Askep Kep Keluarga DM

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 92

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA TN.

A DENGAN
DIABETES MELLITUS TIPE II PADA NY. S DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CIMAHI SELATAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Keluarga

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Enaf Fantiah Nurwanti C.0105.20.168


Endang C.0105.20.169
Eni Rosmiati C.0105.20.170
Erna Yuningsih C.0105.20.171
Fitrah C.0105.20.
Hari Rahmat R C.0105.20.172
Isni Suningsih C.0105.20.174

PROGRAM TRANSFER UMUM S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

2020-2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Keluarga dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Keluarga Tn. A dengan
Diabetes Mellitus Tipe II pada Ny. S di Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Cimahi, 1 Mei 2021

Kelompok 2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................23
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus........................................................23
B. Konsep Dasar Keluarga.....................................................................33
C. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus .............................36
BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................36
BAB IV PENUTUP.................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................36
B. Saran.......................................................................................................37

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya dapat menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (ADA dalam R.A.Oetari, dkk,
2019). Kelainan tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme,
karbohidrat, lemak, dan protein. Penyakit diabetes mellitus (DM) dikenal sebagai
penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah melebihi 180 mg/dl, di mana batas normal gula
darah adalah 70-150 mg/dl, sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme
dalam tubuh, di mana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin
sesuai kebutuhan tubuh (Ernawati, dalam R.A.Oetari, dkk, 2019).
Diabetes mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang paling sering
ditemukan di dunia. DM tipe II meliputi 90 hingga 95% dari semua populasi DM. DM
tipe II disebut juga DM tidak tergantung insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah produksi insulin. Pengelolaan terapeutik yang teratur melalui
perubahan gaya hidup pasien yang tepat, tegas, dan permanen sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi DM tipe II (Fuji Rahmawati, dkk, 2018).
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara dengan penderita DM terbanyak keempat di dunia setelah India,
Cina, dan Amerika Serikat, dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 (Sonta Imelda,
2018). Di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada Riskesdas tahun 2018
provinsi yang paling banyak menderita DM adalah provinsi DKI Jakarta sebanyak
2,6% penduduk. Pada tahun 2016, angka kejadian DM di kota Pekanbaru sebanyak
15.233 kasus dan di Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru, penyakit DM
merupakan penyakit kedua terbesar di Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru (Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru, 2016). Serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
melaporkan tahun 2018, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk semua umur sebanyak 1,3% penduduk Riau terdiagnosis diabetes
mellitus.
Salah satu aspek terpenting dari perawatan adalah penekanan pada unit
keluarga. Keluarga bersama dengan individu, kelompok, dan komunitas adalah klien
atau resipien keperawatan. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat,
merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan keperawatan. Keluarga
berperan dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan anggota keluarga yang
sakit. Keberhasilan keperawatan di rumah sakit dapat menjadi sia-sia jika tidak
dilanjutkan oleh keluarga. Secara empiris, dapat dikatakan bahwa kesehatan
anggota keluarga dan kualitas kehidupan keluarga menjadi sangat berhubungan
atau signifikan. Keluarga menempati posisi diantara individu dan masyarakat
sehingga dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat
mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Keuntungan pertama adalah memenuhi
kebutuhan individu, dan kedua adalah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
pemberian pelayanan kesehatan, perawat harus memperhatikan nilai-nilai dan
budaya yang ada pada keluarga sehingga dalam pelaksanaan kehadiran perawat
dapat diterima oleh keluarga (Sulistyo Andarmoyo, 2012).
Menurut Friedman, dalam Komang Ayu Henny Achjar, 2012 salah satu fungsi
keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan keluarga. Masalah kesehatan keluarga
saling berkaitan dan akan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga.
Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan dalam meningkatkan
derajat kesehatan komunitas. Oleh karena itu peran keluarga sangat mendukung
dalam mencapai keberhasilan perawatan klien DM di rumah.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis tertarik untuk
mengangkat kasus diabetes melitus tipe II pada keluarga dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Keluaga Tn. A dengan Diabetes Mellitus Tipe II pada Ny. S di
Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam Karya
Tulis Ilmiah Studi Kasus ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan 5 pada
Keluarga Tn. A dengan Diabetes Mellitus Tipe II pada Ny. S di Wilayah Kerja
Puskesmas Cimahi Selatan?“
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui hasil pengkajian keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
2) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
3) Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
4) Untuk mengetahui pelaksanaan keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
5) Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo
Rendy dan Margareth Th, 2019).
2. Penyebab Diabetes Melitus
Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th,
2019 yaitu:
1) Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
a. Faktor genetik
b. Faktor imunologi
c. Faktor lingkungan
2) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas,
penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan
metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe II
yang baru didiagnosis sudah mengalami komplikasi.
Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor resiko DM
tipe II yaitu:
a. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak ada
kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari penyandang DM tipe II
memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali menyandang DM tipe
II dan 30% resiko mengalami, intoleransi aktivitas (ketidakmampuan
memetabolisme karbihodrat secara normal).
b. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20% lebih dari
berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks massa tubuh (IMT)
minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya viseral (lemak abdomen )
dikaitkan dengan peningkatan resistensi insulin.
c. Tidak ada aktivitas fisik
d. Ras/etnis.
e. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik atau
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
f. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl dan atau
kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.
3. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu:
1) Keluhan TRIAS: banyak minum, banyak kencing, dan penurunan berat
badan.
2) Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
3) Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Keluhan yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah
poliuria, polidipsi, polifagia, berat badan menurun, lemah, kesemutan gatal, visus
menurun, bisul/luka, keputihan (M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).
Adapun manifestasi klinis DM menurut Priscilla LeMone, dkk 2016 yaitu:
a. Manifestasi klinis DM tipe I
Manifestasi DM tipe I terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah mengakibatkan hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari
ruangan intra seluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretik
osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran urin.
Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi ambang
batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dL, glukosa dieksresikan ke dalam
urin, suatu yang disebut glukosuria. Penurunan volume intraseluer dan
peningkatan haluaran urine yang menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi
kering dan sensor haus diaktifkan yang menyebabkan orang tersebut minum
jumlah air yang banyak (polidipsia).
Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin,
produksi energi menurun. Penurunan energi sel menstimulasi rasa lapar dan
orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan meningkat,
berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan memecah
protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan
keletihan menyertai penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum
terjadi akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa
mata.
Oleh sebab itu, manifestasi klasik meliputi poliuria, polidipsi, dan
polifagia disertai dengan penurunan berat badan, malaise, dan keletihan.
Bergantung pada tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari
ringan sampai berat. Orang dengan DM tipe I membutuhkan sumber insulin
untuk mempertahankann hidup.
b. Manifestasi klinis DM tipe II
Penyandang DM tipe II mengalami awitan, manifetasi yang lambat
dan sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan
kesehatan untuk beberapa masalah lain. Polifagia jarang dijumpain dan
penurunan berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemi,
penglihatan buram, keletihan, paratesia, dan infeksi kulit.
4. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes mellitus dari National Diabetes Data Group
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance.
1) Klasifikasi klinis
a. Diabetes Mellitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), tipe I
b) Tipe tidak tergantung insulin (DMTTI), tipe II
1. DMTTI yang tidak mengalami obesitas
2. DMTTI dengan obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2) Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes mellitus tipe I sel-sel beta pankreas yang secara normal
menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai
akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya
terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.
5. Faktor Resiko
1) Faktor Resiko yang dapat diubah :
a. Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya DM tipe 2 (ADA, 2009).
b. Pola Makan tidak Sehat
Diet yang digunakan sebagai bahan penatalaksanaan Diabetes mellitus
dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak, karbohidrat.
Jenis makanan yang menyebabkan terjadinya Diabetes mellitus adalah
jenis makanan yang mengandung banyak kolesterol, lemak trans dan
lemak jenuh serta makanan yang mengandung tinggi natrium (Almatsier,
2008). Pola makan yang tinggi lemak, garam dan gula mengakibatkan
masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan secara berlebihan.
Selain itu pola makanan yang serba instan saat ini memang sangat
digemari oleh sebagian masyarakat, tetapi dapat mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa darah (Suyono, 2013).
c. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin
(resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka
tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity) (Kariadi, 2009).
2) Faktor Resiko yang tidak dapat diubah:
a. Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes
mellitus. Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia
dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh (Fathmi,
2012).
b. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Fakta menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ibu penderita DM
tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali
lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita DM. Apabila kedua orangtua
menderita DM, maka akan memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali
lipat lebih tinggi (Sahlasaida, 2015).
6. Patofisiologi Diabetes Melitus
Patofisiologi diabetes mellitus (Brunner &Suddarth, 2013)
1) DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan dengan proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produksi samping pemecahan lemak.
2) DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
7. Pathway Diabetes Melitus

Reaksi Autoimun Obesitas, Usia, Genetik

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Sel Beta Pancreas Hancur

Ketidakstabilan kadar
Defisiensi Insulin Glukosa darah

Anabolisme protein Metabolisme Lipolisis Meningkat Penurunan Pemakaian


menurun Protein Menurun Gula

Gliserol asam lemak betas meningkat


Kerusakan Pada Merangsang Hiperglikemi
Antibodi Hipotalasmus

Aterosklerois Ketogenesis Glyosuria Viskositas


Kekebalan Tubuh Perut Lapar dan darah
Menurun haus meningkat
Ketonuria
Osmotic diuresis
Polidipsi, Polidipsi
Neuropati Aliran daah
Resiko
Ketoasidosis melambat
Infeksi sensori
perifer Poliuria

Defisist Nutrisi - Nyeri abdomen Iskemic


Klien merasa tidak sakit Dehidrasi jaringan
- Mual muntah
luka - Hiperventilasi
- Nafas bau Keton Kekurangan
- koma volume cairan Perfusi
Perifer
tidak
efektif
Macrovaskuler Mikro vaskuler
Resiko
Komplikasi
Retina
Jantung Serebral

Retina Diabetik
Miocard Penyumbatan
infark pada otak

Gangguan penglihatan Gangren

Nyeri akut
Stroke
Resiko Cidera Kerusakan
Integritas
Jaringan
Nekrosis Luka

8. Komplikasi Diabetes Melitus


Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 penyandang DM apapun tipenya,
berisiko tinggi mengalami komplikasi yang melibatkan banyak sistem tubuh yang
berbeda. Perubahan kadar glukosa darah, perubahan sistem kardiovaskuler,
neuropati, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, dan penyakit peridontal
umum terjadi. Selain itu, interaksi dari beberapa komplikasi dapat menyebabkan
masalah kaki.
Pembahasan tiap komplikasi adalah sebagai berikut:
1) Komplikasi akut: perubahan kadar glukosa darah
a. Hiperglikemia
b. Ketoasidosis diabetik
c. Hipoglikemia
2) Komplikasi kronik
a. Perubahan pada sistem kardiovaskuler
b. Penyakit arteri koroner
c. Hipertensi
d. Stroke (cedera serebrovaskular)
e. Penyakit vaskular perifer
f. Retinopati diabetik
g. Perubahan pada sistem saraf perifer dan otonom
h. Neuropati viseral
i. Perubahan mood
j. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
k. Penyakit periodontal
l. Komplikasi yang mengenai kaki
Beberapa komplikasi dari diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy
dan Margareth Th, 2019 yaitu:
a. Akut
a) Hipoglikemia dan hiperglikemia.
b) Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar,
penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah
kapiler).
c) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler.
b. Kompikasi menahun diabetes mellitus
a) Neuropati diabetik.
b) Retinopati diabetik.
c) Nefropati diabetik.
d) Proteinuria.
e) Kelainan koroner.
f) Ulkus/gangren.

