PTG

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG


DEMAM DI RUANG KEPERAWATAN ANAK

Disusun Oleh :
DANTINI
NIM : 2018.C.10a.0963

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dantini
NIM : 2018.C.10a.0963
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada An.D
dengan diagnosa medis Kejang Demam di Ruang Keperawatan
Anak.”

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Yelstria Ulina T., S.Kep., Ners


LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dantini
NIM : 2018.C.10a.0963
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An.D
Dengan Diagnosa Medis Kejang Demam Di Ruang
Keperawatan Anak.”

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disahkan oleh :

Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Praktik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Yelstria Ulina T., S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An.D Dengan Diagnosa
Medis Kejang Demam Di Ruang Keperawatan Anak”. Laporan pendahuluan ini
disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan III Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik
yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 05 Mei 2021

Da nti
ni
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................
2.1 Konsep Penyakit Fraktur Humerus..............................................................
2.1.1 Definisi Fraktur Humerus...................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi...............................................................................
2.1.3 Etiologi................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi...........................................................................................
2.1.5 Patofisiologi (WOC)...........................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)...............................................
2.1.7 Komplikasi..........................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang......................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis.......................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan...............................................................
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.....................................................................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................
2.2.3 Intervensi Keperawatan......................................................................
2.2.4 Implementasi Keperawatan.................................................................
2.2.5 Evaluasi Keperawatan......................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................
3.1 Pengkajian/Anamnesa..................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................
3.3 Intervensi.....................................................................................................
3.4 Implementasi dan Evaluasi..........................................................................
BAB 4 PENUTUP.....................................................................................................
4.1 Kesimpulan..................................................................................................
4.2 Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam disebut sebagai penyebab kejang paling umum pada anak dan
sering menjadi penyebab riwayat inap di rumah sakit secara darurat (Nurindah,
Muid, & Retoprawiro, 2014), Dalam dunia kesehatan kejang demam termasuk
penyakit serius yang kebanyakan menyerang pada balita sehingga perlu ditangani
dengan cepat dan tepat (Juanita & Manggarwati, 2016). Apabila kejang demam
tidak segera ditangani dengan baik dan benar maka akan terjadi kerusakan sel-sel
otak akibat kekurangan oksigen (Farida & Selviana, 2016). Jika kejang demam
dapat teratasi, maka kejang demam tidak berulang kembali, namun jika kejang
demam tidak teratasi, maka kejang demam berulang kembali dan dapat
menimbulkan kerusakan pada otak permanen dan sampai pada kematian (Mail,
2017).

Badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2012 mengemukakan jumlah kasus


demam di seluruh dunia mencapai 18-34 juta kasus. Insiden terjadi nya kejang
demam di perkirakan mencapai 4-5% dari jumlah penduduk di Amerika Serikat,
Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia angka kejadian kejang lebih
tinggi , seperti di jepang di laporkan antara 6-9% kejadian kejang demam, di india
yaitu 5-10%, dan di Guam adalah 14% (Ervina, 2013 dalam Marwan, 2017).
Angka kejadian balita yang mengalami kejang demam di Indonesia sebanyak 16%
(DepKes RI, 2009). Di Jawa Timur terdapat 2-3% dari 100 balita pada tahun
2009-2010 anak yang mengalami kejang demam (Juanita & Manggarwati, 2016).
Berdasarkan data menurut penelitian (Diarini, 2017) di Ruang Bugenvile pada
bulan Januari- April 2017 di dapatkan 46 anak yang menderita kejang demam.
Penulis melakukan wawancara dengan salah satu perawat di Ruang Bugenvile di
dapatkan data pasien yang mengalami kejang demam Pada RSUD Dr.Harioto
lumajang pada tahun 2017 sekitar 90 pasien. Penulis melakukan studi
pendahuluan pada pada bulan januari-april 2018 di dapatkan 60 anak dan februari-
maret di dapatkan 11 anak yang di rawat di RSUD dr Haryoto lumajang yang
mengalami kejang demam (RSUD dr Haryoto, 2019).
Temperatur tubuh normal adalah antara 36,0oC - 37,7oC di axila. Peningkatan
temperatur tubuh ini di induksi oleh pusat termoregulator di hipotalamus sebagai
respon terhadap perubahan tertentu. Demam di definisikan sebagai peningkatan
suhu tubuh menjadi >38,0oC (Arief, 2015). Adakalanya demam pada anak disertai
kejang pada tubuhnya, inilah yang dimaksut dengan kejang demam atau dikenal
juga sebagai stuip atau stip, karena kejang dengan demam bukan terjadi karena
infeksi pada susunan saraf pusat. Namun naiknya suhu tubuh di atas 38oC
(Eveline & Djamaludin, 2010). Tingginya suhu tubuh pada keadaan demam
sangat berpengaruh terhadap terjadinya kejang demam karena pada suhu tubuh
yang tinggi dapat meningkatkan metabolisme tubuh sehingga terjadi perbedaan
potensial membran di otak yang akhirnya melepaskan muatan listrik dan
menyebar ke seluruh tubuh (Arifuddin, 2016). Menurut Lumantobing 2007 dalam
Mail (2017) Dampak kejang demam ialah Perubahan keseimbangan dari membran
sel otak, Terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel
otak dalam waktu singkat, Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dan dapat
meluas ke seluruh sel didekatnya dengan bantuan neurotransmitter, Terjadi infeksi
di luar susunan syaraf pusat misalnya tonsillitis (peradangan infeksi pada
amandel), infeksi pada telinga dan infeksi saluran pernafasan. Kejang demam
dipicu oleh proses infeksi ekstrakranium, infeksi ini menyebabkan naiknya suhu
tubuh yang belebihan sehingga timbul kejang (Nindela et al., 2014). Menurut
Lumantobing 2007 dalam Mail, 2017, Dampak kejang demam ialah perubahan
keseimbangan dari membran sel otak, terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran sel otak dalam waktu singkat, lepasnya muatan listrik
yang cukup besar dan dapat meluas ke seluruh sel didekatnya dengan bantuan
neurotransmitter, terjadi infeksi di luar susunan syaraf pusat misalnya tonsillitis
(peradangan infeksi pada amandel), infeksi pada telinga dan infeksi saluran
pernafasan.

Tindakan keperawatan menurut buku NIC Bulechek et al., 2016, yang dapat
di lakukan pada masalah keperawatan Hipertermi yaitu Menejemen perawatan
demam dan manajemen cairan. Adapun manajemen perawatan dengan
menggunakan intervensi memandikan dengan spons hangat. Menurut Aryanti et
al., 2016, Kompres Hangat adalah tindakan denganmenggunakan kain atau
handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian
tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu
tubuh. Tepid Sponge sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan
kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka. Hasil uji
statistik menunjukkan ada perbedaan penurunan suhu tubuh antara kompres
hangat dengan tepid sponge. Tepid Sponge adalah bentuk umum mandi terapeutik.
Tepid Sponge dilakukan bila kien mengalami demam tinggi. Prosedur
meningkatkan kontrol kehilangan panas melalui evaporasi dan konduksi.
Sedangkan menejemen cairan dengan menganjurkan untuk memberikan cairan,
dengan tepat, tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat, tingkatkan asupan oral
(misalnya, memberikan sedotan, menawarkan cairan di antara waktu makan,
mengganti air es secara rutin, menggunakan es untuk jus favorit anak, potongan
gelatin ke dalam kotak yang menyenangkan, menggunakan cangkir obat kecil)
yang sesuai.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik mengambil sebuah


laporan kasus tentang asuhan keperawatan pada anak dengan diagnose medis
Kejang Demam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu : Bagaimana pelaksanaan pemberian Asuhan Keperawatan Pada
An.D yang Komprehensif Dengan Diagnosa Medis Kejang Demam Di Ruang
Keperawatan Anak?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada An.D dengan diagnosa medis Kejang Demam dengan
menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada An.D dengan diagnosa medis Kejang Demam di Ruang
Keperawatan Anak.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengidentifikasi pengkajian pada An.D dengan diagnosa
medis Kejang Demam di Ruang Keperawatan Anak.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada An.D dengan diagnosa
medis Kejang Demam di Ruang Keperawatan Anak.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah pada An.D dengan diagnosa medis Kejang Demam di Ruang
Keperawatan Anak.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada An.D dengan diagnosa medis Kejang Demam di Ruang Keperawatan
Anak.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan pada An.D dengan diagnosa medis Kejang Demam di
Ruang Keperawatan Anak.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada An.D dengan diagnosa
medis Kejang Demam di Ruang Keperawatan Anak.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit Kejang Demam
secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian
proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Kejang Demam
sehingga dapat diterapkan di masa yang akan datang.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
Kejang Demam melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatanjang pelayanan perawatan yang berguna bagi
status kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Kejang Demam


