Askep Kep Keluarga DM
Askep Kep Keluarga DM
Askep Kep Keluarga DM
A DENGAN
DIABETES MELLITUS TIPE II PADA NY. S DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CIMAHI SELATAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Keluarga
Disusun Oleh:
Kelompok 2
2020-2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Keluarga dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Keluarga Tn. A dengan
Diabetes Mellitus Tipe II pada Ny. S di Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................23
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus........................................................23
B. Konsep Dasar Keluarga.....................................................................33
C. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus .............................36
BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................36
BAB IV PENUTUP.................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................36
B. Saran.......................................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya dapat menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (ADA dalam R.A.Oetari, dkk,
2019). Kelainan tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme,
karbohidrat, lemak, dan protein. Penyakit diabetes mellitus (DM) dikenal sebagai
penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah melebihi 180 mg/dl, di mana batas normal gula
darah adalah 70-150 mg/dl, sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme
dalam tubuh, di mana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin
sesuai kebutuhan tubuh (Ernawati, dalam R.A.Oetari, dkk, 2019).
Diabetes mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang paling sering
ditemukan di dunia. DM tipe II meliputi 90 hingga 95% dari semua populasi DM. DM
tipe II disebut juga DM tidak tergantung insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah produksi insulin. Pengelolaan terapeutik yang teratur melalui
perubahan gaya hidup pasien yang tepat, tegas, dan permanen sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi DM tipe II (Fuji Rahmawati, dkk, 2018).
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara dengan penderita DM terbanyak keempat di dunia setelah India,
Cina, dan Amerika Serikat, dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 (Sonta Imelda,
2018). Di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada Riskesdas tahun 2018
provinsi yang paling banyak menderita DM adalah provinsi DKI Jakarta sebanyak
2,6% penduduk. Pada tahun 2016, angka kejadian DM di kota Pekanbaru sebanyak
15.233 kasus dan di Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru, penyakit DM
merupakan penyakit kedua terbesar di Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru (Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru, 2016). Serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
melaporkan tahun 2018, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk semua umur sebanyak 1,3% penduduk Riau terdiagnosis diabetes
mellitus.
Salah satu aspek terpenting dari perawatan adalah penekanan pada unit
keluarga. Keluarga bersama dengan individu, kelompok, dan komunitas adalah klien
atau resipien keperawatan. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat,
merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan keperawatan. Keluarga
berperan dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan anggota keluarga yang
sakit. Keberhasilan keperawatan di rumah sakit dapat menjadi sia-sia jika tidak
dilanjutkan oleh keluarga. Secara empiris, dapat dikatakan bahwa kesehatan
anggota keluarga dan kualitas kehidupan keluarga menjadi sangat berhubungan
atau signifikan. Keluarga menempati posisi diantara individu dan masyarakat
sehingga dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat
mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Keuntungan pertama adalah memenuhi
kebutuhan individu, dan kedua adalah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
pemberian pelayanan kesehatan, perawat harus memperhatikan nilai-nilai dan
budaya yang ada pada keluarga sehingga dalam pelaksanaan kehadiran perawat
dapat diterima oleh keluarga (Sulistyo Andarmoyo, 2012).
Menurut Friedman, dalam Komang Ayu Henny Achjar, 2012 salah satu fungsi
keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan keluarga. Masalah kesehatan keluarga
saling berkaitan dan akan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga.
Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan dalam meningkatkan
derajat kesehatan komunitas. Oleh karena itu peran keluarga sangat mendukung
dalam mencapai keberhasilan perawatan klien DM di rumah.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis tertarik untuk
mengangkat kasus diabetes melitus tipe II pada keluarga dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Keluaga Tn. A dengan Diabetes Mellitus Tipe II pada Ny. S di
Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam Karya
Tulis Ilmiah Studi Kasus ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan 5 pada
Keluarga Tn. A dengan Diabetes Mellitus Tipe II pada Ny. S di Wilayah Kerja
Puskesmas Cimahi Selatan?“
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui hasil pengkajian keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
2) Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
3) Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
4) Untuk mengetahui pelaksanaan keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
5) Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo
Rendy dan Margareth Th, 2019).
2. Penyebab Diabetes Melitus
Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th,
2019 yaitu:
1) Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
a. Faktor genetik
b. Faktor imunologi
c. Faktor lingkungan
2) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas,
penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan
metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe II
yang baru didiagnosis sudah mengalami komplikasi.
Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor resiko DM
tipe II yaitu:
a. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak ada
kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari penyandang DM tipe II
memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali menyandang DM tipe
II dan 30% resiko mengalami, intoleransi aktivitas (ketidakmampuan
memetabolisme karbihodrat secara normal).
b. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20% lebih dari
berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks massa tubuh (IMT)
minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya viseral (lemak abdomen )
dikaitkan dengan peningkatan resistensi insulin.
c. Tidak ada aktivitas fisik
d. Ras/etnis.
e. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik atau
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
f. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl dan atau
kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.
3. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu:
1) Keluhan TRIAS: banyak minum, banyak kencing, dan penurunan berat
badan.
2) Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
3) Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Keluhan yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah
poliuria, polidipsi, polifagia, berat badan menurun, lemah, kesemutan gatal, visus
menurun, bisul/luka, keputihan (M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).
Adapun manifestasi klinis DM menurut Priscilla LeMone, dkk 2016 yaitu:
a. Manifestasi klinis DM tipe I
Manifestasi DM tipe I terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah mengakibatkan hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari
ruangan intra seluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretik
osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran urin.
Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi ambang
batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dL, glukosa dieksresikan ke dalam
urin, suatu yang disebut glukosuria. Penurunan volume intraseluer dan
peningkatan haluaran urine yang menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi
kering dan sensor haus diaktifkan yang menyebabkan orang tersebut minum
jumlah air yang banyak (polidipsia).
Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin,
produksi energi menurun. Penurunan energi sel menstimulasi rasa lapar dan
orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan meningkat,
berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan memecah
protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan
keletihan menyertai penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum
terjadi akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa
mata.
Oleh sebab itu, manifestasi klasik meliputi poliuria, polidipsi, dan
polifagia disertai dengan penurunan berat badan, malaise, dan keletihan.
Bergantung pada tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari
ringan sampai berat. Orang dengan DM tipe I membutuhkan sumber insulin
untuk mempertahankann hidup.
b. Manifestasi klinis DM tipe II
Penyandang DM tipe II mengalami awitan, manifetasi yang lambat
dan sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan
kesehatan untuk beberapa masalah lain. Polifagia jarang dijumpain dan
penurunan berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemi,
penglihatan buram, keletihan, paratesia, dan infeksi kulit.
4. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes mellitus dari National Diabetes Data Group
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance.
1) Klasifikasi klinis
a. Diabetes Mellitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), tipe I
b) Tipe tidak tergantung insulin (DMTTI), tipe II
1. DMTTI yang tidak mengalami obesitas
2. DMTTI dengan obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2) Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes mellitus tipe I sel-sel beta pankreas yang secara normal
menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai
akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya
terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.
5. Faktor Resiko
1) Faktor Resiko yang dapat diubah :
a. Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya DM tipe 2 (ADA, 2009).
b. Pola Makan tidak Sehat
Diet yang digunakan sebagai bahan penatalaksanaan Diabetes mellitus
dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak, karbohidrat.
Jenis makanan yang menyebabkan terjadinya Diabetes mellitus adalah
jenis makanan yang mengandung banyak kolesterol, lemak trans dan
lemak jenuh serta makanan yang mengandung tinggi natrium (Almatsier,
2008). Pola makan yang tinggi lemak, garam dan gula mengakibatkan
masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan secara berlebihan.
Selain itu pola makanan yang serba instan saat ini memang sangat
digemari oleh sebagian masyarakat, tetapi dapat mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa darah (Suyono, 2013).
c. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin
(resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka
tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity) (Kariadi, 2009).
2) Faktor Resiko yang tidak dapat diubah:
a. Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes
mellitus. Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia
dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh (Fathmi,
2012).
b. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Fakta menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ibu penderita DM
tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali
lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita DM. Apabila kedua orangtua
menderita DM, maka akan memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali
lipat lebih tinggi (Sahlasaida, 2015).
6. Patofisiologi Diabetes Melitus
Patofisiologi diabetes mellitus (Brunner &Suddarth, 2013)
1) DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan dengan proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produksi samping pemecahan lemak.
2) DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
7. Pathway Diabetes Melitus
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Ketidakstabilan kadar
Defisiensi Insulin Glukosa darah
Retina Diabetik
Miocard Penyumbatan
infark pada otak
Nyeri akut
Stroke
Resiko Cidera Kerusakan
Integritas
Jaringan
Nekrosis Luka
Hipoglikemi:
Sel Beta pancreas hancur
- Mengantuk
- Pusing Defisiensi insulin
DO:
Hipoglikemia: Ketidakstabilan kadar gula
darah
- Gemetar
- Kesadaran menurun
- Perilaku aneh
- Sulir bicara
- Berkeringat
Hiperglikemia:
- Diabetes melitus
- Ketoasidosis diabetik
- Hipoglikemia
- Hiperglikemia
- Diabetes gestasional
- Penggunaan
kortikosteroid
- Nutrisi Parental total
(TPN)
DO : Merangsang hipotalamus
Nyeri Akut
Aterosklerosis
Microvaskular
Gangguan penglihatan
Resiko cedera
Nekrosis Luka
Gangren
Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan
Hiperglikemia
Glyosoria
Osmotic Diuresis
Poliuria
Dehidrasi
Resiko
Ketidakseimbangan Cairan
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan keluarga disusun berdasarkan jenis diagnosis seperti:
1) Diagnosis sehat/wellness
Diagnosis sehat/wellness, digunakan bila keluarga mempunyai potensi untuk
ditingkatkan, belum ada maladaptif. Perumusan diagnosis keperawatan
keluarga potensial, hanya terdiri dari komponen problem (P) saja atau P
(problem) dan S (symptom/sign), tanpa komponen etiologi.
2) Diagnosis ancaman
Diagnosis ancaman, digunakan bila belum terdapat paparan masalah
kesehatan, namun sudah ditemukan beberapa data maladaptif yang
memungkinkan timbulnya gangguan.
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga risiko, terdiri dari problem (P),
etiologi (E), dan symptom/sign (S).
3) Diagnosis nyata/gangguan
Diagnosis gangguan, digunakan bila sudah gangguan atau masalah
kesehatan di keluarga, di dukung dengan adanya beberapa data maladaptif.
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga nyata terdiri dari problem (P),
etiologi (E), dan symptom/sign (S).
Perumusan problem (P) merupakan respon terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi (E) mengacu pada 5 tugas keluarga
yaitu:
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, meliputi:
a) Persepsi terhadap keparahan penyakit.
b) Pengertian.
c) Tanda dan gejala.
d) Faktor penyebab.
e) Persepsi keluarga terhadap masalah.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, meliputi:
a) Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah.
b) Masalah dirasakan keluarga.
c) Keluarga menyerah terhadap masalah yang dialami.
d) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan.
e) Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan.
f) Informasi yang salah.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit meliputi:
a) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit?
b) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
c) Sumber-sumber yang ada di dalam keluarga.
d) Sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan meliputi:
a) Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan
b) Pentingnya hygiene sanitasi.
c) Upaya pencegahan penyakit.
e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas keluarga, meliputi:
a) Keberadaan fasilitas kesehatan.
b) Keuntungan yang didapat.
c) Kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan.
d) Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga.
