LP+Askep Atresia Ani (Virgo Mandala Putra)
LP+Askep Atresia Ani (Virgo Mandala Putra)
LP+Askep Atresia Ani (Virgo Mandala Putra)
Disusun oleh :
Nama : VIRGO MANDALA PUTRA
NIM : 2019.C.11a.1033
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada By Ny S Dengan Diagnosa Post Operasi Colostomy, Atresia Ani Di RSUD
DR Doris Sylvanus Palngkaraya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
1. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Cristephanie, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
3. Ibu Winnarti Triwijayanti, SSiT selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini.
4. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan II.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETTUJUAN........................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1 Konsep Dasar Atresia Ani......................................................................4
2.2.1 Definisi...............................................................................................4
2.2.2 Anatomi Fisiologi...............................................................................4
2.2.3 Etiologi...............................................................................................7
2.2.4 Klasifikasi...........................................................................................8
2.2.5 Patofisiologi........................................................................................9
2.2.6 Manifestasi Klinis...............................................................................11
2.2.7 Komplikasi..........................................................................................11
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang......................................................................12
2.2.9 Penatalaksanaan..................................................................................12
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.........................................................13
1.2.1 Pengkajian..........................................................................................13
1.2.2 Diagnosa.............................................................................................15
1.2.3 Intervensi............................................................................................25
1.2.4 Implementasi......................................................................................20
1.2.5 Evaluasi..............................................................................................20
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................21
DAFTAR ISI...................................................................................................38
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimna cara memebrikan Asuhan Keperawatan dengan diagnosa medis
atresia ani
2
Sebgai sumber bacaan dan referensi tentang Omphalocele dan
Asuhan Keperawatannya
2. Bagi institusi Rumah Sakit
Memeberikan gambaran pelaksaan Asuhan Keperawatan dan
meningkatkan mutu peayanan perawatan dirumah sakit kepada pasien
dengan diagnosa Bronkopnemonia Bilateral melalui Asuhan Keperawtan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagia sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat
yang dapat membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang
berguna bagi status kesembuhan klien .
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Di dalam mulut sudah mulai terjadi proses penyerapan dengan
meekansime difusi pasif (transport pasif) dan transport konvelisif)
(pori). Dalam mulut terdapat enzim ptylin, maltase, dan musin. Sekresi
air ludah 500-1500 ml per hari pH 6,4.
b. Faring
Daerah faring merupakan persimpangan dari rongga mulut
ketenggorokan dan dari rongga hidung ke tenggorokan. Pada saat
menelan makanan, maka lubang ke saluran nafas ditutup oleh anak
tekak sehingga makanan akan mendorong ke tenggorokan
c. Esofagus
ESofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang
sekitar 2 cm dan diameter 2 cm. Esofagus terletak posteriorterhadap
jantung dan trakea, anterior terhadap vertebrata, setinggi c6 menembus
diafragma sampai torakal 11. Saluran pencernaan sesudah mulut adalah
kerongkongan (esophagus).Esofagus adalah saluran yang terdapat
dibelakang rongga mulut yang menghubungkan rongga mulut dengan
lambung.Dinding kerongkongan dibentuk oleh otot-otot melingkar yang
bergerak tanpa kita sadari.Gerakanya disebut peristaltic, yaitu gerakan
otot melingkar yang mengkerut-kerut, seperti meremas-remas sehingga
makanan dapat masuk kedalam lambung. Esofagus mempunyai Ph
cairanya 5-6, tidak terdapat enzim maupun absorbs. Getah lambung
dihasilkan oleh kelenjar yang terdapat pada dinding lambung, dimana
dinding lambung menghasilkan asam lambung berupa asam klorida,
pepsinogen, rennin lipase lambung, dan mucin.
d. Lambung
Lambung besar merupakan organ yang terletak didalam rongga
perut yaitu terletak disebelah kiri atas, dibawah sekat rongga dada
(Diafragma). Lambung merupakan sebuah kantong muskuler yang
letaknya antra esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen dan
dibagian depan pancreas dan limpa yang dibentuk oleh otot polos yang
tersususn secara memanjang. Lambung merupakan saluran yang dapat
menggembang karena adanya gerakan peristaltic, terutama didaerah
5
epigastar.Variasi dari bentuk lambung sesuai jumlah makanan yang
masuk, adanya gelombang peristaltic, terutama didaerah epigaster.