2.1.1 Definisi Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rectal di atas 38ºC) yang di sebabkan oleh suatu proses
eksrakranium (pusponegoro dkk, 2006 dalam Badrul, 2015). Kejang demam
terjadi tanpa adanya infeksi intracranial, gangguan metabolic, (Reese C, et al,
2012 dalam Badrul, 2015)). Kejang dengan demam pada anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam sebelumya tidak termasuk kriteria ini (Wong V,
et al, 2002 dalam Badrul, 2015).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering di
jumpai pada ank terutama golongan anak di bawah 6 bulan sampai 4 tahun
(Sodidin, 2012 dalam Farida & Selviana, 2016). Kejang demam terjadi pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun. Bila anak sering kejang, utamanya dibawah 6 bulan,
kemungkinan besar mengalami epilepsy ( Airlangga Universty Press (AUP) ,
2015 dalam Marwan, 2017).
Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan.
Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang
lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000:72-73 dalam Mail,
2017). Adakalanya demam pada anak disertai kejang pada tubuhnya, inilah yang
dimaksut dengan kejang demam atau dikenal juga sebagai stuip atau stip, karena
kejang dengan demam bukan terjadi karena infeksi pada susunan saraf pusat.
Namun naiknya suhu tubuh di atas 38oC (Eveline & Djamaludin, 2010).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Kejang demam
merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (suhu tubuh diatas 38⁰C)
karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam yang berlangsung singkat
pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi
kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan olehmetabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung
yang tidakteratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1 Saraf Pusat
1. Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian: Serebrum, Batang otak dan serebelum.
Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang di sebut tengkorak,
yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan
membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa anterior
berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer: bagian tengah fosa berisi
lobus parietal, temporal dan okspital dan bagian fossa posterior berisi
batang dan medula.
1) Serebrum.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus Subtansia grisen terdapat
pada bagian luar dinding serebrum dan Subtansia alba menutupi dinding
serebrum bagian dalam. Pada prinsipnyakomposisi subtansia gisea yang
terbentuk dari badan- badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan
basl ganglia. Subtansia alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan
bagian-bagian otak dengan yang lain.
a) Frontal Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol
perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b) Parietal lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi.
Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhya. Kerusakan
pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglect.
c) Temporal brefungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah
ini.
d) Okspital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
Gambar 2.1
Gambar Otak Terlihat Dari Luar Yang Memperlihatkan Bagian
Penting Dan Lobus (Brunner, 2002).

2) Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri
dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Otak tengah (midbrain atau
mesensefalon) menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer
serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat
refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara
otak tengah dan medula dan merupakan jembatan antara dua bagian
serebelum dan juga antara medula dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik
dan motorik.
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medulla
spinalis dan serabut-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan
serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-
pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah dan
sebagai asal-usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
3) Serebelum
Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral,
lipatan durameter, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi
yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerakkan halus. Ditambah mengontrol gerakkan yang benar,
keseimbangan, posisi dan mengitegrasikan input sensorik.

Gambar 2.2
Diagram yang memperlihatkan talamus, hipotalamus dan hipofisis (Brunner, 2002)

Fosa bagian tengah atau diensefalon berisi talmus, hipotalamus dan kelenjar
hipofisis.

1) Talmus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktifitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua
impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus terletak pada anterior dan inferiro talamus. Berfungsi
mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga
bekerjasama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan,
mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokonstriksi
atau vasolidasi dan mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar
hipofisis. Hipotalamus juga sabagai pusat lapar dan mengontrol berat badan.
Sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan pusat
respons emosional ( misal ras malu, marah, depresi, panik dan takut ).
3) Kelenjar hipofisis dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah hormon-
hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan hormon-hormonnya
hipofisis dapat mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ-organ lain. Hipofisis
merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang
dewasa, biasanya terdeteksi dengan tanda dan gejala fisik yang dapat
menyebar ke hipofisis.
a. Medulla spinalis
Medulla spinalis merupakan sambungan medulla oblongata yang turun ke
bawah. Di mulai dari foramen magnum dan berakhir pada L 2. Medulla
spinalis menjadi lancip pada daerah thoracic bagian bawah dan membentuk
struktur seperti kerucut yang disebut cones medularis. Medula spinalis
termasuk pusat benda kelabu ( badan-badan sel ) dan yang terbentuk huruf H
dikelilingi oleh benda putih yang merupakan jalur ascending dan descending.
Benda kelabu berbentuk kupu-kupu. Bagian depan atau ventral horn ( tanduk
ventral ) mengarah ke lambung terdiri dari struktur neuron multipolar seperti
badan sel dendrit yang membentuk neuron efferent dari akar ventral dan saraf
spinal. Tanduk dorsal berisi badan sel dan sel dendrit dari neuron eferant dan
reseptor sensori dari periofer. Benda kelabu berisi intermucial neuron yang
mengirim impuls dari satu tingkat ketingkat yanglain, dari dorsal ke tanduk
ventral dan dari setengah medula spinalis ke yang lain. Jalur ascenden
menyalurkan informasi sensori dari reseptor pada perifer ke medula spinalis
dan otak. Jalur yang menurun menyalurkan impuls dari otak kepada motor
neuron dalam medulla spinalis ( neuron motor atas / upper motor neuron )
atau kepada sistem saraf perifer ( neuron motor bawah / lower motor neuron
).
Medulla spinalis juga merupakan jalur refleks. Refleks tidak memerlukan
penyakuran ( relay ) ke tingkat otak untuk kegiatan dan itu merupakan
contoh sirkuit yang sederhana. Kegiatan refleks, respon motoris yang spesifik
stereotive terhadap stimulus sensori yang adekuat. Respon bisa berbentuk
gerakkan otak skeletal.
Refleks hanya melibatkan satu tingkat dari medula spinalis ( refleks
segmental ). Salah satu contoh arus refleks yang sederhana ketukan pada
sendi lutut.
Cairan cerebro spinalis ( Cerebro Spinalis Fluid / CSF ) didapati dalam
ventrikel otak, di dalam kanalis sentralis medula spinalis, dan di dalam
ruangan-ruangan subarachnoid. Liquor bekerja sebagai bantalan pada sistem
saraf dan menunjang bobot otak. CSf dibuat pada ventrikel-ventrikel di
pleksus khoroideus. Di dalam 24 jam plexux choridu mensekresi 500 sampai
570 ml CSf. Namun hanya 125 ml sampai 150 ml saja yang bersirkulasi pada
setiap saat. Setelah bersirkulasi diseputar otak dan medula spinalis, cairan
kembali ke otak dan diabsorbsi villi. Kemudian CSF terus masuk ke dalam
sistem venous dan mengalir ke vena jugularis ke vena cafasuperior masuk ke
dalam sirkulasi dalam sistemik.
Dalam keadan normal terdapat sampai 8 limfosit / ml dari cairan CSF.
Peningkatan jumlah sel-sel menunjukkan adanya infeksi, seperti tuberculosis
atau infeksi virus. Infeksi oleh bakteri seperti meningitis tuberculosa
menyebabkan berkurangnya kadar gula dan kadar khlorida, protein cairan
CSF meningkat pada penyakit degeneratif dan pada tumor otak. Terdapatnya
darah dalam CSF menunjukkan terjadinya hemoragi pada salah satu ventrikel.
Lihat karakteristik normal dari CSF berikut dibawah ini, yaitu: BD: 1.007,
pH: 7.35 sampai 7.45, chloride: 120 sampai 130 mEq/L, glucose: 50 sampai
80/100ml, tekanan: 50 sampai 200 mm air, volume total: 80 sampai 200 ml
(15 ml dalam ventrikel), total protein: 15 samopai 45 mg/100 ml ( lumbal ),
10 sampai 15 mg/100 ml (cisterna), 5 samapi 15 mg/100 ml ( ventrikel ),
gamma globulin: 6% sampai 13 % dari total protein. Jumlah sel darah:
eritrosit: negatif, lekosit: 0 – 5, 0 -10 sel-sel ( semua limfosit dan monosit ).
4) Sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer merupakan seperangkat saluran biasa yang
terletak di luar sistem saraf pusat. Saraf perifer merupakan saraf tunggal,
yaitu saraf motorik, sensorik atau “campuran” (serabut sensorik dan motorik).
Saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf kranial, yang membawa impuls dari
neuron ke otak, 31 pasang saraf spinal, yang membawa impuls ke dan dari
medulla spinalis. Tiap saraf spinal memberi penginderaan, bagian-bagian
tersebut dermatomes. Beberapa saraf spinal bersatu dan membuat pleksus-
pleksus/jalinan saraf.
Saraf perifer yang menyalurkan informasi ke saraf pusat ialah aferen
dan sensori, saraf perifer yang mengirim informasi dari pusat saraf disebut
eferen atau motorik. Pada sistem saraf perifer motorik dan sensorik berjalan
bersam tapi terpisah ada tingkat medula spinalis masuk ke bagian anterior
atau akar motorik. Sistem saraf perifer dibagi menjadi sistem saraf somatis
dan autonom. Sistem saraf somatis membuat persarafan pada otot skeletal
berserat lintang. Serabut dari akson menyalurkan neuro transmitor
acetycholin ke sel-sel otot skelet, yang akan menghasilkan potensial aksi dan
gerakan.
Saraf Kepala ( Saraf Otak ) susunan saraf terdapat pada bagian kepala
yang ke luar dari otak dan melewati lubang yang terdapat pada tulang
tengkorak berhubungan erat dengan otot panca indera mata, telinga, hidung,
lidah dan kulit. Di dalam kepala ada 2 saraf kranial, beberapa diantaranya
adalah serabut campuran gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada
yang terdiri dari saraf motorik dan saraf sensorik saja, misalnya alat-alat
panca indera. Saraf kepala terdiri dari:
a) Nervus Olfaktorius: Sifatnya sensorik menyuplai hidung membawa
rangsangan aroma ( bau-bauan ) dari rongga hidung ke otak.
Fungsinya saraf pembau yang keluar dari otak di bawah dahi yang
disebut lobus olfaktorius, kemudian saraf ini melalui lubang yang ada
di dalam tulang tapis akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju
sel-sel panca indera.
b) Nervus Optikus: Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata membawa
rangsangan penglihatan ke otak.
c) Nervus Mandibularis: Sifatnya majemuk (sensori dan motoris),
serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot pengunyah, serabut-
serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan
dagu. Serabut rongga mulut dan lidah dapat membawa rangsangan
cita rasa ke otak. Fungsinya sebagai saraf kembar 3 di mana saraf ini
merupakan saraf otak terbesar yang mempunyai 2 buah akar saraf
besar yang mengandung serabut saraf penggerak. Dan di ujung tulang
belakang yang terkecil mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung
tulang karang bagian perasa membentuk sebuah ganglion yang
dinamakan simpul saraf serta meninggalkan rongga tengkorak.
d) Nervus Abdusen: Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata di mana saraf ini keluar
di sebelah bawah jembatan pontis menembus selaput otak sela tursika.
Sesudah sampai di lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
e) Nervus Fasialis: Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir rongga
mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala. Fungsinya: sebagai
mimik wajah dan meghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf ini
keluar sebelah belakang dan beriringan dengan saraf pendengar.
f) Nervus Auditorius: Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar
membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak.
Fungsinya sebagai saraf perasa, di mana saraf ini keluar dari sumsum
penyambung dan terdapat di bawah saraf lidah tekak.
g) Saraf Assesorius: Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus
sternokloide mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya, sebagai
h) Nervus Hipoglosus: Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah.
Fungsinya: sebagai saraf lidah di mana ini terdapat di dalam sumsum
penyambung. Akhirnya bersatu dan melewati lubang yang terdapat di
sisi foramen oksipital. Saraf ini juga memberikan ranting-ranting pada
otot yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.
i) Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, tosil
dan lidah, rangsangan cita rasa.
j) Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, laring,
paru-paru dan esofagus.
k) Nervus Okulomotoris: Sifatnya motorik mensarafi penggerak bola
mata dan mengangkat kelopak mata.
l) Nervus Troklearis: Sifatnya motorik mensarafi mata, memutar mata
dan penggerak mata.
2.1.3 Etiologi
Sebesar 10% – 20% tidak dapat ditemukan etiologinya dan sebaliknya tidak
jarang ditemukan lebih dari satu penyebab kejang pada neonotus.
1) Gangguan vaskuler.
Perdarahan berupa petekia akibat anaksia dan asfiksia yang dapat terjadi
intraserbal atau antraventrikel, sedangkan Perdarahan akibat trauma langsung
yaitu berupa perdarahan di subaraknoidal atau subdural, terjadi Trombosis,
adanya penyakit perdarahan seperti defisiensi vitamin K, Sindrom
hiperviskositas disebabkan oleh meningginya jumlah eritrosit dan dapat
diketahui dari peninggian kadar hematokrit. Gejala klinisnya antara lain
pletora, sianosis, letargi dan kejang.

