Kajian Perubahan Luas Dan Pemanfaatan Serta Persepsi Masyaraka8936-16480-1-SM

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768

Vol. 2, No.2 (Juli 2016) Hal. 170-183


KAJIAN PERUBAHAN LUAS DAN PEMANFAATAN SERTA PERSEPSI
MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN HUTAN MANGROVE DI
KECAMATAN TELUK AMBON BAGUALA
Saptono Madiama1, Chatarina Muryani2, Sigit Santoso3
Email : [email protected]

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a) Perubahan luas hutan mangrove tahun 2005-2014, b)
Pemanfaatan hutan mangrove, c) Persepsi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove di Kecamatan
Teluk Ambon Baguala 2016. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah hutan mangrove dan masyarakat yang ada di daerah pesisir Kecamatan
Teluk Ambon Baguala, untuk mengetahui luas areal hutan mangrove di buat peta hutan mangrove dari citra
satelit tahun 2005-2014 dengan menggunakan perangkat lunak SIG. Penelitian ini menggunakan 2 teknik
sampling yaitu teknik transek garis untuk mengetahui data tentang hutan mangrove, yang pengukurannya
sejajar dengan garis pantai. Data pemanfaatan serta persepsi masyarakat terhadap pelestarian hutan
mangrove dipilih secara purposive sampling pada penduduk yang tinggal disekitar hutan mangrove. Teknik
analisis data pada perubahan luas didapat dari tumpang susun (overlay) peta hutan mangrove tahun 2005-
2014 dengan mengunakan deskriptif kualitatif. Untuk pemanfaatan dan persepsi masyarakat terhadap
pelestarian hutan mangrove mengunakan deskriptif kualitatif dan dibantu dengan menggunakan teknik
deskriptif kuantitatif berupa tabel frekuensi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa luas hutan mangrove di Kecamatan Teluk Ambon Baguala
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 2005 memiliki luas 41.955 ha, sedangkan pada tahun 2009 menjadi
37.651 ha dengan perubahan luas sebesar 4.304 ha atau 10,25% dan tahun 2014 luas hutan mangrove
tersebut menjadi 31.379 ha dengan luas perubahan sebesar 6.272 ha atau 16,65%. Manfaat hutan mangrove
di Kecamatan Teluk Ambon Baguala secara langsung oleh masyarakat sebagai tempat pengambilan atau
penangkapan ikan, kerang, kayu bakar, kepiting dan udang. Sedangkan persepsi masyarakat terhadap
pelestarian hutan mangrove yang dianalisis berdasarkan skala pengetahuan, sikap dan tindakan, hal ini
tingkat pengetahuan masyarakat termasuk dalam kategori tinggi yaitu mencapai angka 26.70%, sedangkan
tingkat sikap masyarakat juga termasuk dalam kategori tinggi yaitu mencapai angka 31.10% dan tingkat
tindakan masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove sudah terlaksana dan tercermin dari kehidupan
mereka sehari-hari yaitu menjaga kelestarian lingkungan dikawasan pesisir hutan mangrove sehingga
diketahui keseluruhan masyarakat memiliki persepsi setuju dengan upaya pelestarian hutan mangrove di
Kecamatan Teluk Ambon Baguala.

Kata Kunci: Hutan Mangrove, Perubahan Luas, Pemanfaatan, Persepsi.

PENDAHULUAN yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu


Sumberdaya alam merupakan aset bangsa (wealth of nation). Oleh karena itu,
penting suatu negara dalam melaksanakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
pembangunan, khususnya pembangunan di alam secara optimal, lestari dan berwawasan
sektor ekonomi. Selain dipergunakan untuk lingkungan sudah semestinya dilakukan
memenuhi kebutuhan hidup manusia, (Sukmawan, 2004).
sumberdaya alam juga memberikan kontribusi
170

*1 Magister PKLH FKIP UNS


2
* Staff Mengajar Magister PKLH FKIP UNS
3
* Staff Mengajar Magister PKLH FKIP UNS
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
Mangrove di Indonesia dikenal Masyarakat Maluku mengenal hutan
mempunyai keragaman jenis yang tinggi. mangrove dengan sebutan manggi-manggi
Flora yang ditemukan pada ekosistem atau sogi-sogi, yang banyak terdapat di daerah
mangrove Indonesia sekitar 189 dari 68 suku. yang lembab seperti pantai berlumpur, teluk,
Dari jumlah itu, 80 jenis di antaranya adalah pantai daerah muarai sungai. Masyarakat
berupa pohon, 24 jenis liana, 41 jenis herba, Maluku sudah lama mengenal manggi-
41 jenis epifit, dan 3 jenis parasite, Noor et manggi atau sogi-sogi tersebut dan
al., 1995 (dalam Ghufron 2012). Sumber lain manfaatnya secara tradisional diantaranya
menyebut tercatat 202 Jenis tumbuhan untuk keperluan kayu bakar dan bahan
mangrove yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 bangunan serta makanan untuk hewan ternak
jenis palem, 19 jenis tumbuhan manjat (liana), mereka.
44 jenis herbal tanah, 44 jenis epifit, dan 1 Luas hutan mangrove di Maluku
jenis tumbuhan paku, Dahuri 2003 (dalam mencapai ± 1,19 juta hektar dan tersebar luas
Ghufron 2012). di seluruh pulau, serta terdiri dari 40 jenis
Kawasan mangrove merupakan suatu pohon mangrove. Di pulau Ambon khususnya
kawasan yang berfungsi sebagai jembatan perairan Teluk Ambon luas hutan mangrove
antara lautan dan daratan. Kawasan ini perlu mencapai ± 52 hektar dengan tingkat
dilindungi dan dilestarikan, karena memiliki kerusakan diperkirakan 10-15% (Pemerintah
banyak fungsi dan manfaat bagi manusia. Kota Ambon, 2003). Kerusakan ekosistem
Kawasan mangrove juga layak untuk pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan
diperhatikan dan prioritaskan sebagai sumber daya alam yang signifikan di kawasan
penunjang devisa bagi masyarakat dan negara. pesisir, baik pada ekosistem hutan pantai,
Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi ekosistem perairan, maupun fisik lahan yang
sebagai daerah pemijahan (Spawning Ground) berakibat langsung pada menurunnya tingkat
dan daerah pembesaran (Nursery Ground) kesejahteraan masyarakat pesisir. Mangrove
berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan, umumnya memiliki tingkat keterbukaan
dan species lainnya. Selain itu, hutan wilayah yang tinggi dan relatif dekat dengan
mangrove merupakan habitat bagi berbagai sentera-dentera kegiatan perekonomian
jenis burung, reptilia, mamalia, dan berbagai masyarakat.
jenis kehidupan lainnya, sehingga hutan Kondisi ini membuat hutan mangrove
mangrove menyediakan keanekaragaman di Kecamatan Teluk Ambon Baguala
hayati (Biodiversity) dan plasma nutfah memiliki interaksi sosio-ekosistem tinggi.
(genetic pool) yang tinggi serta berfungsi Menurut Purwoko dan Onrizal 2002 dalam
sebagai sistem penunjang kehidupan. (Arman Saru 2014), interaksi yang tinggi