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

a) Grade 0: tidak ada luka


b) Grade 1: kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit.
c) Grade 2: kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d) Grade 3: terjadi abses
e) Grade 4: gangren pada kaki bagian distal
f) Grade 5: gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
9. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
1) Medis (Farmakologi)
Obat Hipoglikemik Oral
a. Golongan Sulfonilurea/sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan
obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin.
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin
oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para
penderita DM tipe 2 dengan berat badan berlebihan.
b. Golongan Biguanad/metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer)
dianjurkan sebagai obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
c. Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
2) Insulin
a. Indikasi Insulin
Pada DM tipe 1 yang Human Monocommponent Insulin (40 UI dan
100 UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi insulin dapat
diberikan kepada penderita DM tipe11 yang kehilangan berat badan
secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti
DM dengan dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan obat-
obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar asidosis
laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat , wanita
hamil dengan gejala DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian
diet.
b. Jenis Insulin
a) Insulin kerja cepat
Jenisnya adalah regulaer insulin, cristalin zinc, dan semilente
b) Insulin kerja sedang
Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon), globinzinc, lente
c) Insulin kerja lambat
Jenisnya adalah PZI (Protamin Zinc Insulin)
3) Keperawatan
a. Penyuluhan/pendidikan kesehatan
Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai
keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta
kualitas hidup yang lebih baik (Long, 1996).
b. Perencanaan makan
Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia (PERKENI)
telah ditetapkan bahwa standart yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi yang seimbang. Pada saat ini, Perhimpunan diabetes amerika
dan perhimpunan diabetes amerikan merekomendasikan bahwa untuk
semua tingkat asupan kalori, makan 50 % hingga 60 % kalori berasal dari
karbohidrat, 20-30 % berasal dari lemak dan 12-20 % lainya berasal dari
protein. Rekomendasi ini juga konsisten dengan rekoendasi dari the
american heart asociation dan american cancer sosiety. Apabila
diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75 % juga
memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi yang
rendah. Jumlah kalori disesuiakan dengan pertumbuhan, usia, statrus
gizi, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal
(Mirza, 2009).
Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar
berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara: kurangi kalori, kurangi
lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan manis dan
perbanyak makanan banyak serat.
c. Latihan/olahraga
Latihan atau olahraga selain dapat menurunkan kadar gula darah
karena membuat kerja insulin lebih efektif dengan cara meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
Olahraga sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan
berat badan, mengurangi rasa stress, mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler dan mempertahankan kesegaran tubuh. Bagi pasien DM
melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan
melakukan olahraga yang berat-berat.
10. Pemeriksaan Diabetes Melitus
1) Pemantauan glukosa darah
2) Pemeriksaan keton dan glukosa dalam urine
3) Pemantauan mandiri glukosa darah
B. Konsep Dasar Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan sosial dari individu-individu yang ada di dalamnya terlihat
dari pola interaksi yang saling ketegantungan untuk mencapai tujuan bersama
(Friedman dalam Komang Ayu Henny Achjar, 2012). Keluarga adalah suatu
sistem sosial yang terdiri dari individu-individu yang bergabung dan berinteraksi
secara teratur antara satu dengan yang lain diwujudkan dengan adanya saling
ketergantungan dan berhubungan untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga
adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang masing-
masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik,
kakak dan nenek (Sulistyo Andarmo, 2011).
2. Tipe-tipe keluarga
Secara umum, tipe keluarga dibagi menjadi dua yaitu keluarga tradisional
dan keluarga modern (non tradisional). Keluarga tradisional memilki anggota
keluarga seperti umumnya yaitu kedua orangtua dan anak. Akan tetapi, struktur
keluarga ini tidak serta merta terdapat pada pola keluarga modern.
1) Tipe Keluarga Tradisional
Tipe keluarga tradisional menunjukkan sifat-sifat homogen, yaitu
keluarga yang memilki struktur tetap dan utuh. Tipe keluarga ini merupakan
yang paling umum kita temui dimana saja, terutama di negaranegara Timur
yang menjunjung tinggi norma-norma. Adapun tipe keluarga tradisional
adalah sebagai berikut:
a. Keluarga Inti (Nuclear Family)
Keluarga inti merupakan keluarga kecil dalam satu rumah. Dalam
keseharian, anggota keluarga inti ini hidup dan saling menjaga. Mereka
adalah ayah, ibu, dan anak-anak.
b. Keluarga besar (Exstented Family)
Keluarga besar cenderung tidak hidup bersama-sama dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena keluarga besar
merupakan gabungan dari beberapa keluarga inti yang bersumbu dari
satu kelurga inti. Satu keluarga memiliki beberapa anak, lalu anak-
anaknya menikah lagi dan memilki anak pula. Seperti pohon yang
bercabang, keluarga besar memiliki kehidupannya masing-masing
mengikuti rantingnya. Anggota keluarga besar ini, semakin lama akan
semakin besar mengikuti perkembangan keluarganya. Anggota keluarga
besar misalnya kakek, nenek, paman, tante, keponakan, cucu dan lain
sebagainya.
c. Keluarga tanpa anak (Dyad Family)
Tipe keluarga ini biasanya terjadi pada sepasang suami istri yang
baru menikah. Mereka telah membina hubungan rumah tangga tetapi
belum dikaruniai anak atau keduanya bersepakat untuk tidak memiliki
anak lebih dahulu .
d. Keluarga Single Parent
Single parent adalah kondisi seseorang yang tidak memiliki pasangan
lagi. Hal ini disebabkan karena perceraian atau meninggal dunia. Akan
tetapi, single parent mensyaratkan adanya anak, baik anak kandung
maupun anak angkat.
e. Keluarga Single Adult
Rumah tangga yang terdiri dari seorang dewasa saja.
2) Tipe keluarga modern (nontradisonal)
Keberadaan keluarga modern merupakan bagian dari perkembangan
sosial di masyarakat. Banyak faktor yang melatarbelakangi alasan muncul
keluarga modern. Salah satu faktor tersebut adalah munculnya kebutuhan
berbagi dan berkeluarga tidak hanya sebatas keluarga inti. Relasi sosial yang
sangat luas membuat manusia yang berinteraksi saling terikat dan terkait.
Mereka kemudian bersepakat hidup bersama baik secara legal maupun tidak.
Berikut ini adalah beberapa tipe keluarga modern.
a. The Unmarriedteenege Mother
Belakangan ini, hubungan seks tanpa pernikahan sering terjadi di
masyarakat kita. Meski pada akhirnya, beberapa pasangan itu menikah,
namun banyak pula yang kemudian memilih hidup sendiri, misalnya pada
akhirnya si perempuan memilih merawat anaknya sendirian. Kehidupan
seorang ibu bersama anaknya tanpa pernikahan inilah yang kemudian
masuk dalam kategori keluarga.
b. Reconstituded Nuclear
Sebuah keluarga yang tadinya berpisah, kemudian kembali
membentuk keluarga inti melalui perkawinan kembali. Mereka tinggal
serta hidup bersama anak-anaknya baik dari pernikahan sebelumnya,
maupun hasil dari perkawinan baru.
c. The Stepparent Family
Dengan berbagai alasan, dewasa ini kita temui seorang anak diadopsi
oleh sepasang suami istri, baik yang memilki anak maupun belum.
Kehidupan anak dengan orangtua tirinya inilah yang dimaksud dengan
the stepparent family.
d. Commune Family
Tipe keluarga ini biasanya hidup di dalam penampungan atau
memang memilki kesepakatan bersama untuk hidup satu atap. Hal ini
berlangsung dalam waktu singkat sampai dengan waktu yang lama.
Mereka tidak memiliki hubungan darah namun memutuskan hidup
bersama dalam satu rumah, satu fasilitas, dan pengalaman yang sama.
e. The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family
Tanpa ikatan pernikahan, seseorang memutuskan untuk hidup
bersama dengan pasangannya. Namun dalam waktu yang relatif singkat,
seseorang itu kemudian berganti pasangan lagi dan tetap tanpa
hubungan perkawinan.
f. Gay and Lesbian Family
Seseorang yang berjenis kelamin yang sama menyatakan hidup
bersama dengan pasangannya (marital partners).
g. Cohabiting Couple
Misalnya dalam perantauan, karena merasa satu negara atau suatu
daerah, kemudian dua atau lebih orang bersepakatan untuk tinggal
bersama tanpa ikatan pernikahan. Kehidupan mereka sudah seperti
kehidupan keluarga. Alasan untuk hidup bersama ini bisa beragam.
h. Group-Marriage Family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama dan mereka merasa sudah menikah sehingga berbagi sesuatu
termasuk seksual dan membesarkan anaknya bersama.
i. Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-nilai hidup bersama
atau berdekatan satu sama lainnya, dan saling menggunakan barang-
barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab
membesarkan anaknya.
j. Foster Family
Seorang anak kehilangan orangtuannya, lalu ada sebuah keluarga
yang bersedia menampungnya dalam kurun waktu tertentu. Hal ini
dilakukan hingga anak tersebut bisa bertemu dengan orangtua
kandungnya. Dalam kasus lain, bisa jadi orangtua si anak menitipkan
kepada seseorang dalam waktu tertentu sehingga ia kembali mengambil
anaknya.
k. Institusional Anak atau orang dewasa yang tinggal dalam suatu panti.
l. Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
3. Struktur dalam Keluarga
Maria H. Bakri, 2017 menjelaskan bahwa struktur dalam keluarga terbagi
menjadi empat yaitu 1) pola komunikasi keluarga 2) struktur peran 3) struktur
kekuatan dan 4) nilai-nilai keluarga. Struktur ini didasarkan pada
pengorganisasian dalam keluarga, baik dari sisi perilaku maupun pola hubungan
antara anggota kelompok. Hubungan yang terjadi ini bisa jadi sangat kompleks,
tidak terbatas pada anggota keluarga tertentu, bahkan bisa melebar hingga
keluarga besar, yang saling membutuhkan memilki peran dan harapan yang
berbeda. Pola hubungan dalam keluarga turut membentuk kekuatan dan struktur
peran dalam keluarga. Struktur ini pun bisa fleksibel, diperluas atau dipersempit
tergantung pada sebuah keluarga yang merespon interaksi dalam keluarga.
Struktur keluarga yang sangat kaku dan sangat fleksibel dapat mengganggu atau
merusak fungsi keluarga. Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan
erat dan terus-menerus berinteraksi satu sama lain.
1) Pola Komunikasi Keluarga
Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah hubungan,
tak hanya bagi keluarga melainkan berbagai macam hubungan. Tanpa ada
komunikasi, tidak akan ada hubungan yang dekat dan hangat, atau bahkan
tidak akan saling mengenal. Di dalam keluarga, komunikasi yang dibangun
akan menentukan kedekatan antara anggota keluarga. Pola komunikasi ini
juga bisa menjadi salah satu ukuran kebahagiaan sebuah keluarga. Di dalam
keluarga, ada interaksi yang berfungsi dan ada yang tidak berfungsi.
a. Pola interaksi yang berfungsi dalam keluarga memilki karakteristik
terbuka, jujur, berpikiran positif dan selalu berupaya menyelesaikan
konflik keluarga
b. komunikasi berkualitas antara pembicara dan pendengar. Dalam pola
komunikasi, hal ini biasa disebut dengan stimulus –respon.
Dengan pola komunikasi yang berfungsi dengan baik ini, penyampai
pesan (pembicara) akan mengemukakan pendapat, meminta dan menerima
umpan balik. Sementara dari pihak seberang, penerima pesan selalu dalam
kondisi siap mendengarkan, memberi umpan balik, dan melakukan validasi.
Sementara bagi keluarga dengan pola komunikasi yang tidak berfungsi
dengan baik akan menyebabkan berbagai persoalan, terutama beban
psikologis bagi anggota keluarga. Karakteristik dari pola komunikasi ini antara
lain:
a. Fokus pembicaraan hanya pada satu orang misalnya kepala keluarga
yang menjadi penentu atas segala apa yang terjadi dan dilakukan 40
anggota keluarga
b. Tidak hanya diskusi di dalam rumah, seluruh anggota keluarga hanya
meyetujui
c. Hilangnya empati di dalam keluarga karena masing-masing anggota
keluarga tidak bisa menyatakan pendapatnya. Akibat dari pola
komunikasi dan pola asuh ini akhirnya komunikasi dalam keluarga
menjadi tertutup
2) Struktur peran
Setiap individu dalam masyarakat memiliki perannya masing-masing.
Satu sama lain relatif berbeda tergantung pada kapasitasnya. Begitu pula
dalam sebuah keluarga. Seorang anak tidak mungkin berperan sama dengan
bapak atau ibunya. Struktur peran merupakan serangkaian perilaku yang
diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Bapak berperan
sebagai kepala rumah tangga, ibu berperan dalam wilayah domestik, anak
dan lain sebagainya memiliki peran masing-masing dan diharapkan saling
mengerti dan mendukung.
Selain peran pokok tersebut, adapula peran informal. Peran ini
dijalankan dalam kondisi tertentu atau sudah menjadi kesepakatan antar
anggota keluarga. Misalnya seorang suami memperbolehkan istrinya bekerja
di luar rumah, maka istri telah menjalankan peran informal. Begitu pula
sebaliknya, suami juga tidak segan mengerjakan peran informalnya dengan
membantu istri mengurus rumah.
3) Struktur kekuatan
Struktur kekuatan keluarga menggambarkan adanya kekuasan atau
kekuatan dalam sebuah keluarga yang digunakan untuk mengendalikan dan
mempengaruhi anggota keluarga. Kekuasan ini terdapat pada individu di
dalam keluarga untuk mengubah perilaku anggotanya ke arah postif, baik dari
sisi perilaku maupun kesehatan.
Ketika seseorang memilki kekuatan, maka ia sesungguhnya mampu
mengendalikan sebuah interaksi. Kekuatan ini dapat dibangun dengan
berbagai cara. Selain itu, ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya
struktur kekuatan keluarga.
a. Legitimate power ( kekuatan/wewenang yang sah)
Dalam konteks keluarga, kekuatan ini sebenarnya tumbuh dengan
sendiri, karna ada hirarki yang merupakan konstruk masyarakat kita.
Seorang kepala keluarga adalah pemegang kekuatan interaksi dalam
keluarga. Ia memilki hak untuk mengontrol tingkah laku anggota keluarga
lainnya, terutama pada anak-anak.
b. Referent power
Dalam masyarakat kita, orangtua adalah panutan utama dalam
keluarga terlebih posisi ayah sebagai kepala keluarga. Apa yang
dilakukan ayah akan menjadi contoh baik oleh pasangannya maupun
anak-anaknya. Misalnya untuk mengajari anak melaksanakan ibadah,
tidak perlu dengan kemarahan. Dengan cara orangtua senantiasa
beribadah, anak akan mengikuti dengan sendirinya. Anak akan belar dari
apa yang dilihatnya.
c. Reward power
Kekuasan penghargaan berasal dari adanya harapan bahwa orang
yang berpengaruh dan dominan akan melakukan sesuatu yang postif
terhadap ketaatan seseorang. Imbalan menjadi hal penting untuk
memberikan pengaruh kekuatan dalam keluarga. Hal ini tentu sering
terjadi di masyarakat kita, yang menjanjikan hadiah untuk anaknya jika
berhasil meraih nilai terbaik dalam sekolah. Dengan hadiah tersebut,
anak akan berusaha untuk menjadi anak yang terbaik agar keinginannya
terhadap yang dijanjikan orangtua dapat terpenuhi.
d. Coercive power
Ancaman dan hukuman menjadi pokok dalam membangun kekuatan
keluarga. Kekuatan ini sebagai kekuasan dominasi atau paksaan yang
mampu untuk menghukum bila tidak taat. Bagi sebagian orangtua,
mereka memilih tidak menggunakan kekuasan ini, namun bagi sebagian
lainnya sangat membutuhkan karena merasa putus asa dalam mendidik
anak. Setiap anak memilki karakter unik yang berbeda-beda, oleh karena
itu pola asuh juga tidak bisa disamaratakan. Orangtua memilih pola asuh
tentu atas berbagai pertimbangan yang membuat anak menjadi lebih
positif.
4) Nilai-nilai dalam kehidupan keluarga
Dalam suatu kelompok selalu terdapat nilai-nilai yang dianut bersama,
meski tanpa tertulis. Nilai-nilai tersebut akan terus bergulir jika masih anggota
kelompok yang melestarikannya. Artinya sebuah nilai akan terus berkembang
mengikuti anggotanya. Demikian pula dalam keluarga. Keluarga sebagai
kelompok kecil dalam sistem sosial memilki nilai yang diterapkan dalam
tradisi keluarga. Misalnya tradisi makan bersama, yang memilki nilai positif
dalam membangun kebersamaan dan melatih untuk berbagi.
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang
mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga
merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma
adalah perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai
dalam keluarga.
Nilai-nilai dalam keluarga tidak hanya dibentuk oleh keluarga itu
sendiri, melainkan juga warisan yang dibawa dari keluarga istri maupun
suami. Perpaduan dua nilai yang berbeda inilah yang kemudian melahirkan
nilai-nilai baru bagi keluarga.
4. Fungsi dalam Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hal penting yang harus dijalankan dan
dipatuhi oleh setiap anggotanya. Jika salah satu anggota keluarga terkendala
atau tidak taat, organisasi keluarga akan terhambat. Hal ini akan berakibat buruk
akan tertundanya tujuan yang sudah direncanakan. Misalnya seorang anak yang
sedang sekolah, maka ia harus merampungkan sekolahnya tersebut. Namun jika
ia tidak taat, mungkin karena sering membolos sekolah menjadikannya tidak naik
kelas. Hal ini tentu menghambat tujuan keluarga tersebut yang menjadikan
anaknya pandai dalam bidang akademik. Friedman dalam Maria H. Bakri, 2017
mengelompokkan fungsi pokok keluarga dalam lima poin yaitu:
1) Fungsi reproduksi keluarga
Sebuah peradaban dimulai dari rumah yaitu dari hubungan suami-istri
terkait pola reproduksi. Sehingga adanya fungsi ini ialah untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan sebuah keluarga.
2) Fungsi sosial keluarga
Ialah fungsi yang mengembangkan dan melatih anak untuk hidup
bersosial sebelum meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang lain.
Dalam hal ini, anggota keluarga belajar displin, norma-norma, budaya dan
perilaku melalui interaksi dengan anggota keluarganya sendiri.
3) Fungsi afektif keluarga
Fungsi ini hanya bisa diperoleh dalam keluarga, tidak dari pihak luar.
Maka komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi afektif yaitu
saling mendukung, menghormati, dan saling asuh. Intinya, antara anggota
keluarga satu dengan anggota yang lain berhubungan baik secara dekat.
Dengan cara inilah, seorang anggota keluarga merasa mendapatkan
perhatian, kasih sayang, dihormati, kehangatan dan lain sebagainya.
Pengalaman di dalam keluarga ini akan mampu membentuk perkembangan
individu dan psikologis anggota keluarga.
4) Fungsi ekonomi keluarga
Fungsi ekonomi keluarga meliputi keputusan rumah tangga,
pengelolaaan keuangan, pilihan asuransi, jumlah uang yang digunakan
perencanaan pensiun dan tabungan. Kemampuan keluarga untuk memilki
penghasilan yang baik dan mengelola finansialnya dengan bijak merupakan
faktor kritis untuk kesejaterahan ekonomi.
5) Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi ini penting untuk mempertahankan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memilki produktivitas tinggi. Adapun tugas keluarga dibidang
kesehatan yaitu:
a. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga
Tidak satu pun keluarga yang diperbolehkan menyepelekan masalah
keluarga. Zaman yang semakin maju dan berkembang juga mendukung
hadirnya berbagai penyakit yang dulu tidak ditemukan. Untuk itu, keluarga