2) Gangguan metabolism

Gangguan metabolisme meliputi Hipokalsemia, hipomagnesia, hipoglikemia,


defisiensi dan ketergantungan akan piridoksin, aminoasiduria, hiponatremia,
hipernatremia, hiperbilirubinemia.

3) Infeksi

Kejang demam disebabkan oleh infeksi meliputi : Meningitis sapsis,


ensefalitis, toksoplasma kongenital, penyakit-penyakit cytomegalic inclusion,

4) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital meliputi : Porensetali, hidransefali, agnesis ( sebagian


dari otak )

5) Lain-lain disebabkan oleh Narcotic withdrawal, neoplasma.

2.1.4 Klasifikasi Kejang Demam


2.1.4.1 Kejang Demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umun tonik dan atau
kronik, tanpa ada gerakan fokal. Kejang tidak berualang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% dari seluruh kejadian kejang
demam (Pusponegoro, 2006 dalam Badrul, 2015)
2.1.4.2 Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri
kejang lama yang berlangsung >15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi
atau kejang umum di dahului kejang parsial atau berulang lebih dari 1 kali 24
jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antaranya bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam (Pusponegoro, 2006 dalam
Badrul, 2015).
2.1.5 Patofisiologi (WOC)

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan


energi yang dapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian tersebut
dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadan normal
membran sel dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium ( K +) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+ ) dan eletrolit lainnya, kecuali ion klorida (CL-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrsi Na+ rendah, sedang
di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membrane ini dapat diubah oleh: perubahan konsentrasi ion diruang
ekstravaskuler, rangsangan tang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofisiologi dari membran sendiri
karena penyakit atau keturunan. Dalam keadaan demam kenaikkan suhu 10C akan
mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena
itu, kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter”
dan terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikkan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 380C sebab anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi
bila suhu mencapai 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat
suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjai
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis lakta disebabkan oleh metabolisme anaerobic,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot, dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
keruskan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting dalam
gangguan peredaran darah yang mngakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi ( Ngastiyah, 1997).
KEJANG DEMAM
KEJANG DEMAM MRS MK : Ansietas

B I (BREATHING) B 3 (BRAIN) B 4 (BLADDER) B 5 (BOWEL)


B 2 (BLOOD) B 6 (BONE)

Mual
Kontraksi Otot Infeksi bakteri, virus, Penurunan suplai muntah
meningkat darah ke otak Tidak
dan parasit
menimbulkan
Nafsu makan
gejala sisa
menurun
Metabolism Resiko kerusakan sel
Reaksi inflamasi
meningkat neuron otak Gerakan diluar
kendali
BB
Proses demam menurun
MK : Resiko
Kebutuhan O2 Ketidakefektifan Kesadran
meningkat Perfusi Jaringan menurun
MK : Defisit
MK : Hipertermia Nutrisi

MK :
Pernafasan Resiko Cedera
meningkat/takipnea Resiko kejang
berulang

MK: Pola Napas MK : Resiko


Tidak Efektif Keterlambatan
Perkembangan
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)

Manifestasi klinis yang terjadi pada kejang demam menurut Badrul (2015)
1) Kejang demam berlangsung singkat, serangan kejang kronik atau
tonik klonik bilateral

2) Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

3) Perubahan keseimbangan atau elektrolit

4) Ensevalitas viral

5) Gabungan semua resiko tersebut diatas.

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Kerusakkan Neurotransmiter.

Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas


keseluruh sel ataupun ke membran sel yang menyebabkan kerusakkan
pada neuron.

2.1.7.2 Epilepsi.

Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan


kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.

2.1.7.3 Kelainan anatomis di otak.

Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di


otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4 bulan sampai 5
tahun.

2.1.7.4 Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang yang disertai
demam.
2.1.7.5 Kemungkinan mengalami kematian.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1 Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal untuk menganalisis cairan serebrosppinal, terutama dipakai
untuk menyingkir kemungkinan infeksi.
2) Hitung darah lenglkap untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab dan
pada kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi hematokrit
dan jumlah trombosit.
3) Panel elektrolit serum elektrolit, Ca total dan magnesium serum sering
diperiksa pada sat pertama kali terjadi kejang.
4) Skrining toksik dari serum dan urin digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan keracunan.
5) Pemantauan kadar obat antiepileptik digunakan pada fase awal
penatalaksanaan.
2.1.8.2 Elektroensefalografi.
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang atau
memperlihatkan gambaran interektal EEG. Pemeriksaan Eeg segera setelah
kejang dalam 24 – 48 jam atau sleep deprivation dapat memperlihatkan
berbagai macam tekanan.
2.1.8.3 Neuroimaging.
Pemeriksaan fotorontgen kepala dapat memperlihatkan adanya fraktur tulang
kepala, tetapi mempunyai nilai diagnostik yang minimal. Kenaikkan jaringan
otak pada trauma kepala dapat dilihat dengan menggunakan gambaran
Computed Tomagraphy Scan ( CT Scan ) kepala.
2.1.8.4 Magnetic Resonange Imaging ( MRI )
Lebih superior dibanding CT Scan dalam mengevaluasi lesi epileptogenik
atau tumor kecil di daerah temporal atau daerah yang tertutup oleh struktur
tulang, misal: sereblum atau batang otak ( Erny, Darto, 2007:6 ).