Setelah data dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan
keluarga, selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada perlu
diprioritaskan bersama keluarga dengan memperhatikan sumber daya dan
sumber dana yang dimiliki keluarga.
Kemungkinan 2 Mudah= 2
masalah untuk Sebagian= 1
dipecahkan Tidak dapat= 0
1 (D.0027) Ketidakstabilan kadar gula darah Kestabilan Kadar Glukosa darah Manajemen Hiperglikemia (I.)
berhubungan dengan ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keluarga dalam merawat anggota keluarga keperawatan selama …x24 jam
1. Identifikasi kemungkinan
yang sakit diabetes mellitus tipe II. glukosa dalam darah dalam batas
hiperglikemi
normal. Dengan kriteria:
2. Identifikasi situasi yang
1. Koordinasi meingkat (5) menyebabkan kebutuhan
2. Mengantuk menurun (5) insulin meningkat
3. Pusing menurun (5) 3. Monitor kadar glukosa darah,
4. Lelah/lesu menurun (5) jika perlu
5. Keluhan lapar menurun (5) 4. Monitor tanda gejala
6. Kadar glukosa darah membaik (5) hiperglikemi
5. Monitor intake output cairan
6. Monitor keton urin, kadar
AGD,Elektrolit, Tekanan
darah orostaltik, dan
frekuensi nadi
Therapeutik:
1. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar
glukosa adrahecara amndiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urin, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan
diabetes
Kolaborasi
1. Berikan karbohidart
sederhana, jika perlu
2. Berikan glucagon, jika perlu
3. Berikan karbohidrat
kompleks dan protein sesuai
diet
4. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
5. Pertahankan akses IV, Jika
perlu
6. Hubungi layanan medis
darurat, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana setiap
saat
2. Anjurkan memakai identitas
darurat yang tepat
3. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah
4. Anjurkan berdiskusi dengan
tim perawatan diabetes
tentang penyesuaian
program pengobatan
5. Jelaskan interaksi antara
diet, insulin/agen oral, dan
olahraga
6. Ajarkan pengelolaan
hipoglikemi
7. Ajarkan perawatan mandiri
untuk mencegah hipoglikemi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dextrose, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
glucagon, jika perlu
2 Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi (I.02079)
dengan hidperglikemia, vaskosits darah keperawatan Perpusi jaringan Observasi
meningkat. meningkat (L.02011), dengan kriteria 1. Periksa sirkulasi perifer(mis.
hasil : Nadi perifer, edema,
pengisian kalpiler, warna,
1. Denyut nadi perifer meningkat (5)
suhu, angkle brachial index)
2. Penyembuhan luka sesansi
2. Identifikasi faktor resiko
meningkat (5)
gangguan sirkulasi (mis.
3. Warna kulit pucat menurun (5)
Diabes, perokok, orang tua,
4. Edeme perifer menuru (5)
hipertensi dan kadar
5. Nyeri ekstremitas menurun (5)
kolesterol tinggi)
6. Parastesia menurun (5)
3. Monitor panas, kemerahan,
7. Kelemahan otot (5)
nyeri, atau bengkak pada
8. Kram otot (5)
ekstremitas
9. Bruit femoralis menurun (5)
Terapeutik
10. Nekrosis (5)
1. Hindari pemasangan infus
11. Pengisian kapiler cukup membaik
atau pengambilan darah di
(5)
area keterbatasan perfusi
12. Akral cukup membaik (5)
2. Hindari pengukuran tekanan
13. Turgor kulit (5)
darah pada ekstremitas pada
14. Tekanan darah sistolik cukup
keterbatasan perfusi
membaik (5)
3. Hindari penekanan dan
15. Tekanan darah diastolik cukup
pemasangan torniquet pada
membaik (5)
area yang cidera
16. Tekanan arteri rata-rata cukup
4. Lakukan pencegahan infeksi
membaik (5)
5. Lakukan perawatan kaki dan
17. Indeks ankle-brachial cukup kuku
membaik (5) 6. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
7. Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
10. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi Perifer
(I.06195)
Observasi
1. Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
2. Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu,
dan pakaian
3. Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
4. Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
5. Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
6. Monitor terjadinya parestesia,
jika perlu
7. Monitor perubahan kulit
8. Monitor adanya tromboflebitis
dan tromboemboli vena
Terapeutik
1. Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
1. Anjurkan penggunaan
termometer untuk mneguji
suhu air
2. Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
3. Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortokosteroid, jika perlu
3 Defisit Nutrisi berhubungan dengan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Setelah dilakukan tindakan Observasi
kesehatan diabetes mellitus tipe II. keperawatan status nutrisi terpenuhi 1. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
1. Porsi makanan yag dihabiskan
3. Identifikasi makanan yang
meningkat (5)
disukai
2. Berat badan atau IMT meningkat (5)
4. Identifikasi kebutuhan kalori
3. Frekuensi makan meningkat (5)
dan jenis nutrient
4. Nafsu makan meningkat (5)
5. Monitor asupan makanan
5. Perasaan cepat kenyang meningkat
6. Monitor berat badan
(5)
7. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedooman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan makanan rendah
protein
7. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
8. Anjurkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetic), jika perlu
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Promosi Berat Badan
Observasi
1. Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual muntah
3. Monitor jumlah kalori yang
dikonsumsi sehari-hari
4. Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum Teraupetik
5. Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
6. Sediakan makanan yang
tepat sesuai kondisi pasien
(mis. Makanan dengan
tekstur halus, makanan yang
diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
gastrostomy, total parenteral
nutrition sesuai indikasi)
7. Hidangkan makanan secara
menarik
8. Berikan suplemen, jika perlu
9. Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
4 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
arterosklerosis, ulkus diabetikum. keperawatan tingkat nyeri menurun Observasi