harus semakin waspada, tetapi tidak dalam bentuk mengekang sehingga
melarang berbagai hal untuk anggota keluarganya.
b. Kemampuan keluarga memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Mencari pertolongan untuk anggota keluarga yang sakit merupakan
salah satu peran keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga
yang mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat.
Kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan lembaga kesehatan
profesional ataupun praktisi lokal (dukun/pengobatan alternatif) dan
sangat bergantung pada.
a) Sakit apa yang dirasakan?
b) Apakah keluarga tidak mampu menanganinya?
c) Apakah ada kekhawatiran akibat terapi-terapi yang akan dilakukan?
d) Apakah keluarga percaya kepada petugas kesehatan?
c. Kemampuan keluarga melakukan perawatan terhadap keluarga yang
sakit
Bagi anggota keluarga yang sakit, biasanya dibebaskan dari peran
dan fungsinya secara penuh. Beberapa tanggung jawab ditangguhkan
terlebihdahulu atau bahkan diganti oleh anggota keluarga lainnya.
Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban yang paling berat
dirasakan keluarga.
Keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan
keluarga. Terkadang, sebuah keluarga memang memiliki alat-alat atau
obat-obatan yang dapat dijadikan pertolongan pertama, namun hal ini
jelas terbatas baik alat maupun pengetahuan kesehatan.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan dapat dikaitkan dengan
pertanyaan berikut:
a) Apakah keluarga aktif dalam merawat pasien?
b) Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang
perawatan yang diperlukan pasien?
d. Kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan keluarga untuk
menjamin kesehatan keluarga
Yang dimaksud di sini adalah bagaimana keluarga menjaga
lingkungan agar bisa dijadikan sebagai pendukung kesehatan keluarga.
Untuk itu keluarga perlu mengetahui tentang sumber yang dimiliki sekitar
lingkungan rumah. Jika memungkinkan untuk menanam pohon,
sebaiknya hal ini dilakukan karena akan membantu sirkulasi udara dan
lain sebagainya.
e. Kemampuan keluarga untuk menggunakan pelayanan kesehatan
Pada masyarakat tradisional, keluarga yang sakit memiliki
kecenderungan untuk enggan pergi ke pusat pelayanan kesehatan yang
sudah disediakan pemerintah. Alasan biaya biasanya menjadi masalah.
Akan tetapi belakangan ini, pemerintah telah membuat program
penjaminan kesehatan masyarakat sehingga masalah biaya bisa diatasi.
5. Tahap Perkembangan Keluarga
Sulistyo Andarmoyo, 2011 mengungkapkan bahwa setiap keluarga akan
melalui tahap perkembangan yang unik, namun secara umum mengikuti pola
yang sama. Hal ini berarti bahwa setiap keluarga mempunyai variasi dalam
perkembangannya, akan tetapi secara normatif tiap keluarga mempunyai
perkembangan yang sama. Perbedaan/variasi dari perkembangan ini biasanya
akibat perbedaan dari bentuk atau tipe keluarga, penundaan kehamilan, serta
kematian dan perceraian. Adapun tahap perkembangan keluarga adalah sebagai
berikut:
1) Tahap I: keluarga baru/pemula
Perkembangan keluarga tahap I adalah mulainya pembentukan
keluarga yang berakhir ketika lahirnya anak pertama. Pembentukan keluarga
pada umunya dimulai dari perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan
serta perpindahan dari status lajang ke hubungan yang intim serta mulai
meninggalkan keluarganya masing-masing.
Pada tahap ini, pasangan belum mempunyai anak. Tugas-tugas
perkembangan keluarga yaitu:
a. Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
b. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
c. Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orang tua).
2) Tahap II: tahap mengasuh anak (child bearing)
Tahap kedua dimulai dari lahirnya anak pertama sampai dengan anak
tersebut berumur 30 bulan atau 2,5 tahun. Kehadiran bayi pertama ini akan
menimbulkan suatu perubahan yang besar dalam kehidupan rumah tangga.
Oleh karena itu, keluarga dituntut untuk mampu beradaptasi terhadap peran
baru yang dimiliknya dan harus mampu melaksanakan tugas dari peran baru
tersebut.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
b. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga.
c. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran orang tua dan kakek-nenek.
3) Tahap III: keluarga dengan anak prasekolah
Tahap ke tiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama
berusia 30 bulan atau 2,5 tahun dan berakhir ketika berusia 5 tahun. Pada
tahap ini, kesibukan akan semakin bertambah sehingga menuntut perhatian
yang lebih banyak dari orang tua.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain,
privasi dan keamanan
b. Menyosialisasikan anak.
c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan
anak-anak yang lain.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan di luar
keluarga.
4) Tahap IV: keluarga dengan anak usia sekolah
Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai
masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa
remaja. Untuk mencapai tugas perkembangan yang optimal, keluarga akan
membutuhkan bantuan dari pihak sekolah dan kelompok sebaya anak.
a. Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu: Menyosialisasikan anak-anak
termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya yang sehat.
b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
c. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
5) Tahap V: keluarga dengan anak remaja
Perkembangan keluarga tahap V adalah perkembangan keluarga yang
dimulai ketika anak pertama melewati umur 13 tahun. Tahap ini berlangsung
selama 6 hingga 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak
meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di
rumah hingga umur 19 atau 20 tahun.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja
menjadi dewasa dan semakin mandiri.
b. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.
c. Mempertahankan etika dan standar moral keluarga.
6) Tahap VI: keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda
Permulaan tahap kehidupan keluarga di tandai oleh anak pertama
meninggalkan rumah dan berakhir dengan anak terakhir meninggalkan
rumah.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluaga baru
yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak.
b. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan
perkawinan.
c. Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun istri.
7) Tahap VII: keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Orang tua memasuki
usia 45-55 tahun dan berakhir saat seseorang pensiun.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
b. Mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti
dengan para orang tua lansia dan anak-anak.
c. Memperkokoh hubungan perkawinan
8) Tahap VIII: keluarga lanjut usia
Merupakan tahap akhir dan perkembangan keluarga yang dimulai ketika
salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, sampai salah satu
pasangan meninggal dan berakhir ketika kedua pasangan meninggalkan.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan.
d. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.
e. Meneruskan untuk memahami eksitensi mereka.
6. Peran Perawat Komunitas
Pengertian peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan
oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.
Adapun peran perawat komunitas menurut Komang Ayu Henny Achjar, 2012
yaitu:
1) Pendidik (Educator)
Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga sebagai
pendidik (educator), diharapkan perawat komunitas harus mampu
memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan keluarga melalui
pendidikan kesehatan, pemberian pendidikan kesehatan dapat dilakukan di
rumah pada saat kunjungan rumah (home visit) dan pilihan sesuai dengan
tingkatan kemampuan masyarakat. Fokus dan isi pendidikan kesehatan
kepada keluarga meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
dampak dari penyakit.
2) Peneliti (researcher)
Peran sebagai peneliti ditunjukkan oleh perawat komunitas dengan
berbagai aktivitas penelitian yang berfokus pada individu, keluarga, kelompok
atau komunitas.
3) Konselor (counselor)
Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga,
mendengar keluhan keluarga secara objektif, memberikan umpan balik dan
informasi serta membantu keluarga melalui proses pemecahan masalah.
4) Manajer kasus (case manager)
Perawat komunitas dapat mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan
kesehatan keluarga, merancang rencana keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, mengawasi dan mengevaluasi dampak terhadap
pelayanan yang diberikan.
5) Kolaborator (collaborator)
Peran sebagai kolaborator dapat dilaksanakan antara perawat dengan
keluarga dalam memberikan pelayanan kesehatan keluarga secara
komprehensif. Perawat komunitas dapat berpartisipasi bekerjasama
membuat keputusan kebijakan, berkomunikasi dengan anggota tim
kesehatan, berpartisipasi bekerjasama melaksanakan tindakan untuk
menyelesaikan masalah keluarga.
6) Penghubung (liaison)
Perawat sebagai peran penghubung (liaison) membantu
mempertahankan kontinuitas diantara petugas profesional dan non
profesional. Perawat komunitas diharapakan merujuk permasalahan klien
pada sarana pelayanan kesehatan serta sumber yang ada dimasyarakat
seperti puskesmas, RS, tokoh agama, tokoh masyarakat.
7) Pembela (advocate)
Peran sebagai advocate ditunjukkan oleh perawat yang tanggap
terhadap kebutuhan komunitas dan mampu mengkomunikasikan kebutuhan
tersebut kepada pemberi pelayanan secara tepat.
8) Pemberi perawatan langsung
Perawat komunitas memberikan asuhan keperawatan pada keluarga
secara langsung dengan menggunakan prinsip tiga tingkatan (pencegahan
primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention),
dan pencegahan tersier (tertiary prevention).
9) Role model
Dengan menampilkan perilaku yang dapat dipelajari oleh orang lain,
menjadi panutan bagi keluarga.
10) Referral resourse
Dengan membuat rujukan dan follow up rujukan ke pelayanan
kesehatan lain atau ke tenaga kesehatan lain yang diperlukan keluarga.
11) Pembaharu (inovator)
Dengan cara membantu melaksanakan perubahan-perubahan ke arah
yang lebih baik untuk perbaikan dan kepentingan kesehatan keluarga.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Mellitus Tipe II
1. Pengkajian
1) Identitas Data
Pengkajian terhadap data umum keluarga menurut Sulistyo
Andarmoyo, 2012 meliputi:
a. Nama kepala keluarga (KK)
Identifikasi siapa nama KK sebagai penanggung jawab penuh terhadap
keberlangsungan keluarga.
b. Alamat dan telepon
Identifikasi alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi sehingga
memudahkan dalam pemberian asuhan keperawatan.
c. Pekerjaaan dan pendidikan KK
Identifikasi pekerjaaan dan latar belakang pendidikan Kepala Keluarga
dan anggota keluarga yang lainnya sebagai dasar dalam menentukan
tindakan keperawatan selanjutnya.
d. Komposisi keluarga
Komposisi keluarga menyatakan anggota keluarga yang diidentifikasi
sebagai bagian dari keluarga mereka.
e. Genogram
Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan
konstelasi keluarga atau pohon keluarga dan genogram merupakan alat
pengkajian informatif yang digunakan untuk mengetahui keluarga, dan
riwayat, serta sumber-sumber keluarga.
f. Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah
yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
g. Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi
budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.
h. Agama
Mengkaji agama yang dianut keluarga serta keperacayaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
i. Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari
kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya.
Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-
kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang
dimiliki oleh keluarga. Dalam hal ini pertanyaan yang diajukan adalah
status ekonomi:
a) Berapa jumlah pendapatan per bulan?
b) Darimana sumber-sumber pendapatan perbulan?
c) Berapa jumlah pengeluaran perbulan?
d) Apakah sumber pendapatan mencukupi kebutuhan keluarga?
e) Bila tidak, bagaimana keluarga mengaturnya?
j. Rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-
sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan
menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas
rekreasi.
2) Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari
keluarga inti.
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga
serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
c. Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, dijelaskan
mulai lahir hingga saat ini yang meliputi riwayat penyakit keturunan,
riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap
pencegahan penyakit, sumber pelayananan kesehatan yang biasa
digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan
kesehatan, termasuk juga dalam hal ini riwayat perkembangan dan
kejadian-kejadian dan pengalaman kesehatan yang unik atau yang
berkaiatan dengan kesehatan (perceraian, kematian, hilang, dll) yang
terjadi dalam kehidupan keluarga.
d. Riwayat keluarga sebelumnya/asal
Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami
dan istri/keluarga asal kedua orang tua seperti apa kehidupan keluarga
asalnya, hubungan masa silam dan saat dengan orang tua dari ke dua
orang tua)
3) Data Lingkungan
Data lingkungan meliputi seluruh alam kehidupan keluarga mulai dari
pertimbangan bidang-bidang yang paling sederhana seperti aspek dalam
rumah hingga komunitas yang lebih luas dan kompleks di mana keluarga
tersebut berada.
a. Karakteristik rumah
a) Gambar tipe tempat tinggal (rumah, apartemen, sewa kamar, dll).
Apakah keluarga memilki sendiri atau menyewa rumah ini.
b) Gambarkan kondisi rumah (baik interior maupun eksterior rumah).
Interior rumah meliputi jumlah kamar dan tipe kamar, penggunan
kamar dan bagaimana kamar tersebut diatur.
c) Di dapur, amati suplai air minum, penggunaan alat masak.
d) Di kamar mandi, amati sanitasi air, fasilitas toilet, ada tidaknya sabun
dan handuk.
e) Kaji pengaturan tidur di dalam rumah.
f) Amati keadaan umum kebersihan dan sanitasi rumah.
g) Kaji perasaan-perasaan subjektif keluarga terhadap rumah.
h) Evaluasi pengaturan privasi dan bagaimana keluarga merasakan
privasi mereka memadai.
i) Evaluasi ada dan tidak adanya bahaya-bahaya terhadap keamanan
rumah/lingkungan.
j) Evaluasi adekuasi pembuangan sampah.
k) Kaji perasaan puas/tidak puas dari anggota keluarga secara
keseluruhan dengan pengaturan/penataan rumah.
b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
a) Apa karakteristik-karakteristik fisik dari lingkungan yang paling dekat
dan komunitas yang lebih luas?
b) Bagaimana mudahnya sekolah-sekolah di lingkungan atau komunitas
dapat diakses dan bagaimana kondisinya?
c) Fasilitas-fasilitas rekreasi yang dimiliki daerah ini?
d) Bagaimana insiden kejahatan di lingkungan dan komunitas?
e) Apakah ada masalah keselamatan yang serius?
c. Mobilitas geografi keluarga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan berpindah
tempat.
a) Sudah berapa lama keluarga tinggal di daerah ini?
b) Apakah sering berpindah-pindah tempat tinggal?
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
keluarga interaksinya dengan masyarakat.
a) Siapa di dalam keluarga yang sering menggunakan fasilitas
pelayanaan kesehatan?
b) Berapa kali atau sejauh mana mereka menggunakan pelayanan dan
fasilitas?
c) Apakah keluarga memanfaatkan lembaga-lembaga yang ada di
komunitas untuk kesehatan keluarga?
d) Bagaimana keluarga memandang komunitasnya?
e. Sistem pendukung keluarga
Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah sejumlah
keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk
menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas
psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau
dukungan dari masyarakat setempat.
4) Strruktur Keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga.
b. Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang
lain untuk mengubah perilaku.
c. Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik cara
formal maupun informal.
d. Nilai atau norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang
berhubungan dengan kesehatan.
e. Fungsi keluarga
a) Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada
anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap
saling menghargai.
b) Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam
keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar dispilin, norma,
budaya dan perilaku.
c) Fungsi perawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh
mana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan
keluarga di dalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat
dari kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga,
yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap
anggota yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan
setempat.
d) Fungsi reproduksi
1. Berapa jumlah anak?
2. Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anak?
3. Metode apa yang digunakan keluarga dalan mengendalikan
jumlah anak?
e) Fungsi perawatan keluarga
Fungsi ini penting untuk mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
f. Stres dan koping keluarga
Stresor jangka pendek dan panjang
a) Sebutkan stressor jangka pendek (< 6 bulan) dan stresorjangka
panjang (> 6 bulan) yang saat ini terjadi pada keluarga.
b) Apakah keluarga dapat mengatasi stresor biasa dan ketegangan
sehari-hari?
c) Bagaimana keluarga mengatasi tersebut? Jelaskan
d) Strategi koping apa yang digunakan oleh keluarga untuk menghadapi
masalah-masalah? (koping apa yang dibuat?)
Apakah anggota keluarga berbeda dalam cara–cara koping terhadap
masalah-masalah mereka sekarang? Jelaskan
g. Pemeriksaan Fisik
Data selanjutnya yang harus dikumpulkan oleh perawat adalah data
tentang kesehatan fisik. Tidak hanya kondisi pasien, melainkan kondisi
kesehatan seluruh anggota keluarga.
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital. Biasanya pada penderita diabetes
didapatkan berat badan yang diatas normal/obesitas.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran pada
leher, kondisi mata, hidung, mulut dan apakah ada kelainan pada
pendengaran. Biasanya pada penderita diabetes mellitus ditemui
penglihatan yang kabur/ganda serta diplopia dan lensa mata yang
keruh, telinga kadang-kadang berdenging, lidah sering terasa tebal,
ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak
dan berdarah.
c) Sistem integumen
Biasanya pada penderita diabetes mellitus akan ditemui turgor kulit
menurun, kulit menjadi kering dan gatal. Jika ada luka atau maka
warna sekitar luka akan memerah dan menjadi warna kehitaman jika
sudah kering. Pada luka yang susah kering biasanya akan menjadi
ganggren.
d) Sistem pernafasan
Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Biasanya
pada penderita diabetes mellitus mudah terjadi infeksi pada sistem
pernafasan.
e) Sistem kardiovaskuler
Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan ditemui perfusi
jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi,hipertensi, aritmia,kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi polifagi, polidipsi, mual,
muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen dan obesitas.
g) Sistem perkemihan
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya poliuri,
retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h) Sistem muskuluskletal
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya
penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.
i) Sistem neurologis
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya
penurunan sensoris, anastesia, letargi, mengantuk, kacau mental,
disorientasi dan rasa kesemutan pada tangan atau kaki.
2. Analisa Data