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


2.1.9.1 Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien kejang demam ialah resiko
terjadi kerusakkan sel otak akibat kejang, suhu yang meningkat di atas suhu
normal, resiko terjadi bahaya / komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman,
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Risiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang
Setiap kejang menyebabkan kontriksi pembuluh darah sehingga aliran darah
tidak lancar dan mengakibatkan peredaran O2 terganggu. Kekurrangan O2
(anoksia) pada otak akan mengakibatkan kerusakan sel otak dan dapat terjadi
kelumpuhan sampai retardasi mental bila kerusakannya berat. Jika kejang
hanya sebentar tidak banyak menimbulkan kerusakan, tetapi jika kejang
berlangsung lebih dari 15 menit biasanya berakhir dengan apnea yang akan
menimbulkan kerusakan otak yang makin berat (pada keadaan demam,
kenaikkan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal 10-
15%., kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Pada kejang demam yang
berlangsung lama kebutuhan O2 lebih banyak karena selain diperlukan untuk
metabolisme basal diperlukan juga untuk kontraksi otot-otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan
metabolisme anaerobik, disertai hipotensi arterial dan kelainan denyut jantung
yang menyebabkan metabolisme otak meningkat dan mengakibtakan
kerusakan nueron otak selama berlangsungnya kejang. Oleh karena itu,
kejang harus segera dihentikan dan apnea dihindarkan.
2) Suhu yang meningkat di atas normal
Masing-masing pasien mempunyai ambang kejang yang berbeda, tidak selalu
dalam keadaan hipirpireksia tetapi yang jelas bahwa pada kejang demam
selalu didahului kenaikkan suhu sebelum bangkitan kejang terjadi. Pada anak
dengan ambang kejang rendah, bila suhu naik menjadi 380C atau lebih sedikit
saja sudah timbul kejang. Oleh karena itu, jika sudah diketahui suhu anak di
atas normal anak akan menderita kejang maka setelah diketahui suhu mulai
naik di atas normal anak akan menderita piretrik ( pemberian antipiretik dan
petunjuk bahwa anak menderita kejang demam didapat setelah berobat ke
dokter dan biasanya kejang sudah lebih dari 1 kali ).
3) Risiko terjadi bahaya / komplikasi
Seperti pasien lain yang kejang, akibatnya dapat terjadi perlukaan misalnya
lidah tergigit atau akibat gesekkan dengan gigi; akibat terkena benda tajam
atau keras yang ada disekitar anak, serta dapat juga terjatuh. Oleh karena itu,
setiap anak mendapat serangan kejang harus ada yang mendampinginya.
Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian
obat antikonvulsan ( dapat terjadi di rumah sakit ), misalnya karena kejang
tidak segera berheti padahal telah mendapat fenobarbital kemudian diberikan
diazepam maka dapat berakibat apnea. Begitu pula jika memberikan
diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat menyebabkan depresi
pusat pernapasan. Oleh karena itu, bila memberikan diazepam IV harus pelan
sekali 1 ml selam 1 menit. Jika keadaan memungkinkan dapat digunakan
mikrodip untuk pemberian diazepam pada bayi.
4) Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan ini juga dapat terjadi seperti pasien lain sebagai akibat penyakitnya
sendiri dan tindakan-tindakan pertolongan selama kejang atau tindakan
pengobatan jika di rumah sakit misalnya pungsi lumbal, pemasangan infus,
pengisapan lendir,dan sebagainya. Walupun pasien ketika kejang tidak sadar
perlakuan lemah-lembut dan kasih sayang perlu dilaksanakan ( misalnya pada
waktu mengisap lendir harus dengan hati-hati sehingga tidak melukai selaput
lendir tenggorokan ).
5) Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit
Pasien kejang tidak di rawat di rumah sakit; kecuali apabila ia menderita
komplikasi atau dalam keadaan status konvulsivus. Jika pasien telah
didiagnosis kejang demam, orangtuanya perlu dijelaskan mengapa anak dapat
kejang terutama yang berhubungan dengan kenaikkan suhu tubuh, kenaikkan
suhu tubuh tersebut disebabkan oleh infeksi. Orangtua perlu diajari
bagaimana cara menolong pada saat anak kejang ( tidak boleh panik ) dan
yang penting adalah mencegah jangan sampai timbul kejang.
Yang perlu dijelaskan adalah : harus selalu tersedia obat penurun panas yang
didapatkan atas resep dokter yang telah mengandung antikonvulsan, agar
anak segera diberikan obat antipiretik bila orangtua mengetahui anak mulai
demam ( jangan menunggu suhu meningkat lagi) dan pemberian obat
diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya, jika terjadi
kejang, anak harus dibaringkan di tempat yang rata, kepalanya dimiringkan,
apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walapun telah
diberikan obat, segera bawa pasien tersebut ke rumah sakit karena hanya
rumah sakit yang dapat memberikan pertolongan pada pasien yang menderita
status kovulsivus, apabila orangtua telah diberi obat persediaan diazepam
rektal berikan petunjuk cara meberikannya, yaitu ujung rektiol yang akan
dimasukkan ke dalam anus dioles pakai minyak sayur atau vaselin kemudian
dimasukkan ke dalam anus sambil dipencet sampai habis ( tetapi dengan
pelan-pelan memencetnya ) setelah kosong dan masih dipencet rektiol dicabut
kemudian anus dirapatkan ( jika tidak sambil masih dipencet retktiol dicabut
sebagian isinya akan ikut terisap kembali ), beritahukan orangtua jika anak
akan mendapatkan immunisasi agar memberitahukan kepada dokter/petugas
imunisasi bahwa anaknya penderita kejang demam ( agar tidak diberikan
pertusis ).
2.1.9.2 Non Keperawatan.
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu: memberantas kejang secepat mungkin, pengobatan penunjang,
memberikan pengobatan rumat, dan mencari dan mengobati penyebab.
1) Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus, obat pilihan utama
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Keampuhan diazepam yang
diberikan secara intravena ini tidak perlu dipersoalkan lagi karena
keberhasilan untuk menekan kejang sekitar 80 – 90%. Efek terapeutiknya
sangat cepat, yaitu kira-kira 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang
serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan secara perlahan dan dosis
tidak melebihi 50 mg per suntikan.
Dosis sesuai dengan berat badan; kurang dari 10 kg 0,5 – 0,75 mg/kgBB
dengan minimal dalam spuit 7,5 mg, dan di atas 20 kg 0,5 mg/kgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg/kgBB/kali dengan maksimum 5
mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih
besar Setelah suntikan pertama secara intravena ditunggu selama 15 menit,
bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama
juga intravena. Setelah 15 menit suntikan kedua masih kejang, diberikan
suntikan ketiga dengan dosis sama akan tetapi pemberiannya secara
intramuskular; diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti
dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4% secara intravena.
Akibat samping diazepam adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat
pernafasan, laringospasme dan henti jantung.
2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak dilupakan perlunya pengobatan
penunjang.
Semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin
kebutuhan oksigen, bila perlu dilakuakn intubasi atau traketomi, pengisapan
lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi
jantung diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan
monitoring untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Bila terdapat tekanan
intrakranial yang meninggi jangan diberikan cairan degan kadar natrium yang
terlalu tinggi. Jika suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi
dengan kompres alkohol dan es. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazin 2
– 4 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis; prometazon 4 – 6 mg/kg/BB/hari
dibagi 3 dosis secara suntikan. Untuk mencegah edema otak diberikan
kortikosteroid dengan dosis 20 – 30 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau
sebaiknya glukortikoid misalnya deksametazon 0,5 – 1 ampul setiap 6 jam
sampai keadan membaik.
3) Pengobatan Rumah
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja diazepam
sangat singkat, yaitu berkisar antara 45 – 60 menit sesudah disuntikan; oleh
karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama
misalnya fenobarbital atau defenilhidation. Fenobarbital diberikan langsung
setelah kejang berhenti dengan diazepam. Dosis awal pada neonotus 30 mg;
umur 1 bulan sampai 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg dan cara
memberikannya intramuskuler.
Sesudah itu fenobarbital diberikan sebagai dosis rumat. Karena metabolisme
di dalam tubuh per lahan pada anak cukup diberikan dalam 2 dosis sehari dan
kadar maksimal dalam darah terdapat setelah 4 jam. Untuk mencapai kadar
terapeutik secepat mungkin diperlukan dosis yang lebih tinggi dari pada
biasa. Dengan dosis ganda 8 – 10 mg/kgBB/hari, kadar 10-20 mg/ml ialah
kadar efektif dalam darah tercapai dalam 48 – 72 jam. Di sub bagian anak
RSCM fenobarbital sebagai dosis “maintenance” diberikan setelah dosis awal
sebanyak 8 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis untuk hari pertama dan
kedua, diteruskan untuk hari berikutnya dengan dosis biasa 4 – 5 mg/kgBB
sehari dibagi dalam 2 dosis. Selama keadaan belum memungkinkan
antikovulsan diberikan secara suntikan dan bila telah membaik diteruskan
secara oral.
4) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh
demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media
akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit
tersebut.
Secara akedemis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali
sebaliknya dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Pada pasien yang
diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti pungsi lumbal, darah
lengkap, gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila
perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi dan lain-lain.