Variasi dari bentuk lambung sesuai dengan jumlah makanan yang
masuk, adanya gelombang peristaltic tekanan organ lain dan postur
tubuh. Lambung disebut juga gaster yang panjangnya 20 cm dengan
diameter 15 cm dan PHnya 1-3,5. Cairan lambung yang disekresi
sekitar 2000-3000 ml/hari. Kapasitas lambung kira-kira 1,2 liter dn bila
kosong 100 liter.
e. Usus halus (Intestinum minor)
Usus halus merupakan bagian dari system pencerbaan makanan
yang berpangkal [ada pylorus dan berakhir pada sekum, panjangnya
sekitar 6 meter dan merupakan saluran pencernaan yang paling
panjang.Uus halus merupakan kelanjutan dari saluran pencernaan
setelah lambung.Bentuk dan susunanya berupa pipa kecil yang
berkelok-kelok didalam rongga perut diantara usus besar dan dibawah
lambung.Makanan dapat masuk karena adanya gerakan yang
memberikan permukaan yang lebih luas. Banyaknya otot-otot pad
tempat absorbs memperluas permukanya. Usus halus terdiri dari usus
dua belas jari (duodenum) panjangnya sekitar 25 cm dengan diameter 5
cm dan Phnya 6,5-7,6, usus kosong (jejunum) panjangnya 300 cm
diameter 5 cm de3ngan PH 6,3-7,3. Uuss halus sebagai system
pencernaan secara enzymatic menhasilkan enzim-enzim yang
diantranya erepsin, maltase, sukrosa, dan lactase.
f. Usus besar (Intestinum mayor) usus berpenampang
Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa luas atau
berdiameter besar dengan panjang 1,5- 1,7 meter dan panjang 5-6 cm.
Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang tersusun seperti
huruf U terbalik dan mengelilingi usus halus dari valvula ileoskalis
smapai keanus. Usus besar terdiri dari 3 bagian yaitu cecenum, colon,
dan rectum.Lapiasan-lapisan usus besar terbagi atas beberapa kolon
yaitu asendens, tranversum, desendens, dan sigmoid.
g. Rektum
6
Rektum teletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pullvis didepan
os Skrum dan os koksigis. Rektum panjangnya 15-19 cm, dimeter 2,5
cm dengan PH 7,5-8,0.
h. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rectum dengan bagian luar atau sebagai tempatnya keluarnya feses,
Anonim (2013).
2.1.3 Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya embriologi di daerah usus, rectum
bagian distal serta traktur urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke 4
sampai ke 6 usia kehamilan. (Nurarif & Kusuma, 2016)
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun
ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan
oleh:
1) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan.
4) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
da otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter
7
internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli
masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen
carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang
menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 %
dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom,
atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Purwanto, 2001).
5) Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan
kongenital saat lahir, seperti :
a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan
anomali pada gastrointestinal.
b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectu
dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
5. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok
anatomi yaitu :
a. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
8
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
2.1.5 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan
struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar
melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga
intestinal
mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu
kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan
fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
9
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
Pathway
Kelainan Kongengital
Atresia Ani
Ansietas Cemas
Pemasangan Trauma
Gangguan Kolostomi Jaringan
Integritas Kulit
Resiko Infeksi
10
2.1.6 Manifestasi Klinis
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih
tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air
besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius
dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala
yang akan timbul:
1.) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4.) Perut kembung.
5.) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
(Ngastiyah, 2015)
2.1.7 Komplikasi
1) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
2) Obstruksi intestinal
3) Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4) Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2015)
11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjan
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
12
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Pada pasien dengan kolostomi, PSARP dilakukan setelah pemeriksaan
distal kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari fistel dan
rektum.Proses PSARP pada pasien malformasi anorektal dengan fistel
rektovesika melibatkan seluruh tubuh bagian bawah dari pasien dan
operasi dilakukan dengan laparoskopi. Bidang diseksi dimulai pada
peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian dilanjutkan ke arah
distal.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.
