Nurdiana Tandi Pare - 202020305R - Daun Samblto

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

BAHAN ALAM 1

DOSEN PENGAMPU:

TN. Syaifulloh, Apt., Dr

Disusun Oleh:

Nurdiana Tandi Pare

202020305R

PROGRAM PASCASARJANA FAKUTAS FARMASI


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021

1
DAFTAR ISI
Bab Judul Halaman
Halaman Judul.......................................................................................................1
Daftar Isi................................................................................................................2
Abstrak..................................................................................................................3
Pendahuluan..........................................................................................................4
Metode Penelitian..................................................................................................5
Prosedur Penelitian 7
Hasil dan Pembahasan...........................................................................................9
Kesimpulan............................................................................................................10
Daftar Pustaka.......................................................................................................11
ANALISIS FITOKIMIA BAGIAN DAUN SAMBILOTO
(Andrographis Paniculata)

ABSTRACT
Sambiloto is one type of plant in Indonesia which is widely used as raw material for the
manufacture of drugs. Sambiloto plant usefulness in curing various diseases mainly caused
by the active andrographolid compounds that are useful as a drug ingredient. The purpose of
this study is to determine the content and benefits of chemicals contained in plants sambiloto
(Andrographis Paniculata) on the leaf. The method used is extraction. In accordance with the
literature of the results of phytochemical tests showed that sambiloto leaf extract contains
alkaloids, saponins, and flavonoids, also do not contain triterpenoids and steroids.
Keywords : andrographolid, extraction, phytochemicals, sambiloto (Andrographis Paniculata)

ABSTRAK
Sambiloto merupakan salah satu jenis tanaman di Indonesia yang banyak digunakan sebagai
bahan baku pembuatan obat. Khasiat tumbuhan sambiloto dalam menyembuhkan berbagai
penyakit terutama disebabkan oleh adanya senyawa aktif andrographolid yang berguna
sebagai bahan obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan dan
manfaat dari zat kimia yang terdapat pada tanaman sambiloto (Andrographis Paniculata) pada
bagian daun. Metode yang digunakan adalah ekstraksi. Sesuai dengan literatur hasil uji
fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun sambiloto mengandung alkaloid, saponin, dan
flavonoid, juga tidak mengandung triterpenoid dan steroid.
Kata Kunci : andrographolid, ekstraksi, fitokimia, sambiloto (Andrographis Paniculata)
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi, sehingga
memungkinkan tumbuhnya berbagai macam jenis flora. Bahkan Indonesia dikenal sebagai
negara nomor dua yang memiliki kelengkapan jenis flora setelah Brazili. Hutan hujan tropis
yang merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya, menyimpan berbagai macam
rahasia alam yang semakin hari semakin banyak diketahui oleh manusia. Sebanyak 40.000
jenis flora yang ada di dunia, terdapat 30.000 jenis dapat dijumpai di Indonesia dan 940 jenis
diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat dan telah dipergunakan dalam pengobatan
tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Jumlah tumbuhan obat
tersebut sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang terdapat dikawasan Asia.
Kesehatan merupakan kebutuhan dan juga keinginan setiap manusia. Penggunaan obat
untuk menanggulangi keadaan sakit meningkat sangat nyata dalam dua dasawarsa terakhir.
Tumbuhan obat yang dahulu telah ditinggalkan karena adanya pengenalan akan obat-obat
barat dengan menggunakan obat-obat kimia, kini kembali mendapat perhatian. Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat pun semakin kritis dalam
memilih dan mengkonsumsi obat dari bahan alam. Tidaklah cukup hanya berdasarkan pada
pengalaman yang diwariskan secar turun-temurun, akan tetapi tumbuhan obat yang
digunakan dalam pengobatan perlu dibuktikan secara ilmiah sehingga rahasia berbagai
manfaat dan keamanan dari tumbuhan dapat diketahui dengan baik (Anonim 2010).
Dewasa ini masyarakat cenderung mengkonsumsi obat secara alami yaitu berasal dari
tanaman. Hal tersebut disebabkan obat yang berasal dari tanaman mempunyai efek samping
lebih kecil dibandingkan obat berasal dari bahan kimia dan harga lebih terjangkau oleh
masyarakat. Semua bagian tanaman sambiloto, seperti daun, batang, bunga dan akar, terasa
sangat pahit jika dimakan atau direbus untuk diminum. Rasa pahit itu disebabkan oleh adanya
senyawa andrographolid yang banyak terdapat di dalam tanaman sambiloto, terutama bagian
daun dan batangnya. Dari penelitian terdahulu kadar senyawa andrographolid di daun sebesar
2,5-4,8% dari berat keringnya (Marianto, 2003).
Tanaman sambiloto (Andrographis Paniculata) adalah salah satu tanaman yang
digunakan sebagai obat tradisional. Bagian tanaman dipergunakan untuk pengobatan akibat
gigitan ular atau serangga, demam, disentri, rematik, tuberculosis, infeksi pencernaan, dan
lain-lain. Sambiloto juga dimanfaatkan sebagai anti radang, anti inflamasi, anti piretik anti
mikroba atau anti bakteri, anti sesak napas dan untuk memperbaiki fungsi hati. Mengingat
kandungan dan fungsi tanaman tersebut, saat ini sambiloto banyak diteliti untuk
dikembangkan sebagai bahan baku obat modern, diantaranya pemanfaatan sambiloto sebagai
obat HIV dan anti kanker.

II. BAHAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk daun sambiloto
(Andrographis Paniculata), aquades, etanol, asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl),
kloroforn, pereaksi mayer, pereaksi wagner, amoniak dan Mg.

III. METODE PENELITIAN

Gambar : Sampel Sambiloto ((Andrographis Paniculata)


Tanaman sambiloto memiliki morfologi yaitu herba tegak tinggi sekitar 0,5-1 meter,
batang muda bersiku empat, sedang yang tua berkayu dengan 4 pangkal membulat,
percabangan monodial, warna hijau. Daun tunggal berbentuk bulat telur, bersilang berhadapan
dengan ujung dan pangkalnya runcing, helai daun bertepi rata dengan pertulangan menyirip,
panjang daun 3-5 cm, lebar 0,5-1,5 cm, berasa pahit, berhadapan, bagian atasnya hijau tua,
bagian bawahnya berwarna lebih pucat.
Bunga majemuk, kecil, berwarna putih dengan garis-garis ungu, tersendiri dengan
diatur diketiak dan diujung rangkai. Seluruhnya membentuk bunga malai yang besar, kelopak
bentuk lanset, berbagi lima, pangkalnya berlekatan, memiliki dua bulir benang sari, bulat
panjang, kepala putik ungu kecoklatan. Buah berbentuk kotak, tegak, agak berbentuk silinder,
bulat panjang, bagian ujungnya runcing dan tengahnya beralur, buah berwarna hijau, setelah
tua berwarna hitam. Bijinya tiga sampai empat buah yang dilempar keluar jika buah masak.
Sambiloto atau dikenal juga dengan sebutan Kalmegh, Kalafath, Kan-jang, Alui,
Charita, Sambilata, Andrograpidis banyak ditemukan dan dibudidayakan di daerah tropis dan
subtropis Asia, Asia Tenggara dan India. Tanaman sambiloto memiliki tinggi 40 cm sampai
90 cm, percabangan banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan
tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau tegak tajam, tepi
daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai
daun 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung.
Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang bunga 3 mm sampai 7 mm, panjang
kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga bibir bentuk tabung, panjang 6 mm, bibir bunga
bagian atas berwarna putih dengan warna kuning di bagian atasnya, bibir bunga bawah lebar,
berwarna ungu. Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam, bila tua akan pecah menjadi 4
bagian (DepKes RI, 1979). Sambiloto memiliki nama lain seperti papaitan (Sumatera),
Pepaitan (Melayu), takilo, bidara, sadilata, sambiloto (Jawa), sambilata, sadilata, ki oray, ki
peurat, takilo (Sunda) (Hariana, 2006).
Di Indonesia sambiloto digunakan untuk anti radang, antipiretik atau meredakan
demam, dan untuk penawar racun atau detoksikasi. Di India akar dan daun digunakan untuk
menyembuhkan sakit karena gigitan ular dan serangga. Di Cina digunakan sebagai obat
antiinflamasi, antipiretik, obat influensa, disentri, infeksi saluran kencing, dan radang paru-
paru. Pada uji pra klinis untuk efek anti radang menggunakan mencit bahwa infus daun
sambiloto 51,4 mg/100 g BB, secara oral dapat meningkatkan efek anti radang (Anonim,
2010).
Herba sambiloto secara empiris telah digunakan untuk mengatasi penyakit influenza,
dan dapat digunakan sebagai pembersih darah. Secara empiris herba sambiloto sejumlah satu
genggam atau 80 gram dapat digunakan untuk mengatasi penyakit demam. Penggunaan
tradisional lain untuk pengobatan dispepsia, membantu pencernaan, dan antipiretik. Secara in
vitro, herba sambiloto memiliki potensi sebagai agen antiinflamasi, dan telah diuji klinis
berkhasiat mengatasi demam dan influenza di Mediterania.
Kombinasi ekstrak etanolik herba sambiloto dan temulawak dengan jumlah 56,25 :
18,75 mg dalam 1 ml pelarut DMSO dan RPMI menunjukkan peningkatan proliferasi sel
limfosit. Sistem imun yang diperantarai limfosit dapat memerangi mikroba dengan jalan
mensekresi antibodi yang dapat memblokir kemampuan mikroba untuk menginfeksi sel
kemudian mempromosikannya pada fagosit. Fagosit akan menelan dan membunuh mikroba,
dilanjutkan limfosit T yang akan menghancurkan sel yang terinfeksi oleh mikroba.
Daun tumbuhan sambiloto yang memiliki sifat kimiawi berasa pahit, dingin, juga
memiliki kandungan kimia. Daun dan cabang sambiloto terdapat senyawa kimia seperti
deoksiandrografolid, andrografolid, neoandrografolid dan homoandrografolid. Terdapat juga
flavonoid, alkena, keton, aldehid, mineral (kalium, akarnya mengandung flavonoid, dimana
hasil isolasi terbanyaknya adalah polimetoksiflavon, andrografin, pan ikulin, dan apigenin-7,
4-dimetileter (Titin Yuniarti, 2008).
Daun dan batang tumbuhan ini rasanya sangat pahit karena mengandung senyawa
yang disebut andrographolid yang merupakan senyawa keton diterpena. Kadarnya dalam daun
antara 2,5-4,8 % dari berat kering. Senyawa ini diduga merupakan salah satu zat aktif dari
daun sambiloto yang juga banyak mengandung unsur-unsur mineral seperti kalium, natrium
dan asam kersik (Wijayakusuma, et al., 1994). Sementara pada akar mengandung flavonoid
berupa polimetoksiflavon, andrografin, panikolin, dan apigenin-7, 4-dimetil eter, alkena,
keton, aldehid, kalium, kalsium, natrium, serta asam kersik. Selain itu terdapat andrografolid
1% dan kalmegin (Hariana, 2006).
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia
atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.
Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya
digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi
kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda
dengan apa yang di istilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa
mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak
akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal
untuk defisiensi tersebut.
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang
dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis, perubahan
dan metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari senyawa organik.
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau
nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.
Fitokimia berasal dari kata phytochemical. Phyto berarti tumbuhan atau tanaman dan
chemical sama dengan zat kimia berarti zat kimia yang terdapat pada tanaman.
Senyawa fitokimia tidak termasuk k edalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral maupun air. Setiap tumbuhan atau tanaman mengandung
sejenis zat yang disebut fitokimia, merupakan zat kimia alami yang terdapat di dalam
tumbuhan dan dapat memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan itu. Sampai saat ini
sudah sekitar 30.000 jenis fitokimia yang ditemukan dan sekitar 10.000 terkandung dalam
makanan. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada
tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang
menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit.
Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang di istilahkan sebagai nutrien dalam
pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme
normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak,
tidak dalam jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2017. Pelaksanaan
penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Kristen
Indonesia. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pipet tetes, gelas ukur, timbangan
analitik, corong, tabung reaksi, pipet volum, kertas saring, mortal, pastel, alat penjempit,
spatula besi, spatula kaca, cawan porselen, labu ukur, kaki tiga, alat pembakar spiritus, kawat
kasa dan tisu.