2.1 Manajemen Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian adalah
proses pengumpulan semua data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan
status kesehatan pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif
terkait dengan aspek biologis, psikologis, social, maupun spiritual pasien (Kozier,
2010).

Teori pengkajian pada anak kejang demam(Nursalam, 2013) yaitu:

2.2.1.1 Identitas
1) Klien (Anak)
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, tempat/tgl lahir, jenis
kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, alamat, tanggal MRS, dan diagnosa
medis.
2) Identitas Penanggungjawab (Ayah/Ibu)
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, tempat/tgl lahir, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan keluarga.
2.2.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
1) Keluhan Utama
Perasaan tidak enak badan, lesu, pusing, nyeri kepala dan kurang bersemangat,
serta nafsu makan menurun (teutama pada saat masa inkubasi).
2) Riwayat Penyakit
a) Apakah anak pernah mengalami sakit sebelumnya.
b) Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang bersifat menular dan
menurun.
c) Riwayat Anak
1)Perawatan anak dalam masa kandungan.
2)Perawatan pada waktu kelahiran.
d) Riwayat imunisasi
Tabel 1
Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar

Usia Vaksin
1 – 7 hari Hep B 0 (HB 0)
2 bulan BCG, Polio 1
3 bulan DPT, HB, Hib 1, Polio 2
4 bulan DPT, HB, Hib 2, Polio 3
5 bulan DPT, HB, Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak

Tabel 2
Jadwal Pemberian Imunisasi Lanjutan pada Usia Batita

Usia Vaksin
18 bulan DPT/HB/Hib
24 bulan Campak
Sumber. (Hadianti et al., 2015)
e) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual Dalam Kehidupan Sehari-hari
1) Bernafas : bagaimana suara nafas anak, ada tidaknya kesulitan bernafas
yang dialami oleh anak, serta keluhan lain yang dirasakan anak.
2) Pola Nutrisi (makan dan minum) : tanyakan pada pasien atau keluarga
berapa kali makan dan minum dalam satu hari.
3) Eliminasi (BAB/BAK) : kaji pola BAB dan BAK pad anak. Pada BAB
tinjau konsistensi, warna, bau, dan ada atau tidaknya darah. Pada BAK
tinjau volume, warna, bau.
4) Aktifitas : kaji permainan yang paling disukai pada anak, dan kapan waktu
bermainnya.
5) Rekreasi : kemana dan kapan biasanya anak diajak berekreasi.
6) Istirahat dan tidur : kaji pola tidur anak pada siang dan malam hari, dan
berapa lama. Ada tidaknya kesulitan tidur yang dialami oleh anak.
7) Kebersihan diri : kaji berapa kali anak mandi dalam 1 hari, ada membantu
atau tidak. Bagaiman dengn kebersihan kuku atau rambut.
8) Pengaturan suhu tubuh : Suhu anak diukur apakah normal, hipotermi
ataukah mengalami Hipertermia.
9) Rasa nyaman : kaji kondisi dan keadaan anak saat mengobrol dengan orang
lain.
10) Rasa aman : kaji lingkungan tempat anak bermain, apakah sudah aman dari
benda-benda tajam dan berbahaya. Bagaimana pengawasan orang tua
ketika anak sedang bermain.
11) Belajar (anak dan orang tua) : kaji pengetahuan orang tua dalam merawat
dan mendidik anak.
12) Prestasi : kaji bagaimana pencapaian dan kemampuan anak mengenai
tingkah laku social, gerak motoric harus, bahasa, dan perkembangan
motoric kasar.
13) Hubungan sosial anak : kaji bagimana hubungan anak dengan orang tua,
keluarga lain serta teman-temannya. Siapakah orang yang paling dekat
dengan anak.
14) Melaksanakan ibadah (kebiasaan, bantuan yang diperlukan terutama saat
anak sakit) : apa agama yang dianut dan bagaimana pelaksanaan ibadah
yang dilakukan oleh anak.
f. Penyakit Yang Pernah Diderita : kaji jenis penyakit, akut / kronis / menular /
tidak, umur saat sakit, lamanya, dan pertolongan.
g. Kesehatan Lingkungan : kaji bagaimana keadaan lingkungan tempat tinggal
anak mengenai ketersediaan air bersih dan sanitasi/ventilasi rumah.
h. Pertumbuhan dan Perkembangan (0-6 tahun)
Mengkaji keadaan perkembangan anak usia 1 bulan – 72 bulan, dapat
dilakukan dengan menggunakan Kuisioner Pra Skrining Perkembangan
(KPSP), untuk menilai dalam 4 sektor perkembangan pada anak yang
meliputi : motoric kasar, motoric halus, bicara / bahasa dan sosialisasi /
kemandirian (Kementerian kesehetan RI, 2016). Interprestasi hasil KPSP
dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah ‘Ya’, yaitu dengan cara :
a) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap
perkembangannya.
b) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan.
c) Jumlaj jawaban ‘Ya’ = 6 atau kurang, perkembangan meragukan.
2.1.2.3 Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum yang meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah, warna
kulit, tonus otot, turgor kulit, udema.
2) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala : kaji mengenai bentuk kepala, ada tidaknya lesi, kebersihan kulit
kepala, jenis rambut, tekstur rambut, warna rambut dan pertumbuhan
rambut.
b) Mata : kaji bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,
keadaan kornea, sclera, bulu mata, ketajaman penglihatan, dan reflex
kelopak mata.
c) Hidung : kaji mengenai kebersihan, adanya secret, warna mukosa hidung,
pergerakan/nafas cuping hidung, juga adanya gangguan lain.
d) Telinga : Kaji kebersihan, keadaan alat pendengaran, dan kelainan yang
mungkin ada.
e) Mulut, terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan
pecahpecah.
f) Lidah tertutup selaput kotor yang biasanya berwarna putih, sementara ujung
tepi lidah berwarna kemerahan.
g) Leher : kaji adanya pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk,
pergerakan leher.
h) Thoraks : kaji mengenai bentuk dada, irama pernafasan, tarikan otot bantu
pernafasan, serta adanya suara nafas tambahan.
i) Jantung : kaji bunyi serta pembesaran jantung pada anak.
j) Persarafan : kaji reflek fisiologis atau reflek patologis yang dilakukan oleh
anak.
k) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisanya terjadi
konstipasi, atau diare dan bahkan bisa saja normal, kulit teraba hangat dan
kemerahan.
l) Ekstremitas : kaji tentang pergerakan, kelainan bentuk, reflex lutut dan
adanya edema.
m) Pemeriksaan Genetalia

1) Alat kelamin : kaji mengenai kebersihan dan adanya lesi.


2) Anus : kaji mengenai keadaan dan kebersihan, ada tidaknya lesi da
nada tidaknya infeksi.
n) Antropometri (ukuran pertumbuhan)Pengukuran antopometri meliputi
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan lingkar
lengan.
o) Pemeriksaan Penunjang
1) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.
2) Biakan empedu basil salmonella thyphosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering
ditemukan dalam urine dan faeces.
3) Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai
1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.
p) Hasil Observasi
Tuliskan respon umum anak dengan keluarganya serta hal-hal baru yang
diberikan kepadanya, bentk interaksi kepada orang lain, cara anak
mengungkapkan keinginannya, serta kontradiksi prilaku yang mungkin
ditunjukan anak.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi
2. Resiko cedera berhubungan dengan fungsi regulatori biokimia ( hipertemi dan
konvulsi). D.0136
3. Ansietas berhubungan dengan dampak hospitalisasi yang baru
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses
penyakitnya.
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi


Hipertermi berhubungan Tujuan : Manajemen Hipertermia :
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
dengan proses infeksi atau
keperawatan 1x7 jam diharapkan suhu 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
inflamasi tubuh tetap berada pada rentang Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
normal penggunaan incubator)
Kriteria Hasil : 2. Monitor suhu tubuh
1. Mengigil berkurang (5) 3. Monitor kadar elektrolit
2. Suhu tubuh menurun (5) 4. Monitor haluaran urine
3. Suhu kulit membaik (5) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Hindrai pemberian antipiretik atau aspirin
6. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring, sesuai kebutuhan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intarvena,
jika perlu
Resiko cedera berhubungan Tujuan : Pencegahan Cedera
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
dengan fungsi regulatori
keperawatan 1x7 jam diharapkan 1. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
biokimia ( hipertemi dan keparahan dan cedera yang diamati cidera
atau laporkan menurun 2. Indentifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
konvulsi).
elastis pada ekstermitas bawah
Kriteria Hasil :
1. Kejadian Cedera (5) Terapeutik :
2. Luka/lecet (5) 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
3. Perdarahan (5) 2. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
4. Fraktur (5) lingkungan rawat inap
3. Sediakan alas kaki anti selip, disesuaikan
4. Pastikan barang-barang pribadi tidak mudah
dijangkau
5. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi :
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara perlahan, sesuai
kebutuhan
Ansietas berhubungan dengan Tujuan : Reduksi Ansietas
Setelah dilakukan tindakan
dampak hospitalisasi yang baru Observasi :
keperawatan 1x7 jam diharapkan
tingkat ansietas menurun  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah

Kriteria Hasil :  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan


 Monitor tanda-tanda ansietas
1. Konsentrasi menurun (5)
2. Pola tidur meningkat Terapeutik :
3. Perilaku gelisah menurun  Ciptakan suasana terapeutik untuk
4. Verbalisasi kebingungan menumbuhkan kepercayaan
menurun  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
5. Verbalisasi khawatir akibat jika memungkinkan
kondisi yang dihadapi  Pahami situasi yang membuat ansietas
menurun  Dengarkan dengan perhatian
6. Perilaku tegang menurun  Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan

Edukasi :

 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang


mungkin dialami
 Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
 Latih teknik relaksasi
Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan :
keperawatan 1x7 jam diharapkan Observasi :
berhubungan dengan kurang
tingkat pengetahuan membaik. 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi mengenai proses Kriteria Hasil : informasi
1. Perilaku sesuai anjuran (5) 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
penyakitnya.
2. Kemampuan menjelaskan meningkatkan dan menurunkan motivasi
pengetahuan suatu topic (5) perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Persepsi yang keliru masalah
(5) Terapeutik :
4. Perilaku (5) 1. Sediakan materi dan pendidikan kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan.
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
1. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
2.3.1 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap keempat yang merupakan tahap
pelaksanaan dari berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam
tahap implementasi keperawatan, petugas kesehatan harus sudah memahami
mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Suatu koordinasi dan kerja
sama sangatlah penting untuk dijaga dalam tahap implementasi keperawatan
sehingga ketika terjadi hal yang tidak terduga, maka petugas kesehatan akan
berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lainnya untuk saling bekerjasama
dalam pemecahan masalah. Tahap implementasi keperawatan dilakukan untuk
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan guna membantu mengatasi masalah
yang dialami pasien (Prabowo, 2018).
2.3.2 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan yang
dicapai dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi, tenaga
kesehatan dapat menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini, tenaga
kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan catatan
untuk perbaikan tindakan yang harus dilakukan (Prabowo, 2018).
Evaluasi keperawatan disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional, seperti
:
a. S (Subjektif) adalah ungkapan perasaan maupun keluhan yang disampaikan
pasien
b. O (Objektif) adalah pengamatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
melalui sikap ibu ketika dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
c. A (Assesment) adalah analisa tenaga kesehatan setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif yang dibandingkan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang ada pada rencana keperawatan
d. P (Planning) adalah perencanaan untuk tindakan selanjutnya yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan setelah melakukan analisa atau assesmen.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dantini


NIM : 2018.C.10a.0963
Ruang Praktek : Ruang Keperawatan Anak
Tanggal Praktek : 22-Mei-2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 22-Mei-2021, pukul 08.00 WIB

FORMAT PENGKAJIAN PADA ANAK


3.1 Pengkajian/Anamnesa
Pengkajian Tanggal 22-Mei-2021 Pukul 08:00 WIB
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. D
Umur : 4 tahun
TTL : Palangka Raya, 1 Januari 2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Pendidikan : Belum sekolah
Alamat : Jl. Bukit Mentari No. 02, Palangka Raya
Tgl MRS : 22-Mei-2021
Diagnosa Medis : Kejang Demam Sederhana
3.1.2 Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny.E
Umur : 35 tahun
TTL : Tamiang Layang, 15 April 1986
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Bukit Mentari No. 02, Palangka Raya
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Ibu pasien mengatakan An.D demam dan mengalami kejang 1 kali selama ±
10 menit, serta muntah ±5 kali.
1.1.2.2Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang An. D dibawa oleh oleh keluarganya ke RSUD, di IGD dilakukan
pengkajian pada tanggal 22 Mei 2021 pukul 08.50 ibu mengatakan panas
badan anaknya naik turun, ibu mengatakan anaknya tidak mau makan, dan
malas minum air putih. Ibu mengatakan cemas dengan kondisi anaknya saat
ini. Ibu mengatakan anak muntah saat makan. Ibu mengatakan anak kejang 1
kali (±10 menit) pada saat kejang badan anak kaku dan tidak sadar, lalu saat
kejang berhenti anak sadar kembali. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan suhu
38,3℃, RR 22x/menit, HR 100x/menit, TD 100/70 mmHg. Diagnosa medis
kejang demam.
1.1.2.3Riwayat Kesehatan lalu
1) Riwayat prenatal :
Tempat pemeriksaan kehamilan : Bidan
Frekuensi pemeriksaan kehamilan : Teratur
Sakit yang diderita atau keluhan : Tidak mengalami sakit
2) Riwayat natal :
Tempat persalinan : Rumah Sakit
Tenaga penolong : Dokter dan Bidan.
Jenis persalinan :  Spontan  SC  Forcep  Induksi
Usia kehamilan : 32 minggu Berat badan lahir : 3.400 gram
Apgar Score : 8, Panjang badan lahir : 48 cm
3) Riwayat postnatal :
Lama mendapat ASI : 1 tahun 5 bulan
ASI eksklusif :  Ya  Tidak
Usia mendapatkan MP-ASI: 2 tahun 3 bulan
4) Penyakit sebelumnya : Tidak pernah memiliki riwayat penyakit sebelumnya
5) Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio campak Hepatitis TT
Usia 0 bln 1 bln 1 bln 7 0 bln 6 bln

1.1.2.4Riwayat Kesehatan keluarga


Ny.E mengatakan tidak ada keluarga yang menderita sama seperti anaknya.
dan juga tidak pernah menderita penyakit seperti Diabetes Melitus,
Hipertensi, Cardiovaskuler, Hepatitis dan penyakit lainnya.

1.1.2.5Susunan genogram 3 (tiga) generasi

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien

1.1.2.6Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Kesadaran compos menthis, An. D tampak sakit
sedang, tampak pucat, tampak terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm ditangan
sebelah kanan klien.
2. Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmhg
Nadi : 100 x/mnt
Suhu : 38,3 ˚C
Respirasi : 22 x/mnt
Masalah Keperawatan : Hipertermia
3. Kepala dan wajah
a. Ubun-ubun
Menutup ( √) Ya ( ) Tidak
Keadaan ( ) cembung (√ ) cekung ( ) lain,lain…
Kelainan ( ) Hidrocefalus ( ) Microcephalus
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
b. Rambut
Warna : Hitam
Keadaan : Rontok ( ) Ya ( √ ) Tidak
Mudah dicabut ( ) Ya (√ ) Tidak
Kusam (√ ) Ya ( ) Tidak
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
Keadaan kulit kepala : Normal
Peradangan/benjolan : ( ) Ada, sebutkan
(√ ) Tidak.
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
c. Mata
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Conjungtiva : Anemis
Skelera : Normal
Reflek pupil : Normal
Oedem Palpebra :( ) Ya ( √ ) tidak
Ketajaman penglihatan : Normal
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
d. Telinga
Bentuk : ( √) Simetris ( ) tidak
Serumen/secret : ( √ ) Ada ( ) tidak
Peradangan : ( √) Ada ( ) tidak
Ketajaman pendengaran :Normal
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
e. Hidung
Bentuk : ( √ ) Simetris ( ) tidak
Serumen/secret : ( ) Ada ( √ ) tidak
Pasase udara : ( ) terpasang O.. liter ( √ ) tidak
Fungsi penciuman :Baik/Normal
Lain-lain : tidak ada keluhan lainnya.
f. Mulut
Bibir : Intak ( √ ) ya ( ) tidak
Stanosis ( ) ya ( √ ) tidak
Keadaan ( ) kering ( √ ) lembab
Palatum : ( ) keras (√ ) lunak
Lain-lain : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
g. Gigi
Carries :( ) ya, sebutkan…............ ( √ ) tidak
Jumlah gigi : 20 buah gigi
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
4. Leher dan tengorokan
Bentuk : Normal/Simetris
Reflek menelan : Normal
Pembesaran tonsil : Tidak ada
Pembesaran vena jugularis: Tidak ada
Benjolan :Tidak Ada
Peradangan : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
5. Dada
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Retraksi dada : ( ) ada ( √ ) tidak
Bunyi nafas : Normal
Tipe pernafasan : Dada dan perut
Bunyi jantung : Normal
Iktus cordis :-
Bunyi tambahan : Tidak ada bunyi nafas tambahan
Nyeri dada : Tidak ada nyeri dada
Keadaan payudara : Normal
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
6. Punggung
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Peradangan : ( ) ada, sebutkan…………. ( √ ) Tidak
Benjolan : ( ) ada, sebutkan………… ( √ ) Tidak
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
7. Abdomen
Bentuk : ( √ ) simetris ( ) tidak
Bising usus : 25x/Menit
Asites : ( ) ada ( √ ) tidak
Massa : ( ) ada, sebutkan ( √ ) tidak
Hepatomegali : ( ) ada ( √ ) tidak
Spenomegali : ( ) ada ( √ ) tidak
Nyeri : ( ) ada, ( √ ) tidak
Lain-lain : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Ektremitas
Pergerakan/ tonus otot : normal
Oedem : ( ) tidak ada,
Sianosis : ( ) ada, sebutkan………… ( √ ) tidak
Clubbing finger : ( ) ada ( √ ) tidak
Keadaan kulit/turgor : Kulit kering,bibir dan mulut lembab/turgor
kulit baik
Lain-lain :
9. Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan : Kurang bersih
Keadaan testis : ( √ ) lengkap ( ) tidak
Hipospadia : ( ) ada ( √ ) tidak
Epispadia : ( ) ada ( √ ) tidak
Lain-lain : tidak ada keluhan