13
a. Identitas Klien,meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, tindakan medis.
b. Identitas Penanggungjawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien, sumber
biaya.
2. Keluhan utama : klien dengan post colostomy ditemukan adanya keluhan
nyeri pada luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan
terasa lemas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang. Riwayat kesehatan sekarang ditemukan
pada saat pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama
b. Riwayat Kesehatan Dahulu, klien mengalami muntah-muntah setelah
24-28 jam pertama kelahiran
c. Riwayat kesehatan Keluarga Kaji apakah ada anggota keluarga yang
memiliki penyakit serupa dengan klien, penyakit turunan maupun
penyakit kronis
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak
ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada
chepalhematom.
b. Mata : Mata Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ikterus, tidak nista
gamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
c. Telinga : Telinga memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang
kartilago berbentuk sempurna.
d. Hidung : Hidung simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret,
tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
e. Leher : Leher tidak ada webbed neck.
f. Dada : bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel
shest, pernafasan normal.
14
g. Perut : Abdomen simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, biasanya
ditemukan distensi abdomen
h. Genetalia : Getalia terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada
penis tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
i. Anus : Anus tidak ada, nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus
tertahan oleh jaringan.Pada auskultasi terdengar peristaltik.
2.2.2 Diagnosa
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan(Muntah) (D.0019)
2. Inkontentenesia fekla berhubungan dengan gangguan pola eliminasi
(D.0041)
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (D.0080)
4. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (D.0077)
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pemeasangan kolostomi
(D.0129)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan pasa operasi,
perawatan tidak adekuat (D.0142)
2.2.3 Intervensi
Diagnosa Luaran Intevensi
SDKI SLKI SIKI
Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Membaik (L.03030) (l.03199)
Observasi
1. Monitor asupan makanan
2. Monitor berat badan
Terapeutik
1. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Kolaborasi
15
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
Inkontenesa fekal Kontinesia Fekal Latihan Eliminasi Fekal
Membaik (L04035) (I.04150)
Defekasi membaik Observasi
1. Monitor peristaltic usus
secara teratur
Terapeutik
1. Berikan privasi,
kenyamanan dan posisi
yang meningkatkan
proses defekasi
Edukasi
1. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tertentu, sesuai
program atau hasil
konsultasi
2. Anjurkan asupan cairan
yang adekuat sesuai
kebutuhan
Ansietas Tikngkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
Menurun (L.09093) Terapeutik
Verbalisasi khawatir 1. Ciptakan suasana
akibat kondisi yang terapeutik untuk
dihadapi menurun menumbuhkan
Perilaku gelisah kepercayan
menurun 2. Pahami situasi yang
membuat ansietas
dengarkan dengan penuh
perhatian
3. Gunakan pendekatan
16
dengan tenang dan
meyakinkan
4. Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi
1. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosi, pengobatan,
dan prognosis
Nyeri akut Tingkar Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
Menurun (L.08066) Observasi
Gelisah menurun 1. Identifikasi lokasi,
Kesulitan tidur karakteristik, durasi,
menurun frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri
non verbal
Terapeutik
1. Berikan teknin
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupuntur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol ruangan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruangan,
17
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan stretegi
meredakan nyeri
3. Anjurkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan integritas Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit
kulit Jaringan Meningkat (I.11353)
(L.14125) Observasi
Kerusakan jaringan 1. Identifikasi penyebab
menurun gangguan integritas kulit
Nyeri menurun (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan
statsu nutrisi, penurunan
kekebalan, suhu
lingkuhnga ekstrim,
penurunan mobilitas
Terapeutik
1. Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitive
Edukasi
18
1. Ajarkan minum air yang
cukup
2. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
3. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
Resiko infeksi Kontrol Resiko Pencegahan Infeksi
Meningkat (L14128) (I.14539)
Pemantauan status Observasi
kesehatan 1. Monitor tanda dan gejala
meningkat infeksi local dan sistemik
Terapeutik
1. Batasi julah pengunjung
2. Berikan perawatan luka
pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan
19
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
2.2.4 Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana
keperawatan yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal, pelaksanaan adalah wujud dari tujuan
keperawatan pada tahap perencanaan (Bararah dan Jauhar, 2013).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana tahap proses keperawatan
mmenyangkut pengumpulan data objektif dan subjektif yang dapat
menunjukkan masalah apa yang terselesaikan apa yang perlu dikaji dan
direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah
tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru (Bararah
dan Jauhar, 2013).