No Data Etiologi Diagnosa


Keperawatan

1 DS: Genetik, gaya hidup, Ketidakstabilan


Hiperglikemia: obesitas kadar gula darah
- Palpitasi (D.0027)
- Mudah lapar DM tipe 2

Hipoglikemi:
Sel Beta pancreas hancur
- Mengantuk
- Pusing Defisiensi insulin

DO:
Hipoglikemia: Ketidakstabilan kadar gula
darah
- Gemetar
- Kesadaran menurun
- Perilaku aneh
- Sulir bicara
- Berkeringat

Hiperglikemia:

Kondisi Klinis Terkait

- Diabetes melitus
- Ketoasidosis diabetik
- Hipoglikemia
- Hiperglikemia
- Diabetes gestasional
- Penggunaan
kortikosteroid
- Nutrisi Parental total
(TPN)

2 DS : Obesitas, Usia, Genetik Defisit Nutrisi


(D.0019)
- Cepat kenyang DM tipe II
setelah makan
Sel Beta pancreas hancur
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun Metabolisme protein

DO : Merangsang hipotalamus

- Berat bada menurun Perut lapar dan haus


minimal 10% dibawah
Polidipsi dan polifagi
rentang ideal
- Bising usus hiperaktif Defisit Nutrisi
- Otot pengunyah lemah
- Mebran mukosa pucat

3 DS : Obesitas, Usia, Genetik Perfusi perifer tidak


efektif (D.009)
- Parastesia DM tipe II
- Nyeri ekstremitas Sel Beta pancreas hancur

DO : Viskositas darah meningkat

- Pengisian kapiler >3 Aliran darah melambat


detik
Iskemic Jaringan
- Nadi perifer menurun
atau tidak teraba Perfusi perifer tidak efektif
- Akral teraba dingin
- Warna kulit pucat
- Turgor kulit menurun
- Edema
- Penyembuhan luka
lambat
- Indeks ankre-brachial
<0,90
- Bruit femoral

4 DS : Obesitas, Usia, Genetik Nyeri Akut (D.0077)

- Mengeluh Nyeri DM tipe II

DO : Sel Beta pancreas hancur

- Tampak meringis Defisiensi Insulin


- Gelisah
Lipolisis meningkat
- Frekuensi nadi
menigkatSulit tidur Gliserol asam lemak beta
- TD meningkat meningkat
- Pola nafas berubah
Aterosklerosis
- Nafsu makan berubah
- Proses berfikir Makrovaskular
terganggu
Jantung
- diaforesis
Miocard infark

Nyeri Akut

5 DS :- Obesitas, Usia, Genetik Gangguan


Integritas
DO : DM tipe II
Kulit/Jaringan
- kerusakan jaringa Sel Beta pancreas hancur (D.0129)
dan/atau lapisan kulit
Defisiensi Insulin
- Nyeri
- Perdarahan Lipolisis meningkat
- Kemerahan
Gliserol asam lemak beta
- Hematoma
meningkat

Aterosklerosis

Microvaskular

Gangguan penglihatan

Resiko cedera

Nekrosis Luka

Gangren

Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan

6 Faktor Resiko : Obesitas, Usia, Genetik Resiko


Ketidakseimbanagn
- Perdangan pankreas DM tipe II
Cairan (D.0036)
- Trauma/perdarahan
Sel Beta pancreas hancur
- Asites
- Penyakit ginjal dan Defisiensi Insulin
kelenjar
Penurunan pemakaian
glukosa

Hiperglikemia

Glyosoria

Osmotic Diuresis

Poliuria

Dehidrasi

Resiko
Ketidakseimbangan Cairan

7 Faktor Resiko : Obesitas, Usia, Genetik Resiko Infeksi


(D0142)
- Penyakit Kronis (mis. DM tipe II
Daibetes Melitus
Sel Beta pancreas hancur
- Peningkatan paparan
organisme patogen Defisiensi Insulin
- Kerusakan integritas
Anabolisme protein menurun
kulit
- Perubahan sekresi pH Kerusakan pada antibodi
- Penurunan
Kekebalan tubuh menurun
hemoglobin
- Supresi inflamasi Resiko Infeksi
- Vaksinasi tidak
adekuat

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan keluarga disusun berdasarkan jenis diagnosis seperti:
1) Diagnosis sehat/wellness
Diagnosis sehat/wellness, digunakan bila keluarga mempunyai potensi untuk
ditingkatkan, belum ada maladaptif. Perumusan diagnosis keperawatan
keluarga potensial, hanya terdiri dari komponen problem (P) saja atau P
(problem) dan S (symptom/sign), tanpa komponen etiologi.
2) Diagnosis ancaman
Diagnosis ancaman, digunakan bila belum terdapat paparan masalah
kesehatan, namun sudah ditemukan beberapa data maladaptif yang
memungkinkan timbulnya gangguan.
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga risiko, terdiri dari problem (P),
etiologi (E), dan symptom/sign (S).
3) Diagnosis nyata/gangguan
Diagnosis gangguan, digunakan bila sudah gangguan atau masalah
kesehatan di keluarga, di dukung dengan adanya beberapa data maladaptif.
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga nyata terdiri dari problem (P),
etiologi (E), dan symptom/sign (S).
Perumusan problem (P) merupakan respon terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi (E) mengacu pada 5 tugas keluarga
yaitu:
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, meliputi:
a) Persepsi terhadap keparahan penyakit.
b) Pengertian.
c) Tanda dan gejala.
d) Faktor penyebab.
e) Persepsi keluarga terhadap masalah.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, meliputi:
a) Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah.
b) Masalah dirasakan keluarga.
c) Keluarga menyerah terhadap masalah yang dialami.
d) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan.
e) Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan.
f) Informasi yang salah.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit meliputi:
a) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit?
b) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
c) Sumber-sumber yang ada di dalam keluarga.
d) Sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan meliputi:
a) Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan
b) Pentingnya hygiene sanitasi.
c) Upaya pencegahan penyakit.
e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas keluarga, meliputi:
a) Keberadaan fasilitas kesehatan.
b) Keuntungan yang didapat.
c) Kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan.
d) Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga.
Setelah data dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan
keluarga, selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada perlu
diprioritaskan bersama keluarga dengan memperhatikan sumber daya dan
sumber dana yang dimiliki keluarga.