171
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
antara masyarakat dengan kawasan hutan berhubungan dengan pemanfaatan dan
biasanya membawa dampak yang cukup pelestarian hutan mangrove dari masyarakat
serius terhadap ekosistem kawasan hutan setempat. Sedangkan data sekunder diperoleh
mangrove maupun terhadap fungsi dan dari dinas terkait dengan penelitian ini.
keunikannya. Teknik analisis data adalah proses
Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala mencari dan menyusun secara sistematis data
dapat dijumpai berbagai macam jenis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
mangrove, namun kenyataan menunjukkan lapangan dan dokumentasi dengan cara
bahwa kurang adanya kesadaran masyarakat mengorganisasikan data kedalam kategori,
untuk memperhatikan dan menjaga keutuhan menjawabkan kedalam unit-unit, melakukan
hutan tersebut, agar dapat bermanfaat bagi sintesa, menyusun kedalam pola, memilih
kelangsungan hidup masyarakat. Semakin mana yang penting dan yang akan dipelajari,
meningkatnya pembangunan yang dan membuat kesimpulan sehingga mudah
berorientasi pada aspek ekonomi di ekosistem dipahami oleh diri sendiri dan orang lain
mangrove telah memberi dampak negatif pada (Sugiyono 2014). Pada metode analisis ini,
keberadaan hutan mangrove yang data yang sudah dikumpulkan berupa data
mengakibatkan sejumlah kawasan rusak primer dan data sekunder. Kemudian
bahkan hilang dan penurunan kualitas dianalisis berdasarkan variabel-variabel
ekosistem lingkungan (Diarto, 2012). dengan mengunakan deskriptif kualitatif dan
dibantu dengan menggunakan teknik
METODE PENELITIAN deskriptif kuantitatif berupa tabel frekuensi.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan
Teluk Ambon Baguala Kota Ambon dan HASIL PENELITIAN DAN
waktu yang digunakan dalam penelitian ini PEMBAHASAN
yaitu enam bulan. Penelitian ini adalah A. Hasil Pengamatan Hutan Mangrove
penelitian deskriptif kualitatif, dan Hutan mangrove merupakan komunitas
pendekatan penelitian yang digunakan adalah vegetasi pantai yang didominasi oleh
pendekatan survei. Dalam penelitian ini data beberapa spesies pohon mangrove yang
yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
dan sekunder. Data primer dikumpulkan intertidal yang cukup mendapatkan genangan
melalui survei langsung ke lokasi penelitian air laut secara berkala dan aliran air tawar,
melalui wawancara, observasi, dan dan pelindung dari gelombang besar dan arus
dokumentasi yaitu berupa gambar atau foto, pasang surut yang kuat, oleh karenanya
video tentang hutan mangrove, dan data yang mangrove dapat ditemukan di pantai-pantai

171
172
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
Alba
teluk yang dangkal, estuari, delta, dan daerah Soneratia 252
Kedua 150 m 5m 252
Alba
pantai yang terlindung. Soneratia 78
Alba
Ketiga 150 m 5m 242
Avicennia Sp 132
1. Jenis spesies mangrove Nypa Sp 32

Berdasarkan hasil observasi lapangan


Tabel 5. Jumlah Spesies Mangrove Desa
tentang hutan mangrove dari ketiga lokasi Negeri Lama
Jalur Panjang Lebar Jenis Jumlah Jumlah
Lokasi
penelitian, spesies mangrove di setiap Transek Jalur Jalur Spesies Spesies Pohon
90 m 3m Rizophora 106
Sp
lokasi memiliki jenis yang berbeda-beda. Pertama
Sonneratia 78
188
Alba
Data jenis spesies mangrove pada masing- Desa 90 m 3m Soneratia 96
Negeri Alba
Kedua 181
Lama Avicennia 82
masing lokasi adalah sebagai berikut: Sp
90 m 3m Avicennia 137
Ketiga Sp 175
Tabel 1. Jenis Spesies Mangrove Desa Negeri Nypa Sp 38