20
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS
Identitas Bayi Identitas Orang Tua
Nama bayi : By. Ny. S Nama Ayah : Tn. R
TTL : Palngka Raya, 19 Oktober 2021 Umur Ayah : 28 Tahun
Jam Kelahiran : 12.25 WIB Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Agama Ayah : Islam
Nama Ibu : Ny. S
Umur Ibu : 28 Tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama Ibu : Islam
21
III. Pemeriksaan Fisik Neonatus
Keadaan Umum : Tampak terpasang OGT dan terpasang Inf us D10% 15
ml/jam
Nadi : 148x/menit
RR : 50x/menit
SPO2 : 98%
a.Antropometri
1. Berat Badan : 3525 gram
2. Panjang Badan : 53 cm
3. Lingkar Kepala : 33 cm
- Sirkumferensia froto-occipital :tidak diukur
- Sirkumferensia mento-occipitalis: tidak diukur
- Sirkumferensia suboccipito-bregmatika: tidak diukur
- Sirkumferensia submento-bregmatika: tidak diukur
4. Lingkar Dada : 29 cm
5. Lingkar lengan atas : 8 cm
b. Pernapasan dan peredaran darah (APGAR Score)
- Pernapasan/RR :50 x/menit, Tipe : Spontan
- APGAR Score :9
No Tanda Score
0 1 2
1 Frekuensi Jantung Tak ada < 100x/menit >100 x/menit
2 Usaha bernafas Tak ada Lambat,tdk teratur Gerakan aktif
3 Tonus otot lumpuh Ektremitas agak fleksi Gerakan aktif
4 Refleks Tak ada Gerakan sedikit Gerakan
kuat/melawan
5 Warna kulit Biru/pucat Tubuh Seluruh tubuh
kemerahan,ektremitas kemerahan
biru
22
d. Kepala/Leher
23
Ada lubang anus/tidak: tidak terdapat lubang anus
n. Mekonium
-
o. Refleks: (moro, menggenggam, menghisap, berjalan)
Reflex moro baik, belum dapat menggengam dengan baik, menghisap asi
kuat
p. Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Parameters Unit Refference Ranges
WBC 6.01 [10^3/uL] (4.50 – 11.00)
RBC 4.48 [10^6Ul] (4.00 – 600)
HGB 17.0 * [g/dL] (10.5 – 18.0)
HCT 46.3 [%] (37.0 – 48.0)
MCV 103.3 + [fl] (86.6 – 102.0)
MCH 37.9 * [pg] (25.6 – 30.7)
MCHC 36.7 * [g/dL] (28.2 – 31.5)
PLT 252 [10^3/uL] (150 – 400)
RDW-SD 57.5 + [fl] (38.0 – 50.0)
RDW-Cv 14.7 + [%] (11.2 – 13.7)
PDW 9.2 -[fL] (9.5 – 15.2)
MPV 9.1 - [fL] (9.2 – 12.1 )
P-LCR 18.0 - [%]
PCT 0.23 [%]
NEUT 4.94 [10^3/uL] (1.50 – 7.00)
LYMPH 0.52 * [10^3/uL] (1.00 – 3.70)
MONO 0.50 * [10^3/uL] (0.00 – 0.70)
EO 0.00 [10^3/uL] (0.00 – 0.40)
BASO 0.05 * [10^3/uL] (0.00 – 0.40)
IG 0.04 * [10^3/uL]
NEUT% 82.2 * [%] (37.0 -72.0)
LYMPH% 8.7 * [%] (20.0 – 50.0)
MONO% 8.3 * [%] (0.0 – 14.0)
EO% 0.0 [%] (0.0 – 6.0)
BASO% 0.8 * [%] (0.0 – 1.0)
IG% 0.7 * [%]
3) Terapi
Terapi Rute Indikasi
Inf D10% 15 ml/jam IV (Intra Vena) Larutan Nutrien
Yang Memberikan
200kkal/L, Terapi
24
Pengganti Cairan
Selama Dehidrasi
Cefotaxime 3x 170 mg IV (Intra Vena) Cefotaxime adalah
obat antibiotik yang
digunakan untuk
mengobati berbagai
macam infeksi
bakteri
OMZ 1x4 mg IV (Intra Vena) Pengobatan jangka
