Contoh Refleksi Kasus Maternitas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 7

REFLEKSI KASUS

PK KEPERAWATAN MATERNITAS
Homebase PKU MUH X…

Disusun Oleh :
MAHASISWA x NIM x

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
1. Deskripsi Kejadian
Kejadian ini saya amati setelah berada di Bangsal Mawar & VK di RS….
selama stase maternitas offline. Selama shift kami selalu bergantian jam jaga, kadang
shift pagi atau shift siang. Saya selalu mengamati kegiatan yang dilakukan oleh para
perawat dan bidan yang ada di ruangan. Satu hal yang sering saya amati dan berulang-
ulang kejadian terjadi, yaitu para bidan/perawat di ruang tidak melakukan
pemeriksaan postpartum secara yang diajarkan. Pemeriksaan postpartum dengan
pemeriksaan BUBBLE-HE.
Ibu pasca melahirkan di ruangan VK akan segera mendapatkan perawatan
pemulihan pasca persalinan di ruangan Mawar. Tentunya ibu akan diistirahatkan oleh
bidan/perawat. Namun, saya sering mengamati bahwa mereka tidak melakukan
pemantauan postpartum kepada ibu yang baru saja melahirkan. Para bidan/perawat
hanya memeriksa tanda-tanda vital pasien sesaat setelah pasien pindah ke ruangan
Mawar, namun setelah itu tidak ada pemantauan tanda vital per 30 menit, per 1 jam,
per 2 jam. Ibu postpartum kemudian diperiksa TTV nya mengikuti daily check sesuai
jam pagi, siang, dan malam. Menurut saya di bangsal ini sangat kurang patient
centered care. Padahal, pemantauan 2 jam postpartum dan pemeriksaannya sangat
penting sekali bagi para ibu tersebut.
Para bidan dan perawat ini terkadang hanya menyarankan kepada pasien untuk
selalu kencing normal sebagai penanda bahwa ibu sudah pulih dan bisa segera pulang
ke rumah. Mereka tidak memantau bagaimana perdarahan di pembalut, bagaimana
kondisi payudara, bagaimana status ASI nya, bagaimana emosi ibu, apakah ibu
merasakan nyeri pada kedua kaki nya saat berjalan, bagaimana status hidrasi ibu,
terutama bagaimana keadaan kontraksi uterus ibu.
Selain itu, tidak hanya kejadian di bangsal Mawar, di ruangan VK pun
menurut saya para bidan cenderung tidak maksimal dalam melakukan pemantauan 2
jam postpartum. Mereka melakukan pengisian partograph dengan cepat yaitu dengan
langsung menuliskan status tanda vital, status perdarahan, dan TFU pasien secara
untuk formalitas saja tanpa betul-betul melakukan pemantauan kepada pasien.
Menurut saya, tindakan seperti itu sebetulnya bersifat membahayakan pasien, karena
data yang didapatkan adalah tidak yang sebenarnya. Apabila ada tanda bahaya pada
ibu postpartum, kemungkinan besar tanda tersebut tidak akan terdeteksi.

2. Eksplorasi Perasaan
Saya merasa cukup kecewa dengan sikap beberapa perawat yang
menyepelekan pentingnya pemeriksaan postpartum tersebut. Padahal para bidan dan
perawat mengetahui dan memahami bahayanya kondisi ibu pasca melahirkan. Ibu
memiliki risiko tinggi perdarahan. Para bidan dan perawat di ruangan ini terkadang
menunggu ada keluhan atau laporan dari keluarga pasien, barulah pasien dilakukan
pemeriksaan dan dilakukan tindakan lanjut. Padahal, tugas dari seorang tenaga medis
adalah maksimal dalam merawat. Saya merasa bahwa tindakan seperti ini menjadi
bagian dari kelalaian tenaga medis dalam melaksanakan tugas.
Saya menyayangkan kejadian seperti ini terjadi pada para perawat dan bidan
di ruangan maternitas RSUD Temanggung, karena sebagai mahasiswa kesehatan saya
telah memahami betapa berharganya pemeriksaan postpartum. Selain bersifat lalai,
tidak adanya pemeriksaan postpartum pada pasien akan merugikan pasien. Apabila
memang tidak dilakukan pemeriksaan, harusnya para tenaga medis memberikan
edukasi kepada pasien agar kedepan saat pulang pasien harus mengetahui tanda
bahaya masa nifas.
Perasaan saya campur aduk saat beberapa kali saya mengamati para bidan dan
perawat tidak memeriksa pasien postpartum dengan benar dan detail. Saya ingin
mengingatkan, namun saya mendapatkan jawaban yang secara umum mungkin
menjadi alasan umum dari para tenaga medis yaitu, pekerjaan lain juga menunggu dan
pemeriksaan postpartum tidak mungkin betul-betul dilakukan, yang terpenting adalah
pasien dalam kondisi sadar, apabila ada keluhan maka akan dibantu diatasi. Saya
pikir, sebagai tenaga medis yang terdidik dan terlatih, harusnya kita mengedepankan
diri untuk memantau kondisi pasien dengan baik dan minimal memberikan
Pendidikan terlebih dahulu kepada pasien terkait hal-hal yang sifatnya abnormal dan
harus dilaporkan ke bidan/perawat di nurse station. Menurut saya, itulah yang
menjadi salah satu poin merawat pasien dengan maksimal.