Passo
Lokasi Jalur Transek Jenis Spesies Mangrove Tabel 6. Jumlah Spesies Mangrove Desa
Bakau (Rizophora Sp) dan Perepat/ Nania
Pertama
Pedada (Sonneratia Alba)
Negeri Jalur Panjang Lebar Jenis Jumlah Jumlah
Kedua Perepat/ Pedada (Soneratia Alba) Lokasi
Passo Transek Jalur Jalur Spesies Spesies Pohon
Perepat/ Pedada (Soneratia Alba), Api- 90 m 3m Soneratia 92
Ketiga
api (Avicennia Sp) dan Nypa (Nypa Sp) Alba
Pertama 181
Avicennia 75
Sp
Tabel 2. Jenis Spesies Mangrove Desa Negeri Desa
Kedua
90 m 3m Avicennia 169
177
Nania Sp
Lama
90 m 3m Avicennia 135
Lokasi Jalur Jenis Spesies Mangrove Ketiga Sp 179
Transek Nypa Sp 27
Bakau (Rizophora Sp) dan Perepat/
Pertama
Pedada (Sonneratia Alba)
Desa
Negeri Kedua
Perepat/ Pedada (Soneratia Alba) dan 3. Kategori Bentuk Pohon Mangrove
Api-api (Avicennia alba)
Lama
Ketiga
Api-api (Avicennia Sp) dan Nypa (Nypa Bentuk pohonmangrove dikelompokan
Sp)
kedalam 3 kategori yaitu; semaian, anakan
Tabel 3. Jenis Spesies Mangrove Desa Nania
Lokasi Jalur Transek Jenis Spesies Mangrove dan pohon. Mangrove dikelompokan
Perepat/ Pedada (Sonneratia Alba)
Pertama
Desa
dan Api-api (Avicennia Sp) sebagai semaian jika mempunyai tinggi
Kedua Api-api (Avicennia Sp)
Nania
Ketiga
Api-api (Avicennia Sp) dan Nypa yang kurang dari 1 meter, kategori anakan
(Nypa Sp)
jika diameter kurang dari 4 cm dan tinggi
2. Jumlah spesies mangrove
lebih dari 1 meter, sedangkan kategori
Jumlah spesies mangrove dilokasi
pohon jika tanaman mempunyai diameter
penelitian yang ada di Kecamatan Teluk
yang lebih dari 4 cm.
Ambon Baguala berrdasarkan hasil
pengamatan dari masing-masing lokasi Tabel 7. Bentuk Pohon Mangrove Negeri
Passo
jumlahnya berbeda-beda pada setiap Kategori Pohon
Lokasi Jalur Spesies Semai Anaka Poho
lokasi dan jalur transek. n n
Rizophora Sp 85 26 35
Pertama
Sonneratia Alba - 22 97
Tabel 4. Jumlah Spesies Mangrove Negeri Negeri Kedua Soneratia Alba 12 56 184
Passo Soneratia Alba - 23 55
Passo Ketiga Avicennia Sp 43 32 57
Jalur Panjang Lebar Jumlah Jumlah
Lokasi
Transek Jalur Jalur
Jenis Spesies
Spesies Pohon
Nypa Sp 3 9 20
Negeri Rizophora Sp 146
Pertama 150 m 5m 265
Passo Sonneratia 119

171
173
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
Tabel 8. Bentuk Pohon Mangrove Desa Untuk mengetahui tingkat kerapatan/
Negeri Lama
Kategori Pohon tegakan pada pohon mangrove dari ketiga
Lokasi Jalur Spesies Semai Anaka Pohon
n lokasi tersebut pada setiap jalur transek
Rizophora Sp 36 23 182
47
Pertama
Sonneratia Alba 6 29 43 disajikan dalam bentuk tabel dari masing-
Desa
Soneratia Alba - 32 67
Negeri Kedua
Lama
Avicennia Sp 14 11 57 masing lokasi, berikut tingkat
Avicennia Sp 34 20 83
Ketiga
Nypa Sp 3 8 27 kerapatan/tegakan pohon mangrove di
Tabel 9. Bentuk Pohon Mangrove Desa Nania Negeri Passo.
Kategori Pohon
Lokasi Jalur Spesies
Semai Anakan Pohon
Sonneratia 9 37 59 Tabel 11. Kerapatan/tegakan Pohon
Pertama Alba
Desa Avicennia Sp 13 22 41
Mangrove di Negeri Passo
Jalur Jumlah Kerapatan/Tegakan
Nania Kedua Avicennia Sp 38 52 87 Lokasi Spesies
Transek Spesies (pohon/Luas jalur)
Avicennia Sp 29 33 79
Ketiga Rizophora Sp
Nypa Sp 7 10 21
dan
Pertama 265 0,35
Sonneratia
4. Kerapatan/ tegakan Alba
Negeri Sonneratia
Kedua 252 0,33
Passo Alba
Untuk mengetahui tingkat Sonneratia
Alba,
kerapatan/tejakan hutan mangrove pada Ketiga
Avicennia Sp
242 0,32
dan Nypa Sp
setiap jalur transek dapat dihitung dengan
mengunakan rumus sebagai berikut: Tingkat kerapatan/ tegakan pada
pohon mangrove yang ada di Negeri Passo
dari jalur transek pertama dengan tingkat
kerapatan/tegakan 0,35, jalur transek kedua
Setelah diketahui tingkat kerapatan/ 0,33 dan jalur transek ketiga 0,32. Hal ini
tegakan pada pohon mangrove dapat menunjukan bahwa tingkat
diketahui pula tingkat kerusakannya. kerapatan/tegakan mangrove di Negeri
Untuk penilaian tingkat kerusakan Passo memiliki tingkat kategori baik
mangrove dilihat berdasarkan pada dengan kriteria sangat padat dengan tingkat
Keputusan Menteri Negara Lingkungan kerapatan/ tegakannya ≥ 1500 Keputusan
Hidup No. 201 tahun 2004 tentang kriteria Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
baku dan pedoman penentuan kerusakan 201 tahun 2004.
mangrove sebagai berikut:
Tabel 12. Kerapatan/tegakan Pohon
Tabel 10. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove Mangrove di Desa Negeri
Lama
Kriteri Penutupan Kerapatan
(%) (pohon/ha) Jalur Jumlah Kerapatan/Tegakan
Lokasi Spesies
Baik Sangat padat ≥ 75 ≥ 1500 Transek Spesies (pohon/Luas jalur)
Sedang ≥ 50 - < 75 ≥ 1000 - < 1500
Rusak Jarang < 50 < 1.000 Rizophora Sp
Pertama dan Sonneratia 188 0,69
Desa Alba
Negeri
Lama Sonneratia 0,67
Kedua Alba dan 181
Avicennia Sp
174
171
4
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
Avicennia Sp 5. Zonasi Hutan Mangrove
Ketiga 175 0,64
dan Nypa Sp
Zonasi mangrove di daerah penelitian
Tingkat kerapatan/tegakan pada pohon
yang terdiri dari tiga lokasi pengamatan
mangrove yang ada di Desa Negeri Lama
adalah sebagai berikut:
dari jalur transek pertama dengan tingkat
Zonasi hutan mangrove di daerah
kerapatan/tegakan 0,69, jalur transek kedua
penelitian Negeri Passo yaitu: Daerah
0,67 dan jalur transek ketiga 0,64. Hal ini
yang paling dekat dengan laut di dominasi
menunjukan bahwa tingkat
oleh Rhizophora Sp. Pada zona ini
kerapatan/tegakan mangrove di Desa
terdapat Sonneratia Alba yang dominan
Negeri Lama memiliki tingkat kategori
tumbuh pada lumpur dalam yang kaya
baik dengan kriteria sangat padat, karena
bahan organik. Lebih ke arah darat, hutan
tingkat kerapatan/tegakannya ≥ 1500.
mangrove didominasi oleh Sonneratia
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Alba. Di zona ini juga dijumpai Avicennia
Hidup No. 201 tahun 2004.
Sp. Zona berikutnya didominasi oleh
Tabel 13. Kerapatan/tegakan Pohon Avicennia Sp, dan Nypa Sp. Daerah ini
Mangrove di Desa Nania merupakan zona transisi antara hutan
Jalur Jumlah Kerapatan/Tegakan
Lokasi Spesies mangrove dengan hutan dataran rendah.
Transek Spesies (pohon/Luas jalur)