(L.08066), dengan kriteria hasil : 1. lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
1. Kemampuan menuntaskan
nyeri
aktivitas meningkat (5)
2. Identifikasi skala nyeri
2. 2. Keluhan nyeri menurun (5)
3. Identifikasi respon nyeri non
3. Meringis menurun (5)
verbal
4. Sikap protektif menurun (5)
4. Identifikasi faktor yang
5. Gelisah menurun (5)
memperberat dan
6. Kesulitan tidur (5)
memperingan nyeri
7. Mernarik diri menurun (5)
5. Identifikasi pengetahuan dan
8. Mual menurun (5)
keyakinan tentang nyeri
9. Muntah menurun (5)
6. Identifikasi pengaruh budaya
10. Frekuensi nadi membaik
terhadap respon nyeri
11. Pola napas membaik (5)
7. Identifikasi pengaruh nyeri
12. Tekanan darah membaik (5)
pada kualitas hidup
13. Nafsu makan membaik (5)
8. Monitor keberhasilan terapi
14. Pola tidur membaik (5)
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
5 Gangguan integritas kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
ketidakmampuan keluarga dalam merawat keperawatan Intervensi Kulit dan Observasi
anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus Jaringan meningkat (L.14125), dengan 1. Identifikasi penyebab
tipe II. kriteria hasil : gangguan integritas kulit
Terapeutik
1. Elastisitas meningkat (5)
1. Ubah posisi setiap 2 jam jika
2. Hidrasi meningkat (5)
tirah baring
3. Perfusi jaringan meningkat (5)
2. Lakukan pemijatan pada
4. Kerusakan jaringan menurun (5)
area penonjolan tulang, jika
5. Kerusakan lapisan kulit menurun
perlu
(5)
3. Bersihkan perineal dengan
6. Nyeri menurun (5)
air hangat, terutama selama
7. Perdarahan menurun (5)
periode diare
8. Hematoma menurun(5)
4. Gunakan produk berbahan
9. Pigmentasi abnormal menurun (5) petrolium atau minyak pada
10. Jaringan parut menurun (5) kulit kering
11. Nekrosis menurun (5) 5. Gunakan produk berbahan
12. Suhu kulit membaik (5) ringan/alami dan hipoalergik
13. Sensasi membaik (5) pada kulit sensitive
14. Terkstur membaik (5) 6. Hindari produk berbahan
15. Pertumbuhan rambut membaik (5) dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin, serum)
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
5. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
6. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah
Perawatan Luka
Observasi
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
1. lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
2. Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu
3. Bersihkan dengan cairan
NACL atau pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berika salep yang sesuai di
kulit /lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis
luka
7. Pertahan kan teknik seteril
saaat perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi
setiap dua jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berika diet dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
12. Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengosumsi
makan tinggi kalium dan
protein
3. Anjurkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
6 Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan
dengan osmotik diuresis keperawatan keseimbangan cairan Observasi
meningkat (L.03021), dengan kriteria 1. Monitor status hidrasi ( mis,
hasil : frek nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler,
1. Asupan cairan meningkat (5)
kelembapan mukosa, turgor
2. Keluaran urin meningkat (5)
kulit, tekanan darah)
3. Kelembaban mukosa membran
2. Monitor berat badan harian
mukosa meningkat (5)
3. Monitor hasil pemeriksaan
4. Asupan makanan meningkat (5)
laboratorium (mis.
5. Tekanan darah membaik (5)
Hematokrit, Na, K, Cl, berat
jenis urin , BUN)
4. Monitor status hemodinamik (
Mis. MAP, CVP, PCWP jika
tersedia)
Terapeutik
1. Catat intake output dan
hitung balans cairan dalam
24 jam
2. Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena bila
perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
2. Pemantauan Cairan
Observasi
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi nafas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian
kapiler
6. Monitor elastisitas atau turgor
kulit
7. Monitor jumlah, waktu dan
berat jenis urine
8. Monitor kadar albumin dan
protein total
9. Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis. Osmolaritas
serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
10. Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia (mis. Frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat,
berat badan menurun dalam
waktu singkat)
11. Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia 9mis. Dyspnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat,
CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
12. Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
7 Resiko Infeksi berhubungan dengan imun Setelah dilakukan tindakan Perawatan kaki (I.11354)
tubuh yang menurun, adanya ulkus diabetikum. keperawatan tingkat infeksi menurun Observasi
(L.14137), dengan kriteria hasil :
1. Identifikasi perawatan kaki
1. Kebersihan tangan meningkat (5) yang biasa dilakukan
2. Kebersihan badan meningkat (5) 2. Periksa adanya iritasi, retak,
3. Demam menurun (5) lesi, kapalam, kelainan
4. Kemerahan menurun (5) bentuk, atau edema
5. Nyeri mneurun (5) 3. Periksa adanya ketebalan
6. Bengkak menurun (5) kuku
7. Vesikel menurun (5) 4. Monitor tingkat ketebalan
8. Cairan berbau busuk menurun (5) 5. Monitor insufisiensi arteri kaki
9. Kadar sel darah putih membaik (5) 6. Monitor kadar gla darah atau
10. Kultur darah membaik (5) nilai HbA1c <7 %
11. Kultur sputum membaik (5) Terapeutik
12. Kultur area luka membaik (5)
1. Keringkan sela-sela jari kaki
2. Berikan pelembab kaki,
sesuai kebutuhan
3. Lakuakn perawatan luka
sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Informasikan pentingnya
perawatan kaki
2. Anjurkan memakai kaki yang
sesuai
3. Anjurkan menhindari
penekanan pada kaki yang
mengalami ulkus dengan
menggunakan tongkat atau
sepatu khusus
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan
program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari keluarga,
memandirikan keluarga. Seringkali perencanaan program yang sudah baik tidak
diikuti dengan waktu yang cukup untuk merenacanakan implementasi (Komang
Ayu Henny Achjar, 2012).
