi CKD adalah eGFR yang berasal dari kreatinin serum dan ACR berasal
dari sampel urin. NICE merekomendasikan untuk populasi tertentu harus ditawarkan
pengujian untuk CKD dengan eGFR dan ACR (Tabel 2).3
F. Efek N-Acetylcysteine (NAC) terhadap Marker Stres Oksidatif
Terdapat beberapa studi tentang apakah NAC mempengaruhi stres oksidatif pada
gangguan ginjal. Dalam uji coba kecil, pemberian NAC secara oral secara signifikan
mengurangi peningkatan kadar malondialdehida (MDA) yang terkait dengan end-stage
renal disease (ESRD) pada pasien hemodialisis. Dua studi meneliti dimetilarginin
asimetris, sebuah metabolit yang meningkat pada pasien uremik karena penghambatan
oksidatif enzim yang memecahnya, yang dikenal sebagai enzim dimetilarginin
dimetilaminohidrolase. Dalam satu studi, NAC intravena selama hemodialisis secara
signifikan mengurangi konsentrasi dimetilarginin asimetris dalam plasma. Jadi, tampak
bahwa pasien dengan penyakit ginjal, perbaikan stres oksidatif mungkin merupakan
mekanisme aksi yang layak dimana efek terapeutik NAC dapat terjadi dalam Sebagian
besar penelitian yang menunjukkan hasil positif.1
H. Efek Samping
Sejauh ini, tidak dilaporkan efek samping yang berarti dalam penggunaan NAC. Efek
samping simtomatik yang mungkin timbul adalah ketidaknyamanan gastrointestinal, sakit
kepala, reaksi alergi, dan delirium.1
BAB III
KESIMPULAN
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kondisi umum yang terjadi dalam kehilangan
fungsi ginjal jangka panjang. CKD dapat terdiagnosis dengan adanya penyakit penyerta lainnya
(terutama hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular). Salah satu patofisiologi CKD yang
diyakini dalam beberapa penelitian berkaitan dengan stress oksidatif. Pemberian N-
acetylcysteine (NAC) memiliki efek terapeutik terhadap pencegahan progresivitas CKD.
Mekanismenya melalui efek antioksidannya, terbukti bahwa pemberian NAC dapat menghambat
penurunan GFR, mengurangi proteinuria, dan menurunkan tekanan darah,
DAFTAR PUSTAKA
1. Frye RE, Berk M. The therapeutic use of N-acetylcysteine (NAC) in medicine. The
Therapeutic Use of N-Acetylcysteine (NAC) in Medicine. 2018.
4. Massola Shimizu MH, Coimbra TM, De Araujo M, Menezes LF, Seguro AC. N-
acetylcysteine attenuates the progression of chronic renal failure. In: Kidney International.
2005.
6. Thomas R, Kanso A, Sedor JR. Chronic Kidney Disease and Its Complications. Prim Care
- Clin Off Pract. 2008;35(2):329–44.
7. Schiffrin EL, Lipman ML, Mann JFE. Chronic kidney disease: Effects on the
cardiovascular system. Circulation. 2007.