Sonneratia Alba Zonasi hutan mangrove di Desa


Pertama dan Avicennia Sp 181 0,67
Desa Negeri Lama yaitu: Daerah yang paling
Nania Kedua Avicennia Sp 177 0,65

Ketiga
Avicennia Sp dan
179 0,66
dekat dengan laut di dominasi oleh
Nypa Sp
Rhizophora Sp dan Sonneratia Alba.
Lebih ke arah darat, hutan mangrove di
Tingkat kerapatan/tegakan pada pohon
dominasi oleh Sonneratia Alba dan
mangrove yang ada di Desa Nania pada
Avicennia Sp. Zona berikutnya didominasi
jalur transek pertama dengan tingkat
oleh Avicennia Sp dan Nypa Sp yang
kerapatan/tegakan 0,67, jalur transek kedua
dekat dataran rendah atau dekat
0,65 dan jalur transek ketiga 0,66.
pemukiman penduduk.
Hal ini menunjukan bahwa tingkat
Zonasi hutan mangrove di Desa Nania
kerapatan/tegakan mangrove di Desa
yaitu: Daerah yang paling dekat dengan
Nania memiliki tingkat kategori baik
laut di dominasi oleh Sonneratia Alba.
dengan kriteria sangat padat, karena
Pada zona ini terdapat juga Avicennia Sp.
tingkat kerapatan/tegakannya ≥ 1500.
Lebih ke arah darat, hutan mangrove
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
didominasi oleh Avicennia Sp. Zona
Hidup No.201 tahun 2004.
berikutnya didominasi oleh Avicennia Sp

