LP Ketoasidosis Deabetikum
LP Ketoasidosis Deabetikum
LP Ketoasidosis Deabetikum
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
Nama mahasiswa
Wayan Rindang Sulistiawati : 20200305028
Pembimbing
Ns. Ety Nurhayati, S.Kp., M.Kep., Ns., Sp. Kep. Mat
FAKULTAS KESEHATAN
1
2020/2021
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh
tubuh. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup, atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga
terjadi kelebihan gula dalam darah. Kelebihan gula yang kronis dalam darah (
hiperglikemia) ini menjadi racun dalam tubuh. Sebagian glukosa yang
bertahan di dalam darah itu melimpah ke system urin untuk di buang melalaui
urin. Pada tubuh yang sehat pancreas melepas hormon insulin yang bertugas
mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok
energi. Ketoasidosis terjadi karena tidak adanya insulin yang dihasilkan.
Akibat dari defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam-asam lemak bebas akan di ubah
menjadi badan keton oleh hati. Badan ketone bersifat asam dan bila
bertumpuk dalam sirkulasi darah badan keton akan menimbulkan ketoasidosis
diabetic (Rinawati & Chanif, 2020).
2
Ketoasidosis diabetic adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang serius
dan harus segera ditangani. Ketoasidosis diabetic memerlukan penanganan
yang cepat dan tepat mengingat angka kematian yang tinggi (Ice Ratnalela
Siregar, 2014).
3
Factor pencetus dasar terjadinya KAD adalah infeksi dan diperkirakan
sebagai pencetus lebih 50% kasus KAD. Sedangkan factor lainnya adalah
cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung,
trauma, pheochromocytoma, obat, DM tipe I yang baru diketahui dan
diskontinuitas (kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat
4
Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik &
Stozer, 2015) :
Sel Alfa : sekresi glukagon
Sel Beta : sekresi insulin
Sel Delta : sekresi somatostatin
Sel Pankreatik
Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis
hormon yang lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung
antara konsentrasi gula darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi
hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula darah pada sel beta.
Kadar gula darah akan dipertahankan pada nilai normal oleh peran
antagonis hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormone
somatostatin menghambat sekresi keduanya (Dolensek, Rupnik & Stozer,
2015).
5
insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa yang
dibutuhkan untuk metabolisme energi pada keadaan normal, dengan
pengecualian di sel hati dan sel otak (Guyton & Hall, 2012).
c. Fisiologi Pankreas
1) Getah Pankreas ( eksokrin )
Getah pancreas bersifat basa dengan komposisi: HCO3 9 ( asam )
dengan kadar 113 meq/L. Setiap hari disekresikan sekitar 1500mL
getah pancreas. Sekresi getah pancreas bersama dengan sekresi
empedu dan getah usus berefek pada penetralan asam lambung dan
menaikkan PH duodenum menjadi 6,0 – 7,0. Di dalam getah pancreas
terdapat trypsinogen yang di ubah menjadi enzim aktif tripsin. Trpsin
berfungsi untuk mengubah kimotripsinogen menjadi kimitripson yang
6
merangsang kerja enzim enteropeptidase. Defenisi enteropeptidase
akan mengakibatkan kelainan congenital dan malnutrisi protein.
2) Endokrin Pankreas
Susunan insulin terdiri dari pioipeptida yang mengandung dua mata
rantai asam amino yang di hubungkan dengan jembatan disulfide.
Insulin dibentuk di kulum endoplasmic sel B. Insulin kemudian di
kemas di apparatus golgi dalam sebuah granula. Granula ini yang
kemudian bergerak ke membrane plasma. Insulin kemudian di
keluarkan melalui proses eksositosis kemudian melintasi lamina
basalis sel B menuju kapiler dan endotel kapiler yang berpori
mencapai aliran darah. Waktu paruh insulin dalam sirkulasi
berlangsung selam 5 menit.
7
konsentrasi hormone kontra regulator terutamaepinefrin, mengaktivasi
hormone lipase sensitive pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat
sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton oleh sel hati dapat
menyebabkan metabolic asiodosis.
8
5. Pathway Ketoasidosis Diabetikum
Peningkatan as.
Dx : Resiko syok Hiperglikemia
Lemak bebas
Peningkatan plasma Peningkatan
Glikosuria asam amino hilangnya k+ seluler
Peningkatan asidosi
Dx : devisit Peningkatan
Poliuria Peningkatan k+
volume cairan glukoneogenesis plasma KETOSIS
Peningkatan diuretic
osmotik HIPEROSMOLARITAS Mual dan muntah
ASIDOSIS METABOLIK
Gangguan tingkat kesadaran
Penurunan volume Peningkatan Kardiak aritmia Dx :Ketidak
sirkulasi ekskresi k+ seimbangan nutrisi:
Dx : Ketidak efektifan
Dx : Penurunan curah kurang dari
pola nafas
Hipotensi takikardi Penurunan perfusi organ jantung kebutuhan tubuh
Penurunan perfusi
ginjal
9
6. Manifestasi Klinis
Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD di jumpai kadar
gula darah tinggi (>240mg/dl), banyak buang air kecil sehingga dapat
dehidrasi, keadaan umum lemah, pernafasan cepat dan dalam (kussmaul),
berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit jelek, lidah dan bibir kering), kadang-
kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak
terlalu mudah tercium, muntah-muntah merupakan gejala yang sering
djumpai terutama pada KAD anak.
Disamping itu, pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan
dan sakit kepala. Pasien dengan penurunan volume intraocular yang nyata
mengkin akan menderita hipotensi ortostatik. Perubahan status mental pada
ketoasidosis diabetic bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasie
dapat terlihat sadar, mengantuk (lethargi) atau koma.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat bervariasi dari 300 hingga 800
mg/dl, sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar glukosa darah
lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai
setinggi 1000 mg/dl.
2) Keton serum : + secara mendadak
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmomalitas serum : meningkat tetapi biasanya < 330 mosm/L
5) Pemeriksaan AGD
PH <7,3
HCO3 < 15 MEQ / L
PaCO2 10-30 mmHg
6) Uriner : Gula dan keton positif
(Riduan & Mustofa, 2017).
10
8. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah
sebagai berikut : edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan
komplikasi iatrogenic. Komplikasi iatrogenic tersebut ialah hipoglikemia,
hypokalemia, hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia.
9. Penatalaksanaan
Ada lima pengobatan KAD menurut (Gotera & Agung, 2010). meliputi :
a. Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam. Berdasarkan
perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml/kg BB, maka
pada jam pertama diberikan 1-2 L. keuntungan rehidrasi pada KAD
untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormone kontra
regulator insulin.
b. Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
dehidrasi yang memadai. Pemberian insulin yang dapat menurunkan
kadar hormone glucagon, sehingga dapat menekan produksi benda
keton di hati.
c. Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Salami terapi
KAD ion K kembali kedalam sel. Untuk mengantisipasi masuknya ion
K kedalam sel serta mempertahankan kadar K serum dalam batas
normal.
d. Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah
akan turun. Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg% maka dapat
dimulai dengan infus yang mengandung glukosa.
e. Bikarbonat
Terapi bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Saat ini
bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1.
11
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian primer
a. Airway dan Breathing
Perkenalkan nama dan jelaskan pemeriasaan apa yang akan dilakukan.
Respon verbal yang baik pasien meunjukkan airway bebas. Jika pasien
kesulitan memberikan respon verbal, lakukan pemeriksaan upaya
membuka airway (head till, chin lift). Jika airway tidak ada gangguan
namun pasien mengaami kesulitan memberikan respon verbal, maka
evaluasi di breathing Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama.
Jika pasien dengan kesadaran / koma (GCS <8) mempertimbangkan
intubasi dan ventilasi. Pada pasien tersebut sementara saluran napas dapat
dipertahankan oleh penyisipan Guedel's saluran napas. Pasang oksigen
melalui masker Hudson atau non-rebreather masker jika ditunjukkan.
Masukkan tabung nasogastrik dan biarkan drainase jika pasien muntah
atau jika pasien telah muntah berulang. Airway, pernafasan dan tingkat
kesadaran harus dimonitor di semua treatment DKA.
b. Circulation
Penggantian cairan. Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien
yang menderita dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik.
Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan resusitasi
bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan
counterregulatory hormon, terutama dalam beberapa jam pertama,
sehingga mengurangi resistensi terhadap insulin. Terapi Insulin paling
efektif jika didahului dengan cairan awal dan penggantian elektrolit.
Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter
cairan mungkin harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk
mengembalikan volume intravaskular dan memperbaiki perfusi ginjal
dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam
syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai.
Idealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti dalam 8 jam
12
pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati pemantauan
status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap 15
menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan
untuk menghindari overload cairan.(Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007.
Diabetic Ketoacidosis DKA)
1) Periksa denyut nadi, tekanan darah dan CRT. Pasang EKG jika perlu
dan pulse oximetry untuk monitoring
2) Pasang 1-2 kanul cairan intraena jika terdapat tanda-tanda syok
(takikari, hipitensi, pemanjangan CRT) dan berikan IV bolus
3) Pertimbangkan utuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di bawah ini:
Urea (BUN), serum kretinin
Serum elektrolit
Darah lengkap
Tes fungsi hati
Amylase
Serum eton
Laktat dan kultur darah jjika psien demam Pertimbangkan
pemasangan kateter urine untuk memantau produksi urin 24
jam. Jika pasien demam dan penyebabnya tida dietahui,
mulailah emberika anibiotik spectrum luas. Bila
memungkinkan, usulkan pemeriksaan keon uri. Jika hasilnya
positif, aka sangat menunjang diagnosis ketoasidosis diabetes.
c. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah puil isokor dan
memberikan respons terhadap penyinaran.
d. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan atau edema. Lakukan
inspeksi dan palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda-tanda klinis lain.