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Persiapan Sampel
Uji fitokimia secara umum dilakukan dengan terlebih dahulu mengeringkan daun
sambiloto sampai benar kering, kemudian menghaluskan daun sambiloto, sehingga ukuran
partikel sampel menjadi kecil, kemudian sampel tersebut direndam selama 3 hari dengan
etanol, direndam sampai semua sampel terendam dan di tutup dengan alumunium foil.
Selanjutnya dilakukan uji fitokimia yaitu uji alkaloid, uji saponin, uji flavonoid, uji
triterpenoid, dan uji steroid.
Uji Alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N, kemudian
ditambahkan beberapa tetes pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila membentuk
endapan coklat (Harborne, 1987).
Uji Saponin
Sebanyak 1 ml sambiloto (Andrographis Paniculata) dimasukkan dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 2 ml aquades, lalu dikocok sampai homogen. Setelah itu,
dipanaskan selama 2-3 menit. Dinginkan, setelah dingin kocok dengan kuat. Adanya busa
yang stabil selama 30 detik menunjukkan sampel mengandung saponin (Harborne, 1987).
Uji Flavonoid
Sejumlah sampel daun sambiloto ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml
amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4
ml alkohol 70%, kemudian campuran dikocok. Reaksi positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Harborne, 1987).
Uji Triterpenoid
Sampel yang sudah halus dicampurkan dengan 1 ml aquades dicampur dengan 2 ml
kloroform dan 3 ml asam sulfat. Terbentuknya warna merah kecoklatan pada antar permukaan
menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).
Uji Steroid
Sebanyak 1 ml herba sambiloto (Andrographis Paniculata) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Jika
terbentuk warna biru atau hijau menandakan adanya steroid. (Harborne, 1987).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian alkaloid di laboratorium yang dilakukan menunjukkan hasil negatif karena
tidak terbentuk endapan berwarna coklat, sesuai literatur seharusnya daun sambiloto
mengandung senyawa alkaloid. Pengujian untuk uji alkaloid hanya dilakukan 1 kali,
seharusnya diulang sampai 3 kali apabila tidak sesuai teori agar pengujian tersebut didapat
hasil yang benar sesuai.
Berdasarkan hasil percobaan, pengujian saponin di laboratorium yang dilakukan
menunjukkan hasil positif, dengan terbentuknya busa dalam waktu 30 detik pada saat
pengujian, hal ini sesuai dengan literatur bahwa daun sambiloto mengandung saponin.
Pengujian flavonoid yang dilakukan praktikan pada herba sambiloto menunjukkan
hasil negatif karena pada saat pengujian tidak terbentuk warna merah, kuning atau jingga,
sedangkan sesuai dengan literatur untuk uji fitokimia melalui uji flavonoid akan terbentuk
warna merah, kuning atau jingga pada sambiloto. Uji coba dilakukan 3 kali untuk
membuktikan apakah tanaman sambiloto benar-benar mengandung flavonoid, pengujian
pertama menyatakan bahwa sambiloto tidak mengandung flavonoid, kemudian dicoba
kembali sebanyak 2 kali hasil tetap negatif, mungkin karena keadaan bahan yaitu asam
klorida untuk uji tersebut sudah lama atau keadaannya tidak layak pakai lagi.
Dari hasil percobaan, senyawa triterpenoid tidak terdapat pada sambiloto, terlihat dari
tidak terbentuknya warna merah kecoklatan yang menjadi pertanda adanya terpenoid, hasil ini
sesuai dengan literatur yang menunjukkan tidak adanya senyawa triterpenoid pada tanaman
sambiloto.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, senyawa steroid tidak terdapat pada
tanaman sambiloto, terlihat dari tidak terbentuknya warna biru ataupun warna hijau yang
menjadi pertanda adanya steroid, hasil ini sesuai dengan literatur yang menunjukkan tidak
adanya senyawa steroid pada sambiloto.
Tabel Hasil Percobaan Uji Fitokimia