171
175
4
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
dan Nypa Sp yang dekat dataran rendah 9. Bentuk daun
atau dekat pemukiman penduduk. Bentuk daun mangrove di lokasi
penelitian antara lain: Jenis spesies
6. Bentuk perakaran
Rizophora Sp memiliki bentuk daun
Bentuk perakaran mangrove di lokasi
elliptic. Jenis spesies Sonneratia Alba
penelitian yaitu: Jenis spesies Rizophora
memiliki bentuk daun obovate atau
Sp dengan bentuk perakaran yaitu akar
berbentuk agak bulat. Jenis spesies
tunjang (Akar Lutut). Jenis spesies
Avicennia Sp memiliki bentuk daun
Sonneratia Alba dengan bentuk perakaran
lanceolate atau agak panjang. Jenis
yaitu akar pasak (Akar Navas). Jenis
spesies Nypa Sp memiliki bentuk daun
spesies Avicennia Sp dengan bentuk
memanjang.
perakaran yaitu akar papan. Jenis spesies
Nypa Sp dengan bentuk perakaran yaitu 10. Jenis fauna
Akar serabut. Jenis fauna yang ditemukan di lokasi
penelitian yaitu berupa ikan, kerang,
7. Bentuk buah
udang, teripang, bintang laut, burung
Bentuk buah mangrove di lokasi
banggau, algae, bebek laut, burung pipit,
penelitian terdapat beberapa bentuk buah
tiram, dll.
yang ditemukan. Jenis spesies Rizophora
Sp memiliki bentuk buah panjang/ 11. Hal-hal lain yang ditemukan di hutan
lonjong. Jenis spesies Sonneratia Alba mangrove
memiliki bentuk buah besar bulat dan Pada lokasi pengamatan pertama
diatasnya berbentuk seperti bintang. Jenis sampai ke lokasi pengamatan ketiga hal-
spesies Avicennia Sp memiliki bentuk hal lain yang ditemukan pada jalur
buah panjang berangkai. pertama dan kedua yaitu banyak terdapat
endapan lumpur yang mengendap
8. Jenis bunga
diseputaran mangrove karena pengaruh
Jenis bungga mangrove di lokasi
sedimentasi dari darat dan terdapat banyak
penelitian terdapat beberapa jenis bunga
sampah yang tersangkut pada perakaran
yang ditemukan antara lain: Jenis spesies
mangrove, dan pada jalur ketiga terdapat
Rizophora Sp memiliki jenis bunga besar
banyak sampah plastik yang tersebar di
berangkai. Jenis spesies Soneratia Alba
seputaran mangrove baik yang dibuang
memiliki jenis bunga besar putih dan
oleh masyarakat setempat maupun
berwarna merah muda. Jenis spesies
terbawah oleh sungai.
Avicennia Sp memiliki jenis bunga kecil
putih berankai.
171
176
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
B. Perubahan Luas Hutan Mangrove di berlebihan dan kuatnya sedimentasi dari darat.
Kecamatan Teluk Ambon Baguala
Proses sedimentasi yang terjadi di daerah
Perubahan luas hutan mangrove di tersebut tidak mengakibatkan kematian bagi
Kecamatan Teluk Ambon Baguala dari tahun individu mangrove yang sudah dewasa,
2005 sampai dengan tahun 2009, hutan sedimentasi tersebut berdampak buruk pada
mangrove tersebut mengalami perubahan anakan mangrove, tingginya sedimentasi pada
pada setiap Desa/Kelurahan. areal ekosistem mangrove mengakibatkan
pertumbuhan mangrove menjadi terhambat,
Tabel 14. Data Overlay Peta Hutan Mangrove
di Kecamatan Teluk Ambon bahkan apalabila laju sedimentasi lebih cepat
baguala Tahun 2005-2009 dibandingkan dengan laju pertumbuhan
Hectares/Tahun Perubahan
Desa/ Kelurahan 2005 2009 Luas / (%) anakan mangrove dapat mengakibatkan
Ha
Negeri Passo 32,535 29,053 3,482 10,76 kematian bagi anakan mangrove.
Desa Negeri Lama 5,129 4,546 0,583 11,36
Sedimentasi juga berdampak langsung
Desa Nania 4,291 4,052 0,239 5,56
Jumlah 41,955 37,651 4,304 10,25 pada aktifitas masyarakat sekitar kawasan
mangrove di Kecamatan Teluk Ambon
Sedangkan perubahan luas hutan
Baguala, akses masyarakat ke tempat
mangrove di Kecamatan Teluk Ambon
pencarian ikan, kerang (bia) dan kepiting
Baguala tahun 2009 sampai dengan tahun
menjadi terhambat. Selain proses sedimentasi
2014.
ada juga pengaruh lain seperti tumpahan

Tabel 15. Data Overlay Peta Hutan Mangrove minyak (kotoran) dari kapal sehingga
di Kecamatan Teluk Ambon membuat mangrove tidak bertahan dan
baguala Tahun 2009-2014
Hectares/Tahun Perubahan mengalami kepunahan pada mangrove yang
Desa/ Kelurahan 2009 2014 Luas (%)
/ Ha
baru ditanam. Hal ini juga berpenggaruh
Negeri Passo 29,053 23,34 5,71 19,65
3 terhadap ekosistem hutan mangrove dan juga
Desa Negeri Lama 4,546 4,152 0,394 8,66
pada biota-biota laut yang ada di sekitar
Desa Nania 4,052 3,884 0,168 4,14
Jumlah 37,651 31,37 6,272 16,65 pohon mangrove.
9

Perubahan luas lahan tersebut C. Pemanfaatan Hutan Mangrove

dimanfaatkan sebagai potensi daerah Mangrove merupakan ekosistem yang

pemukiman dan perkebunan akibat kurangnya sangat produktif. Berbagai produk dari

lahan yang ada di daerah tersebut sehingga mangrove dapat dihasilkan baik secara

masyarakat memanfaatkan lahan tersebut langsung maupun tidak langsung.