3. Hal Positif dan Negatif dari Kejadian


Hal positif yang saya dapatkan dari kejadian diatas adalah saya dapat belajar
bahwa praktik dan teori kadang memang berbeda. Namun, saya memanfaatkan
kelalaian bidan dan perawat tersebut sebagai pengingat untuk diri saya sendiri apabila
kelak bekerja di rumah sakit maka saya harus mengikuti standar prosedur keselamatan
yang berlaku, baik untuk diri saya sendiri dan tentunya untuk pasien. Mungkin sedikit
repot karena ada beban pekerjaan lain yang harus dikerjakan, namun hal itu perlu
diketahui bahwa aturan rumah sakit dan standar pemeriksaan memberlakukan
prosedur tersebut adalah bertujuan untuk keselamatan dan keamanan para pegawai
yang ada di rumah sakit. Kejadian diatas menjadi acuan bagi saya bahwa kedepannya
saya harus mengutamakan keselamatan diri pasien dengan maksimal.
Saya juga dapat menarik hal positif dari kejadian bahwa dengan para
bidan/perawat yang tidak melakukan pemeriksaan postpartum yang rutin kepada para
pasien yang baru masuk adalah saya dapat sementara menggantikan mereka. Saya
kerap melakukan pemeriksaan postpartum terutama pada ibu dengan partus spontan.
Saya jadi dapat memahami terkait kontraksi uterus, tanda Homan, luka episiotomi,
memeriksa payudara dan stimulasi ASI pada ibu. Saya menjadikan hal ini untuk saya
berlatih meningkatkan kemampuan saya dalam melakukan skill pemeriksaan
postpartum.
Namun, hal negatifnya adalah bahwa sikap menyepelekan dan tidak
menerapkan pemeriksaan postpartum itu merupakan kelalaian tenaga kerja. Kelalaian
tersebut tentunya bisa berefek pada keselamatan ibu setelah melahirkan. Selain itu,
pemberian asuhan keperawatan kepada pasien kedepannya tentunya bersifat tidak
maksimal. Padahal dengan melakukan pemeriksaan postpartum, kita dapat
mengetahui keluhan aktual dan potensial dari pasien sehingga dapat merencanakan
asuhan yang aktual kepada pasien. Hal-hal negatif tersebut tentunya akan
membahayakan dan merugikan pasien dan harus segera dibenahi.

4. Analisa
Kejadian yang telah saya bahas diatas tentunya harus diperhatikan dan
menjadi issue yang harus diatasi. Berbagai jurnal telah menjelaskan betapa
pentingnya pemeriksaan postpartum pada ibu pasca persalinan. Sebghati &
Chandraharan (2017) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa perdarahan postpartum
adalah masalah paling umum yang terjadi pada ibu pasca melahirkan di seluruh dunia.
Kematian pada ibu postpartum dengan perdarahan masif dapat terjadi dalam waktu 4
menit. Pemeriksaan postpartum menjadi hal paling penting yang dijadikan sebagai
tindakan konservatif demi keselamatan ibu. Pencegahan perdarahan dapat dilakukan
dengan melakukan penghitungan dan kontrol perdarahan serta memberikan terapi
penggantian kehilangan volume darah dan untuk memperbaiki kapasitas volume
oksigen (hemoglobin pasien).
PPH (postpartum haemorrhage) adalah kejadian saat ibu kehilangan darah
lebih dari 500 ml. PPH secara primer adalah hal yang dapat terjadi 24 jam pertama
pasca melahirkan. PPH kedua dapat terjadi diantara 24 jam pertama dan 12 minggu
pasca melahirkan. Tindakan pencegahan adalah dengan melakukan pemantauan
berkala bagi ibu yang baru saja melahirkan dengan melakukan pemeriksaan pasca
persalinan kepada ibu.
Dalam jurnal ini dijelaskan pula bahwa pasca melahirkan, perdarahan sering
terjadi karena kontraksi uterus tidak berjalan dengan baik sehingga pemulihan akan
berjalan lama dan perdarahan dapat terjadi terus menerus. Kejadian perdarahan pada
ibu pasca melahirkan paling sering disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri
merupakan kondisi saat rahim tidak dapat berkontraksi kembali setelah melahirkan
dan hal ini bersifat membahayakan nyawa ibu karena adanya perdarahan yang tidak
terkontrol. Oleh karena itu pemantauan berkala adalah poin khusus yang harus
diperhatikan pada ibu, terutama yang memiliki faktor risiko seperti usia 40 lebih dari
40 tahun, BMI tinggi, multiple pregnancy, placenta previa, riwayat anemia, pre-
eklampsia, dan hipertensi (Sebghati & Chandraharan, 2017).

5. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kejadian ini adalah pentingnya
memaksimalkan pelaksanaaan pemeriksaan postpartum. Praktik pelaksanaan
pemeriksaan postpartum menjadi titik utama fokus pelayanan dalam merawat pasien
dalam area osbtetrik karena bahaya yang mengancam para ibu pasca persalinan.
Perawat sebagai tenaga professional kesehatan yang paling sering kontak dengan
pasien pasca melahirkan harus memaksimalkan asuhan keperawatan demi
kemaslahatan pasien dan bayinya ke depan. Pemeriksaan postpartum penting
diterapkan sesuai standar prosedur pemeriksaan demi mengurangi risiko yang tidak
diinginkan atau risiko membahayakan bagi status kesehatan pasien.

6. Rencana Tindak Lanjut


1. Surveilans bagi perawat terkait dengan angka penerapan pemeriksaan postpartum
2. Re-surveilans bagi perawat tentang pentingnya implementasi pemeriksaan
postpartum pada ibu pasca bersalin
Referensi

Sebghati, M., Chandraharan E. 2017. An update on the risk factors for and
management of obstetric haemorrhage. Women’s Health J, 2017, vol. 13(2)
34-40. DOI: 10.1177/1745505717716860 journals.sagepub.com/hom/whe.

Anda mungkin juga menyukai