Tabel 2.1 Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga

Kriteria Bobot Skor

Sifat masalah 1 Aktual= 3


Risiko=2
Potensial=1

Kemungkinan 2 Mudah= 2
masalah untuk Sebagian= 1
dipecahkan Tidak dapat= 0

Potensial Masalah 1 Tinggi= 3


Untuk Dicegah Cukup= 2
Rendah =1
Menonjolnya Masalah 1 Segera diatasi= 2
Tidak segera diatasi=
1
Tidak dirasakan
adanya masalah= 0

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga


dengan diabetes mellitus yaitu:
1) Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II.
2) Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hidperglikemia, vaskosits
darah meningkat
3) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal
masalah kesehatan diabetes mellitus tipe II.
4) Nyeri akut berhubungan dengan arterosklerosis, ulkus diabetikum.
5) Gangguan integritas kulit berhubungan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II.
6) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
7) Resiko Infeksi berhubungan dengan imun tubuh yang menurun, adanya ulkus
diabetikum.
4. Intervensi Keperawatan
Tahap berikutnya setelah merumuskan diagnosis keperawatan keluarga
adalah melakukan perencanaan. Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan
tujuan jangka pendek. Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan umum) mengacu
pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di keluarga, sedangkan penetapan tujuan jangka pendek
(tujuan khusus) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi
(E) Tujuan jangka pendek harus SMART (S=spesifik, M=measurable atau dapat
diukur, A=achievable/dapat dicapai, R=reality, T=time limited/punya limit waktu).
(Komang Ayu Henny Achjar, 2012).
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan. Nursing Interventions Classifikation (NIC). Edisi 6. Yogyakarta: Mocomedia
No Diagnosa Keperawatan (SDKI) SLKI SIKI

1 (D.0027) Ketidakstabilan kadar gula darah Kestabilan Kadar Glukosa darah Manajemen Hiperglikemia (I.)
berhubungan dengan ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keluarga dalam merawat anggota keluarga keperawatan selama …x24 jam
1. Identifikasi kemungkinan
yang sakit diabetes mellitus tipe II. glukosa dalam darah dalam batas
hiperglikemi
normal. Dengan kriteria:
2. Identifikasi situasi yang
1. Koordinasi meingkat (5) menyebabkan kebutuhan
2. Mengantuk menurun (5) insulin meningkat
3. Pusing menurun (5) 3. Monitor kadar glukosa darah,
4. Lelah/lesu menurun (5) jika perlu
5. Keluhan lapar menurun (5) 4. Monitor tanda gejala
6. Kadar glukosa darah membaik (5) hiperglikemi
5. Monitor intake output cairan
6. Monitor keton urin, kadar
AGD,Elektrolit, Tekanan
darah orostaltik, dan
frekuensi nadi
Therapeutik:

1. Berikan asupan cairan oral


2. Konsultasi dengan medis jika
tanda hiperglikemia tetap
atau memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortastik
Edukasi:

1. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar
glukosa adrahecara amndiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urin, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan
diabetes
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian insulin,


jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
Klaium, jika perlu
Manajemen Hipoglikema (I)
Observasi

1. Identifikasi tanda dan gejala


hipoglikemi
2. Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemi
Therapeutik

1. Berikan karbohidart
sederhana, jika perlu
2. Berikan glucagon, jika perlu
3. Berikan karbohidrat
kompleks dan protein sesuai
diet
4. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
5. Pertahankan akses IV, Jika
perlu
6. Hubungi layanan medis
darurat, jika perlu
Edukasi

1. Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana setiap
saat
2. Anjurkan memakai identitas
darurat yang tepat
3. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah
4. Anjurkan berdiskusi dengan
tim perawatan diabetes
tentang penyesuaian
program pengobatan
5. Jelaskan interaksi antara
diet, insulin/agen oral, dan
olahraga
6. Ajarkan pengelolaan
hipoglikemi
7. Ajarkan perawatan mandiri
untuk mencegah hipoglikemi
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
dextrose, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
glucagon, jika perlu
2 Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
dengan hidperglikemia, vaskosits darah keperawatan Perpusi jaringan Observasi
meningkat. meningkat (L.02011), dengan kriteria 1. Periksa sirkulasi perifer(mis.
hasil : Nadi perifer, edema,
pengisian kalpiler, warna,
1. Denyut nadi perifer meningkat (5)
suhu, angkle brachial index)
2. Penyembuhan luka sesansi
2. Identifikasi faktor resiko
meningkat (5)
gangguan sirkulasi (mis.
3. Warna kulit pucat menurun (5)
Diabes, perokok, orang tua,
4. Edeme perifer menuru (5)
hipertensi dan kadar
5. Nyeri ekstremitas menurun (5)
kolesterol tinggi)
6. Parastesia menurun (5)
3. Monitor panas, kemerahan,
7. Kelemahan otot (5)
nyeri, atau bengkak pada
8. Kram otot (5)
ekstremitas
9. Bruit femoralis menurun (5)
Terapeutik
10. Nekrosis (5)
1. Hindari pemasangan infus
11. Pengisian kapiler cukup membaik
atau pengambilan darah di
(5)
area keterbatasan perfusi
12. Akral cukup membaik (5)
2. Hindari pengukuran tekanan
13. Turgor kulit (5)
darah pada ekstremitas pada
14. Tekanan darah sistolik cukup
keterbatasan perfusi
membaik (5)
3. Hindari penekanan dan
15. Tekanan darah diastolik cukup
pemasangan torniquet pada
membaik (5)
area yang cidera
16. Tekanan arteri rata-rata cukup
4. Lakukan pencegahan infeksi
membaik (5)
5. Lakukan perawatan kaki dan
17. Indeks ankle-brachial cukup kuku
membaik (5) 6. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
7. Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
10. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi Perifer
(I.06195)
Observasi
1. Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
2. Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu,
dan pakaian
3. Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
4. Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
5. Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
6. Monitor terjadinya parestesia,
jika perlu
7. Monitor perubahan kulit
8. Monitor adanya tromboflebitis
dan tromboemboli vena
Terapeutik
1. Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
1. Anjurkan penggunaan
termometer untuk mneguji
suhu air
2. Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
3. Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortokosteroid, jika perlu
3 Defisit Nutrisi berhubungan dengan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Setelah dilakukan tindakan Observasi
kesehatan diabetes mellitus tipe II. keperawatan status nutrisi terpenuhi 1. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
1. Porsi makanan yag dihabiskan
3. Identifikasi makanan yang
meningkat (5)
disukai
2. Berat badan atau IMT meningkat (5)
4. Identifikasi kebutuhan kalori
3. Frekuensi makan meningkat (5)
dan jenis nutrient
4. Nafsu makan meningkat (5)
5. Monitor asupan makanan
5. Perasaan cepat kenyang meningkat
6. Monitor berat badan
(5)
7. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedooman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan makanan rendah
protein
7. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
8. Anjurkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetic), jika perlu
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Promosi Berat Badan
Observasi
1. Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual muntah
3. Monitor jumlah kalori yang
dikonsumsi sehari-hari
4. Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum Teraupetik
5. Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
6. Sediakan makanan yang
tepat sesuai kondisi pasien
(mis. Makanan dengan
tekstur halus, makanan yang
diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
gastrostomy, total parenteral
nutrition sesuai indikasi)
7. Hidangkan makanan secara
menarik
8. Berikan suplemen, jika perlu
9. Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
4 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
arterosklerosis, ulkus diabetikum. keperawatan tingkat nyeri menurun Observasi
(L.08066), dengan kriteria hasil : 1. lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
1. Kemampuan menuntaskan
nyeri
aktivitas meningkat (5)
2. Identifikasi skala nyeri
2. 2. Keluhan nyeri menurun (5)
3. Identifikasi respon nyeri non
3. Meringis menurun (5)
verbal
4. Sikap protektif menurun (5)
4. Identifikasi faktor yang
5. Gelisah menurun (5)
memperberat dan
6. Kesulitan tidur (5)
memperingan nyeri
7. Mernarik diri menurun (5)
5. Identifikasi pengetahuan dan
8. Mual menurun (5)
keyakinan tentang nyeri
9. Muntah menurun (5)
6. Identifikasi pengaruh budaya
10. Frekuensi nadi membaik
terhadap respon nyeri
11. Pola napas membaik (5)
7. Identifikasi pengaruh nyeri
12. Tekanan darah membaik (5)
pada kualitas hidup
13. Nafsu makan membaik (5)
8. Monitor keberhasilan terapi
14. Pola tidur membaik (5)
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

5 Gangguan integritas kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
ketidakmampuan keluarga dalam merawat keperawatan Intervensi Kulit dan Observasi
anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus Jaringan meningkat (L.14125), dengan 1. Identifikasi penyebab
tipe II. kriteria hasil : gangguan integritas kulit
Terapeutik
1. Elastisitas meningkat (5)
1. Ubah posisi setiap 2 jam jika
2. Hidrasi meningkat (5)
tirah baring
3. Perfusi jaringan meningkat (5)
2. Lakukan pemijatan pada
4. Kerusakan jaringan menurun (5)
area penonjolan tulang, jika
5. Kerusakan lapisan kulit menurun
perlu
(5)
3. Bersihkan perineal dengan
6. Nyeri menurun (5)
air hangat, terutama selama
7. Perdarahan menurun (5)
periode diare
8. Hematoma menurun(5)
4. Gunakan produk berbahan
9. Pigmentasi abnormal menurun (5) petrolium atau minyak pada
10. Jaringan parut menurun (5) kulit kering
11. Nekrosis menurun (5) 5. Gunakan produk berbahan
12. Suhu kulit membaik (5) ringan/alami dan hipoalergik
13. Sensasi membaik (5) pada kulit sensitive
14. Terkstur membaik (5) 6. Hindari produk berbahan
15. Pertumbuhan rambut membaik (5) dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin, serum)
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
5. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
6. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah
Perawatan Luka
Observasi
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
1. lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
2. Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu
3. Bersihkan dengan cairan
NACL atau pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berika salep yang sesuai di
kulit /lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis
luka
7. Pertahan kan teknik seteril
saaat perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi
setiap dua jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berika diet dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
12. Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengosumsi
makan tinggi kalium dan
protein
3. Anjurkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
6 Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan
dengan osmotik diuresis keperawatan keseimbangan cairan Observasi
meningkat (L.03021), dengan kriteria 1. Monitor status hidrasi ( mis,
hasil : frek nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler,
1. Asupan cairan meningkat (5)
kelembapan mukosa, turgor
2. Keluaran urin meningkat (5)
kulit, tekanan darah)
3. Kelembaban mukosa membran
2. Monitor berat badan harian
mukosa meningkat (5)
3. Monitor hasil pemeriksaan
4. Asupan makanan meningkat (5)
laboratorium (mis.
5. Tekanan darah membaik (5)
Hematokrit, Na, K, Cl, berat
jenis urin , BUN)
4. Monitor status hemodinamik (
Mis. MAP, CVP, PCWP jika
tersedia)
Terapeutik
1. Catat intake output dan
hitung balans cairan dalam
24 jam
2. Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena bila
perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
2. Pemantauan Cairan
Observasi
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi nafas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian
kapiler
6. Monitor elastisitas atau turgor
kulit
7. Monitor jumlah, waktu dan
berat jenis urine
8. Monitor kadar albumin dan
protein total
9. Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis. Osmolaritas
serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
10. Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia (mis. Frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat,
berat badan menurun dalam
waktu singkat)
11. Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia 9mis. Dyspnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat,
CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
12. Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan

Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
7 Resiko Infeksi berhubungan dengan imun Setelah dilakukan tindakan Perawatan kaki (I.11354)
tubuh yang menurun, adanya ulkus diabetikum. keperawatan tingkat infeksi menurun Observasi
(L.14137), dengan kriteria hasil :
1. Identifikasi perawatan kaki
1. Kebersihan tangan meningkat (5) yang biasa dilakukan
2. Kebersihan badan meningkat (5) 2. Periksa adanya iritasi, retak,
3. Demam menurun (5) lesi, kapalam, kelainan
4. Kemerahan menurun (5) bentuk, atau edema
5. Nyeri mneurun (5) 3. Periksa adanya ketebalan
6. Bengkak menurun (5) kuku
7. Vesikel menurun (5) 4. Monitor tingkat ketebalan
8. Cairan berbau busuk menurun (5) 5. Monitor insufisiensi arteri kaki
9. Kadar sel darah putih membaik (5) 6. Monitor kadar gla darah atau
10. Kultur darah membaik (5) nilai HbA1c <7 %
11. Kultur sputum membaik (5) Terapeutik
12. Kultur area luka membaik (5)
1. Keringkan sela-sela jari kaki
2. Berikan pelembab kaki,
sesuai kebutuhan
3. Lakuakn perawatan luka
sesuai kebutuhan
Edukasi

1. Informasikan pentingnya
perawatan kaki
2. Anjurkan memakai kaki yang
sesuai
3. Anjurkan menhindari
penekanan pada kaki yang
mengalami ulkus dengan
menggunakan tongkat atau
sepatu khusus
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan
program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari keluarga,
memandirikan keluarga. Seringkali perencanaan program yang sudah baik tidak
diikuti dengan waktu yang cukup untuk merenacanakan implementasi (Komang
Ayu Henny Achjar, 2012).
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan sekumpulan informasi yang sistematik berkenaan dengan program
kerja dan efektifitas dari serangkaian program yang digunakan terkait program
kegiatan, karakteristik dan hasil yang telah dicapai (Komang Ayu Henny Achjar,
2012). Program evaluasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada
perencana program dan pengambil kebijakan tentang efektivitas dan efisiensi
program. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan keterampilan untuk
menentukan apakah program sudah sesuai rencana dan tuntutan keluarga.
Evaluasi digunakan untuk mengetahui seberapa tujuan yang ditetapkan
telah tercapai dan apakah intervensi yang dilakukan efektif untuk keluarga
setempat sesuai dengan kondisi dan situasi keluarga, apakah sesuai dengan
rencana atau apakah dapat mengatasi masalah keluarga. Evaluasi ditujukan
untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan keluarga dan program apa yang
dibutuhkan keluarga, apakah media yang digunakan tepat, ada tidaknya program
perencanaan yang dapat diimplementasikan, apakah program dapat menjangkau
keluarga, siapa yang menjadi target sasaran program, apakah program yang
dilakukan dapat memenuhi kebutuhan keluarag. Evaluasi juga bertujuan untuk
mengidentifikasi masalah dalam perkembangan program dan penyelesainnya.
Program evaluasi dilaksanakan untuk memastikan apakah hasil program
sudah sejalan dengan sasaran dan tujuan, memastikan biaya program, sumber
daya dan waktu pelaksanaan program yang telah dilakukan. Evaluasi juga
diperlukan untuk memastikan apakah prioritas program terkait keefektifannya.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur. proses dan hasil. Evaluasi
program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai
dasar proses pengambilan keputusan, dengan cara meningkatkan upaya
pelayanan kesehatan. Evaluasi proses, difokuskan pada urutan kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat diukur melalui
perubahan pengetahuan (knoewledge), sikap (attitude) dan perubahan perilaku.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Data Umum

a. Nama Kepala Keluarga : Tn A

b. Alamat :Kihapit Barat RT 02 RW 09 Leuwigajah

c. Telpon : 089605245293

d. Pekerjaan : Buruh Bangunan

e. Pendidikan : SMA

f. Komposisi :

Tabel 3.1 Komposisi Keluarga Tn. A

Hubung Status Imunisasi

Nam J an Umu Pendid B Polio DPT Hepatit Camp Ket


a K dengan r ikan C is ak
KK G 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3

Tn. L Kepala 42 SMA


A K keluarga

Ny.S P Istri 39 SMA


R

An. L Anak 12 SD
S K

An. J L Anak 8 SD
K

2. Genogram
Penjelasan: Ny. S merupakan anak kelima dari lima bersaudara dan menikah
dengan Tn. A. Dan mereka memiliki dua orang anak lakilaki. Dan bapak Ny. S
juga menderita DM dan meninggal serta kakak Ny. S juga menderita DM.
Keterangan:
Gambar 3.1 Genogram Keluarga Tn. A

= Perempuan = Perempuan meninggal

= Laki-laki = Laki-laki meninggal

= klien = serumah

= Yang menderita DM =Laki-laki dan DM meninggal

3. Tipe Keluarga
Tipe keluarga pada Tn. A adalah keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak.
4. Suku Bangsa
Suku bangsa pada keluarga Tn. A adalah suku Minang.
5. Agama
Agama pada keluarga Tn. A adalah Islam.
6. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Pendapatan keluarga Tn. A dalam sebulan kurang lebih Rp
2.000.000/bulan dari hasil buruh bangunan dan istrinya Ny. S sebagai pedagang
gorengan dengan pendapatan Rp 850.000/bulan. Penghasilan ini digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga Tn. A.
7. Aktivitas rekreasi keluarga
Tn. A mengatakan jarang melakukan rekreasi keluarga, kecuali pada hari
besar agama seperti Idul Fitri, biasanya keluarga akan mudik ke kampung.
8. Riwayat Dan Tehap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga Tn. A adalah tahap keluarga dengan
anak usia sekolah karena anak pertama dan kedua masih berumur 12 tahun
dan 8 tahun.
b. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah memenuhi
kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
c. Riwayat keluarga inti
Ny. S pernah dirawat di rumah sakit sekitar 3 tahun yang lalu dengan
keluhan lemas dan pusing. Setelah di cek GDS Ny. S ternyata GDS Ny. S
389 mg/dL. Sehingga Ny. S dirawat inap di rumah sakit selama 3 hari dan
hingga saat ini Ny. S masih mengomsumsi obat DM tablet yaitu metformin,
glimepiride serta suntik insulin. Namun Ny. S mengaku tidak teratur minum
obatnya dan keluarga jarang membawa Ny. S untuk memeriksakan dan
mengontrol gula ke fasilitas kesehatan dan hingga saat ini Ny. S mengeluh
sering merasa lapar dan haus, sering buang air kecil lebih dari 6 kali sehari,
sering merasa kesemutan pada ujung jari kaki, susah tidur malam hari,
merasa gatal pada kulit, terdapat luka di jari kaki disertai adanya nanah atau
pus, serta penglihatan terkadang berkunang-kunang.
Hasil pengukuran tanda-tanda vital pada saat pengkajian Ny. 97 S
didapatkan TD: 90/60 mmhg, N: 118xmenit, S: 37ͦ C, RR: 20xmenit GDS
pukul 10.00: 292 mg/dL, GDS pukul 15.00: 268 mg/dL. Dan Ny. S mengaku
sering mengomsumsi makanan tinggi gula, minum kopi, makanan tidak
teratur. Sedangkan kesehatan Tn. A tidak terdapat riwayat penyakit menular
maupun kronis lainnya, begitu juga dengan kedua anaknya.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Ny. S memilki 5 bersaudara terdiri dari 4 perempuan dan 1 laki-laki. Ny.
S mempunyai penyakit DM merupakan penyakit keturunan dari bapak Ny. S
yang kini telah meninggal. Selain Ny. S yang menderita DM, kakak
perempuan Ny. S juga menderita DM. Selain faktor keturunan dan gaya hidup
yang kurang sehat serta kurang berolahraga dan pola istirahat yang kurang
ditambah kebiasaan komsumsi yang manis sebagai faktor pemicu diabetes
mellitus. Sedangkan kakak perempuan Ny. S menderita DM diumur 45 tahun.
B. Pengkajian Lingkungan
1. Karakteristik rumah
Rumah Tn. A adalah rumah permanen, lantai keramik dengan luas 20x15 m
dengan atap menggunakan seng. Ada 3 kamar dalam rumah Tn. A, 1 kamar
utama dan 2 lagi kamar anak-anak. Ada 1 dapur dan 1 kamar mandi. Ada
jamban di dalam kamar mandi, dapur, gudang, dan ruang tamu. Saluran
pembuangandialirkan ke tempat pembuangan septi tank. Jarak antara sumur
dengan septi tank kurang lebih 10 meter. Rumah Tn. A mendapat cukup cahaya
matahari dan ventilasi karena jendela rumah sering terbuka. Penerangan di
rumah menggunakan listrik. Keluarga mempunyai pembuangan sampah terbuka,
biasanya sampah-sampah rumah tangga akan dibuang ke plastik hitam dan akan
dibuang ke tempat pembuangan sampah jika sudah penuh. Air yang digunakan
untuk makan, minum dan mandi sehari-hari adalah air sumur. Terdapat fasilitas
kesehatan di lingkungan rumah yaitu posyandu, rumah bidan, praktek dokter,
dan puskesmas. Fasilitas kesehatan tersebut dapat dijangkau dengan
menggunakan motor dan berjalan kaki. Rumah depan: tampak bersih. Ruang
tamu: tampak bersih. Ruang tidur: tempat tidur terbuat dari kayu. Kamar mandi:
kamar mandi terdiri dari 1 bak mandi dan 1 WC. Jendela: jendela ada di setiap
kamar. Kamar mandi dan dapur: tampak licin.
Gambar 3.2 Denah Rumah Keluarga Tn.A

Kamar Mandi

Kamar Tidur

Ruang Tamu Gudang

Kamar Tidur

Dapur

Kamar Tidur

2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW


Ny. S mengikuti kegiatan arisan, wirid, maupun kerja bakti di lingkungan rumah.
Hubungan bersama antar tetangga terjalin baik, saling menghormati dan
kerukunan terjalin.
3. Mobilitas geografis keluarga
Ny. S lahir di Padang Panjang dan dibesarkan di Padang Panjang namun
semenjak menikah dengan Tn. A mereka pindah dan menetap di Pekanbaru
sejak 2004 sampai sekarang.
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Perkumpulan anggota keluarga biasanya dilaksanakan pada malam hari sewaktu
makan malam. Dan kegiatan yang ada di lingkungannya juga sering keluarga Tn.
A mengikutinya.
5. Sistem pendukung keluarga
Keluarga Tn. A kalau ada yang sakit, biasanya hanya dibelikan obat warung dan
pilihannya. Sesekali dibawa ke puskesmas kalau tidak kunjung sembuh. Ny. S
mengaku jarang memeriksakan penyakitnya ke pelayanan kesehatan.
C. Struktur Keluarga
1. Komunikasi keluarga
Komunikasi yang terjalin dalam keluarga Tn. A cukup baik dan terbuka di mana
semua dibicarakan dan diselesaikan bersama.
2. Struktur kekuatan keluarga
Antar anggota keluarga saling menghormati dan menghargai dan pengambilan
keputusan berdasarkan keputusan bersama.
3. Struktur peran
Tn. A berperan sebagai kepala keluarga, suami dan pencari nafkah. Ny. S
berperan sebagai ibu rumah tangga dan An. S dan An. J berperan sebagai anak.
4. Norma keluarga
Keluarga Tn. A menerapkan nilai dan norma keluarga yang berlaku menurut
ajaran agama Islam dan budaya yang berlaku dan aturan yang ada di
masyarakat
D. Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif
Keluarga Tn. A saling menyayangi dan saling peduli.
2. Fungsi sosialisasi
Keluarga Tn. A mengatakan tidak ada masalah dengan tetangga maupun
masyarakat sekitar tempat tinggal keluarga Tn. A.
3. Fungsi perawatan kesehatan
a. Mengenal masalah kesehatan
Pada saat pengkajian Tn. A belum mampu mengenal masalah kesehatan
pada Ny. S secara rinci dan keseluruhan, ini terbukti pada saat ditanya pada
keluarga penyakit Ny. S, keluarga mampu menjawab bahwa penyakit DM
adalah penyakit gula dan belum mengetahui secara rinci sebab dan
komplikasi serta diet makanan tentang DM.
b. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Jika Ny. S sakit, alternatif yang keluarga lakukan adalah menyuruh Ny. S
untuk meminum obat glimepiride, metformin dan obat warung. Keluarga Tn. A
jarang memeriksakan kesehatannya secara teratur karena kesibukan Tn. A
yang bekerja sebagai buruh bangunan dan Ny. S yang bekerja sebagai
pedagang gorengan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Keluarga tidak mampu merawat Ny. S terbukti keluhan yang dirasakan Ny. S
sering lemas, penglihatan sebelah kanan klien terkadang kabur, sering
menggaruk-garuk anggota tubuh yang gatal-gatal seperti punggung hingga
memerah dan ada luka di jari kaki yang belum kunjung sembuh, serta jarang
mengingatkan minum obat DM dan keluarga sering menginjeksi insulin hanya
satu tempat saja, jarang mengganti jarum insulin, sering menginjeksi insulin
tanpa diperiksa dulu gula darah Ny. S. Dan keluarga mengatakan tidak
mengerti secara rinci cara perawatan luka dan terlihat bingung saat
ditanyakan mengenai cara perawatan luka.
d. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Kondisi rumah Ny. S cukup bersih, pencahayaan cukup, namun lantai rumah
bagian dapur dan kamar mandi Ny. S sering licin karena Ny. S sering
memasak gorengan di dapur dan jarang membersihkannya.
e. Menggunakan fasilitas kesehatan
Keluarga belum memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan baik, terbukti
keluarga jarang memeriksakan Ny. S ke fasilitas kesehatan.
4. Fungsi reproduksi
Keluarga Tn. A mempunyai 2 orang anak laki-laki.
5. Fungsi ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga Tn. A menggunakan
penghasilan yang diperoleh untuk kebutuhan.
E. Tugas Perawatan Keluarga
1. Mengenal masalah keluarga
2. Mengambil keputusan
3. Merawat anggota keluarga yang sakit
4. Memelihara lingkungan
5. Menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan
F. Stress Dan Koping Keluarga
1. Stress jangka pendek dan panjang
a. Stres Jangka Pendek
Ny. S khawatir mengenai keluhan yang penyakit DM terutama gatal-gatal dan
luka kecil di kaki yang tidak sembuh dan takut meluas.
b. Stres Jangka Panjang
Stressor jangka panjang yang dihadapi Ny. S adalah takut komplikasi dari
diabetes yang akan menganggu kesehatannya dan ekonomi keluarga.
a) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah Untuk mengatasi
kekurangan ekonomi keluarga, Ny. S menjual gorengan dan untuk
masalah kesehatan selain membeli obat dan kalau sakit berlanjut
dibawa ke puskesmas.
b) Strategi koping yang digunakan Jika ada masalah yang tidak bisa
diselesaikan Tn. A dan keluarga tetap mencari jalan keluar dengan
musyawarah dan Ny. S juga menerima apapun yang terjadi pada
dirinya terkait dirinya terkait penyakitnya, karena Ny. S yakin semua
diatur oleh Allah SWT.
c) Strategi adaptasi fungsional Apabila banyak permasalahan yang
dihadapi keluarga Tn. A akan minta bantuan keluarga terdekat.
2. Kemampuan keluarga
3. Strategi koping
4. Strategi adaptasi
G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
Tanda – tanda Vital :
Tensi : 90/60 mmHg Nadi : 118xmenit
RR : 20x/menit Suhu : 37 oC
BB : 50 kg TB : 150 cm
LL : 35 cm LK : 56 cm
2. Pemeriksaan Fisik Head to Toe / Persistem
1) Kepala : Rambut bersih, warna hitam, sedikit beruban.
2) Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikretik.
3) Hidung : Bersih, penciuman, tidak ada sekret, tidak ada
pernafasan cuping hidung.
4) Telinga : Bersih, simetris, tidak ada serumen, fungsi
pendengaran baik.
5) Mulut : Mulut bersih, mukosa bibir lembab.
6) Leher : Tidak ada pembesaran kalenjar tiroid.
7) Dada paru-paru :Simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan, auskultasi paru vesikuler.
8) Jantung : Ictus cordis tidak tampak, bunyi jantung normal.
9) Abdomen : Datar, simetris, tidak ada nyeri tekan
10) Ekstremitas : Tidak ada varises dan edema, ada luka di jari kaki
sebelah kiri, ada pus, sering kesemutan.
11) Genetalia : Bersih, jenis kelamin perempuan.
12) Integumen : Warna kulit sawo matang, CRT<3 detik, ada luka di
jari kaki sebelah kiri, ada pus, sering kesemutan.
3. Pemeriksaan Penunjang
GDS pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 10.00: 292 mg/dL pukul 15.00: 268
mg/dL

H. Harapan Keluarga
Keluarga Tn. A berharap dengan adanya petugas kesehatan yang mengunjunginya,
akan ada perubahan tingkah laku yang dapat dilakukan oleh Ny. S dan keluarga
dalam menunjang peningkatan kesehatan keluarga.
I. Analisa Data dan Masalah Keperawatan Keperawatan
Tabel 3.3 Analisa Data Masalah Keperawatan Keluarga

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1 Data subjektif: Genetik, gaya hidup, Ketidakstabilan


1. Ny. S mengatakan mengeluh obesitas kadar gula
banyak minum, banyak makan darah.
DM tipe 2
dan kencing dalam sehari lebih
dari 6 kali disertai lemas. Sel Beta pancreas
2. Ny. S mengatakan jarang hancur
mengontrol gula darah ke
Defisiensi insulin
fasilitas kesehatan.
3. Keluarga mengatakan Ny. S Ketidakstabilan
sering mengkonsumsi kadar gula darah
makanan dan minuman tinggi
gula seperti nasi putih,
gorengan, dan kopi.
4. Ny. S tidak diingatkan oleh
keluarga tepatnya suami Ny. S
untuk minum obat dan Ny. S
juga sering lupa untuk minum
obat DM.
5. Ny. S mengatakan menginjeksi
insulin tanpa diperiksa kadar
gula darah terlebih dahulu.
6. Keluarga Tn. A khawatir jika
sewaktu-waktu penyakit Ny. S
memburuk dan menimbulkan
komplikasi.

Data Objektif:

1. GDS pada tanggal 11 Maret


2020 pukul 10.00: 292 mg/dL
pukul 15.00: 268 mg/dL
2. TTV pada tanggal 11 Maret
2020 TD: 90/60 mmHg N:
118x/menit S: 37ͦ C RR:
20x/menit, BB=50 kg,
TB=150kg, LK=35 cm, LK=56
cm

2 Data subjektif: Obesitas, Usia, Gangguan


1. Ny. S mengatakan luka di kaki Genetik Integritas
kadang lembab. Kulit/Jaringan
DM tipe II
2. Ny. S mengatakan gatal-gatal
di badan sudah banyak. Sel Beta pancreas
3. Ny. S mengatakan terdapat hancur
bekas garukan di punggung
Defisiensi Insulin
Ny. S.
4. Keluarga mengatakan tidak Lipolisis meningkat
mengetahui cara perawatan
Gliserol asam lemak
luka yang benar.
beta meningkat
Data Objektif
Aterosklerosis
1. Terdapat luka lembab di kaki
Ny. S dan ada sedikit nanah
disebabkan karena adanya Microvaskular
infeksi bakteri dan kuman
Gangguan
serta akibat perawatan luka
penglihatan
yang keliru dan kurangnya
kesadaran diri untuk menjaga Resiko cedera
kebersihan luka.
Nekrosis Luka
2. Terdapat bekas garukan di
punggung Ny. S. 3. Keluarga Gangren
terlihat bingung saat
Gangguan Integritas
menyebutkan urutan
Kulit/Jaringan
perawatan luka yang benar.

J. Diagnosa Keperawatan
1. DX Keperawatan Keluarga:
1) Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II
pada Ny. S.
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny.
S.
2. Prioritas Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan 1: Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes
mellitus tipe II pada Ny.S.
Tabel 3.4 Skoring Masalah Keperawatan Keluarga 1

No Kriteria Skor Bobot Perhitungan Justifikasi

1. Sifat Masalah 1 3/3x1=1 Masalah


sudah terjadi
Skala :
dan apabila
 Tidak/kurang 3 masalah tidak
sehat diatasi dapat
2
menimbulkan
 Ancaman
1 komplikasi
kesehatan

 Keadaan
sejahtera

2. Kemungkinan masalah 2 1/2x2=1 Masalah


dapat diubah dapat diubah
tergantung
Skala :
2 peran aktif
 Mudah Ny. S dalam
1
mematuhi
 Sebagian
0 terapi

 Tidak dapat pengobatan


dan diet.

3. Potensial masalah 1 2/3x1=2/3 Perlu


untuk dicegah kepatuhan
dan waktu
Skala :
3 untuk
 Tinggi mengubah
2
kebiasaan
 Cukup
1 hidup sehat

 Rendah

4. Menonjolnya masalah 1 2/1x1=2 Keluarga


menyadari
Skala :
pentingnya
 Masalah berat, 2 masalah
harus segera untuk segera
ditangani diatasi
1 sehingga
 Ada masalah
dapat
tetapi tidak perlu
meningkatkan
ditangani
0 derajat

 Masalah tidak kesehatan

dirasakan Ny.S
JUMLAH 14/3

Diagnosa keperawatan 2: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes
mellitus tipe II pada Ny. S.

Tabel 3.5 Skoring Masalah Keperawatan Keluarga 2

Perhitunga
No Kriteria Skor Bobot Justifikasi
n

1. Sifat Masalah 1 3/3x1=1 Masalah


sudah
Skala :
terjadi.
 Tidak/kurang 3
sehat
2
 Ancaman
1
kesehatan

 Keadaan
sejahtera

2. Kemungkinan masalah 2 1/2x2=1 Masalah


dapat diubah bisa diubah
dengan
Skala :
2 mengajarkan
 Mudah cara
1
merawat
 Sebagian
0 anggota
keluarga
 Tidak dapat
yang sakit
dengan diet
DM dan
perawatan
luka..

3. Potensial masalah 1 2/3x1=2/3 Masalah


untuk dicegah dapat
dicegah
Skala : 3 dengan
mengajarkan
 Tinggi 2
cara

 Cukup 1 merawat
luka dan
 Rendah membawa
Ny. S ke
fasilitas
kesehatan.

4. Menonjolnya masalah 1 2/1x1=2 Keluarga


merasakan
Skala :
ada masalah
 Masalah berat, 2 tetapi belum
harus segera bisa
ditangani merawat
1 anggota
 Ada masalah tetapi
keluarga
tidak perlu
yang sakit.
ditangani
0
 Masalah tidak
dirasakan

JUMLAH 11/3

Tabel 3.6 Prioritas Diagnosa Keperawatan Keluarga

NO Prioritas diagnosa keperawatan Skor


keluarga

1 Ketidakstabilan kadar gula darah 14/3


berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.

2 Gangguan integritas kulit 11/3


berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
K. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.7 Intervensi Keperawatan Keluarga

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia (I.)


gula darah berhubungan keperawatan selama 2x24 jam glukosa Observasi:
dengan ketidakmampuan dalam darah dalam batas normal. 1. Identifikasi kemungkinan hiperglikemi
keluarga dalam merawat Dengan kriteria: 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
anggota keluarga yang meningkat
1. Koordinasi meningkat (5)
sakit diabetes mellitus 3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
2. Mengantuk menurun (5)
tipe II pada Ny. S. 4. Monitor tanda gejala hiperglikemi
3. Pusing menurun (5)
5. Monitor intake output cairan
4. Lelah/lesu menurun (5)
Therapeutik:
5. Keluhan lapar menurun (5)
1. Konsultasi dengan medis jika tanda hiperglikemia tetap
6. Kadar glukosa darah membaik (5)
atau memburuk
Edukasi:
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4. Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian Kalium, jika perlu

2 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit


berhubungan dengan keperawatan Intervensi Kulit dan Observasi
ketidakmampuan Jaringan meningkat (L.14125), dengan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
keluarga dalam merawat kriteria hasil : Terapeutik
anggota keluarga yang 1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
1. Elastisitas meningkat (5)
sakit diabetes mellitus 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika
2. Hidrasi meningkat (5)
tipe II pada Ny. S perlu
3. Perfusi jaringan meningkat (5)
3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada
4. Kerusakan jaringan menurun (5)
kulit kering
5. Kerusakan lapisan kulit menurun
Edukasi
(5)
1. Anjurkan minum air yang cukup
6. Nyeri menurun (5)
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
7. Perdarahan menurun (5)
3. Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
8. Hematoma menurun(5)
Perawatan Luka
9. Pigmentasi abnormal menurun (5)
Observasi
10. Jaringan parut menurun (5)
1. Monitor karakteristik luka
11. Nekrosis menurun (5)
2. Monitor tanda-tanda infeksi
12. Suhu kulit membaik (5)
Terapeutik
13. Sensasi membaik (5)
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
14. Terkstur membaik (5) 2. Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non
15. Pertumbuhan rambut membaik (5) toksik,sesuai kebutuhan
3. Bersihkan jaringan nekrotik
4. Berikan salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
5. Pasang balutan sesuai jenis luka
6. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka
7. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
8. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai
kondisi pasien
9. Berika diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari
10. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi
11. Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf transkutaneous),
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengosumsi makan tinggi kalium dan protein
3. Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
L. Implementasi Keperawatan Keluarga
Tabel 3.8 Implementasi Keperawatan Keluarga

Tanggal/Puku No. Implementasi Keperawatan


l Diagnosa
Keperawatan

12 Maret 2021 1 1. Mengidentifikasi kemungkinan hiperglikemi


10.00 2. Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan
kebutuhan insulin meningkat
3. Memonitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Memonitor tanda gejala hiperglikemi
5. Memonitor intake output cairan
6. Konsultasi dengan medis jika tanda
hiperglikemia tetap atau memburuk
7. Menganjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
8. Menganjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri
9. Menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
10. Mengajarkan pengelolaan diabetes
11. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
12. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
13. Kolaborasi pemberian Kalium, jika perlu

1 1. Mengidentifikasi penyebab gangguan


integritas kulit
2. Gunakan produk berbahan petrolium atau
minyak pada kulit kering
3. Anjurkan minum air yang cukup
4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
6. Monitor karakteristik luka
7. Monitor tanda-tanda infeksi
8. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
9. Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
10. Bersihkan jaringan nekrotik
11. Berikan salep yang sesuai di kulit /lesi, jika
perlu
12. Pasang balutan sesuai jenis luka
13. Pertahankan teknik seteril saaat perawatan
luka
14. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
15. Memberikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
16. Memberikan suplemen vitamin dan mineral
(mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
17. Memberikan terapi TENS (Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
18. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
19. Menganjurkan mengosumsi makan tinggi
kalium dan protein
20. Menganjurkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
21. Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu
22. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

M. Evaluasi Keperawatan Keluarga


Tabel 3.9 Evaluasi Keperawatan Keluarga

Tanggal/Pukul NO. Evaluasi Keperawatan


Diagnosa
Keperawatan
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan pada Ny.S
dengan diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir
Pekanbaru tanggal 11-14 Maret 2020, maka dalam hal ini penulis akan membahas
kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil
pelaksanaan asuhan keperawatan. Dalam membahas asuhan keperawatan ini,
penulis menggunakan lima tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
B. Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian, Ny. S mengeluhkan sering merasa lapar dan haus,
sering buang air kecil di malam hari, sering merasa kesemutan pada ujung-ujung jari
tangan dan kaki, susah tidur pada malam hari dan gatal pada ekstremitas, serta ada
luka di jari kaki klien. Keluhan yang sampaikan oleh Ny. S tersebut sesuai dengan
teori, bahwa diabetes mellitus memiliki gejala antara lain rasa haus yang berlebihan
(polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar
(polifagi), berat badan turun, keluhan lemah, kesemutan pada tangan, gatal-gatal,
penglihatan jadi kabur, luka sulit sembuh.
Hasil pengkajian pada Ny. S berumur 39 tahun merupakan ibu rumah tangga
yang didiagnosa diabetes mellitus tipe II sekitar 3 tahun yang lalu. Diabetes mellitus
tipe II yang terjadi pada Ny. S disebabkan selain faktor keturunan yaitu orang tua
laki-laki dan saudara perempuannya mengalami diabetes mellitus tipe II ditambah
faktor gaya hidup yang tidak sehat sering mengkomsumsi makanan yang tinggi gula
dan mengomsumsi kopi. Ny.S mendapatkan terapi obat oral yang minum sebelum
dan sesudah makan namun tidak sering dikonsumsi karena klien sering lupa.
Ny. S menderita diabetes mellitus tipe II sudah 3 tahun yang lalu, jika dilihat
dari lamanya menderita diabetes mellitus tipe II, pengalaman dalam melakukan
manajemen dalam menghadapi penyakit, seharusnya Ny. S sudah lebih banyak
pengalaman akan tetapi sesuai hasil pengkajian tingkat kepatuhan minum obat dan
manajemen perawatan diri masih jauh dari yang diharapkan ditambah jarang
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat sehingga penyakit DM
tipe II pada Ny. S semakin rumit.
C. Diagnosa keperawatan Keluarga
Berdasarkan data pengkajian keperawatan tersebut terdapat 2 diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada pasien yang sesuai dengan teori yaitu
ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S, dan
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
Dimana ditunjukkan oleh data-data berikut:
1. Diagnosa keperawatan yang muncul
Berdasarkan pengkajian yang diperoleh kami menegakkan diagnosa
keperawatan pertama yaitu ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. Penulis menegakkan diagnosa keperawatan
ini didukung oleh data subjektif yaitu: Ny. S mengatakan jarang mengontrol gula
darah ke fasilitas kesehatan, keluarga mengatakan Ny. S mengatakan mengeluh
banyak minum, banyak makan dan kencing dalam sehari lebih dari 6 kali disertai
lemas, keluarga mengatakan Ny. S sering mengkonsumsi makanan tinggi gula
seperti nasi putih, gorengan dan minum kopi, Ny. S tidak diingatkan oleh
keluarga untuk minum obat. Ny. S mengatakan menginjeksi insulin tanpa
diperiksa kadar gula darah terlebih dahulu. Keluarga Tn. A mengatakan khawatir
jika sewaktu-waktu penyakit Ny. S memburuk dan menimbulkan komplikasi yang
kronis dan berlanjut. Adapun data objektifnya adalah: GDS pukul 10.00: 292
mg/dL, GDS pukul 15.00: 268 mg/dL, TD: 90/60 mmHg, N: 118x/menit, S: 37.3ͦ
C, RR: 20x/menit.
Diagnosa keperawatan kedua yang penulis temukan pada keluarga adalah
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
Adapun data subjektifnya yaitu: Ny. S mengatakan luka di kaki kadang lembab.
Ny. S mengatakan gatal-gatal di badan sudah banyak, Ny. S mengatakan
terdapat bekas garukan di punggung Ny. S, keluarga mengatakan tidak mengerti
secara rinci cara perawatan luka yang benar. Sedangkan data objektifnya:
terdapat luka lembab di kaki Ny. S dan ada sedikit nanah, dan terdapat bekas
garukan di punggung Ny. S. Serta keluarga terlihat bingung saat menyebutkan
urutan perawatan luka yang benar.
D. Intervensi Keperawatan Keluarga
Menurut UU Keperawatan No. 38 tahun 2014 perencanaan merupakan semua
rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang
diberikan kepada klien. Adapun intervensi yang dilakukan disesuaikan dengan
diagnosa keperawatan keluarga pada Ny. S yaitu sebagai berikut:
a. Diagnosa keperawatan I: ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. Direncanakan sesuai dengan fungsi
perawatan keluarga yaitu: TUK 1 gali pengetahuan keluarga tentang diabetes
mellitus dan memberikan penjelasan kepada keluarga tentang pengertian,
penyebab, gejala, cara pencegahan dan pengelolaan diet makanan, dan
melakukan diskusi dan edukasi mengenai diabetes mellitus dengan
menggunakan lembar leaflet. TUK 2 bimbing dan motivasi keluarga untuk
berperan dalam menangani masalah DM. TUK 3 jelaskan dan demonstrasikan
pada keluarga mengenai cara mengatasi masalah DM dengan cara
manajemen diet, aktivitas, dan olahraga, pengobatan, manajemen stress,
pemeriksaan kadar gula darah. TUK 4 diskusikan bersama keluarga
bagaimana lingkungan yang nyaman dan sehat misalnya menjaga agar lantai
dapur dan kamar mandi tidak licin dan basah, menggunakan alas kaki saat
berjalan ke luar rumah, tidak meletakkan benda tajam di sembarangan tempat.
TUK 5 diskusikan bersama keluarga apa saja fasilitas kesehatan yang ada dan
bagaimana memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Selanjutnya
memberikan pujian atas tindakan yang dilakukan.
b. Diagnosa keperawatan II: yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. TUK 1 kaji pengetahuan keluarga tentang
perawatan luka dan tata cara perawatan luka. TUK 2 diskusikan bersama
keluarga apa saja fasilitas kesehatan yang ada dan manfaatkan fasilitas pada
semua anggota keluarga. TUK 3 motivasi keluarga agar lebih bersemangat
dalam melakukan tindakan perawatan luka. TUK 4 bimbing keluarga untuk
mengambil keputusan dalam melakukan perawatan luka. Kemudian TUK 5
diskusikan bersama keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman untuk
mencegah luka semakin parah pada Ny. S.
E. Implementasi Keperawatan Keluarga
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah
disusun pada tahap perencanaan sebelumnya (NANDA, 2012). Berdasarkan hal
tersebut, penulis mengelola klien dan keluarga dalam implementasi dengan masing-
masing diagnosa. Dan implementasi disesuaikan juga dengan tinjauan teori. Adapun
implementasinya berkaitan dengan masalah keperawatan ketidakstabilan kadar gula
darah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S, dan kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan sakit diabetes mellitus tipe II
pada Ny. S. Implementasi pada diagnosa ini dilakukan pada tanggal 12-13 Maret
2020. Selama 2x24 jam penulis melakukan implementasi dengan tujuan agar
keluarga dapat mengenal masalah klien, membuat keputusan, merawat anggota
keluarga yang sakit, menggunakan fasilitas kesehatan, dan memodifikasi lingkungan.
Untuk diagnosa pertama ini, penulis mengajarkan mengenal penyakit DM dengan
cara memberikan penyuluhan mengenai DM, membimbing dan memotivasi keluarga
untuk berperan dalam menangani masalah DM, menjelaskan dan
mendemonstrasikan pada keluarga mengenai cara mengatasi masalah DM dengan
cara manajemen diet, aktivitas, olahraga, pengobatan, manajemen stress,
pemeriksaan kadar gula darah, mendiskusikan bersama keluarga memodifikasi
lingkungan yang nyaman bagi pasien seperti menjaga lantai rumah tetap kering agar
terhindari dari jatuh atau cedera dan tidak meletakkan benda tajam di sembarangan
tempat, dan mendiskusikan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengontrol
kesehatan dan pengobatan.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
Implementasi dari diagnosa ini dilakukan dari tanggal 12-14 Maret 2020.
Implementasi ini dilakukan sebanyak 3 kali kunjungan, adapun tindakan yang penulis
lakukan dalam hal ini yaitu menggali pengetahuan keluarga tentang perawatan luka,
mendiskusikan dengan keluarga tata cara perawatan luka, mendiskusikan bersama
keluarga apa saja fasilitas kesehatan yang ada dan memanfaatkan fasilitas pada
semua anggota keluarga, memotivasi keluarga agar lebih bersemangat dalam
melakukan tindakan perawatan luka., membimbing keluarga untuk mengambil
keputusan dalam melakukan tindakan perawatan luka, mendiskusikan bersama
keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman dan aman untuk mencegah luka
semakin parah pada Ny.S. misalnya dengan menganjurkan untuk menggunakan alas
kaki saat berjalan ke luar rumah.
Selama melakukan asuhan keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan
dalam melaksanakan asuhan keperawatan dikarenakan keluarga cukup kooperatif
dan menerima kehadiran penulis.
F. Evaluasi Keperawatan Keluarga
Evaluasi keperawatan keluarga adalah proses untuk menilai keberhasilan
keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatannya sehingga memiliki produktivitas
yang tinggi dalam mengembangkan setiap anggota keluarga. Sebagai komponen
kelima dalam proses keperawatan, evaluasi adalah tahap yang menentukan mudah
atau sulitnya dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Sudiharto, 2012)
a. Evaluasi terhadap diagnosa keperawatan ketidakstabilan kadar gula darah
berhubungan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
dengan sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. Pada diagnosa ini penulis
sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan tinjauan pustaka yang
ada dan dilakukan semaksimal mungkin dengan tujuan keluarga mampu
mengenal dan merawat bagaimana perawatan DM. Saat dievaluasi keluarga
mengatakan sudah paham mengenai masalah diabetes mellitus, keluarga dapat
menyebutkan makanan yang harus dikurangi, dianjurkan, obat apa saja yang
bisa dikomsumsi untuk mengatasi DM. Keluarga dapat membuat keputusan
mengenai diet yang harus diberikan untuk merawat anggota keluarga yang sakit,
serta apa saja keuntungan dari pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada untuk
menunjang kesehatan keluarga. Dalam hal ini sudah sesuai dengan tujuan yang
diharapkan oleh penulis yaitu keluarga dapat memahami bagaimana perawatan
anggota keluarga dengan DM, namun ketidakstabilan kadar gula darah Ny. S
belum stabil sehingga penulis memberikan edukasi kepada keluarga untuk selalu
menjaga pengaturan makanan diet diabetes dan kontrol gula darah ke fasilitas
kesehatan secara teratur, dan mengingatkan keluarga untuk menjaga
kenyamanan lingkungan agar tetap bersih terutama kamar mandi dan dapur
supaya tidak licin, menggunakan alas kaki saat berjalan ke luar rumah dan tidak
meletakkan benda tajam di sembarangan tempat serta ruangan rumah
mendapatkan sirkulasi udara.
b. Evaluasi terhadap diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. Saat dilakukan evaluasi, keluarga mampu
merawat luka akibat kerusakan integritas kulit serta mampu merawat luka dalam
hal pergantian perban dan pemberian obat-obatan sesuai jadwal serta mampu
membuat keputusan. Serta dapat menyebutkan manfaat dari fasilitas kesehatan.
Dalam hal ini sesuai dengan tujuan yang penulis harapkan yaitu keluarga mampu
melakukan perawatan kerusakan integritas jaringan secara tepat dan klien
mampu menjelaskan prosedur perawatan luka yang sudah dijelaskan dengan
benar. Namun dalam hal ini masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
karena luka klien belum sembuh. Karena itu perawatan luka untuk Ny. S
dilanjutkan oleh keluarga di rumah.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan yang dilakukan penulis pada keluarga
dengan diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan, maka
kami memberikan kesimpulan serta saran untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
dan asuhan keperawatan.
Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada Ny. S dengan diabetes
mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan yaitu:
1. Bagi Penderita Diabetes Mellitus
Sebaiknya penderita diabetes mellitus lebih aktif dalam meningkatkan
pengendalian gula darah dengan mematuhi diet yang ditetapkan oleh tenaga
kesehatan, menjalani pengobatan dengan baik dan memeriksakan kadar gula
darah sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan.
2. Bagi Keluarga Penderita Diabetes Mellitus
Sebaiknya keluarga harus dapat meningkatkan komunikasi dengan penderita
diabetes mellitus tipe II misalnya dengan meluangkan waktu untuk berdiskusi
dengan penderita sehingga motivasi penderita untuk menjalankan pelaksanaan
diabetes mellitus meningkat yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pengendalian gula darah.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Sebaiknya tenaga kesehatan meningkatkan pelayanan bagi penderita diabetes
mellitus tipe II dengan aktif memberikan penyuluhan tentang penatalaksanaan
penyakit diabetes mellitus tipe II melalui kegiatan yang sudah ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, Komang Ayu Henny. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga.


Denpasar: Sagung Seto.

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga. Ponorogo: Graha Ilmu.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Riset Kesehatan


Dasar (RISKESDAS) 2018 Laporan Nasional 2018, (Online).
(http://www.depkes.go.id, diakses pada 27 Januari 2020).

Bakri, Maria H. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka


Mahardika.

Brunner & Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. 2016. Profil Kesehatan Kota Pekanbaru


Tahun 2016,(Online).(http://www.depkes.go.id/profil-kota-Pekanbaru-2016/
diakses 24 Maret 2020).

Imelda, Sonta. 2018. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya


Diabetes Mellitus di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Jurnal Akademi
Kebidanan Dharma Husada Pekanbaru (Online) Volume 8, No. 2
(https://media.neliti.com, diakses 24 Maret 2020).

Izati, Zikra. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Diabetes Mellitus


Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang. Karya Tulis Ilmiah.
Padang: Politeknik Kesehatan Padang.
LeMone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Intergumen, Gangguan Endokrin, dan Gangguan Gastrointestinal
Vol 2 Edisi 5. Terjemahan oleh, Bhetsy Angelina, et al. 2015. Jakarta: EGC.

Oetari, R.A. 2019. Khasiat Obat Tradisional Sebagai Antioksidan Diabetes.


Yogyakarta: Rapha Publishing.

Padila. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Rahmawati, Fuji. 2018. Upaya Meningkatkan Dukungan Keluarga Penderita.

Diabetes Mellitus Tipe II Dalam Menjalankan Terapi Melalui Telenursing.

Jurnal Keperawatan Sriwijaya, (Online), Volume 5, No. 2


(https://ejournal.unsri.ac.id, diakses pada 19 Februari 2020).

Sudiharto. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan


Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.

Tandra, Hans. 2018. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

TH, M.Clevo Rendy Margaret. 2019. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai