Legenda Ular Kepala Tujuh Dalam Cerita Rakyat Bengkulu (ANTROPOLOGI 13F2)
Legenda Ular Kepala Tujuh Dalam Cerita Rakyat Bengkulu (ANTROPOLOGI 13F2)
Legenda Ular Kepala Tujuh Dalam Cerita Rakyat Bengkulu (ANTROPOLOGI 13F2)
NAMA KELOMPOK :
1. ATIKA KHARISMA OCTHA VARISIA (18081374)
2. YOSEPAN BUYUNG SINAGA (18081298)
ANTROPOLOGI 13F2
Pada zaman dahulu kala ada sebuah kerajaan yang bernama Kutei Rukam, yang
di perintah oleh seorang raja Bikau Bermano. Dan Raja pun memiliki delapan
putra dan suatu hari raja merasa ke delapan anaknya tersebut sudah tumbuh
dewasa maka di buatlah sebuah acara perkawinan putranya itu yang bernama
Gajah Meram.
Gajah Meram di jodohkan dengan seorang tuan putri yang berasal dari Kerajaan
Suka Negeri. Tuan putri tersebut bernama Putri Jinggai. Dari kerajaan Kutei
Rukam menyiapkan acara yang semeriah mungkin untuk putra pertamanya
dengan Putri Jinggai.
Maka tibalah hari pernikahan Gajah Meram dengan Putri Jinggai, acara berjalan
lancar tetapi tidak lama kemudian terjadi sesuatu yang sangat aneh pangeran
gajah Meram dan Putri Jinggai hilang entah kemana. Dan Pada saat itu mereka
berdua sedang melakukan upacara di danau tes.
Dan tak seorang pun yang melihat mereka berdua hilang entah kemana,
makanya raja sangat terkejut akan kejadian itu dan segera menyuruh
pengawalnya untuk mencari pangeran dan Putri Jinggai, setelah mencari
beberapa jam pengawal tersebut mengalami kelelahan dan tidak menemukan
mereka di mana mana. Dan akhirnya sang pengawal segera kembali ke
kerajaannya dan melaporkan kepada raja bahwa anaknya serta Putri Jinggai
tidak bisa di temukan di danau tes.
Lalu tiba tiba seorang kakek dari gelumuran orang itu berteriak "mungkinsaja
pangeran serta calon istrinjya sudah di culik oleh Raja ular yang berkepala
tujuh, apa katamu orang tua??
"Maaf tuan setau saya ular keoala tujuh tersebut sangat sakti dan senang
mengganggu manusia yang ada di danau tes itu.” Semua penasehat raja terdiam
dan sangat takut tetapi putra bungsu raja tersebut yang bernama Gajah
merik, dialah yang membuka suara kepada ayahnya agar dia dapat di izinkan
untuk pergi menolong kakaknya itu.
Raja sangat sedih sekali dan tidak mengiyakan pertanyaannya itu, dan dengan
paksa Gajah merik memohon kepada ayahnya dan akhirnya ayahnya tersebut
pun setuju agar Gajah merik pergi ke danau tes untuk hadapi ular kepala tujuh
itu. Tapi sebelum berangkat Gajah merik harus bertapa terlebih dahulu di gua
Tepat Topes Guna. lalu segera Gajah merik pergi ke gua Tepat Topes Guna
untuk bertapa selama tujuh hari tujuh malam dengan konsentrasi.
Dalam pertapaan tersebut Gajah merik berhasil mendapatkan keris pusaka yang
dahsyat, keris pusaka tersebut itu dapat membuat dia berjalan di air, dan sebuah
selendang sakti yang dapat berubah rubah sesuai dengan keinginannya. setelah
ilmu sakti sudah di kuasai oleh gajah merik maka segera dia berangkat ke danau
tes dan segera ingin menolong kakaknya serta calon istri kakaknya itu.
Dalam memasuki danau tes itu ternyata banyak sekali rintangan yang
menghadangnya tetapi Gajah merik berhasil mengalahkan mereka satu persatu
hingga bertemu dengan ular kepala tujuh itu, tanpa basa basi lagi Gajah merik
langsung melakukan penyerangan hingga si raja ular tersebut kalah dan berhasil
menyelamatkan kakaknya serta calon istrinya.
Kabar kembalinya Gajah Meram dan keperkasaan Gajah Merik menyebar ke
seluruh pelosok negeri dengan cepat. Untuk menyambut keberhasilan itu, sang
Raja mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam. Setelah itu, sang Raja
menyerahkan tahta kerajaan kepada Gajah Meram. Namun, Gajah Meram
menolak penyerahan kekuasaan itu.
“Ampun, Ayahanda! Yang paling berhak atas tahta kerajaan ini adalah Gajah
Merik. Dialah yang paling berjasa atas negeri ini, dan dia juga yang telah
menyelamatkan Ananda dan Putri Jinggai.” kata Gajah Meram.
“Jika Ananda menjadi raja, bolehkah Ananda mengangkat Raja Ular dan
pengikutnya menjadi hulubalang kerajaan ini?” pinta Gajah Merik.
Permintaan Gajah Merik dikabulkan oleh sang Raja. Akhirnya, Raja Ular yang
telah ditaklukkannya diangkat menjadi hulubalang Kerajaan Kutei Rukam.
Kisah petualangan Gajah Merik ini kemudian melahirkan cerita tentang Ular
Kepala Tujuh. Ular tersebut dipercayai oleh masyarakat Lebong sebagai
penunggu Danau Tes. Sarangnya berada di Teluk Lem sampai di bawah Pondok
Lucuk. Oleh karena itu, jika melintas di atas danau itu dengan menggunakan
perahu, rakyat Lebong tidak berani berkata sembrono.
Judul : Legenda Ular Kepala Tujuh
1.Analisis Psikologi
Tokoh Sikap Tindakan Ucapan
1. Gajah Merik Rendah hati Memiliki ilmu yang tinggi ia Sopan dan patuh
tidak pernah pamer dan
menyombongkan diri.
ANALISIS
A. ANALISIS
1. Tokoh (utama)
a. Gajah Meram : tahu diri, baik hati
b. Gajah Merik : rendah hati, pemberani, tanggung jawab, jujur
c. Raja Ular : licik, angkuh
d. Raja : bijaksana, adil
2. Sosial Budaya
Legenda Ular Kepala Tujuh merupakan salah satu foklor masyarakat
Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu yang menceritakan tentang :
a. Kondisi Sosial Budaya : Damai
b. Upaya mencari / mempertahankan : Kedamaian
c. Nilai-nilai : Anjuran
d. Pantangan / larangan / pamali : Larangan
B. KESIMPULAN
1. Suku Bangsa Lembak, Lebong, Legenda Ular Kepala Tujuh memiliki
kepribadian :
a. Baik : Taat peraturan, kompak, baik, ramah, suka
menolong, tidak kasar, dan menerima orang baru
b. Tidak Baik : -