sebagai tempat pemukiman, selain itu juga Pemanfaatan hutan mangrove secara

terjadi akibat aktifitas manusia yang keseluruhan masyaraka Kecamatan Teluk


Ambon Baguala yaitu sebagai tempat
177
171
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
pengambilan atau penangkapan ikan, kerang, yang mereka tinggal di sepanjang
kayu bakar, kepiting, udang, dan kontruksi. kawasan hutan mangrove, meliputi:
Sementara yang lainnya seperti daun, buah a) Pengetahuan/mengetahui
dan bungga, masyarakat setempat tidak Tingkat pengetahuan masyarakat
memanfaatkannya. Sedangkan tumbuhan terhadap pengelolaan hutan mangrove
magrove yang mereka anggap penting yaitu di pesisir Kecamatan Teluk Ambon
sebagai tempat pelindung pantai dari Baguala yaitu; masyarakat tahu
pengaruh abrasi dan hempasan ombak bagaimana melestarikan hutan
kedarat. Dan manfaat lain dari hutan mangrove dan tahu tentang cara-cara
mangrove yaitu meliputi: melestarikan hutan mangrove.
Manfaat Fisik. Menjaga agar garis pantai b) Pemahaman/ memahami
tetap stabil, melindungi pantai dari abrasi, Pemahaman masyarakat tehadap
menahan badai/angin kencang dari laut, pelestarian hutan mangrove di
menahan hasil proses penimbunan lumpur dan Kecamatan Teluk Ambon Baguala
mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan yaitu; masyarakat tahu bagaimana
penyerap CO2. melaksanakan upaya pelestarian hutan
Manfaat Biologis. Menghasilkan bahan mangrove dan tahu dampak dari
pelapukan, tempat memijah dan berkembang rusaknya hutan mangrove.
biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan c) Penerapan/ menerapkan
udang, tempat berlindung, bersarang dan Penerapanpengetahuan masyarakat
berkembang biaknya burung dan satwa lain terhadap pelestarian hutan mangrove
serta merupakan habitat alami bagi berbagai di Kecamatan Teluk Ambon Baguala
jenis biota. yaitu; masyarakat tahu terhadap upaya
Manfaat ekonomi. Sebagai sumber mata dalam mengatasi terjadinya kerusakan
pencaharian, tempat untuk rekreasi serta mangrove
sebagai tempat pendidikan, latihan dan d) Penjabaran/ menjabarkan
observasi ilmu pengetahuan. Penjabaran tentang pengetahuan
terhadap pelestarian hutan mangrove
D. Persepsi Masyarakat Terhadap
di Kecamatan Teluk Ambon Baguala
Pelestarian Hutan Mangrove
yaitu; masyarakat tahu terhadap
1. Persepsi Pengetahuan Masyarakat
kondisi lingkungan yang ada dipesisir
Terhadap Pelestarian Hutan Mangrove
pantai termasuk daerah yang rawan
Pengetahuan masyarakat
dengan abrasi.
terhadap hutan mangrove yang ada di
e) Penyusunan/ menyusun
Kecamatan Teluk Ambon Baguala
171
178
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
Penyusunan tentang pengetahuan mangrove yang tinggi yaitu sebesar
terhadap pelestarian hutan mangrove 26.70%. Pada dasarnya tingkat
di Kecamatan Teluk Ambon Baguala pelestarian tidak ada pengaruhnya
yaitu; masyarakat tahu tentang apa dengan tingkat pengetahuan. Hal ini
saja yang dibutuhkan dalam terbukti bahwa pada tingkat
melakukan penyusunan teknik pelestarian “penting” tingkat
pelestarian hutan mangrove. pengetahuan masyarakat masih
f) Penilaian/ menilai tentang tergolong rendah yaitu hanya 11.10%.
pengetahuan terhadap hutan Sedangkan untuk pelestarian
mangrove di Kecamatan Teluk tingkat “jarang” tingkat pengetahuan
Ambon Baguala. masyarakat justru mencapai 18.80%.
Masyarakat di Kecamatan Teluk kondisi tersebut menunjukan bahwa
Ambon Baguala berupaya untuk persebaran masyarakat yang dominan
melakukan penanaman pohon pada tingkat pelestarian “sedang”
mangrove dipesisir pantai agar tidak mempengaruhi tingkat pemahaman
terjadi abrasi pada saat musim barat, masyarakat yang tinggi, sehingga hal
maka mereka selalu berusaha untuk ini dapat diketahui bahwa
mencegah hal tersebut. pengetahuan masyarakat tentang hutan
mangrove memiliki variasi yang
Tabel 16. Tingkat Skala Pengetahuan
Masyarakat terhadap hutan beragam dan tidak melihat pada
Mangrove tingkat pelestarian, maka hal ini akan
Tingkat Pengetahuan Pesentase
No
Pelestarian Masyarakat
Frekuensi
(%)
berpengaruh juga pada tingkat
Sangat Tinggi 5 5.60 kerusakan hutan mangrove yang ada
1 Penting Tinggi 10 11.10 di kawasan pesisir pantai Kecamatan
Cukup Tinggi 0 0.00
Sangat Tinggi 5 5.60 Teluk Ambon Baguala.
2 Sedang Tinggi 24 26.70 2. Persepsi Sikap Masyarakat Terhadap
Cukup Tinggi 18 20.00
Sangat Tinggi 2 2.20 Pelestarian Hutan Mangrove
3 Jarang Tinggi 9 10.00
Cukup Tinggi 17 18.80 Sikap merupakan respon
Jumlah 90 100.00
terhadap stimulus sosial yang telah

Pada tabel 16, menunjukan terkondisikan. Dalam persepsi tentang

bahwa persentase paling besar tedapat sikap memiliki 3 (tiga) indicator

pada tingkat pelestarian sedang sebagai berikut:

dengan tingkat pengetahuan a) Pemahaman terhadap pelestarian

masyarakat terhadap pelestarian hutan hutan mangrove

171
179
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
Pemahaman terhadap upaya menegur, jika ada orang yang berniat
pelestarian hutan mangrove di untuk menebang pohon mangrove.
Kecamatan Teluk Ambon Baguala
Tabel 17. Tingkat Skala Sikap Masyarakat
yaitu; masyarakat setuju dengan terhadap Hutan Mangrove
adanya ekosistem hutan mangrove Tingkat Pengetahuan Frekuen Pesentase
No
Pelestarian Masyarakat si (%)
dapat menjaga kestabilan lingkungan
Sangat Tinggi 0 0.00
ekosistem pesisir dari hempasan 1 Penting Tinggi 12 13.30

ombak dan penebangan pohon Cukup Tinggi 9 10.00


Sangat Tinggi 6 6.70
mangrove dapat menyebabkan 2 Sedang Tinggi 28 31.10
Cukup Tinggi 15 16.70
rusaknya ekosistem hutan mangrove. Sangat Tinggi 5 5.60

b) Perasaan terhadap upaya 3 Jarang Tinggi 10 11.10


Cukup Tinggi 5 5.50
pelestarian hutan mangrove Jumlah 90 100.00

Perasaan merupakan masalah


emosional subjektif seseorang Pada tabel 17, dapat diketahui

terhadap suatu objek, yaitu berupa bahwa masyarakat dengan tingkat

sikap. Hal ini berguna untuk pelestarian “sedang” memiliki tingkat

mengetahui sejauh mana sikap dan sikap yang tinggi terhadap upaya

perasaan mereka setelah adanya pelestarian mangrove yaitu mencapai

kerusakan mangrove dan setelah 31.10%. Hal ini berbeda dengan

adanya upaya melaksanakannya kondisi yang ada pada tingkat

pelestarian mangrove. pelestarian “penting” dan pelestarian

c) Kecenderungan berbuat dalam “jarang” yang masing-masing

upaya pelestarian hutan mangrove persentase tertinggi 13.30% dan

Kecenderungan berbuat atau 11.10%. Latar belakang masyarakat

disebut dengan kecenderungan yang bervariasi mempengaruhi tingkat

berperilaku merupakan suatu sikap pemahaman masyarakat. Seperti

yang menunjukan bagaimana halnya tingkat pelestarian lingkungan

seseorang berperilaku yang berkaitan pesisir pantai yang idealnya semakin

dengan objek yang dihadapinya. tinggi tingkat kerusakan akibat abrasi

Masyarakat di pesisir Kecamatan pantai, maka sikap masyarakat untuk

Teluk Ambon mereka siap untuk ikut mencegah hal tersebut semakin tinggi

jika ada penyuluhan di balai desa juga.

tentang usaha-usaha pelestarian hutan Masyarakat Kecamatan Teluk

mangrove dan mereka berani Ambon Baguala pada umumnya

171
180
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
memiliki sikap yang tinggi terhadap KESIMPULAN
pelestarian lingkunan pesisir karena Berdasarkan data hasil overlay, peta
mayoritas masyarakat tinggal di perubahan luas hutan mangrove dari ketiga
kawasan pesisir hutan mangrove dan lokasi penelitian di Kecamatan Teluk Ambon
memiliki tingkat pelestarian “sedang” Baguala pada tahun 2005 memiliki luas
jadi disitulah masyarakat memiliki 41.955 ha, sedangkan pada tahun 2009
tingkat sikap yang tinggi terhadap menjadi 37.651 ha dengan perubahan luas
pelestarian hutan mangrove. sebesar 4.304 ha atau 10,25% dan tahun 2014
3. Persepsi Tindakan Terhadap luas hutan mangrove tersebut menjadi 31.379
Pelestarian Hutan Mangrove ha dengan luas perubahan sebesar 6.272 ha
Tindakan masyarakat terhadap atau 16,65%. Perubahan luas lahan tersebut
upaya pelestarian hutan mangrove dimanfaatkan untuk tempat pemukiman
dapat diketahui melalui usaha atau penduduk, perumahan, pertokoan dan
cara responden dalam menjaga perkebunan. Selain itu juga terjadi akibat
kelestarian lingkungan. Usaha dalam kuatnya pengaruh sedimentasi dari daerah
menjaga kelestarian lingkungan daratan yang dapat mempengaruhi
merupakan upaya yang sangat penting pertumbuhan mangrove.
dalam pengelolaan pelestarian hutan Manfaat hutan mangrove di
mangrove, maka usaha-usaha yang Kecamatan Teluk Ambon Baguala secara
dilakukan masyarakat untuk menjaga langsung oleh masyarakat sebagai tempat
kelestarian lingkungan sangat tinggi, pengambilan atau penangkapan ikan, kerang,
sebagai bukti terdapat beberapa kepiting, udang dan hasil hutan, berupa kayu
responden mampuh menyebutkan bakar, manfaat satwa berupa soa-soa atau
berbagai macam jawaban yang kusu, serta sebagai peredam gelombang, dan
bervariasi yaitu dengan melaksanakan sebagai tempat penyedia makanan untuk jenis
penanaman seribu pohon (reboisasi) biota yang ada diseputaran pohon mangrove
sampai pada membuat peraturan agar seperti kepiting, udang, ikan, kerang dan lain-
tidak sembarang orang menebang lain.
pohon mangrove. Masyarakat merasa Persepsi masyarakat terhadap upaya
jika usaha tersebut membawa dampak pelestarian hutan mangrove yang dianalisis
yang baik bagi lingkungan ditempat berdasarkan skala pengetahuan, sikap dan
mereka tinggal. tindakan. Dalam hal ini tingkat pengetahuan
masyarakat termasuk dalam kategori tinggi
yaitu mencapai angka 26.70%, sedangkan

171
181
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
tingkat sikap masyarakat juga termasuk dalam Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. P.T.Pradnya
kategori tinggi yaitu mencapai angka 31.10%
Paramita. Jakarta.
dan tingkat tindakan masyarakat dalam upaya Diarto. 2012. Strategi Pengembangan
Wanamina pada Kawasan Hutan
pelestarian hutan mangrove sudah terlaksana
Mangrove Tugurejo di Kota
dan tercermin dari kehidupan mereka sehari- Semarang. Tesis. UNDIP. Semarang.
Jurnal ilmu lingkungan. Diakses 19
hari yaitu menjaga kelestarian lingkungan
Juni 2015.
dikawasan pesisir hutan mangrove sehingga Dhimas Wiharyanto dan Asbar Laga. 2010.
Kajian Pengelolaan Hutan Mangrove
diketahui keseluruhan masyarakat memiliki
Di Kawasan Konservasi Desa
persepsi setuju dengan upaya pelestarian Mamburungan Kota Tarakan
Kalimantan Timur. Fakultas
hutan mangrove di Kecamatan Teluk Ambon
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Baguala. Universitas Borneo, Tarakan. Media
SainS,Vol 2 No 1, April 2010. ISSN
DAFTAR PUSTAKA 2085-3548. diakses 8 Mei 2015.
D. M. Patel A and A. T. Motiyani. 2013.
Arifin Arief. 2003. Hutan Mangrove Fungsi Resilience Of Tsunami In Coastal
dan Manfaatnya. Kanisius, Regions By Use Of Mangrove Belt.
Yogyakarta. Associate Professor, L. D. College Of
Arif Mayudin. 2012. Kondisi Ekonomi Pasca Engineering, Ahmedabad. Research
Konversi Hutan Mangrove Menjadi Article Volume 2. ISSN: 2319-507X,
Lahan Tambak Di Kabupaten IJPRET. diakses 28 Januari 2016.
Pangkajene Kepulauan Provinsi Erwiantono. 2006. Kajian Tingkat Partisipasi
Sulawesi Selatan. Jurusan Ilmu Masyarakat Dalam Pengelolaan
Kelautan dan Perikanan Politeknik Ekosistem Mangrove Di Kawasan
Negeri Pontianak, Jalan Ahmad Yani Teluk Pangpang Bayuwangi. Program
Pontianak. EKSOS. Vol 8, No 2. Juni Studi Sosial Ekonomi Perikanan,
2012 hal 90-104. ISSN 1693-9093. Fakultas Perikanan dan Ilmu
diakses 9 April 2015. Kelautan, Samarinda, Kalimantan
Arikunto Suharsimi. 2005. Manajemen Timur Senin 13 Februari 2013. Vol.3.
Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta. No.1.2006 hal. 44-50. diakses 27
Arman Saru. 2014. Potensi Ekologi Dan Februari 2015.
Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Erwiantono dan Qoriah Saleha. 2012.
Wilayah Pesisir. IPB Press Printing, Presepsi dan Ekspertasi Pembangunan
Bogor – Indonesia. Masyarakat Terhadap Pemerintah
Bengen, D. G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Daerah dan Perusahaan Migas.
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Makara, Sosial Humaniora, Vol. 16,
serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat No. 1, Juli 2012: 57-67, diakses 12
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Juni 2015).
Lautan IPB, Bogor. Offset, Bandung. Fauzi, A. 2002. Valuasi ekonomi sumberdaya
(www.parasarionline.com). diakses 11 pesisir dan lautan. Makalah pada
April 2015. Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya
Bengen, D. G. 2004. Pedoman teknis Pesisir dan Lautan. Semarang:
Pengenalan dan pengelolaan Universitas Diponegoro. diakses 11
ekosistem mangrove. PKSPL-IPB. April 2015.
Bogor. Ganis Randy Raharja, Tjaturahono Budi
Dahuri, R. J. Rais, S. Putra Ginting dan M.J. Sanjoto, Heri Tjahjono. 2013.
Sitepu. 2001. Pengelolaan Keterlibatan Masyarakat Dalam
171
182
Jurnal GeoEco ISSN: 2460-0768
Vol. 2, No. 2 (Juli 2016) Hal. 170-183
Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Khazali, M. 2005. Panduan Teknis
Desa Mojo Kecamatan Uulujami Penanaman Mangrove Bersama
Kabupaten Pemalang. Jurusan Masyarakat. Wetlands International-
Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Indonesia Programme. Bogor.
Universitas Negeri Semarang, (Online),
Indonesia Vol 2. No 2. 2013. ISSN (http://www.pmdmahakam.org,
2252-6285. diakses 11 April 2015. diakses 12 Juni 2015).
Ghufron, H. Kordi, K.M. 2012. Ekosistem Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu
Mangrove: Potensi, Fungsi dan Antropologi. Jakarta. Rineka Cipta.
Pengelolaan. Cet 1. Rineka Cipta, Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi
Jakarta. Hutan Mangrove dan Hutan Pantai
Harold J.D. Waas dan Bisman Nababan. Pasca Tsunami di NAD dan Nias.
2010. Pemetaan Dan Analisis Index Diakses 19 Juni 2015.
Vegetasi Mangrove Di Pulau Saparua, Lilian Sarah Hiariey. 2009. Identifikasi Nilai
Maluku Tengah. Jurusan Manajemen Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove
Sumberdaya Perairan, Fakultas Di Desa Tawiri, Ambon. Universitas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Terbuka Jurnal Organisasi dan
Universitas Pattimura, Ambon. Manajemen, Vol 5, No 1, Maret 2009,
Departemen Ilmu dan Teknologi hal 23-34. diakses 17 April 2015
Kelautan, Fakultas Perikanan. FPIK- Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2013.
IPB 50 Vol. 2, No. 1, Hal. 50-58, Juni Strategi Nasional Pengelolaan
2010. diakses 8 Mei 2015. Ekosistem Mangrove Indonesia.
Ignasius Purwanto Sapotuk. 2014. Analisis Jakarta.
Vegetasi Mangrove dan Ningsih, S, S. 2008. Inventarisasi Hutan
Pemanfaatannya oleh Masyarakat di Mangrove sebagai Bagian dari Upaya
Teluk Bose Kecamatan Siberut Utara Pengelolaan Wilayah Pesisir
Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kabupaten Deli Serdang. Tesis,
Jurnal Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Medan.
Universitas Muhammadiyah Sumatera diakses 23 April 2015.
Barat April 2014. diakses 23 April Nudin Harahap. 2010. Penilaian Ekosistem
2015. Hutan Mangrove dan Aplikasinya
Indawati Lilik. 2015. Analisis Tingkat dalam Perencanaan Wilayah Pesisir.
Kerawanan Banjir Dan Persepsi Graha, Malang.
Masyarakat Terhadap Upaya Onrizal. 2002. Evaluasi Kerusakan Kawasan
Pengurangan Dampak Banjir Di Mangrove dan Alternatif
Kecamatan Baureno Kabupaten Rehabilitasinya di Jawa Barat dan
Bojonegoro. Tesis FKIP Universitas Banten. Fakultas Pertanian Program
Sebelas Maret Surakarta. Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan, Bumi Utara. Medan. (Online),
Aksara, Jakarta. (http://library usu.ac.id, diakses 12
Iwang Gumilar. 2012. Partisipasi Masyarakat Juni 2015).
Pesisir Dalam Pengelolaan Ekosistem
Hutan Mangrove Berkelanjutan Di
Kabupaten Idramayu. Staf Pengajar
Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjajaran
Kampus FPIK, Jatinangor. Jawa
Barat. Vol III, No 2. September 2012.
diakses 11 April 2015.

171
183

Anda mungkin juga menyukai