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan sekumpulan informasi yang sistematik berkenaan dengan program
kerja dan efektifitas dari serangkaian program yang digunakan terkait program
kegiatan, karakteristik dan hasil yang telah dicapai (Komang Ayu Henny Achjar,
2012). Program evaluasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada
perencana program dan pengambil kebijakan tentang efektivitas dan efisiensi
program. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan keterampilan untuk
menentukan apakah program sudah sesuai rencana dan tuntutan keluarga.
Evaluasi digunakan untuk mengetahui seberapa tujuan yang ditetapkan
telah tercapai dan apakah intervensi yang dilakukan efektif untuk keluarga
setempat sesuai dengan kondisi dan situasi keluarga, apakah sesuai dengan
rencana atau apakah dapat mengatasi masalah keluarga. Evaluasi ditujukan
untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan keluarga dan program apa yang
dibutuhkan keluarga, apakah media yang digunakan tepat, ada tidaknya program
perencanaan yang dapat diimplementasikan, apakah program dapat menjangkau
keluarga, siapa yang menjadi target sasaran program, apakah program yang
dilakukan dapat memenuhi kebutuhan keluarag. Evaluasi juga bertujuan untuk
mengidentifikasi masalah dalam perkembangan program dan penyelesainnya.
Program evaluasi dilaksanakan untuk memastikan apakah hasil program
sudah sejalan dengan sasaran dan tujuan, memastikan biaya program, sumber
daya dan waktu pelaksanaan program yang telah dilakukan. Evaluasi juga
diperlukan untuk memastikan apakah prioritas program terkait keefektifannya.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur. proses dan hasil. Evaluasi
program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai
dasar proses pengambilan keputusan, dengan cara meningkatkan upaya
pelayanan kesehatan. Evaluasi proses, difokuskan pada urutan kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat diukur melalui
perubahan pengetahuan (knoewledge), sikap (attitude) dan perubahan perilaku.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Data Umum
c. Telpon : 089605245293
e. Pendidikan : SMA
f. Komposisi :
An. L Anak 12 SD
S K
An. J L Anak 8 SD
K
2. Genogram
Penjelasan: Ny. S merupakan anak kelima dari lima bersaudara dan menikah
dengan Tn. A. Dan mereka memiliki dua orang anak lakilaki. Dan bapak Ny. S
juga menderita DM dan meninggal serta kakak Ny. S juga menderita DM.
Keterangan:
Gambar 3.1 Genogram Keluarga Tn. A
= klien = serumah
3. Tipe Keluarga
Tipe keluarga pada Tn. A adalah keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak.
4. Suku Bangsa
Suku bangsa pada keluarga Tn. A adalah suku Minang.
5. Agama
Agama pada keluarga Tn. A adalah Islam.
6. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Pendapatan keluarga Tn. A dalam sebulan kurang lebih Rp
2.000.000/bulan dari hasil buruh bangunan dan istrinya Ny. S sebagai pedagang
gorengan dengan pendapatan Rp 850.000/bulan. Penghasilan ini digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga Tn. A.
7. Aktivitas rekreasi keluarga
Tn. A mengatakan jarang melakukan rekreasi keluarga, kecuali pada hari
besar agama seperti Idul Fitri, biasanya keluarga akan mudik ke kampung.
8. Riwayat Dan Tehap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga Tn. A adalah tahap keluarga dengan
anak usia sekolah karena anak pertama dan kedua masih berumur 12 tahun
dan 8 tahun.
b. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah memenuhi
kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
c. Riwayat keluarga inti
Ny. S pernah dirawat di rumah sakit sekitar 3 tahun yang lalu dengan
keluhan lemas dan pusing. Setelah di cek GDS Ny. S ternyata GDS Ny. S
389 mg/dL. Sehingga Ny. S dirawat inap di rumah sakit selama 3 hari dan
hingga saat ini Ny. S masih mengomsumsi obat DM tablet yaitu metformin,
glimepiride serta suntik insulin. Namun Ny. S mengaku tidak teratur minum
obatnya dan keluarga jarang membawa Ny. S untuk memeriksakan dan
mengontrol gula ke fasilitas kesehatan dan hingga saat ini Ny. S mengeluh
sering merasa lapar dan haus, sering buang air kecil lebih dari 6 kali sehari,
sering merasa kesemutan pada ujung jari kaki, susah tidur malam hari,
merasa gatal pada kulit, terdapat luka di jari kaki disertai adanya nanah atau
pus, serta penglihatan terkadang berkunang-kunang.
Hasil pengukuran tanda-tanda vital pada saat pengkajian Ny. 97 S
didapatkan TD: 90/60 mmhg, N: 118xmenit, S: 37ͦ C, RR: 20xmenit GDS
pukul 10.00: 292 mg/dL, GDS pukul 15.00: 268 mg/dL. Dan Ny. S mengaku
sering mengomsumsi makanan tinggi gula, minum kopi, makanan tidak
teratur. Sedangkan kesehatan Tn. A tidak terdapat riwayat penyakit menular
maupun kronis lainnya, begitu juga dengan kedua anaknya.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Ny. S memilki 5 bersaudara terdiri dari 4 perempuan dan 1 laki-laki. Ny.