Pengkajian sekunder
1) Aktivitas / Istirahat
13
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas,
Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang
menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang,
Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), Urin
berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites, Bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet,
peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi
abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau
buah (napas aseton)
14
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon
dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum
purulent (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi
pernapasan meningkat
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya
kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita
11) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengatuan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.
15
2. Diagnosa Keperawatan teoritis
a. Resiko defisien volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
b. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kompensasi asidosis
metabolic
c. Resiko infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa
d. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme.
e. Resiko syok
16
e. Intervensi
No. Diagnosa Intervensi Tindakan
1 Ketidakefektifan Intervensi utama Menejemen jalan nafas
bersihan yang dilakukan buatan
jalan nafas adalah sebagai Observasi
berikut 1. Monitor posisi selang
a. Menejemen ETT, terutama setelah
jalan nafas mengubah posisi
buatan 2. Monitor teanan balon
ETT setiap 4-8 jam
3. Monitor kulit area stoma
trakeostomi
Terapeutik
1. Kurangi tekanan balon
secara periodic aip shift
2. Pasang OPA utuk
mencegah ETT tergigit
3. Berikan pre-oksigenasi
100% ama 30 detik(3-6
kali ventlas) sebelum dan
setelah penghisapan
4. Berikan volume pre-
oksigensi (bagging atau
ventilasi mekanik) 1,5 kali
volume tidal
5. Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik jika diperlukan
6. Ganti fiksasi ETT setiap
24 jam
17
7. Ubah posisi ETT secara
bergntian setiap 24
jam
8. Lakukan perawatan
mulut
9. Lakukan perawatan
stoma
Edukasi
Jelaskan pasien dan atau
keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan
nafas buatan
Kolaborasi
Kolaborasi intubsi jika
berbentuk mucus plug yang
tidak dapat diakukan
penghisapan
2 Perfusi jaringan Intervensi utama Perawatan sirkulasi
tidak efekif yang dilakukan Observasi
adalah sebagai 1) Perksa sirkulasi perifer
berikut : 2) Identifiksi factor resiko
a. Perawatan gangguan sirkulasi
sirkulasi 3) Monitor panas ,
b. Menejemen kemerahan nyeri atau
sensasi perifer bengkak
pada ekstremitas
Terapeutik
1) Hindari pemasangan
infuse atau pengambilan
18
darah di area keterbtasan
perfusi
2) Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3) Hindari penekanan dan
emasangan tourniquet
pada area cidera
4) Lakukan pencegahan
infeksi
5) Lakukan perawata kaki
dan kuku
6) Lakukan hidrasi
Edukasi
1) Anjurkan berhenti
merokok
2) Anjurkan berhenti
olahraga
3) Anjurkan untuk
mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4) Anjurkan untuk
menggunakan obbat penuru
n
tekanan darah ,
antikoagulan dan penurun
kolesterol
5) Anjurkan untuk
menghindari penggunaan
19
obatobat
penyekat beta
6) Anjrkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
7) Anjurkan program
rehabilitas vascular
8) Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
9) Informasikan tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan
Menejemen sensasi
sirkulasi Observasi
1) Identfikasi penyebab
perubahan sensasi
2) Idenifikasi penggunaan
alat pengikat, protesis,
sepatu dan pakaian
3) Periksa perbedaan
sensasi tajam atau tumpul
4) Periksa perbedaan
sensasi panas atau dingin
5) Periksa kemamuan
mmengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
6) Monitor terjadinya
parestesia
7) Monitor perubaan kulit
8) Monitor adanya
20
troboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya.
Edukasi
1) Anjurkan penggunaan
termomter untuk
megukur suhu air
2) Anjurkan menggunakn
sarung tangan termal
saat memasak
Kolaborasi
Pemberian analgetik
3 Pola nafas tidak Intervensi utama Pemantauan respirasi
efektif dilakukan Observasi
adalah 1) Monitpr frekuensi,
a. Pemantauan irama , kedalam dan upaya
respirasi napas
b. Menejemen 2) Monitot pola napas
ventilasi 3) Monitor kemampuan
mekanik batuk efektif
4) Monitor adanya
sumbatan jalan napas
5) Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
6) Auskultasi bunyi napas
7) Monitor saturasi oksigen
21
8) Monitor nilai AGD
9) Monitor hasil x-ray
toraks
Teraupetik
1) Atur interval
pemamntauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2) Dokemntasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan prosedur
pemantauan
2) Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
b. Manajemen ventilasi
mekanik
Observasi
1) Periksa indikasi
ventilator mekanik
2) Monitor kriteria perlunya
terhadap status
oksigenasi
3) Monitor kriteria perlunya
penyapihan ventilator
4) Monitor efek negatifd
ventilator
5) Monitor gejala
peningkatan pernafasan
6) Monitor kondisi yang
22
meningkatkan konsumsi
oksigen
7) Monitor kondisi yang
meningkatkan konsumsi
oksigen
8) Monitor gangguan
mukosa oral, nasal, trakea
dan
laring
Terapeutik
1) Atuir posisi kepala 45-
60o untuk mencegah
aspirasi
2) Reposisi pasien setiap 2
jam
3) Lakukan perawatan rutin
4) Lakukan fisioterapi dada
5) Lakukan pengisapan
lendir sesuai kebutuhan
6) Ganti sirkuit ventilator
setiap 24 jam
7) Siapkan bag-valve mask
disamping tempat tidur
8) Dokuemntasikan respon
terhadap ventilator
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemilihan
mode ventilator
2) Kolaborasi pemberian
23
agen pelumpuh otot,
sedative, analgesik, sesuai
kebutuhan
3) Kolaborasi penggunakan
PS atau PEEP untuk
meminimalkan
hipoventilasi alveolus
4 Resiko Intervesi utama Menejemen cairan
kekurangan yang dilakukan Observasi
cairan adalah 1) Monitor status hidrasi
a. Menejemen 2) Monitor berat badan
cairan harian
b. Pemantauan 3) Monitor berat badan
cairan sebelum dan sesudah dilisis
4) Monitor hasil
pemeriksaan laboratorium
5) Monitor status
hemodinanik
Terapeutik
1) Catat intake-output dan
hitung balance cairan 24
jam
2) Berikan asupan cairan,
sesuai tambahan
3) Berikan cairan intravena,
jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
diuretic
24
Pemantauan cairan
Observasi
1) Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2) Monitor frekuensi
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor berat badan
5) Monitor waktu pengisian
kapiler
6) Monitor elasisitas atau
turgor kulit
7) Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
8) Monitor kadar albumin
dan protein total
9) Monitor hasil
pemeriksaan serum
10) Monitor intake dan
output cairan
11) Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia
12) Identifikasi tanda-tanda
hipervolemia
13) Idenfikasi factor resiko
ketidaksimbangan
cairan Terapeutik
1) Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil
25
pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
5 Penurunan curah Intervensi utama Observasi
jantung yang dilakukan 1) Identifikasi tanda/gejala
adalah primer penurunan curah
Perawatan jantung jantung
2) Identifiksai sekunder
penurunan curah jantung
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake dan
output
5) Monitor BB setiap hari
pada waktu yang sama
6) Monitor EKG 12
sadapan
7) Monitor aritmia
8) Monitor nilai
laboratorium jantung
9) Monitor fungsi alat pacu
jantung
10) Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi sebelum
dan sesudah aktivitas
11) Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi sebelum
pemberian obat
26
Terapeutik
1) Posisikan pasien semi-
fowler
2) Berikan diet jantung
yang sesuai
3) Gunakan stoking elastic
atau pneumatic intermiten
4) Fasilitas pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
5) Berikan terapi relaksasi
untuk mengurasi stress
6) Berikan dukungan
emosional
27
DAFTAR PUSTAKA
Maulidiyah, N., Indriani, S. I., & Rasmin, M. (2018). Gagal Napas Pada
Pneumonia dengan Ketoasidosis Diabetik ( KAD ) Respiratory Failure in
Pneumonia with Diabetic Ketoacidosis ( DKA ). 38(1), 57–63.
Nusantara, A. F., Sunanto, S., & Kusyairi, A. (2019). Support System Keluarga
dalam Pencegahan Ketoasidosis Diabetik pada Anak dengan DM Tipe 1. JI-
KES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 3(1), 1–6. https://doi.org/10.33006/ji-
kes.v3i1.122
Riduan, R. J., & Mustofa, S. (2017). Penatalaksanaan KAD dan DM tipe 1 pada
Anak Usia 15 Tahun. Jurnal Medula Unila, 7(April), 114–122.
Rinawati, P., & Chanif, C. (2020). Peningkatan Efektifitas Pola Napas Pada
Pasien Ketoasidosis Diabetik. Ners Muda, 1(1), 50.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5498
Roostati, R. L., & Rusli, J. (2016). Asidosis Laktat pada Ketoasidosis Diabetik
Berat di Instalasi Perawatan Intensif. Studi Kasus, 43(7), 519–523.
28
29