3.1.4 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


1) Gizi : Baik, dengan BB 13.5 kg. BB sebelum sakit 13,5 kg
BB normal usia 4 tahun 12,3-21,2 kg.
2) Kemandirian dalam bergaul : Anak dapat tersenyum ketika perawat
tersenyum
3) Motorik halus: Anak bisa mencorat coret dan dapat mengambil kubus
dari tangan perawat.
4) Motorik kasar : Anak berpegangan pada ibunya
5) Kognitif dan Bahasa : Menyebut nama lengkap anak, bercerita tentang
diri anak, menyatakan keadaan suatu benda. 
6) Psikososial : Anak terlihat gembira ketika bersama dengan ibunya.

3.1.5 Pola Aktifitas sehari-hari


No Pola kebiasaan Sebelum sakit Saat sakit
1 Nutrisi
a. Frekuensi 3x/hari 3x/hari
b. Nafsu Baik Baik
makan/selera
c. Jenis makanan Bubur, susu, air putih Bubur, susu, air putih
2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1-3x/hari 1-3 x/sehari
Konsistensi Lembek, kecokelatan Lembek, kecokeltan
b. BAK
Frekuensi 3-5 X/ hari 3-5 X/ hari
Konsistensi Bening, jernih Bening, jernih
3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam ± 2-3 jam 2-3 Jam
b. Malam/ jam 7-9 Jam 7-9 jam
4 Personal hygiene
a. Mandi 3X sehari 1X sehari
b. Oral hygiene 3X sehari 1X Sehari

Keluhan lain : tidak ada keluhan


Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


Tabel pemeriksaan laboratorium 22-Mei-2021
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 11,8 gr/dl 14-18 gr/dl
Leukosit 13.820/mm3 5.000-10.000/mm3
Trombosit 462.000/mm3 150.000-
400.000/mm3
Ht 31,4% 40-48%

3.1.7 Petalaksanaan Medis


Tanggal : 22 Mei 2021
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontraindikasi

1 IVFD KA-EN 500 cc Infus untuk membantu Pasien yang memiliki


1B 20 tpm menyalurkan atau riwayat hipersensitif
/24 jam mengganti cairan dan terhadap salah satu
elektrolit pada komposisi dari KA-EN
kondisi, seperti: 1B.
dehidrasi pada pasien
yang kekurangan
karbohidrat, penyakit
yang belum
diketahui
penyebabnya,
sebelum dan sesudah
operasi.
2 Donperidon 3x¼ Oral Gangguan Perdarahan, obstruksi
syr mg pencernaan & atau perforasi saluran
pengosongan cerna
lambung yang
lambat, Reflux
Esofageal disertai
rasa tidak nyaman
pada uluhati,
Kembung setelah
makan, mual dan
muntah, cegukan
3 PCT syr 3x 250 Oral Untuk meringankan Hipersensitif terhadap
mg demam, nyeri, sakit parasetamol. Pasien
kepala dan sakit gigi. dengan disfungsi hati
Deskripsi dan ginjal

4 Diazepam 3x2 mg IV Indikasi diazepam Kontraindikasi utama


adalah sebagai dari diazepam adalah
pemakaian jangka riwayat hipersensitivitas
pendek pada ansietas dan pasien pediatri usia
derajat ringan hingga <6 bulan. Diazepam
sedang, insomnia, diketahui dapat
status epileptikus, menyebabkan
kejang demam, ketergantungan, gejala
spasme otot, dan putus obat, dan harus
sebagai tambahan hati-hati diberikan pada
pada terapi putus pasien yang
alkohol akut menggunakan opioid
dan alkohol.

Palangka Raya, 22 Mei 2021


Mahasiswa,

Dantini
NIM: 2018.C.10a.0963

ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN
DAN DATA OBYEKTIF MASALAH
PENYEBAB
DS: inflamasi merangsang Hipertermia
1. ibu pasien mengatakan demam termoregulasi
anaknya naik turun hipotalamus
2. Ibu mengatakan anaknya batuk .↓
3. Ibu mengatakan anak rewel dan Reaksi inflamasi
gelisah ↓
Akumulasi monosit,
DO: makrofag, sel T helper
- Anak tampak gelisah dan fibrobiast
- Leukosit 12.870/mm3 ↓
- Tonsil hiperemis Pelepasan pirogen
- Terpasang IVFD KaEN B endogen (sitokin)
500 ml 20 tpm ditangan ↓
sebelah kanan Merangsang syaraf
- TTV vagus
TD : 100/70 mmHg ↓
N : 100 x/menit Sinyal mencapai system
S : 38,3 0C syaraf pusat
RR : 22 x/menit ↓
Merangsang hipoalamus
meningkatkan titik
patokan suhu

Menggigil,
meningkatkan suhu basal

hipertermia
DS: Resiko
1. ibu pasien mengatakan demam Intake kalori kurang Ketidakseimban
anaknya naik turun ↓ gan Cairan
2. ibu mengatakan anak sering Defisiensi sumber
haus karbohindrat

DO: Katabolisme protein dan
- tonsil hiperemis karbohindrat meningkat
- mata tampak cekung ↓
- turgor kulit menurun Defisiensi protein
- BB: 15 kg, BB sehat 17 ↓
kg Daya tahan tubuh
- Membrane mukosa bibir menurun
An. R tampak kering ↓
- Haus (+) Keadaan umum lemah
- N : 100 x/menit ↓
- S : 38,3 0C Kekurangan volume
- RR : 22 x/menit cairan
DS: Kejang Demam Defisit
↓ Pengetahuan
- Ibu An.D mengatakan tidak Perawatan diumah
tahu tentang perawatan ↓
kejanng demam Perubahan status
- Keluarga mengatakan belum kesehatan
ada dijelaskan bagaimana cara ↓
perawatan kejang demam Kurang terpapar
dirumah informasi
DO : ↓
- Saat ditanyakan apa yang Defisit Pengetahuan
pasien dan keluarga
mengketahui tentang
perawatan kejang demam
- Pasien dan keluarga tampak
bingung
- Tingkat pendidikan orang tua
pasien lulusan SMA

PRIORITAS MASALAH
1. Hipertermia berhubungan dengan respon inflamasi merangsang termoregulasi
hipotalamus.ditandai dengan ibu pasien mengatakan demam anaknya naik
turun ,batuk,anak rewel dan gelisah . Anak tampak gelisah, Leukosit
12.870/mm3, Tonsil hiperemis, Terpasang IVFD KaEN B 500 ml 20 tpm
ditangan sebelah kanan,TTV,TD : 100/70 mmHg, N : 100 x/menit, S : 38,3
0
C, RR : 22 x/menit.
2. Resiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan ibu pasien
mengatakan demam anaknya naik turun , anak sering haus. tonsil hiperemis,
mata tampak cekung, turgor kulit menurun, BB: 15 kg, BB sehat 17 kg,
Membrane mukosa bibir An. R tampak kering, Haus (+), N : 100 x/menit, S
: 38,3 0C,RR : 22 x/menit.
3. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai
dengan Ibu An.D mengatakan tidak tahu tentang perawatan kejanng demam,
Keluarga mengatakan belum ada dijelaskan bagaimana cara perawatan kejang
demam dirumah. Saat ditanyakan apa yang pasien dan keluarga mengketahui
tentang perawatan kejang demam. Pasien dan keluarga tampak bingung
,Tingkat pendidikan orang tua pasien lulusan SMA.
3.3 RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An.D
Ruang Rawat : Ruang Keperawatan Anak
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional

1. Hipertermia berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi penyebab 1. Selalu pantau yang
keperawatan selama 1x7 jam hipertermia (mis. menjadi penyebab
respon inflamasi merangsang
diharapkan suhu tubuh tetap Dehidrasi, terpapar hipertermia
termoregulasi hipotalamus berada pada rentang normal lingkungan panas,
penggunaan incubator)
ditandai dengan ibu pasien Kriteria Hasil :
2. Monitor suhu tubuh 2. Untuk mengetahui
mengatakan demam anaknya naik perkembangan suhu tubuh
1. Menggigil berkurang (5)
3. Monitor komplikasi 3. Untuk mempermudah
turun, batuk, anak rewel dan 2. Suhu tubuh menurun (5)
akibat hipertermia perawatan
normal 36,5 0C
gelisah.Anak tampak gelisah,
3. Suhu kulit membaik (5) Terapeutik :
Leukosit 12.870/mm3,Tonsil 4. Pasien tidak gelisah
1. Untuk dapat
1. Berikan kompres hangat
hiperemis,Terpasang IVFD KaEN mempercepat penurunan
pada daerah dahi, lipat
suhu tubuh pasien
B 500 ml 20 tpm ditangan paha dan axilla
2. Agar mencegah
2. Longgarkan atau lepaskan
sebelah kanan,TTV,TD : 100/70 terjadinya kejang saat
pakaian
suhu badan meningkat
mmHg, N : 100 x/menit, S : 38,3 3. Hindrai pemberian
3. Kecuali sesuai anjuran
0 antipiretik atau aspirin
C, RR : 22 x/menit. dari dokter
Edukasi :
4. Anjurkan tirah baring,
sesuai kebutuhan 4. Meminimalisir jumlah
kegiatan pasien
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit 4. Membantu menurunkan
intarvena, jika perlu suhu dengan farmakologi
5. Resiko Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
Cairan berhubungan dengan ibu
diharapkan keseimbangan 1. Monitor status hidrasi 1. Mengantisipasi apabila
pasien mengatakan demam cairan meningkat. terdapat tanda hindrasi
2. Monitor berat badan 2. Menghitung jumlah
anaknya naik turun , anak sering
Kriteria Hasil : sebelum dan sesudah cairan yang mungkin
haus. tonsil hiperemis, mata 1. Asupan cairan meningkat dialysis bertambah atau
(5) berkurang saat dialysis
tampak cekung, turgor kulit
2. Haluaran urine sedang 3. Monitor turgor kulit, 3. Apabila mukosa kering
menurun, BB: 15 kg, BB sehat 17 3. Edema menurun (1) membrane mukosa artinya pasien
4. Asites menurun (1) mengalami kekurangan
kg, Membrane mukosa bibir An.
cairan, apabila turgor
R tampak kering, Haus (+), N : kulit terjadi piting
edema berarti pasien
100 x/menit, S : 38,3 0C,RR :
Terapeutik : mengalami edema
22 x/menit. 1. Catat intake output 1. Mengetahui jumlah
dan hitung balance cairan yang masuk dan
cairan keluar
2. Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan 2. Mengganti asupan cairan
3. Berikan cairan
intravena, jika perlu 3. Sebagai resusitasi cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Untuk menambah atau
diuretic, jika perlu mempercepat proses
perawatan

10. Deficit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Observasi :


berhubungan dengan kurang keperawatan 1x7 jam
terpapar informasi ditandai diharapkan tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Mengetahui seberapa jauh
dengan Ibu An.D mengatakan membaik. kemampuan menerima pengalaman dan
tidak tahu tentang perawatan informasi pengetahuan klien dan
kejanng demam, Keluarga Kriteria Hasil : 2. Identifikasi faktor-faktor keluarga tentang
mengatakan belum ada yang dapat penyakitnya.
1. Perilaku sesuai anjuran meningkatkan dan
dijelaskan bagaimana cara 2. Dengan mengetahui
(5) menurunkan motivasi
perawatan kejang demam penyakit dan kondisinya
2. Kemampuan perilaku hidup bersih
dirumah. Saat ditanyakan apa sekarang, klien dan
menjelaskan dan sehat.
yang pasien dan keluarga keluarganya akan merasa
pengetahuan suatu topic Terapeutik :
mengketahui tentang perawatan tenang dan mengurangi
(5)
kejang demam. Pasien dan rasa cemas.
3. Persepsi yang keliru 1. Sediakan materi dan
keluarga tampak bingung
masalah (5) pendidikan kesehatan
,Tingkat pendidikan orang tua 3. Pengetahuan pasien dan
4. Perilaku (5)
pasien lulusan SMA. keluarga membantu
2. Jadwalkan pendidikan
mempercepat pemulihan
kesehatan sesuai
pasien.
kesepakatan.
4. Pendidikan kesehatan
terlaksana sesuai
kesepatan
3. Berikan kesempatan 5. Mengetahui seberapa jauh
untuk bertanya pemahaman klien dan
keluarga serta menilai
Edukasi : keberhasilan dari tindakan
yang dilakukan.
4. Jelaskan faktor risiko 6. Keluarga pasien
yang dapat mengetahui faktor risiko
mempengaruhi tentang penyakit yang
kesehatan dialami pasien
7. Keluarga dapat
5. Ajarkan perilaku hidup menerapkan setelah
bersih dan sehat diberikan edukasi

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Nama Perawat
1. Senin, 24 Mei 2021 1. Mengidentifikasi penyebab S = Ibu pasien mengatakan suhu tubuh
Pukul : 08:00 WIB hipertermia (mis. Dehidrasi, anaknya menurun.
terpapar lingkungan panas,
penggunaan incubator) O=
Diagnosa Keperawatan I 2. Memonitor suhu tubuh - Menggigil berkurang
3. Memonitor komplikasi akibat - Suhu tubuh menurun normal 36,5 0C
hipertermia - Suhu kulit membaik Dantini
4. Memberikan kompres hangat pada - Pasien tidak gelisah
daerah dahi, lipat paha dan axilla
5. Melonggarkan atau lepaskan A = Masalah teratasi sebagian
pakaian
6. Menghindari pemberian antipiretik P = Lanjutkan intervensi 2,3
atau aspirin
7. Menganjurkan tirah baring, sesuai
kebutuhan
8. Berkolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intarvena, jika perlu
2. Senin, 24 Mei 2021 S = ibu pasien mengatakan anaknya
Pukul : 08:40 WIB 1. Memonitor status hidrasi
2. Memonitor berat badan sebelum O =
dan sesudah dialisis - Asupan cairan meningkat
Diagnosa Keperawatan II 3. Memonitor turgor kulit, - Haluaran urine sedang Dantini
membrane mukosa - Edema menurun
4. Mencatat intake output dan - Asites menurun
hitung balance cairan
5. Memberikan asupan cairan sesuai A = Masalah teratasi sebagian
kebutuhan
6. Memberikan cairan intravena, P = intervensi dilanjutkan 2,3
jika perlu
7. Berkolaborasi pemberian
diuretic, jika perlu
3. Senin, 24 Mei 2021 1. Mengidentifikasi kesiapan dan S = keluarga pasien sudah mengetahui apa
Pukul : 10:00 WIB kemampuan menerima informasi yang dilakukan dirumah untuk mengatasi
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang kejang demam
dapat meningkatkan dan
Diagnosa Keperawatan III menurunkan motivasi perilaku O= Dantini
hidup bersih dan sehat. - Perilaku sesuai anjuran (5)
3. Menyediakan materi dan - Kemampuan menjelaskan
pendidikan kesehatan pengetahuan suatu topic
4. Menjadwalkan pendidikan - Persepsi yang keliru masalah (5)
kesehatan sesuai kesepakatan. - Perilaku (5)
5. Memberikan kesempatan untuk
bertanya A = Masalah teratasi
6. Menjelaskan faktor risiko yang P = Intervensi dihentikan
dapat mempengaruhi kesehatan
7. Mengajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kejang demam disebut sebagai penyebab kejang paling umum pada anak dan
sering menjadi penyebab riwayat inap di rumah sakit secara darurat (Nurindah, Muid,
& Retoprawiro, 2014), Dalam dunia kesehatan kejang demam termasuk penyakit
serius yang kebanyakan menyerang pada balita sehingga perlu ditangani dengan
cepat dan tepat (Juanita & Manggarwati, 2016). Apabila kejang demam tidak segera
ditangani dengan baik dan benar maka akan terjadi kerusakan sel-sel otak akibat
kekurangan oksigen (Farida & Selviana, 2016). Jika kejang demam dapat teratasi,
maka kejang demam tidak berulang kembali, namun jika kejang demam tidak
teratasi, maka kejang demam berulang kembali dan dapat menimbulkan kerusakan
pada otak permanen dan sampai pada kematian (Mail, 2017).

4.2 Saran

Setelah penulis melakukan keperawatan pada pasien, penulis memberikan usul


dan masukan positif khususnya di bidang kesehatan antara lain:

1. Bagi institusi pelayanan kesehatan


Hal ini diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan ataupun
klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
optimal.
2. Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan
priofesional sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, inovatif
dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara
menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada An. D Dan An. M Dengan Masalah
Keperawatan Hipertermi Di Ruang Bougenvile RSUD dr. Haryoto Lumajang Pada
Tahun 2019. Firda Kusuma Cahyaning Putri,162303101048,; 2019: 107 halaman;
Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). 2016. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1, cetakan II). 2018. Jakarta Selatan : Dewan
Pengurus Pusat

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1, cetakan II). 2018. Jakarta Selatan : Dewan
Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai