Asuhan Keperawatan Lanjut Usia Gangguan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN


“KOSTIPASI” DENGAN INTERVENSI ABDOMINAL
MASSAGE DI ERA PANDEMI COVID-19

Pembimbing :
Ns. Lilik Pranata, M.Kep

Disusun Oleh :
Bela Tamara,
S.Kep
1935001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI
CHARITAS PALEMBANG 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Lanjut
Usia Gangguan Sistem Pencernaan “Kostipasi” Dengan Intervensi Abdominal
Massage Di Era Pandemi Covid-19 ini tepat pada waktunya. Penulis dalam
menyelesaikan laporan ini banyak mendapatkan bantuan oleh karena itu dalam
kesempatan ini pnulis mengucapkan terima kasih kepada Ns. Lilik Pranata,
M.Kep. selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran
dan dengan sabar untuk membimbing penulis selama penyusunan laporan. Penulis
menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi, isi maupun dari segi penulisan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun guna
perbaikan dan peningkatan kualitas dimasa yang akan datang. Atas segala bantuan
yang diberikan, penulis mengucakan banyak terimakasih, semoga Tuhan yang
Maha Esa memberikan berkatnya yang belimpah kepada kita semua. Akhir kata
semoga laporan ini berguna bagi kita semua.

Palembang, 02 Juni 2020

Penulis

ii
Daftar Isi

HALAMAN DEPAN........................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan...........................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Tujuan Penulisan....................................................................................3
1. Tujuan Umum...............................................................................3
2. Tujuan Khusus..............................................................................3
C. Manfaat..................................................................................................3
1. Bagi lansia.....................................................................................3
2. Bagi perawat.................................................................................3
3. Bagi Institusi Pendidikan..............................................................3
D. Ruang Lingkup........................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka..................................................................................4
A. Konsep Dasar Lansia..............................................................................4
1. Pengertian......................................................................................4
2. Klasifikasi.....................................................................................4
3. Tujuan Asuhan Keperawatan Gerontik.........................................5
4. Keperawatan Lansia di Berbagai Tempat Pelayanan....................5
5. Peran, Fungsi, dan Tanggung Jawab Perawat Gerontik................7
6. Peran Perawat Gerontik................................................................8
7. Persyaratan Perawat Gerontik.......................................................9
B. Lansia dan Covid-19.............................................................................10
1. Fasilitas hidup lansia...................................................................10
2. Jaga diri.......................................................................................10
3. Manfaatkan teknologi.................................................................10
4. Melaksanakan kegiatan dengan lansia........................................10
5. Menentukan rencana...................................................................11
6. Terpapar covid-19 atau muncul gejala covid-19.........................11
C. Konstipasi.............................................................................................11
1. Pegertian......................................................................................11
2. Anatomi Fisiologi.......................................................................11
3. Klasifikasi...................................................................................15
4. Etiologi........................................................................................15
5. Tanda dan gejala.........................................................................17
6. Pemeriksaan................................................................................18
7. Penatalaksanaan..........................................................................18
8. Komplikasi..................................................................................21
9. Patoisiologi..................................................................................23
10. Konsep asuhan keperawatan.....................................................25
iii
BAB III Penutup.............................................................................................29
A. Kesimpulan..........................................................................................29
B. Saran.............................................................................................29
1. Bagi Lansia..............................................................................29
2. Bagi perawat............................................................................29
3. Bagi Institusi Pendidikan.........................................................29
Daftar Pustaka..................................................................................................30

iv
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Menurut WHO (2018) laju penuaan populasi lebih cepat daripada
tahun-tahun sebelumnya, antara tahun 2015 hingga 2050 proporsi lansia >60
tahun didunia hamper 2 kali lipat dari 12% ke 22%, ditahun 2020 lansia
dengan rata-rata umur 60 tahun dan lebih melebihi populasi anak dibawah
umur 5 tahun dan diperkirakan pada tahun 2050 80% orang tua akan tinggal di
Negara berpenghasilan rendah dan menengah, berdasarkan data proyeksi
penduduk RI (2017) diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa
penduduk lansia di Indonesia (9,03%) diprediksi pada tahun 2020 jumlah
lansia akan bertambah yatu 27,08 juta, tahun 2025 diprkirakan lansia
berjumlah 33,69 juta, pada 2030 diprkirakan lansia berjumlah 40,95 juta dan
tahun 2035 menjadi 48,19 juta jiwa lansia, Sumatra selatan sendiri merupakan
nomor 14 populasi lansia terbanyak di indonesia dengan jumlah lansia yang
diperkirakan pada tahun 2017 sebanyak 7,47% jiwa. Permasalahan khusus
yang sering terjadi pada lansia adalah proses penuaan yang terjadi secara
alami, perawat memainkan peran penting dalam memberi asuhan keperawatan
pada lansia.
Fokus asuhan keperawatan gerontik tidak hanya pada kondisi sakit
atau kecacatan, tetapi pada kondisi sehat, yaitu meliputi peningkatan
kesehatan (health promotion), pencegahan penyakit (preventif),
mengoptimalkan fungsi mental, dan menganalisis gangguan umum. Lingkup
asuhan keperawatan gerontik meliputi pencegahan terhadap ketidak
mampuan akibat proses penuaan, perawatan yang ditujukan untuk
pemenuhan kebutuhan akibat proses penuaan, dan pemulihan yang ditujukan
untuk upaya mengatasi keterbatasan akibat proses penuaan (Sunaryo, eta al,
2016). Kondis tubuh lansia yang imunitasnya menurun dapat memicu
timbulnya masalah pada sistem tubuh seperti sistem pencernaan.

1
2

Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk


hidup memproses sebuah zat dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau
mekanik sesuatu zat menjadi nutrisi. Namun, jika proses ini terjadi perubahan
maka akan terjadi gangguan pencernaan (Meiner, 2015). Konstipasi
merupakan keluhan umum bagi lansia, laisa biasanya mengeluh kesulitan
BAB, BAB keras, Kering dan rasa tidak nyaman pada bagian abdomen,
prevalensi konstipasi meningkat seiring bertambahnya usia diperkirakan 16 –
20% populasi umum menderita konstipasi dengan prevalensi 33.5% adalah
lansia, diperkirakan wanita 2-3x lebih mungkin terkena konstipasi (Roque and
Bouras, 2015). Konstipasi di indonesia diperkirakan dialami 3,8% lansia
beruur 60 -69 tahun dan 6,3% lansia berumur >70 tahun (Kemenkes, 2013).
Penanganan konstipasi tidak selalu memerlukan obat-obatan, contoh upaya
penalalaksanaan konstipasi tanpa obat adalah abdominal massase.
Abdominal massase atau yang lebih dikenal dengan abdominal
massase merupakan salah satu usaha untuk penanganan konstipasi, sudah
banyak penelitian yeng membuktikan keefektifannyadiantaranya, hasil
penelitian Zahiyyah & Sumekar (2015) membuktikan adanya pengaruh pijat
terhadap konsipasi. Penelitian Dadura, et al, (2018) membuktikan abdominal
massase dapat mengurangi tingkat konstipasi, berdasarkan peneitian Okuyana
& Bilgili (2019) abdominal massase efektif dalam manajemen sembelit hal ini
dibuktikan dengan (p <0,05). Penelitian Pramiati, et al, (2019) Abdominal
massase effleurage terbukti efektif dalam mencegah sembelit pada pasien
yang menjalani operasi ortoped. abdominal massase berefek positif pada
peningkatan fungsi gastrointestinal hal ini dapat dilihat dari penurunan lingkar
perut, penurunan distensi lambung dan penurunan kejadian konstipasi yang
signifikan dari penelitian Kosasih et al., (2019). Berdasarkan uraian di atas
bahwa masih banyak lansia yang mengalami konsipasi, penulis tertarik untuk
membahas “asuhan keperawatan gerontik pada pasien dengan konstipasi”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan gerontik pada pasien
dengan konstipasi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep lansia
b. Mahasiswa mampu memahami konsep gerontik
c. Mahasiswa mampu memahami asuhan konstipasi
C. Manfaat
1. Bagi lansia
Laporan ini dapat meningkatkan pengetahuan mengenai konstipasi
2. Bagi perawat
Laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam manajemen
konstipasi pada lansia
3. Bagi Institusi Pendidikan
Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan diskusi dan informasi dalam
proses belajar mengajar guna mengembangkan ilmu keperawatan gerontik
khususnya dalam sistem pencernaan dengan masalah konstipasi
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan ini adalah area keperawatan gerontik untuk mengetahui
konsep keperawatan gerontik dengan gangguan pencernaan kostipasi.
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian
Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 Bab 1 Pasal 1 Ayat
2 lanjut usia di Indonesia merupakan seseorang yang berumur diatas
60 tahun. Di Negara Jepang Amerika Lansia merupakan seseorang
berumur 65 tahun keatas, di India seseorang dikatakan memasuki usia
lanjut ketika anak mereka sudah menikah dalam usia 40 tahun
Menurut Ferry & Makhfudli (2009) lansia merupakan orang yang
berumur 65 atau lebih.
Gerontik merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan lansia baik masalah dalam keadaan sehat maupun sakit
(Wahjudi, 2006). Gerontology merupakan studi mengenai penuaan
termasuk fisik, psikologi social dan ekonomi.
Keperawatan lansia merupakan bidang keperawatan spesifik yang
memfokuskan perhatian terhadap pengkajian kesehatan dan status
fungsional usia lanjut, merencanakan, mengimplementasikan asuhan
keperawatan untuk memenuhi kepatuhan yang terganggu serta
megevaluasi efektivitas dan asuhan yang diberikan (Sunaryo, et al,
2016).
2. Klasifikasi
Menurut Maryam, et al ( 2008) lansia diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pralansia (presenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