Hasil

No. Uji Fitokimia Percobaan Literatur Keterangan

1. Uji Alkanoid - + Tidak terbentuk endapan


berwarna coklat

2. Uji Saponin + + Terdapat busa dalam waktu


yang cukup lama

3. Uji Flavonoid - + Tidak terbentuknya warna


merah, kuning atau jingga

4. Uji - - Tidak terbentuknya warna


Triterpenoid merah kecoklatan

5. Uji Steroid - - Tidak terbentuk warna biru


atau hijau

Keterangan :
(+) = Terdeteksi dan (-) = Tidak terdeteksi

V. KESIMPULAN
Hasil uji fitokimia berdasarkan literatur menjelaskan bahwa ekstrak tanaman
sambiloto (Andrographis paniculata) bagian daun mengandung alkaloid, saponin, dan
flavonoid juga tidak mengandung triterpenoid dan steroid. Tetapi dari percobaan yang
dilakukan untuk uji fitokimia hasil yang tidak sesuai adalah pada uji alkaloid dan flavonoid.
Untuk uji saponin, Triterpenoid, dan steroid sudah sesuai dengan teori yang ada.
Manfaat zat kimia yang terdapat pada tanaman sambiloto (Andrographis paniculata)
bagian daun sebagai anti radang, anti piretik atau meredakan demam, penawar racun atau
detoksikasi, gigitan ular dan serangga, obat anti inflamasi, obat influenza, disentri, infeksi
saluran kencing, pembersih darah, dan radang paru-paru.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2010). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Depkes RI
Depkes RI. (1979). Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. P. 107-110, 549 - 553.
Harborne. (1987). Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung : Institut
Teknologi Bandung
Hariana. (2006). Skrining Fitokimia dan Penetapan Kadar Flavanoid Total dari Ekstrak Etanol
70% Batang Sambiloto. Manokwari : Jurusan Kimia
Marianto. (2003). Khasiat & Manfaat Sambiloto : Raja Pahit Penakluk Aneka Penyakit.
Jakarta : Agro Media Pustaka
Yuniarti, Titin. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta : Me

Anda mungkin juga menyukai