pendek untuk tukak
lambung dan tuka
doudenum
25
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASALAH
PENYEBAB
OBYEKTIF
DS : - Post OP Resiko Infeksi
DO :
Tampak luka post OP Kerusakan integritas
Tampak perdarahan kulit
pada luka
Klien tampak Resiko infeksi
terpasang OGT
Klien tampak
terpasang Infus D10%
15 cc/jam
RR : 50 x/menit
S: 36,8 °C
N : 148 x/menit
BB : 3525 gm
PB : 53 cm
LK : 33 cm
LD : 29 cm
LL : 8 cm
APGAR Score: 9
DS : - Operasi Kolostomi Gangguan integritas
DO : kulit
Tampak luka post OP Pemasangan kolostomi
RR : 50 x/menit
S: 36,8 °C Perlukaan
N : 148 x/menit
Gangguan integritas
BB : 3525 gm
kulit
PB : 53 cm
26
LK : 33 cm
LD : 29 cm
LL : 8 cm
APGAR Score: 9
27
PRIORITAS MASALAH
28
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien : By. Ny. S
Ruang Rawat : Mawar
29
diharapakan pemulihan pasca 1. Monitor karakteristik luka 2. Untuk melakukan
bedah meningkat Terapeutik pembersihan luka
Kriteria hasil: 2. Lepaskan balutan dan plester 3. Membersihkan luka
1. Waktu penyembuhan secara perlahan menggunakan cairan khusus
meningkat 3. Bersihkan dengan cairan NaCl untuk mencegah infeksi dan
2. Area luka operasi membaik atau pembersih nontoksik, nyeri selama proses
sesuai kebutuhan pembersihan luka
4. Pasang balutan sesuai jenis luka 4. digunakan untuk menutup
5. Pertahankan teknik steril saat luka dan menyangga cedera
melakukan perawatan luka jaringan
Kolaborasi 5. Untuk mencegah infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik 6. Untuk mengobati berbagai
macam infeksi dan bakteri
30
09.00 WIB dan gejala infeksi lokal O :
DX 1 dan sistemik Bag kolostomi tampak
DO : 2. Membatasi jumlah penuh
Tampak luka post OP pengunjung Luka tampak kemerahan VIRGO MANDALA
Tampak perdarahan 3. Mencuci tangan sebelum Klien tampak terpasang PUTRA
pada luka dan sesudah kontak OGT
Klien tampak dengan bayi Klien tampak terpasang
terpasang OGT 4. Rawat luka kolostomi Infus D10% 15 cc/jam
Klien tampak dan ganti bag kolostomi RR : 42 x/menit
terpasang Infus D10% 5. Mengganti OGT dan S: 36,6 °C
15 cc/jam Infus tiap tiga hari sekali
N : 132 x/menit
RR : 50 x/menit BB : 3525 gm
S: 36,8 °C PB : 53 cm
N : 148 x/menit LK : 33 cm
BB : 3525 gm LD : 29 cm
PB : 53 cm LL : 8 cm
LK : 33 cm
LD : 29 cm A : Masalah teratasi
31
LL : 8 cm sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Senin, 25 oktober 2021 1. Monitor karakteristik S :
09.00 WIB luka O:
DX 2 2. Mencuci tangan sebelum Keadaan luka tampak
DO : dan sesudah kontak kemerahan VIRGO MANDALA
Tampak luka post OP dengan bayi Keadaan jahitan normal PUTRA
RR : 50 x/menit 3. Lepaskan balutan dan Klien tampak terpasang
32
Injeksi Cefotaxime 3x
170 mg
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
33
DAFTAR ISI
34