4
5

d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
3. Tujuan Asuhan Keperawatan Gerontik Tujuan perawatan lanjut usia
a. Meningkatkan kemandirian dalam Activity Daily Living (ADL)
dengan upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan kemampuan
lansia dala melakukan tindakan pencegahan dan perawatan.
c. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau
semangat hidup klien lanjut usia.
d. Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit atau
mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut) sesuai dengan
kemampuan lansia.
e. Mempertahankan kebebasan yang maksimal dengan meningkatkan
kemandirian.
f. Membantu memahami individu terhadap perubahan di usia lanjut.
g. Memotivasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
hidup lansia. h. Merangsang para petugas kesehatan, khususnya
perawat, untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang
tepat dan dini apabila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu
(Sunaryo et al., 2016)
4. Keperawatan Lansia di Berbagai Tempat Pelayanan
Keperawtan diberbagai tempat menurut Sunaryo, et al (2016)
merupakan sebagai berikut :
a. Di Rumah Sakit/Sarana Pelayanan Kesehatan
1) Lansia dengan gangguan fisik dan mental yang memerlukan
bantuan tenaga profesional.
2) Ketenagaan: tenaga keperawatan dengan dukungan tenaga
kesehatan/sosial lain dan keluargaqq
3) Intervensi: Bentuk pelayanan atau bantuan berupa keperawatan
langsung (asuhan keperawatan sesuai tingkat ketergantungan
pasien dengan pendekatan proses keperawatan, diikuti dengan
catatan perkembangan keperawatan dengan sistem SOAP.),
terapi medik, konsultasi, nutrisi, fisioterapi, dan lain-lain.
b. Di Rumah
1) Lansia dengan keterbatasan fisik dan mental yang memerlukan
bantuan di rumah.
2) Ketenagaan:
a) Tenaga keperawatan dengan dukungan tenaga
kesehatan/sosial lain dan keluarga
b) Keluarga dengan bimbingan dan pemantauan tenaga
keperawatan.
3) Intervensi:
a) Bentuk pelayanan/bantuan: keperawatan langsung/teknis
keperawatan, konsultasi, nutrisi, fisioterapi, bantuan
kegiatan rumah tangga (berbelanjamenyiapkan makanan,
dan lain-lain).
b) Asuhan keperawatan dengan pendekatan proses
keperawatan diikuti dengan catatan perkembangan dengan
sistem SOAP.
4) Pelayanan ini memerlukan kerja sama antara tim kesehatan
dengan keluarga.
5) Pemberdayaan keluarga.
a) Keperawatan oleh keluarga/tenaga sukarela dengan
bimbingan atau pemantauan tenaga keperawatan.
b) Berbagal program perlu distapkan untuk mendukung
keluarga dalam merawat lansia di rumah. Antara lain,
konsultasi, pelatihan career group.
5. Peran, Fungsi, dan Tanggung Jawab Perawat Gerontik
a. Care provider, artinya memberikan asuhan keperawatan kepada
lansia yang meliputi intervensi/tindakan keperawatan, observasi,
pendicikan kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai
dengan pendelegasian yang diberikan.
b. Advocat, artinya perawat berfungsi sebagai penghubung antara
klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan
kebutuhan klien, membela kepentingan klien, dan membantu klien
memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan
oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun
profesional. Perawat juga berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak klien yang meliputi hak atas pelayanan yang
sebaik-baiknya, hak informasi atas penyakitnya, hak atas privasi,
hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dan hak untuk mendapat
ganti rugi akibat kelalaian.
c. Educator, artinya perawat membantu lansia meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik vang diterima sehingga
klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadan bal-hal
yang diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat
memberikan. pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga
yang berisiko tinggi, kader kesehatan dan lain sebagainy
d. Counselor artinya perawat sebagai pemberi bimbingan/konseling.
Perawat memberikan konseling/bimbingan kepada klien, keluarga,
dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Tugas
utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat-sakitnya. Adanya pola interaksi ini
merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk
meningkatkan kemampuan adaptasinya.
e. Motivator artinya perawat memberi motifasi pada lansia
f. Case manager, artinya perawat mengkoordinasi aktivitas anggota
tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik,
ketika mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada
klien.
g. Consultant, artinya perawat sebagai tempat konsultasi terhadap
masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.
Peran ini dilakukan atas permintaan klien tehadap informasi
tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
h. Researcher, artinya perawat sebagai peneliti di bidang keperawatan
gerontik, di mana perawat diharapkan mampu mengidentifikasi
masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian,
serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu
asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian
dalam bidang keperawatan berperan dalam mengurangi
kesenjangan penguasaan teknologi di bidang kesehatan, karena
temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam
memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan profesi
keperawatan.
i. Collaborator, artinya perawat bekerja sama dengan tim kesehatan
lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan
asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien.
Sedangkan tanggung jawab perawat gerontik adalah:
1) Membantu lansia yang sehat memelihara kesehatan.
2) Membantu lansia yang sakit memperoleh kembali kesehatan
3) Membantu lansia yang tak bisa disembuhkan untuk menyadari
potensi.
4) Membantu lansia yang menghadapi ajal untuk diperlakukan
secara manusiawi
6. Peran Perawat Gerontik Sesuai Tingkat Pencegahan Pada Lansia
Menurut Mickey (2007) ada tiga peran perawat gerontik dalam
pencegahan lansia, yaitu: pencegahan primer, pencegahan sekunder,
dan pencegahan tersier.
a. Pencegahan primer yaitu meningkatkan kesehatan melalui kontak
di klinik dan di Tumah, memberikan informasi sumber-sumber
vang dapat dimanfaatkan, membuat klien dan keluarga sadar əkan
pilihan dan sumber-sumber yang ada, melibaEkan Kilen đân
keluarga sadar akan pilihan dan sumber-sumber yang ada,
melibatkan Klien dalam perkumpulan di masyarakat, dan
mengajarkan klien untuk bertanggung jawab atas dirinya dalam
kesehatan.
b. Pencegahan sekunder yaitu melaporkan penemuan kasus dan
melakukan pendekatan untuk merujuk, mengkaji respon terhadap
sakit dan kesesuainnya dengan terapi, memberikan informasi
tentang obat-obatan dan terapi, memberikan nasihat kepada klien
dan anggota keluarga serta mengidentifikasi adanya ancaman
penyakit.
c. Pencegahan tersier, yaitu memulai dengan strategi rehabilitasi
selama fase aktif, mempertahankan komunikasi dengan jaringan
kemasyarakatan, membantu dengan pelayanan tindak lanjut/follow
up, memberikan program konsultasi dan pendidikan sebagai
tanggung jawabnya terhadap perawatan pada lansia, serta
memberikan dukungan legislasi dan kebijaksanaan yang dapat
memberi dampak terhadap lansia.
7. Persyaratan Perawat Gerontik
Menurut Juniati (2001) seorang perawat gerontik memiliki persyaratan
sebagai berikut:
a. Memiliki kemampuan membina hubungan terapeutik.
b. Menghargai keunikan lansia.
c. Memiliki keterampilan dasar/lanjut keperawatan gerontik.
d. Memiliki keterampilan berkomunikasi baik.
e. Memiliki pengetahuan tentang perubahan fisik.
f. Memiliki pengetahuan psikologik dan sosial lansia terkait
bertambahnya usia
g. Memiliki kemampuan bekerjasama dalam tim.
A. Lansia dan Covid-19
Lansia atau seseorang yang memiliki kondisi medis mendasar seperti
diabetes, penyakit jantung atau paru-paru beresiko lebih tinggi mengidp
covid-19 krena
ketahanan tubuh yang menurun, diperkirakan 8 dari 10 kematian akibat
covid-19 adalah lansia berikut upaya pencegahan hingga penanganan
covid- 19 pada lansia menurut Arbaje (2020) dan CDC (2020) :
1. Fasilitas hidup lansia
Untuk melingungi teman-teman dan anggota keluarga yang dicintai
disarankan bagi para penyedia layanan perawatan lansia seperti panti
jompo untuk membatasi pengunjung, Periksa petugas kesehatan dan
penghuni secara teratur untuk mengetahui tanda dan gejala lalu batasi
aktivitas di dalam bersama untuk menjaga penghuni panti jompo tetap
aman
2. Jaga diri
Sering mencucui tangan dengan sabun selama 20 detik, menerapkan
etika batuk denga benar, hindari keramaian, jauhkan tangan dari wajah,
bersihkan permukaan yang sering disentu
3. Manfaatkan teknologi
Tunjukan pada lansia cara berbincang melalui video via ponsel, laptop
atau media lainnya, gunakan aplikasi teks untuk lansia dengan
gangguan pendengaran, dorong teman, keluarga lansia untuk mengirim
tks atau menelpon agar lansia kembali bersemangat
4. Melaksanakan kegiatan dengan lansia
Aktifitas yang dapat dilakukan bersama lansia diantaranya
mendengarkan lagu bersama, mengatur foto-foto memorabilia
bersama, dorong lansia untuk menceritakan kisahnya dan
mendengarkan kisah yang lansia ceritakan atau ajak lansia untuk
memasak
5. Menentukan rencana
Menyimpan stok obat 1 hingga 3 bulan kedepan dan makanan
setidaknya 2 minggu kedepan dan kebutuhan lainnya, cari tahu layanan
pengiriman mana yang tersedia diwilayah anda
6. Terpapar covid-19 atau muncul gejala covid-19
Hubungi dokter keluarga, perawat atau Segera telpon 119
B. Konstipasi
1. Pegertian
Konstipasi merupakan masalah umum yang dialami lansia, pada
umur 65 tahun atau lebih wanita lebih cenderung mengalami konstipasi
dari pada laki-laki. Konstipasi merupakan penurunan frekuensi
pergerakan usus yang disertai dengan perpanjangan waktu dan
kesulitan pergerakan feses (Mickey, 2007). Konsipasi merupakan
keadaan feses yang kering dank eras, kesulitan dalam defekasi, buang
air besar kurang dari 3x perminggu (Meiner, 2015). Konstipasi
merupakan penurunan frekuensi normal defekasi disertai kesulitan
pengerluran feses tidak tuntas, keras kering dan banyak (Nanda, 2015).
2. Anatomi Fisiologi

Usus besar (intestinum mayor ) merupakan saluran pencernaan


berupa usus berpenampang luas atau berdiameter besar dengan
panjang kira-kira 1,5-1,7 meter dan penampang 5-5cm. Lanjutan dari
usus halus
yang tersusun seperti huruf U terbalik mengelilingi usus halus
terbentang dari valvula ilisekalis sampai ke anus, Lapisan usus besar
dari dalam keluar:
a. Lapisan selaput lendir (mukosa) Nampak tidak ada vili, kripta-
kripta dalam lebih kurang 0,5mm terletak berdekatan satu sama
lain. Epitel kripta hampir seluruh permukaannya menghasilkan
mucus, pelumas epitel yang tinggal lainnya mempunyai tepi
bersilia dari mikrovili mengabsorpsi air.
b. Lapisan otot melingkar (M.Sirkuler) terbelah dalam berbentuk
lingkaran.
c. Lapisan otot memanjang (M.Longitudinal) berkumpul menjadi 3
pita panjang dengan lebar 1cm disebut Tenia Akoli, terdiri dari
Tenia Liberia (anterior), Tenia Omentalis (posterior, lateral) dan
Tenia Mesakolika (posterior dan medial).
d. Lapisan jaringan ikat (serosa) jaringan ikat yang kuat sebelah luar
(Evelyn, 2013).
Bagian dari usus besar
a. Sekum
Kantong lebar terletak pada fosa iliaka dekstra. Ilium memasuki
fossa iliaka sisi kiri ostium iliosekalis. Pada bagian bawah sekum
terdapat appendiks veriformis. Bentuknya seperti cacing disebut
umbai cacing yang panjangnya kira-kira 6cm. Muara appendiks
pada sekum ditentukan oleh titik yaitu daerah antara 1/3 bagian
kanan 1/3 bagian tengah garis yang menghubungkan kedua spina
iliaka anterior superior (SIAS). sekum seluruhnya ditutupi oleh
peritonium, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mesentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen. Ilium
bermuara pada sekum membentuk sebuah katup yang dinamakan
valvula koli (Bauchini). Titik Mc Burney merupakan tempat
projeksi muara ilium ke dalam sekum. Titik potong tepi lateralis
M.Rektus abdominalis dekstra dengan garis penghubung (SIAS)
kanal dengan pusat kira-kira sama 1/3 lateral garis monro (garis
menghubungkan SIAS dengan pusat). Pada waktu peradangan
apendiks (apendistitis) daerah ini sangat sakit tertekan, kadang-
kadang perlu dibuang (apendiktomi).
b. Kolon asendens
Memanjang dari sekum ke fosa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen, panjangnya 13cm, terletak di bawah abdomen
sebelah kanan dibawah hati, membelok kekiri. Lingkungan ini
disebut fleksura hepatica (flexura koli dekstra) dilanjutkan dengan
kolon tarnsversum.
c. Kolon transversum
Panjangnya kira-kira 38cm membujur dari kolon asendens sampai
kekolon desendens. Berada dibawah abdomen sebelah kanan
tempat belokan yang disebut fleksura linealis (flexura coli
sinistra), mempunyai mesentrium melekat pada permukaan
posterior, terdapat tirai disebut omentum mayus.
d. Kolon desendens
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak dibawah abdomen
bagaian kiri dari atas kebawah, dari depan felksura linealis sampai
didepan ilium kiri, bersambung dengan sigmoid dan dibelakang
peritoneum (retropertional)
e. Kolon sigmoid
Lanjutan dari kolon desendens. Panjangnya 40cm, terletak miring
dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S, ujung
bawahnya berhubungan dengan rektum, berakhir setinggi
vertebrae sakralis 3-4. Kolon sigmoid ini ditunjang oleh
mesentrium yang disebut mesokolon sigmoideum.
Fisologi Usus Besar
a. Menyerap air dan elektrolit untuk kemudian sisa massa
memebntuk massa yang lembek yang disebut feses.
b. Menyimpan bahan feses sampai saat defekasi, feses ini terdiri sisa
makanan, serat-serat selulosa, sel-sel epitel bakteri, bahan sisa
sekresi (lambung, kelnjar intestine, hati, pankeras) magnesium
fostat dan Fe.
c. Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolon berhubungan
dengan fungsi pencernaan dan sebagian lagi berhubungan dengan
penyimpanan. Untuk kedua fungsi ini tidak diperlukan gerakan
yang kuat cukup dengan pergerakan yang lemah.
Gerakan kolon:
a. Gerakan mencampur pada tiap kontraksi kira-kira 2,5 cm, otot
sirkuler kolon mengerut kadang-kadang dapat menyempitkan
lumen dengan sempurna. Gabungan otot sirkuler dan longitudinal
menyebabkan bagian usus besar tidak terangsang, mengembung
keluar. Merupakan kantong yang disebut haustraktion. Dalam
waktu 30 detik kontraksi haustral akan bergerak dengan lambat
haustral kedua yang baru dekat tempat semula tetapi tidak pada
tempat yang sama. Dengan cara ini feses perlahan-lahan
didekatkan ke permukaan dan secara progresif terjadi penyerapan
air.
b. Gerakan mendorong pada kolon terjhadi gerakan yang disebuit
mass movement, mendorong feses kearah anus. Gerakan ini timbul
beberapa kali sehari, biasanya sesudah makan pagi. Pada mulanya
pergerakan terjadi pada bagian kolon yang terserang kemdian
kolon distal tempat kontraksi kira-kira 20cm, berkontraksi serentak
sebagai satu kesatuan mendorong bahan feses kebagian yang lebih
distal. Mass movement dapat terjadi pada taip bagian kolon
desendens. Apabila sejumlah feses telah didorong ke dalam
rektum, timbul keinginan untuk defekasi. Mass movement yang
sangat kuat akan mendorong feses melalui rektum dan anus keluar.
Hal ini jarang terjadi karena kontraksi tonik yang terus menerus
pada sfingter ani internus dan eksternus (Syaifuddin, 2006).
3. Klasifikasi
Menurut Richard & Alastair (2014) Konstipasi dapat diklasifikasikan
menjad primer dan sekunder :
a. Konstipasi perimer merupakan tidak ditemukannya kelainan organ
dalam tubuh saat dilakukan pemeriksaan terhadap pasien,
konstipasi jenis primer terbagi dalam 3 kelompok :
1) Konstipasi dengan waktu transit normal disebabkan oleh feses
yang keras dengan gejala perut kembung dan rasa tidak
nyaman pada perut (merasa pergerakan pada perut, mulas feses
sulit keluar)
2) Konstipas degan waktu transit lambat dimana pasien merasa
rasa tidak nyaman pada perut, kembung tidak ada keinginan
untuk BAB
3) Disfungsi anorektal merupakan gangguan pada otot-otot dasar
panggul
b. Konstipasi sekunder disebabkan penyakit yang terjadi pada organ
tubuh tertentu seperti kanker usus, diabetes, Parkinson, obstruksi
kolon dan usus halus
Menurut (Aji, 2014) Berdasarkan lama terjadinya konstipasi dibagi
menjadi.:
a. konstipasi akut 1-4 minggu
b. konstipasi kronis >4 minggu
1) Konstipasi fungsional (konstipasi yang terjadi bukan karena
kelainan/penyakit)
2) Konstipasi non-fungsional (konstipasi yang terjadi akibat suatu
kelainan/penyakit).
4. Etiologi
Etiologi konstipasi menurut Wexner & Duthie (2006) adalah sebagai
berikut :
a. asupan serat yang sedikit, serat membantu dalam mencegah
konstipasi karena serat menahan cairan, membuat feses menjadi
lebih berbentuk, lunak dan mudah dikeluarkan saat asupan serat
kurang hal ini menyebabkan feses menjadi keras dan sulit
dikelurkan.
b. Gaya hidup frenetik
Jadwal yang padat menyebabkan seseorang seringkali menahan
keinginan untuk defekasi secara fisiologi rasa ingin BAB timbul
ketika feses berada di usus sigmoid dimana penyerapan terakhir
terjadi. Otot pumorektalis menahan feses di dalam usus dan otot
sfingter dubur luar menyempit saat menaham BAB sehingga feses
akan tertahan di usus sigmoid dan akan kembali diserap hal ini
akhirnya menyebabkan penyerapan cairan berlebih, membuat feses
menjadi kering dan keras menjadi sulit dikeluarkan dari rectum.
c. Efek samping medikasi
Beberapa medikasi seperti atiholinergic, anti depressan dan
narkotik dapat menghambat sinyal saraf yang mengakibatkan
gangguan koordinasi otot kolon
d. Penurunan berat badan, gangguan pola makan dan penyalahgunaan
obat pencahar
Kurangnya asupan oral atau bulimia dapat menurukan volume
feses, penggunaan obat pencahar yang berlebihan dapat
menyebabkn sembelit dikarenakan dehidrasi, penggunaan laksatif
jangka panjang menyebabkan perubahan pada neuron pleksus
mienterik dan otot polos di kolon, temuan seperti berkurngnya
euron, perubahan mofologis pada sel-sel argyrophilic termasuk
penyusutan dan pergantian ganglias oleh sel schwann juga
ditemukan pada konsdisi radang usus dan diabetes neuropatik
e. Obstruksi
Ostruksi usus mekanik (tersumbatnya usus kecil, biasanya dipacu
oleh adhesi atau perlekatan usus, biasanya akibat setelah opras
perut atau panggul) maupun nonmekanik (gangguan pada kontraksi
usus biasanya akibat prolapse rektal) kedua hal ini
menyebabkan
penyumbatan di dalam usus yang mengganggu penyerapa makanan
dan cairan dalam saluran pencernaan
f. Masalah imobilitas
Aktifitas yang kurang dapat menyebabkan otot-otot tubuh,
khususnya otot polos usus besar mengalami penurunan fungsi
dimana keadaan ini membuat proses pembentukan tetapi proses
penyerapan cairan tetap berjalan sehingga feses menjadi keras dan
sulit untuk dikeluarkan.
5. Tanda dan gejala
Menurut Aji (2014) tanda dan gejala konstipasi adalah sebagai berikut :
a. BAB <3x/minggu
Konsumsi makanan yang kurang dari kebutuhan dapat mengurangi
produksi feses
b. Feses yang dikeluarkan kering keras dan sulit keluar
Kekurangan intake cairan dapat membuat feses menjadi keras
ditambah penyerapan cairan di usus menyebabkan feses sulit
dikeluarkan
c. Nyeri pada perut dan nyeri saat mengeluarkan feses
Nyeri pada perut akibat konstipasi biasanay disebabkan oleh
penumpukan gas dalam erut yang menekan bagian perut, Feses
yang tertinggal dalam usus akan menjadi kering keras dan daoat
menumpuk dengan feses lainnya sehingga feses akan susah
dikeluarkan, usaha mengelurakan feses ini dapat menyebabkan
sensasi nyeri
d. Perasaan tidak tuntas stelah bab
Seringkali feses tidak keluar dengan tuntas dan masih tertinggal di
dalam usus besar
e. Penurunan nafsu makan dan perasaan penuh pada perut
Feses yang tertinggal dalam perut membuat sensasi perut penuh
sehingga otak menanggapinya sebagai perasaan kenyang yang
menyebabkan penurunan nafsu makan
6. Pemeriksaan
Menurut Diane & Joann (2000) konstipasi dapat diperiksa dengan :
a. Tes darah untuk mendeteksi kelainan seperti tiroidisme atau kadar
kalsium yang tinggi karena merupakan etiologic terjadinya
konstipasi
b. Z-ray untuk melihat adanya sumbatan pada usus atau terdapat feses
di usus besar
c. Sigmoidoskopi untuk memeriksa kondisi rectum dan bagian bawah
usus besar
d. Studi transit kolon untuk mengervaluasi pergerkan makanan ke
usus besar
e. Rontgen rectum atau defekografi ada saat defekasi untuk melihat
prolapse atau masalah fungsi otot rektum
7. Penatalaksanaan
a. Abdominal Massase
Pijat abdomen telah digunakan sebagai pengobatan untuk
konstipasi selama bertahun-tahun, penelitian Baran & Ateş, (2019)
mengukur masalah konstipasi menggunakan bristol scale, hasilnya
stetelah 4 minggu responden diberikan masase abdomen selama 15
menit masalah konstipas teratasi, berdasarkan peneitian Hasmi, et
al, (2020) Intervensi massase abdominal memiliki efektivitas yang
signifikan dalam mengurangi masalah dan gejala sembelit yang
dialami oleh pasien lanjut usia, pasien bedah pasca-ortopedi dan
pasien dengan multiple sclerosis. Salain itu intervesi ini juga telah
terbukti memiliki efek pada peningkatan kualitas hidup pasien
dengan konstipasi. Penelitian Lämås, et al, (2012) menunjukan
abdominal massase dirasakan menyenangkan, dan setelah
perawatan, para peserta merasa lebih nyaman dengan fungsi
pencernaan mereka. Penelitian Turan & Asti, (2016) Studi ini
menunjukkan bahwa abdominal massase mengurangi gejala
sembelit dibandingkan dengan obat seperti pencahar, supositoria,
dan enema; dipersingkat periode buang air besar; dan
meningkatkan kualitas hidup. Penelitian McClurg, et al, (2016)
menunjukan abdominal massase dianggap bermanfaat dalam
menghilangkan gejala sembelit. Dari beberapa penelitian diatas
dapat disimpulkan bahwa abdominal massase ini efektif untuk
memicu kontraksi usus besar dengan menggerakan feses sepanjang
usus, mempercepat waktu yang dibutuhkan feses untuk bergerak,
melunakan feses dan membuatnya lebih mudah untuk keluar,
meredakan nyeri perut yang disebabkan oleh kram/ gas.
1) Indikasi : konstipasi kronis, kondisi neurologis seperti sclerosis
multiple dan Parkinson, lansia/ seseorang yang mengidap
imobilitas
2) Kontraindikasi : luka pada bagian perut, penyakit radang usus,
kolon spatik den sindrom iritasi usus besar, secera tulang
belakang, kehamilan
3) Langkah :
a) posisikan diri berbaring terlentang dengan bantal dibawah
lutut, oleskan minyak pijat ke dinding perut
b) Mengusap tempatkan kedua tangan di pangkal perut, usap
perut kearah atas dengan kedua tangan menuju tulang rusuk
ulangi 10 kali
c) Letakan kedua telapak tangan di pinggang lalu gerakan
kearah depandari atas pinggul dan kebawah kedua sisi
panggul menuju pangkal paha
d) Kepalkan tangan kanan tempatkan pada pangkal paha
kanan bawah dan dengan tangan kiri yang bebas memegang
tangan kanan yang dikepalkan, beri tekanan pada abdomen
lalu geser tangan keatas perut kearah tulang rusuk lalu
melintas perut dan turun ke dinding sebelah kiti, lanjutkan
sampai 2 menit
e) Kepalkan tangan pada bagian perut kiri atas tepat dibawah
tulang rusuk, dengan tangan kanan yang bebas memegang
tangan yang dikepal lalu lakukan gerakan memutar kedalam
dengan pergelangan tangan mengarah ke bawah pipa bawah
usus, lakukan 8 – 10 gerakan memutar saat tangan bergerak
kebawah ulangi gerakan dari atas kebawah sebanyak 10x
lalu ulangi disisi berlawanannya tetapi gerakan dimulai dari
bawah keatas dan ulangi 10x
f) Ulangi langkah ke3
g) Tempatkan tangan dominan diabdomen diikuti dengan
h) tangan yang tidak dominan diatas tangan dominan, lalu
tekan abdomen dan buat getaran kecil, ulangi sampai 10
kali (McClurg, et al, 2019).
b. Penerapan diit tinggi serat dan meningkatkan asupan cairan
Tambahan diet berserat dapat menurunkan waktu yang diperlukan
suatu zat untuk bergerak melalui usus. Jumlah asupan serat perhari
yang dianjurkan adalah 20 – 35 gr contoh makanan berserat adalah
gandum, apel, kismis dll. Cairan terutama air mineral merupakan
pelembut feses yang alami rata-rata intake cairan pada lansia
adalah 1700ml atau 15 ml/(bb - 20kg), kopi dan teh bekerja sebagai
diuretik (menarik air dari usus) hal ini dapat berakibat pada feses
yang keras oelh karena itu sebaiknya konsumsi the dan kopi
dihindari, Pendidikan konsultas, latihan fisik, toilet training, diet,
mesikasi, masasse
c. Aktifitas fisik merangsang kinerja tonus otot abdomen, pelvis dan
diafragma sehingga gerak peristaltic usus akan meningkat dan
memperlancar proses defekasi
d. Habit training
Habit training direkomendasikan pada pasien dengan keluhan bab
tidak teratur, kesulitan dan rasa tidak tuntas saat BAB pasien
dibiasakan untuk menyempatkan waktu 10-15 menit setelah makan
dengan posisi jongkok posisikan pantat duduk rapat di kursi toilet,
angkat kaki 30 – 45cm condong kedepan dengan punggung yang
lurus posisi ini akan meluruskan sudut anorektal dan memudahkan
jalannya feses.
e. Farmakologis
1) Obat untuk memperbesar dan melunakkan massa feses seperti
Sereal, metil selulosa dan psilium
2) Obat untuk melunakkan dan melicinkan feses dengan
menurunkan tegangan permukaan feses sehingga mempermudah
penyerapan air seperti minyak kastor dan golongan dokusat
3) Obat golongan osmotic yang tidak diserap, sehingga cukup
aman untuk digunakan seperti sorbitol dan laktulosa
4) Gliserin yang merangsang peristaltic sehingga meningkatkan
motilitas usus besar, pencahar golongan ini dapat merusk
pleksus mesenterikus dan berakibat pada terjadinya dismotilitas
kolon bila dipakai jangka panjang
8. Komplikasi
Komplikasi konstipasi menurut Sri, et al (2019) dibagi menjadi:
a. Prolapse recti (rekum menonjol ke anus) akibat mengejan
berlebihan dan terlalu lama
b. fissure ani (terdaoat garis-garis pada daerah sekitar anus yang
menyebabkan nyeri, gatal hingga berdarah)
c. Impaksi feses akibat terpaparnya feses pada daya peyerapan dari
kolon dan rectum yang berkepanjangan, feses dapat menjadi
sekeras batu, baik pada rectum, sigmoid maupun kolon proximal.
23

d.
24

e.
25

10. Konsep asuhan keperawatan


a. Pengkajian:
1) Identitas, didalam identitas meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pendidikan, nomor registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, dan pihak yang bertanggung
jawab.
2) Keluhan utama : Pada pasien konstipasi biasanya mengeluh
feses Keras, nyeri , kesulitan BAB, bab tidak tuntas dan
sensasi Penuh pada perut
3) Riwayat Kesehatan : Perasaan lelah, nyeri abdomen (PQRST),
pola eliminasi terdahulu saat ini, deskripsikan tentang warna
bau dan konsistensi feses
4) Riwayat masa lalu tentang penyakit usus, inflamasi kronis atau
polip kolon, riwayat keluarga dari penyakit kolon dan terapi
obat saat ini. Kebiasaan diet
5) Pemeriksaan fisik
Dimulai dari melihat keadaan umum lansia mencangkup
tingkat kesadaran, GCS, TTV, BB, TB Indeks masatubuh,
bagaimana postul tulang belakang lansia dan head to toe
6) Pengkajian status fungsional
Idekskatz, barthel indeks, pengkajian posisi dan keseimbangan
Sullivan Indeks Katz)
7) Pengkajian status kognitif/afektif
Short portable ental status questionare (SOMSQ), Mni-mental
state exam (MMSE) inventaris depresi beck (IDB), skala
depresi geriatric yesavage
8) Pengkajian aspek spiritual
Konsep ketuhanan, sumber kekuatan dan harapan, praktik
agama dan rituan, serta hubungan antara keyakinan spiritual
dan kondisi kesehatan
9) Pengkajian
fungsional APGAR
10) Pengakajian persistem:
a) Aktivitas/istirahat
Kelemahan, kelelahan/keletihan
b) Sirkulasi
nyeri
c) Integritas ego :
Lansia merasa canggung untuk bergantung pada orang lain
d) Eliminasi
Perubahan pola defekasi, nyeri pada defakasi, perubahan
bising usus, distensi abdomen, teraba masa abdomen
kuadaran kanan bawah.
e) Makanan/cairan
Riwayat kebiasan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak,
pemakaian zat adiktif dan bahan pengawet)
f) Nyeri/Ketidaknyamanan :
Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat
tergantung peroses penyaki, sensasi penuh pada abdomen
dan BAB tidak tuntas
11) Pemeriksaan Fisik : nyeri tekan, terdapat massa dan penurunan
bising usus
i) Inspeksi: abdomen membesar
j) Auskultasi: penurunan bising usus <5x/m
k) Perkusi: redup akibat penumpukan feses.
l) Palpasi: Nyeri tekan abdomen, perut teraba keras\
b. Diagnosa Keperawatan
1) Konstipasi bd penurunan motilitas gastrointestinal
2) Nyeri bd agen vedera fisiologis
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Outcome Intervensi
1 Konstipasi b.d abses Setelah dilakukan intervensi Manajemen konstipasi
rektal keperawatan selama 1 minggu 1) Monitor tanda dan gejala
Pasien biasana maka Eliminasi fekal membaik kontipasi
mengeluhkan dengan kriteria 2) Monitor (hasil peroduksi)
1) defekasi lama, 5) Mengejan saat defekasi pergerakan usus (feses),
sulit dan perlu dipertahankan pada skala meliputi frekunsi,
mengejan 2 ditingkatkan ke skala 4 konsitensi, bentuk, volume,
2) Nyeri abdomen 6) Keluhan defekasi lama dan warna dengan cara
3) Konsistensi feses dan sulit dipertahankan yang tepat
kerig dan keras pada skala 2 ditingkatkan 3) Monitori bising usus
4) Frekuensi defekasi ke skala 4 4) Anjurkan diet tinggi serat
<3x/minggu 7) Nyeri abdomen 5) Assase abdomen
dipertahankan pada skala 6) Buat jadwal untuk BAB,
2 ditingkatkan ke skala 4 dengan cara yang tepat
8) Konsistensi feses 7) Kolaborasi dengan tim
dipertahankan pada skala medis dalam peresepan
2 ditingkatkan ke skala 4 obat pencahar jika
9) Frekuensi defekasi konstipasi berlanjut
dipertahankan pada skala
2 ditingkatkan ke skala 4
10) Peristaltic usus
dipertahankan pada skala
2
ditingkatkan ke skala 4
2 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
cedera fisiologis keperawatan selama 1 minggu 1) Identifikasi nyeri meliputi
Pasien biasana maka tingkat nyeri menurun lokasi, karakteristik,
mengeluhkan dengan kriteria onset/durasi, frekuensi,
kualitas intensitas atau
1) Nyeri bagian 1) Keluhan nyeri beratnya nyeri dan faktor
abdomen dipertahankan pada skala 2 pencetus
2) Mules ditingkatkan ke skala 4 2) Observasi adanya petunjuk
3) Rasa tidak nyaman 2) Meringis dipertahankan nonverbal mengenai
pada skala 2 ditingkatkan ketidak nyamanan terutama
ke skala 4 pada pasien yang tidak
3) Gelisah dipertahankan pada dapat berkomunikasi secara
skala 2 ditingkatkan ke efektif
skala 4 3) Jelaskan penyebab nyeri
4) Berikan teknik non
farmokologi seperti latihan
napas dalam, distraksi dan
massase untuk mengurangi
nyeri
d. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan realisasi kegiatan yang telah
diteteapkan dalam perencanaan dan setiap tindakan harus dari
tindakan yang harus dilakukan untuk mengatsi suatu masalah,
implementasi disini meliputi manajemen konstipasi dan
manajemen nyeri
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan yang
terjadi secara terus-menerus dengan melibatkan pasien,keluarga
dan anggota tim kesehatan lainnya.dengan adanya evaluasi dapat
dinilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau
tidak dan untuk pengkajian ulang.
1) Pasien melaporkan BAB Lancar
2) Pasien melaporkan Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
f. Dishrage planning
Anjurkan pasien mempertahankan diit tinngi serat, perbanyak
minum air mineral, teruskan olahraga teratur dan toilet training
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Konstipasi rentan diderita lansia akibat dari menurunnya daya
tahan tubuh dan masa otot khususnya otot abdomen,selain itu limitasi
dalam mobilitas dapat mempengaruhi kemampuan lansia untuk makan
sendiri dan pergi ke toilet, mereka seringkali merasa canggung untuk
bergantung pada orang lain kemudian mereka akan mengabaikan rasa
untuk defekasi dari pada meminta tolong seseorang untuk mengantarnya
ke toilet, mereka juga mengurangi intake ciran untuk mencegah
inkontinensia urin maka dari itu perawat perlu memerhatikan dan
meyakinkan lansia agar mau terbuka dalam masalah ini selain itu pijatan
perut dapat menjadi salah satu pilihan intervensi karena memungkinkan
peningkatan sirkulasi darah ke sistem pencernaan, mempercepat waktu
transit makanan di saluran pencernaan dan meningkatkan gerakan
perislatif sistem pencernaan sehingga fungsi pencernaan dapat
ditingkatkan dan asuhan keperawatan yang diberikan dapat berjalan
dengan baik.
B. Saran
1. Bagi Lansia
Lansia perlu mempraktikan diit tinggi serat, perbanyak minum air
mineral, teruskan olahraga teratur dan toilet training
2. Bagi perawat
Manajemen diit tinggi serat, manajemen intake cairan, olahraga dan
toilet training dapat menjadi pilihan intervensi pada pasien dengan
kostiPasi
3. Bagi Institusi Pendidikan
Manajemen diit tinggi serat, manajemen intake cairan, olahraga dan
toilet training digunakan sebagai bahan diskusi dan informasi dalam
proses belajar mengajar guna mengembangkan ilmu keperawatan
gerontologi dengan masalah konstipasi.

29
Daftar Pustaka

Aji, prihaningtyas rendi (2014) deteksi dan cepat obati 30+ penyakit yang sering
menyerang anak tangani dengn tepat agar anak tetap sehat. Yogyakarta:
media pressindo.

Arbaje, A. (2020) Coronavirus and COVID-19: Caregiving for the Elderly, Johns
hopkins medicine.

Baran, A. and Ateş, S. (2019) ‘The Effects of Abdominal Massage in the


Management of Constipation in Elderly People: A Randomized Controlled
Study’, Ovid.

CDC (2020) Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Older Adult, Centers for
disease control and prevention.

Dadura, E. et al. (2018) ‘Effects of abdominal massage on constipation in


palliative care patients – a pilot study’, Advances in Rehabilitation.

Diane, bougham c and Joann, hackley c (2000) keperawatan medikal bedah buku
saku dari brunner & suddarth. Jakarta: EGC.

Evelyn, pearce c (2013) anatomi & fisiologi untuk paramedis. Jakarta: cv prima
grafika.

Ferry, E. and Makhfudli (2009) keperawatan kesehatan komunitas teori dan


praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hasmi, H., Waluyo, A. and Ohorella, U. B. (2020) ‘The Beneficial Effects of


Abdominal Massage on Constipation and Quality of Life: A Literatur
Review’, Indonesian Contemporary Nursing Journal.

Juniati, S. (2001) keperawatan gerontik, koordinator keperawatan komunitas.


Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan UI.

Kemenkes (2013) gambaran kesehatan lanjut usia, kementrian kesehatan


republik indonesia.

Kosasih, C. E. et al. (2019) ‘Effects of Abdominal Massage to Overcome


Gastrointestinal Dysfunction in Patients in Intensive Care Unit: a literature
review’, Padjadjaran Acute Care Nursing Journal.

Lämås, K., Graneheim, U. H. and Jacobsson, C. (2012) ‘Experiences of


Abdominal Massage for Constipation’, National Library of Medicine.

Maryam, r siti et al. (2008) Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:

30
Salemba Medika.

McClurg, D. et al. (2016) ‘Abdominal Massage for the Relief of Constipation in


People with Parkinson’s: A Qualitative Study’, PubMed Central.

McClurg, D. et al. (2019) ‘Self-abdominal Massage’, NHS.

Meiner, sue e (2015) gerontologic nursing. philadhelpia: e.

Mickey, S. (2007) buku ajar keperawatan gerontik (gerontological nursing: a


health promotional/protection approach). Edited by 2. Jakarta: EGC.

Nanda, I. (2015) nanda international diagnosa keperawatan definisi dan


klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Okuyana, C. B. and Bilgili, N. (2019) ‘Effect of abdominal massage on


constipation and quality of life in older adults: A randomized controlled
trial’, ScienceDirect.

Pramiati, A. A. A. M., Kresna, P. A. and Rama, C. I. P. (2019) ‘The Effect of


Effleurage Abdominal Massage to Prevent Constipation in Inpatient
Department Bali International Medical Centre Hospital Kuta’, The
Bangkok Medical Journal.

RI, kementrian kesehatan (2017) analisis lansia di indonesia. jakarta selatan.

Richard, C. and Alastair, W. (2014) ‘anus surgical treatment and pathology’, in.
London: springer.

Roque, maria vazques and Bouras, ernest p (2015) ‘Epidemiology and


management of chronic constipation in elderly patients’, PubMed Central.

Sri, N. et al. (2019) prinsip dasar kesehatan lanjut usia (geriatri). Malang: ub

press. Sunaryo et al. (2016) asuhan keperawatan gerontik. Yogyakarta: CV Andi

Offset. Syaifuddin (2006) anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan.

Jakarta: EGC.

Turan, N. and Asti, T. A. (2016) ‘The Effect of Abdominal Massage on


Constipation and Quality of Life’, Society of Gastroenterology Nurses and
Associates.

Wahjudi, N. (2006) komunikasi dalam keperawatan gerontik. Jakarta: EGC.

Wexner, steven d and Duthie, graeme s (2006) constipation etiology, evaluation


and management. London: springer.

31
WHO (2018) Ageing and Health, World Health Organitation.

Zahiyyah, S. H. and Sumekar, D. W. (2015) ‘Pengaruh Terapi Pijat terhadap


Konstipasi’, Unila.

32

Anda mungkin juga menyukai