S mempunyai penyakit DM merupakan penyakit keturunan dari bapak Ny. S
yang kini telah meninggal. Selain Ny. S yang menderita DM, kakak
perempuan Ny. S juga menderita DM. Selain faktor keturunan dan gaya hidup
yang kurang sehat serta kurang berolahraga dan pola istirahat yang kurang
ditambah kebiasaan komsumsi yang manis sebagai faktor pemicu diabetes
mellitus. Sedangkan kakak perempuan Ny. S menderita DM diumur 45 tahun.
B. Pengkajian Lingkungan
1. Karakteristik rumah
Rumah Tn. A adalah rumah permanen, lantai keramik dengan luas 20x15 m
dengan atap menggunakan seng. Ada 3 kamar dalam rumah Tn. A, 1 kamar
utama dan 2 lagi kamar anak-anak. Ada 1 dapur dan 1 kamar mandi. Ada
jamban di dalam kamar mandi, dapur, gudang, dan ruang tamu. Saluran
pembuangandialirkan ke tempat pembuangan septi tank. Jarak antara sumur
dengan septi tank kurang lebih 10 meter. Rumah Tn. A mendapat cukup cahaya
matahari dan ventilasi karena jendela rumah sering terbuka. Penerangan di
rumah menggunakan listrik. Keluarga mempunyai pembuangan sampah terbuka,
biasanya sampah-sampah rumah tangga akan dibuang ke plastik hitam dan akan
dibuang ke tempat pembuangan sampah jika sudah penuh. Air yang digunakan
untuk makan, minum dan mandi sehari-hari adalah air sumur. Terdapat fasilitas
kesehatan di lingkungan rumah yaitu posyandu, rumah bidan, praktek dokter,
dan puskesmas. Fasilitas kesehatan tersebut dapat dijangkau dengan
menggunakan motor dan berjalan kaki. Rumah depan: tampak bersih. Ruang
tamu: tampak bersih. Ruang tidur: tempat tidur terbuat dari kayu. Kamar mandi:
kamar mandi terdiri dari 1 bak mandi dan 1 WC. Jendela: jendela ada di setiap
kamar. Kamar mandi dan dapur: tampak licin.
Gambar 3.2 Denah Rumah Keluarga Tn.A
Kamar Mandi
Kamar Tidur
Kamar Tidur
Dapur
Kamar Tidur
H. Harapan Keluarga
Keluarga Tn. A berharap dengan adanya petugas kesehatan yang mengunjunginya,
akan ada perubahan tingkah laku yang dapat dilakukan oleh Ny. S dan keluarga
dalam menunjang peningkatan kesehatan keluarga.
I. Analisa Data dan Masalah Keperawatan Keperawatan
Tabel 3.3 Analisa Data Masalah Keperawatan Keluarga
Data Objektif:
J. Diagnosa Keperawatan
1. DX Keperawatan Keluarga:
1) Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II
pada Ny. S.
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny.
S.
2. Prioritas Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan 1: Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes
mellitus tipe II pada Ny.S.
Tabel 3.4 Skoring Masalah Keperawatan Keluarga 1
Keadaan
sejahtera
Rendah
dirasakan Ny.S
JUMLAH 14/3
Perhitunga
No Kriteria Skor Bobot Justifikasi
n
Keadaan
sejahtera
Cukup 1 merawat
luka dan
Rendah membawa
Ny. S ke
fasilitas
kesehatan.
JUMLAH 11/3
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Kasus
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan pada Ny.S
dengan diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir
Pekanbaru tanggal 11-14 Maret 2020, maka dalam hal ini penulis akan membahas
kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil
pelaksanaan asuhan keperawatan. Dalam membahas asuhan keperawatan ini,
penulis menggunakan lima tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
B. Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian, Ny. S mengeluhkan sering merasa lapar dan haus,
sering buang air kecil di malam hari, sering merasa kesemutan pada ujung-ujung jari
tangan dan kaki, susah tidur pada malam hari dan gatal pada ekstremitas, serta ada
luka di jari kaki klien. Keluhan yang sampaikan oleh Ny. S tersebut sesuai dengan
teori, bahwa diabetes mellitus memiliki gejala antara lain rasa haus yang berlebihan
(polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar
(polifagi), berat badan turun, keluhan lemah, kesemutan pada tangan, gatal-gatal,
penglihatan jadi kabur, luka sulit sembuh.
Hasil pengkajian pada Ny. S berumur 39 tahun merupakan ibu rumah tangga
yang didiagnosa diabetes mellitus tipe II sekitar 3 tahun yang lalu. Diabetes mellitus
tipe II yang terjadi pada Ny. S disebabkan selain faktor keturunan yaitu orang tua
laki-laki dan saudara perempuannya mengalami diabetes mellitus tipe II ditambah
faktor gaya hidup yang tidak sehat sering mengkomsumsi makanan yang tinggi gula
dan mengomsumsi kopi. Ny.S mendapatkan terapi obat oral yang minum sebelum
dan sesudah makan namun tidak sering dikonsumsi karena klien sering lupa.
Ny. S menderita diabetes mellitus tipe II sudah 3 tahun yang lalu, jika dilihat
dari lamanya menderita diabetes mellitus tipe II, pengalaman dalam melakukan
manajemen dalam menghadapi penyakit, seharusnya Ny. S sudah lebih banyak
pengalaman akan tetapi sesuai hasil pengkajian tingkat kepatuhan minum obat dan
manajemen perawatan diri masih jauh dari yang diharapkan ditambah jarang
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat sehingga penyakit DM
tipe II pada Ny. S semakin rumit.
C. Diagnosa keperawatan Keluarga
Berdasarkan data pengkajian keperawatan tersebut terdapat 2 diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada pasien yang sesuai dengan teori yaitu
ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S, dan
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
Dimana ditunjukkan oleh data-data berikut:
1. Diagnosa keperawatan yang muncul
Berdasarkan pengkajian yang diperoleh kami menegakkan diagnosa
keperawatan pertama yaitu ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. Penulis menegakkan diagnosa keperawatan
ini didukung oleh data subjektif yaitu: Ny. S mengatakan jarang mengontrol gula
darah ke fasilitas kesehatan, keluarga mengatakan Ny. S mengatakan mengeluh
banyak minum, banyak makan dan kencing dalam sehari lebih dari 6 kali disertai
lemas, keluarga mengatakan Ny. S sering mengkonsumsi makanan tinggi gula
seperti nasi putih, gorengan dan minum kopi, Ny. S tidak diingatkan oleh
keluarga untuk minum obat. Ny. S mengatakan menginjeksi insulin tanpa
diperiksa kadar gula darah terlebih dahulu. Keluarga Tn. A mengatakan khawatir
jika sewaktu-waktu penyakit Ny. S memburuk dan menimbulkan komplikasi yang
kronis dan berlanjut. Adapun data objektifnya adalah: GDS pukul 10.00: 292
mg/dL, GDS pukul 15.00: 268 mg/dL, TD: 90/60 mmHg, N: 118x/menit, S: 37.3ͦ
C, RR: 20x/menit.
Diagnosa keperawatan kedua yang penulis temukan pada keluarga adalah
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
Adapun data subjektifnya yaitu: Ny. S mengatakan luka di kaki kadang lembab.
Ny. S mengatakan gatal-gatal di badan sudah banyak, Ny. S mengatakan
terdapat bekas garukan di punggung Ny. S, keluarga mengatakan tidak mengerti
secara rinci cara perawatan luka yang benar. Sedangkan data objektifnya:
terdapat luka lembab di kaki Ny. S dan ada sedikit nanah, dan terdapat bekas
garukan di punggung Ny. S. Serta keluarga terlihat bingung saat menyebutkan
urutan perawatan luka yang benar.
D. Intervensi Keperawatan Keluarga
Menurut UU Keperawatan No. 38 tahun 2014 perencanaan merupakan semua
rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang
diberikan kepada klien. Adapun intervensi yang dilakukan disesuaikan dengan
diagnosa keperawatan keluarga pada Ny. S yaitu sebagai berikut:
a. Diagnosa keperawatan I: ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. Direncanakan sesuai dengan fungsi
perawatan keluarga yaitu: TUK 1 gali pengetahuan keluarga tentang diabetes
mellitus dan memberikan penjelasan kepada keluarga tentang pengertian,
penyebab, gejala, cara pencegahan dan pengelolaan diet makanan, dan
melakukan diskusi dan edukasi mengenai diabetes mellitus dengan
menggunakan lembar leaflet. TUK 2 bimbing dan motivasi keluarga untuk
berperan dalam menangani masalah DM. TUK 3 jelaskan dan demonstrasikan
pada keluarga mengenai cara mengatasi masalah DM dengan cara
manajemen diet, aktivitas, dan olahraga, pengobatan, manajemen stress,
pemeriksaan kadar gula darah. TUK 4 diskusikan bersama keluarga
bagaimana lingkungan yang nyaman dan sehat misalnya menjaga agar lantai
dapur dan kamar mandi tidak licin dan basah, menggunakan alas kaki saat
berjalan ke luar rumah, tidak meletakkan benda tajam di sembarangan tempat.
TUK 5 diskusikan bersama keluarga apa saja fasilitas kesehatan yang ada dan
bagaimana memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Selanjutnya
memberikan pujian atas tindakan yang dilakukan.
b. Diagnosa keperawatan II: yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. TUK 1 kaji pengetahuan keluarga tentang
perawatan luka dan tata cara perawatan luka. TUK 2 diskusikan bersama
keluarga apa saja fasilitas kesehatan yang ada dan manfaatkan fasilitas pada
semua anggota keluarga. TUK 3 motivasi keluarga agar lebih bersemangat
dalam melakukan tindakan perawatan luka. TUK 4 bimbing keluarga untuk
mengambil keputusan dalam melakukan perawatan luka. Kemudian TUK 5
diskusikan bersama keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman untuk
mencegah luka semakin parah pada Ny. S.
E. Implementasi Keperawatan Keluarga
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah
disusun pada tahap perencanaan sebelumnya (NANDA, 2012). Berdasarkan hal
tersebut, penulis mengelola klien dan keluarga dalam implementasi dengan masing-
masing diagnosa. Dan implementasi disesuaikan juga dengan tinjauan teori. Adapun
implementasinya berkaitan dengan masalah keperawatan ketidakstabilan kadar gula
darah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S, dan kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan sakit diabetes mellitus tipe II
pada Ny. S. Implementasi pada diagnosa ini dilakukan pada tanggal 12-13 Maret
2020. Selama 2x24 jam penulis melakukan implementasi dengan tujuan agar
keluarga dapat mengenal masalah klien, membuat keputusan, merawat anggota
keluarga yang sakit, menggunakan fasilitas kesehatan, dan memodifikasi lingkungan.
Untuk diagnosa pertama ini, penulis mengajarkan mengenal penyakit DM dengan
cara memberikan penyuluhan mengenai DM, membimbing dan memotivasi keluarga
untuk berperan dalam menangani masalah DM, menjelaskan dan
mendemonstrasikan pada keluarga mengenai cara mengatasi masalah DM dengan
cara manajemen diet, aktivitas, olahraga, pengobatan, manajemen stress,
pemeriksaan kadar gula darah, mendiskusikan bersama keluarga memodifikasi
lingkungan yang nyaman bagi pasien seperti menjaga lantai rumah tetap kering agar
terhindari dari jatuh atau cedera dan tidak meletakkan benda tajam di sembarangan
tempat, dan mendiskusikan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengontrol
kesehatan dan pengobatan.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S.
Implementasi dari diagnosa ini dilakukan dari tanggal 12-14 Maret 2020.
Implementasi ini dilakukan sebanyak 3 kali kunjungan, adapun tindakan yang penulis
lakukan dalam hal ini yaitu menggali pengetahuan keluarga tentang perawatan luka,
mendiskusikan dengan keluarga tata cara perawatan luka, mendiskusikan bersama
keluarga apa saja fasilitas kesehatan yang ada dan memanfaatkan fasilitas pada
semua anggota keluarga, memotivasi keluarga agar lebih bersemangat dalam
melakukan tindakan perawatan luka., membimbing keluarga untuk mengambil
keputusan dalam melakukan tindakan perawatan luka, mendiskusikan bersama
keluarga bagaimana lingkungan yang nyaman dan aman untuk mencegah luka
semakin parah pada Ny.S. misalnya dengan menganjurkan untuk menggunakan alas
kaki saat berjalan ke luar rumah.
Selama melakukan asuhan keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan
dalam melaksanakan asuhan keperawatan dikarenakan keluarga cukup kooperatif
dan menerima kehadiran penulis.
F. Evaluasi Keperawatan Keluarga
Evaluasi keperawatan keluarga adalah proses untuk menilai keberhasilan
keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatannya sehingga memiliki produktivitas
yang tinggi dalam mengembangkan setiap anggota keluarga. Sebagai komponen
kelima dalam proses keperawatan, evaluasi adalah tahap yang menentukan mudah
atau sulitnya dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Sudiharto, 2012)
a. Evaluasi terhadap diagnosa keperawatan ketidakstabilan kadar gula darah
berhubungan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
dengan sakit diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. Pada diagnosa ini penulis
sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan tinjauan pustaka yang
ada dan dilakukan semaksimal mungkin dengan tujuan keluarga mampu
mengenal dan merawat bagaimana perawatan DM. Saat dievaluasi keluarga
mengatakan sudah paham mengenai masalah diabetes mellitus, keluarga dapat
menyebutkan makanan yang harus dikurangi, dianjurkan, obat apa saja yang
bisa dikomsumsi untuk mengatasi DM. Keluarga dapat membuat keputusan
mengenai diet yang harus diberikan untuk merawat anggota keluarga yang sakit,
serta apa saja keuntungan dari pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada untuk
menunjang kesehatan keluarga. Dalam hal ini sudah sesuai dengan tujuan yang
diharapkan oleh penulis yaitu keluarga dapat memahami bagaimana perawatan
anggota keluarga dengan DM, namun ketidakstabilan kadar gula darah Ny. S
belum stabil sehingga penulis memberikan edukasi kepada keluarga untuk selalu
menjaga pengaturan makanan diet diabetes dan kontrol gula darah ke fasilitas
kesehatan secara teratur, dan mengingatkan keluarga untuk menjaga
kenyamanan lingkungan agar tetap bersih terutama kamar mandi dan dapur
supaya tidak licin, menggunakan alas kaki saat berjalan ke luar rumah dan tidak
meletakkan benda tajam di sembarangan tempat serta ruangan rumah
mendapatkan sirkulasi udara.
b. Evaluasi terhadap diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
diabetes mellitus tipe II pada Ny. S. Saat dilakukan evaluasi, keluarga mampu
merawat luka akibat kerusakan integritas kulit serta mampu merawat luka dalam
hal pergantian perban dan pemberian obat-obatan sesuai jadwal serta mampu
membuat keputusan. Serta dapat menyebutkan manfaat dari fasilitas kesehatan.
Dalam hal ini sesuai dengan tujuan yang penulis harapkan yaitu keluarga mampu
melakukan perawatan kerusakan integritas jaringan secara tepat dan klien
mampu menjelaskan prosedur perawatan luka yang sudah dijelaskan dengan
benar. Namun dalam hal ini masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
karena luka klien belum sembuh. Karena itu perawatan luka untuk Ny. S
dilanjutkan oleh keluarga di rumah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan yang dilakukan penulis pada keluarga
dengan diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan, maka
kami memberikan kesimpulan serta saran untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
dan asuhan keperawatan.
Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada Ny. S dengan diabetes
mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan yaitu:
1. Bagi Penderita Diabetes Mellitus
Sebaiknya penderita diabetes mellitus lebih aktif dalam meningkatkan
pengendalian gula darah dengan mematuhi diet yang ditetapkan oleh tenaga
kesehatan, menjalani pengobatan dengan baik dan memeriksakan kadar gula
darah sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan.
2. Bagi Keluarga Penderita Diabetes Mellitus
Sebaiknya keluarga harus dapat meningkatkan komunikasi dengan penderita
diabetes mellitus tipe II misalnya dengan meluangkan waktu untuk berdiskusi
dengan penderita sehingga motivasi penderita untuk menjalankan pelaksanaan
diabetes mellitus meningkat yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pengendalian gula darah.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Sebaiknya tenaga kesehatan meningkatkan pelayanan bagi penderita diabetes
mellitus tipe II dengan aktif memberikan penyuluhan tentang penatalaksanaan
penyakit diabetes mellitus tipe II melalui kegiatan yang sudah ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Tandra, Hans. 2018. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.